Anda di halaman 1dari 11

ANALISIS TEORI

KOMUNIKASI GENDER PADA


FILM 112 YEARS A SLAVE

AZALIA IMANI BASTONUS


14030113120015
LATAR BELAKANG
Feminisme erat kaitannya dengan gerakan politik yang
memperjuangkan kesetaraan hak. Feminisme menyangkut bagaimana
memposisikan subjek perempuan di dalam masyarakat. Selama ini
perempuan telah diposisikan inferior di dalam masyarakat. Perempuan
dianggap sebagai The Other yang relasinya selalu menunggu untuk didefinisi
dan dimaknai. Identitas perempuan selalu dilekatkan oleh konstruksi sosial.
Begitu pula di dalam konsep modern, perempuan selalu menjadi subjek yang
berlawanan dengan subjek laki-laki. Asumsi perempuan sebagai the other
ditunjukkan ketika perempuan dianggap tidak berasio dan dibatasi aksesnya
terhadap hak politik di ruang publik. Hal ini yang menyebabkan dibentuknya
gerakan perempuan untuk kesetaraan hak politik, pendidikan dan ekonomi.
Di sini pula dimulainya penyebaran kesadaran pembebasan perempuan.
Pada tahun 1800-an, perempuan mengikuti Konvensi Anti Perbudakan
di London, namun tidak seorang perempuan pun yang diijinkan memberi
suara atau pendapat. Menurut James, penyebab perbudakan berlawanan
dengan asumsi yang dianut banyak orang, karena perbudakan memang tidak
disebabkan oleh rasisme, tetapi dalam film 12 Years a Slave sekilas terlihat
rasisme dan seksime yang menjadi penyebab terjadinya sistem perbudakan.
Film 12 Years a Slave merupakan sebuah film yang memiliki pesan – pesan
menakutkan sekaligus memilukan tentang kekejaman dan segala hal yang
bersifat buruk yang meliputi tentang sistem perbudakan yang terjadi di
Amerika Serikat pada pertengahan tahun 1800-an. Selain system
perbudakan film ini juga menampilkan banyak opresi yang dialami oleh kaum
permpuan, dimana perempuan menempati posisi inferior yang mengakibatkan
terjadinya opresi terhadap mereka. Perempuan hidup di dalam dunia laki-laki,
tempat di mana perempuan tidak berpartisipasi di dalamnya. Ekstitensi
perempuan di dalam dunia laki-laki selalu diidentifikasikan dengan menjalani
kehidupannya di dalam rumah dan bergantung pada eksistensi laki-laki. Hal
ini merupakan pandangan patriarki terhadap perempuan dan mereka telah
membuat perempuan memercayai hal tersebut.
KILAS FILM

Diangkat dari kisah nyata, Solomon Northup (Chiwetel Ejiofor)


merupakan satu dari beberapa penduduk kota New York berkulit hitam yang
memperoleh kebebasan penuh dan berpendidikan. Sementara orang berkulit
hitam lainnya pada masa itu, mayoritas diperlakukan sebagai budak dan bisa
diperjual belikan oleh orang berkulit putih. Berlatarkan tahun 1841, hidup
Solomon yang semula bahagia bersama istri dan keduaanaknya seketika
berubah setelah dia bertemu Hamilton (Taran Killam) dan Brown
(ScootMcNairy), dua orang berkulit putih yang mengaku pengusaha sirkus.
Mereka berpura-pura menawarinya pekerjaan mengingat kemampuan
Solomon yang mumpuni dalam bermain biola. Diimingi bayaran yang sangat
besar, Solomon akhirnya menerima tawaran tersebut.
Kenyataannya, Solomon justru diculik dan dijual sebagai budak ke
New Orleans. Dia pundipaksa mengubah jati dirinya menjadi Platt, buronan
asal Georgia. Semula dia menolak dan berpegang teguh pada pendiriannya
untuk bisa bebas. Namun demi mempertahankan hidup dan keinginan untuk
kembali pada keluarga, menerima semuanya adalah satu-satunya pilihan
yang ia miliki saat itu.
Selain menceritakan kehidupan Solomon, film ini juga menceritakan
mengenai kejamnya perbudakan yang dialami oleh kaum kulit hitam. Dimana
Pembentukan koloni-koloni Inggris membutuhkan para budak untuk
mengerjakan ladang-ladang. Dalam analisis film ini penulis membatasi
analisis pada tokoh wanita untuk melihat banyaknya opresi yang didapat oleh
kaum wanita pada film ini dan gambaran-gambaran buruk yang didapat oleh
wanita kaum kulit hitam saat menadi budak. Dalam analisis ini penulis
mengggunakan teori black feminism serta subalternity untuk mendeskripskan
unsur-unsur feminisme dalam naskah film ini tentang gambaran buruk yang
dialami oleh kaum wanita pada abad ke-18.Rumusan masalah dalam analisa
ini adalah bagaimana gambaran-gambaran buruk mengenai pengalaman
wanita kulit hitam maupun kulit putih. Hasil dari analisis ini adalah terdapat
dua gambaran buruk seorang budak dan majikan wanita yang terdeskripsikan
lewat studi naskah film tersebut tentang bagaimana seorang wanita dijadikan
sebuah komoditas, bagaimana seorang wanita dianggap sebagai objek, dan
bagaimana wainta melaksanakan perintah dari majikannya.
ANALISA
Film ini mencerminkan banyak sekali penindasan yang dialami oleh
kaum wanita apakah wanita itu berasal dari kaum kulit hitam maupun putih.
Poin pertama film ini menampilkan bagaimana kaum wanita menjadi kaum
yang diapandang sebelah mata bahkan menjadi kaum yang aspirasinya tidak
didengar. Poin kedua film ini menampilkan kekerasan oleh wanita-wanita kulit
hitam dimana mereka diperlakukan layaknya hewan dan gerak-geriknya
selalu diawasi oleh majikannya, dan Poin ketiga film ini menampilkan bahwa
seorang wanita tidak memiliki kesetaraan dengan kaum pria dalam segi
pendidikan maupun politik.
 TEORI BLACK FEMINSIM
Feminisme kulit hitam seperti Barbara Smith, Audre Lorde, Gloria I Joseph
katakana memenuhi kebutuhan perempuan kulit hitam dengan membantu
perempuan kulit hitam. Ini memobilisasi persoalan-persoalan yang mereka
anggap mempunyai dampak langsung terhadap keseluruhan kualitas hidup.
Teori feminism kulit hitam melihat batasan-batasan keperempuanan dengan
feminism kulit putih untuk sepenuhnya melakukan kesepakatan dengan
kontradiksi yang melekat dalam gender, ras dan kelas di dalam konteks
masyarakat yang rasis. Feminisme kulit hitam menyatakan bahwa semua
teori feminism harus memahami imperialisme dan menghadapinya. “ Untuk
melihat persoalan penting mengenai bagaimana kita mengorganisir agar bisa
memahami diri kita sendiri sampai totalitas penindasan kita. Kita tidak dapat
memprioritaskan satu aspek dari penindasan tersebut dengan
mengesampingkan aspek-aspek lain. Hanya satu sintesis kelas, ras, gender
dan seksualitas yang bisa membawa kita ke depan. Perempuan kulit hitam
dan perempuan kulit berwaena lain menuding ketidakpekaan feminism kulit
putih dengan mengasumsi bahwa pengalaman kulit putih bisa berbicara atas
nama semua perempuan.
 KAITAN TEORI BLACK FEMINISM DENGAN SKRIP FILM
NO MENIT KE KETERANGAN
1. 1:10 – 1:12 Verbal :
Majikan wanita kulit putih mengatakan pada budak
wanita kulit hitam dengan sebutan“para negro”.
Penggunaan kata ‘negro’ disini tidak tepat karena
dianggap kata yang kasar untuk menyebut ‘orang kulit
hitam’
2. 4:15 – 5:20 Non-Verbal :
Dari ekspresi wanita kulit hitam yang ada dalam
adegan, seolah dia memaksa Solomon untuk
melampiaskan hasrat seksualnya.
3. 28:47 – 29:04 Non-Verbal :
Budak Laki-laki dan perempuan dipaksa untuk mandi
dan berpakaian dalam ruangan yang sama.
4. 31:00 – 31:27 Verbal :
Penyalur mematok harga untuk masing-masing budak.
Sementara anak perempuan Eliza dikatakan memiliki
harga yang tinggi karena wajahnya yang alami. Hal itu
mengisyaratkan pemanfaatan manusia sebagai suatu
komoditas. Melanggar hakikat manusia sebagai
seorang individu.
5. 1:00:28 – 1:00:31 Non-Verbal :
Patsy dilempar dengan botol minuman keras oleh Mrs.
Epps karena dianggap tebar pesona di depan Mr. Epps.
6. 1:13:27 – 1:15:17 Non-Verbal :
Mr. Epps melakukan kekerasan seksual kepada salah
satu budaknya, Patsy. (pemanfaatan wanita)
Dapat dilhat dari menit film diatas bahwa tampak perbedaan kelas sosial tidak
hanya dilihat dari seksime semata akan tetapi juga dilihat dari ras. Menurut
Sivanandan (1989), ras merupakan suatu kekuatan sentral dalam sebuah wacana
ketenaga kerjaan (buruh), dimana didalamnya tidak hanya terdapat hubungan antara
kelas dan gender, melainkan terdapat pula peran ras dalam sebuah wacana politik
ekonomi. Banyak anggapan bahwa wanita kulit hitam adalah seseorang dari kelas
sosial yang rendah daripada wanita kulit putih yang cenderung atau dicerminkan
sebagai orang-orang dari kelas sosial yang tinggi atau bahkan dari golongan kaum
bangsawan. Ketika sang majikan wanita menyebut para budak wanita kulit hitam
dengan sebutan negro, hal ini berarti terdapat stereotype tertentu bagi wanita kulit
hitam hingga mendapat sebutan negro padahal seharusnya feminisme tidak hanya
ditujukan pada wanita kaum kulit putih semata akan tetapi begitu juga dengan wanita
kulit berwarna. Maka dari itu munculah teori black feminism yang beranggapan
bahwa wanita kulit putih tidak dapat mengeneralisasikan pembelaan atas kaum
perempuan, karena dianggap hanya merepresentasikan golongan tertentu.
Feminisme kulit hitam ini menyatakan bahwa perubahan yang berarti dalam suatu
tatanan masyarakat yang menindas baik laki-laki maupun perempuan harus dilakuan
dengan membangun koalisi setara antara perempuan kulit berwarna dan gerakan
progresif.
Selain itu ada beberapa scene diatas dari skrip yang menampilkan pelecahan
seksual dan kekerasan pada budak wanita kulit hitam, di mana perempuan kulit
hitam diasingkan dari pengambilan keputusan dan dalam dimensi ideologis, di mana
perempuan kulit hitam distereotipkan sebagai pembantu rumah tangga yang setia,
pelacur, dan lainnya. Penerapan universal dari “hitam” sebagai suatu konsep,
dipandang memiliki kekurangan dalam kekhususan budaya dan kesejahteraan di
dalam cara penggunannya. Dalam isu seksual, kulit hitam menuduh kulit putih
munafik karena bila tindakan pornografi dilakukan kepada perempuan kulit hitam
maka hal ini tidak dianggap serius, tetapi sebaliknya bila tindakan pornografi
dilakukan kepada kulit putih dianggap sebagai penindasan. Lebih jauh feminis kulit
hitam menuduh adanya rasisme dalam pornografi. Masyarakat Kulit hitam menuduh,
baik masyarakat kulit putih serta laki-laki kulit hitam rasis dalam menghadapi
obyeknya. Oleh karena itu, ketika terjadi pelecehan terhadap kulit hitam oleh laki-laki
kulit hitam tidak ada tindakan dari pemerintah, justru mereka menganggap rendah
perempuan kulit hitam. Sehingga mereka mengobyekan perempuan kulit hitam lebih
rendah dari pada kulit putih. Seringkali pengobyekan seks terhadap perempuan kulit
hitam diasosiasikan sebagai binatang.
 TEORI SUBALETRNITY
Menurut Gayatri Chakravorty Spivak dalam tulisannya “Can Subaltern Speak?”, yang
dimaksud subaltern adalah subjek yang tertekan, para anggota ‘klas-klas’-nya
Antonio Gramsci, atau yang lebih umum mereka yang berada di tingkat inferior
(Gandhi 2006, h. 1). Subaltern memiliki dua karakteristik yaitu, adanya penekanan
dan di dalamnya bekerja suatu mekanisme pendiskriminasian. Penting dari pendapat
Spivak tersebut bahwa subaltern tidak bisa memahami keberadaannya dan tidak
mampu untuk menyuarakan aspirasinya. Kaum subaltern tidak memiliki ruang untuk
menyuarakan kondisinya, sehingga perlu kaum intelektual sebagai “wakil” mereka.
Subaltern menurut Guha adalah “mereka yang bukan elit”, dan yang dimaksud elit
adalah “kelompok-kelompok dominan.
 KAITAN TEORI SUBALTERNITY DENGAN SKRIP FILM
NO MENIT KE ADEGAN

1. 1:03:10 – 1:03:20 Verbal :


Mrs. Epss bertengkar dengan suaminya karena
pendapatnya tidak didengar, dan
suaminya tetap mengachukannya
2. 1 : 25 :10 – 1: 25 :30 Non Verbal :
Istri penyelamat Solomon yang tetap harus bekerja
dirumah tanpa bisa ikut berpatisipasi dalam kegiatan
berpolitik yang dilakukan suaminya.
Dilihat dari menit film diatas bahwa disini perempuan dijadikan kaum kelas
kedua atau kaum yang termarginalkan. Disini perempuan menjadi Kelompok-yang
terpinggirkan dari ranah publik dan tidak mampu menyuarakan kondisinya sebagai
akibat kuatnya hegemoni dominan. Tidak berada jauh dari pandangan kita.
Stereotype yang dicanangkan kaum dominan menjadikan wanta kaum subaltern
yang sulit untuk mengakses ranah publik. Dalam scene diatas dapat dilihat bahwa
terdapat adanya penekanan dan di dalamnya bekerja suatu mekanisme
pendiskriminasian terhadap kaum perempuan dan hak mereka untuk berbicara
dihilangkan. Disini juga dapat dilihat ketika Mrs Epss ingin menyuarakan
pendapatnya ke suaminya dan Mr. Epss mengacuhkan begitu saja, ini merupakan
potret bahwa perempuan mengalamai konolisasi serta menunjukkan kepasrahan
perempuan dengan kondisi keluarga yang terjadi. Film ini menunjukkan bagaimana
seorang perempuan pasrah dengan otoritas laki-laki baik itu suaminya ataupun
ayahnya, perempuan pasrah dengan kehendak laki-laki dan harus mentaatinya
seumur hidupnya. Sebagai kaum yang didominasi, perempuan dianggap hina,
dicabut pendidikannya, dicabut semua hak dan kebebasannya, tetap mematuhi kaum
laki-laki dan mengabdi pada keluarganya. Dia hanya memiliki apa yang diberikan
laki-laki dan mengerjakan apa yang disuruhnya.
Dapat dilihat termarginalisasinya peran perempuan dalam institusi pendidikan
merupakan dampak dari karakterisitik patriakal yang masih menempel erat pada
tahun 1800-an di Negara Amerika Serikat, dimana laki laki merepresentasikan nafsu
terhadap alam, dan alam merupakan representasi dari kaum perempuan yang
lemah, pasif dan tidak berdaya. Dari scene film diatas dapat dilihat bahwa wanita
dianggap kaum inferior yang tidak memiliki ruang untuk menyuarakan aspirasinya
mengenai pandangan mereka dalam berumah tangga maupun berpolitik, sehingga
kaum laki-laki dianggap sebagai kaum intelektual guna menjadi wakil mereka dalam
menyuarakan kondisi kehidupan mereka.
KESIMPULAN
Film 12 years a slave merupakan film yang menceritakan mengenai kehidupan
Budak kulit hitam dengan majikan kulit putih. Dalam sudut pandang Feminisme, film
ini menampilkan opresi-opresi yang didapat oleh kaum wanita pada tahun 1800-an
di Amerika Serikat. Analisis yang digunakan dalam film ini menggunakan teori black
feminism dan teori subalternity untuk menampilkan perbedaan dua point of view dari
opresi yang dihadapi oleh wanita kulit hitam dan wanita kulit putih. Film ini
menunjukkan bahwa tekanan yang didapat oleh kedua belah pihak memiliki tingkatan
yang berbeda akan tetapi memiliki satu kesamaan yaitu menjadi kaum yang
termarginalkan dan tidak didengar aspirasinya yang menyabkan mereka menjadi
kaum inferior.
DAFTAR PUSTAKA
Crawford, Mary dan Rhoda Unger.Women and Gender : A Feminist Psychology.(New York :
McGraw-Hill) 2004 4rd,

Ariva, Gadis. Pembongkaran Wacana Seksis Filsafat Menuju Filsafat berperspektif


Feminism, (Disertasi Fakulti Ilmu Pengetahuan Budaya, Universiti Indonesia). 2002

Jackson, Stevi dan Jackie Jones, Contemporary Feminist Theories,(Tim Penerjemah


Jalasutra), (Bandung : Jalasutra) 2009.

http://biyanlexiano.blogspot.co.id/2013/12/makalah-2-teori-feminisme.html

http://catatanlilah.blogspot.co.id/2014/09/skripsi-feminisme.html

Anda mungkin juga menyukai