Anda di halaman 1dari 32

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN PERUSAHAAN

TELEKOMUNIKASI

(STUDI KASUS PADA PT. TELKOM INDONESIA TBK DAN PT


INDOSAT (ISAT) TBK TAHUN 2016 -2020)

Azalia Imani Bastonus


2021205348
Abstrak: Kinerja keuangan pada suatu perusahaan sangatlah penting dan berguna, kinerja keuangan
dapat memudahkan manajer dalam mengambil keputusan. Untuk itu sangatlah perlu bagi seorang
manajer memahami analisis rasio keuangan. Tujuan penelitian ini yaitu untuk memudahkan investor
melihat dari sisi kesehatan keuangan yang mana dari keduanya yang leibh baik dan dapat dengan mudah
mengetahui perbandingan kinerja keuangan perusahaan PT Telekom. Tbk dan PT Indosat.Tbk dari
tahun 2010 sampai 2019.Tujuan penelitian ini juga bertujuan untuk memudahkan membandingkan
kinerja keuangan dari keduanya dengan menggunakan motode dalam penelitian ini hanya satu metode
yaitu data kualitatif berupa laporan keuangan tahunan yang dihitung menggunakan Rasio likuiditas,
Rasio manajemen aset, Rasio manajemen utang, Rasio profitabilitas, rasio nilai pasar, Economic Value
Added dan Market Value Added nilai rata-rata PT Telkom Indonesia TBK lebih baik dari pada PT
Indosat Tbk.

Kata Kunci: Liquidity Ratio, Asset Management Ratio, Debt Management Ratio, Profatability Ratio,
Market Value Ratio, MVA, EVA

Pendahuluan

Seiring dengan semakin berkembangnya zaman, kebutuhan manusia akan telekomunikasi semakin
terasa penting. Sehingga dewasa ini peran para pelaku industri yang bergerak dalam bidang
telekomunikasi semakin terasa nyata. Setiap perusahaan atau lembaga yang bersifat terbuka (go public)
dituntut memberikan kinerja yang tidak hanya bernilai bagi perusahaannya sendiri, melainkan
masyarakat luas. Perusahaan terbuka belum tentu memiliki kinerja yang bagus, hal itu tergantung dari
kondisi perusahaan seperti kinerja keuangan maka perlu adanya penilainya yang harus dilakukan untuk
menentukan sejauh mana kinerja sebuah perusahaan. Pengukuran kinerja keuangan perusahaan ini
dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan.

Penyampaian laporan tentang kondisi keuangan perusahaan dan hasil dari operasional perusahaan yang
terbuka dimaksudkan agar setiap pihak internal perusahaan dan pihak eksternal perusahaan dapat
memperolah serta mengetahui informasi laporan keungan yang sangat akurat sehingga dianggap
laporan keuangan dalam perusahaan tersebut sehat. Akan tetapi menjadi tidak berarti jika dalam
penyampaian informasi keuangan tidak disertai dengan adanya analisis terhadap laporan keuangan
tersebut. Melihat adanya pihak internal dan eksternal maka menjadi dua pandangan,bagi pihak internal
perusahaan di masa yag akan dating untuk mengambil keputusan dan kebijakan dimasa yang akan
datang
Sedangkan bagi pihak eksternal perusahaan sendiri informasi laporan keuangan akan dijadikan tolak
ukur dalam pengambilan keputusan untuk berinvestasi di pasar modal.

Tinjauan Literatur

Kinerja Keuangan

Menurut Jumingan (2009) Kinerja keuangan adalah gambaran kondisi keuangan perusahaan pada suatu
periode tertentu baik menyangkut aspek penghimpunan dana maupun penyaluran dana, yang biasanya
diukur dengan indikator kecukupan modal, likuiditas, dan profitabilitas.

Laporan Keuangan

Menurut Saraswati, dkk (2013) Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang diperlukan
sebagai salah satu alat untuk menilai keberhasilan manajemen diharapkan pula mampu memberikan
informasi mengenai kemajuan dan perkembangan suatu perusahaan.

Analisis Rasio Keuangan

Menurut Wild, dalam Analisis Laporan Keuangan (2005) mendefiniskan Analisis Laporan keuangan
sebagai berikut: Analisis laporan keungan adalah aplikasi dari alat dan Teknik analisis untuk laporan
keuangan yang bertujuan umum dan data-data yang berkaitan untuk menghasilkan estimasi dan
kesimpulan yang bermanfaat dalam analisis bisnis.

Jenis-jenis Rasio Keuangan

Rasio Likuiditas adalah rasio yang menunjukan kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban
atau membayar utang jangka pendeknya (Hery 2016:149).

Kasmir (2013) mengatakan bahwa rasio likiuditas yang biasa digunakan perusahaan adalah sebagai
berikut:

1. Current Ratio
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
× 100%
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

2. Quick ratio
𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛
× 100%
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

3. Cash ratio

𝐴𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟 − 𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛


× 100%
𝐾𝑒𝑤𝑎𝑗𝑖𝑏𝑎𝑛 𝐿𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟

Asset management ratio sering disebut juga rasio aktivitas atau asset utilization ratio. Rasio ini
bertujuan untuk menjelaskan seberapa efektif sebuah perusahaan menggunakan asetnya dalam

penjualan (Ross, Westerfield, & Jordan, 2003). Baker & Powell (2005) mengatakan asset management
ratio juga disebut sebagai asset efficiency ratio yang digunakan untuk mengukur kemampuan sebuah
perusahaan dalam mengelola aset yang telah digunakan.
Brigham (2011) mengatakan bahwa Aset Manajemen Rasio yang biasa digunakan perusahaan adalah
sebagai berikut:

1. Inventory Turn Over

𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
𝐼𝑛𝑣𝑒𝑛𝑡𝑜𝑟𝑦

2. Day Sales Outstanding (DOS)

𝑅𝑒𝑐𝑒𝑖𝑣𝑎𝑏𝑙𝑒𝑠
𝐴𝑛𝑛𝑢𝑎𝑙 𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠

3. Fixed Assets Turn Over

𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
𝑁𝑒𝑡 𝐹𝑖𝑥𝑒𝑑 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

4. Total Asset Turn Over Ratio

𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠
Debt Management Rasio mengungkapkan sejauh mana perusahaan menggunakan pembiayaan utang,
dan apakah ada kemungkinan gagal bayar pada menjalani kewajiban utangnya (Brigham 2011:95).
Yang termasuk Debt Management Rasio adalah Debt Ratio, Debt to Equity Ratio, Time Interest Earned
Ratio, Ebitda Coverage Ratio.

1. Inventory Turn Over

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑒𝑠
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

2. Debt to Equity Ratio

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐿𝑖𝑎𝑏𝑖𝑙𝑖𝑡𝑒𝑠
𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

3. Time Interest Earned Ratio

𝐸𝐵𝐼𝑇
𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 𝐶ℎ𝑎𝑟𝑔𝑒𝑑

4. EBITDA Coverage Ratio

𝐸𝐵𝐼𝑇𝐷𝐴 + 𝐿𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑚𝑡𝑠


𝐼𝑛𝑡𝑒𝑟𝑒𝑠𝑡 + 𝑃𝑟𝑖𝑛𝑐𝑖𝑝𝑎𝑙 𝑃𝑎𝑦𝑚𝑒𝑛𝑡 + 𝐿𝑒𝑎𝑠𝑒 𝑝𝑚𝑡𝑠
Rasio keuntungan atau profitability ratios Susan Irawati (2006:58), adalah rasio yang digunakan untuk
mengukur efisiensi penggunaan aktiva perusahaan atau merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk
menghasilkan laba selama periode tertentu (biasanya semesteran, triwulanan dan lain-lain) untuk
melihat kemampuan perusahaan dalam beroperasi secara efisien.

Brigham (2011) mengatakan bahwa Profatibility Rasio yang biasa digunakan perusahaan adalah
sebagai berikut:

1. Net Profit Margin

𝑁𝑒𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑜 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡

2. Operating Profit Margin

𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠

3. Gross Profit Margin

𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠
𝑆𝑎𝑙𝑒𝑠 − 𝐶𝑂𝐺𝑆

4. BEP

𝐸𝐵𝐼𝑇
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

5. ROE

𝑁𝑒𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑜 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠


𝐶𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝐸𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦

6. ROA

𝑁𝑒𝑡 𝑖𝑛𝑐𝑜𝑚𝑒 𝑎𝑣𝑎𝑖𝑙𝑎𝑏𝑙𝑒 𝑡𝑜 𝑐𝑜𝑚𝑚𝑜𝑛 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘ℎ𝑜𝑙𝑑𝑒𝑟𝑠


𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝐴𝑠𝑠𝑒𝑡𝑠

Market Value Ratio (Brigham 2011: 110) menghubungkan harga saham perusahaan dengan
pendapatannya, arus kas, dan nilai buku per saham, sehingga memberikan manajemen indikasi tentang
apa yang investor pikirkan tentang kinerja masa lalu dan prospek masa depan perusahaan. Ini termasuk
rasio harga/penghasilan, rasio harga/arus kas, dan rasio pasar/buku.

1. PER

𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒


𝐸𝑎𝑟𝑛𝑖𝑛𝑔 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
2. PBV

𝑀𝑎𝑟𝑘𝑒𝑡 𝑃𝑟𝑖𝑐𝑒 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒


𝐵𝑜𝑜𝑘 𝑉𝑎𝑙𝑢𝑒 𝑃𝑒𝑟 𝑆ℎ𝑎𝑟𝑒
Menurut Warsono (2003:47) “Market valueadded (MVA) adalah perbedaan antara nilai pasar ekuitas
perusahaan pada periode tertentu dengan nilai ekuitas yang dipasok para investorny”. MVA hanya dapat
dihitung atau diaplikasikan pada perusahaan publik atau yang listed di pasar modal.

Baridwan dan Legowo (2002:143) merumuskan MVA sebagai berikut:

MVA = Market Value of equity (MVE) – Book Value of equity (BVE)

EVA (Economic value added) merupakan metode penilaian kinerja keuangan perusahaan berdasarkan
nilai tambah (Value added). Menurut Tunggal (2001) dalam Iramani dan Erie (2005:3) “EVA/NITAMI
adalah metode manajemen keuangan untuk mengukur laba ekonomi dalam suatu perusahaan yang
menyatakan bahwa kesejahteraan hanya dapat tercipta manakala perusahaan mampu memenuhi semua
biaya operasi (operating cost) dan biaya modal (cost of capital)”.

EVA = NOPAT – (WACC x modal yang diinvestasikan)

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah deskriptif kuantitatif, dengan metode pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan teknik dokumentasi dan kepustakaan.

Teknik analisis data yang digunakan adalah rasio-rasio kinerja keuangan yang terdiri dari Liquidity
Ratio, Asset Management Ratio, Debt Management Ratio, Profatability Ratio, Market Value Ratio,
MVA, EVA. Sedangkan lokasi penelitian di PT. Telkom Indonesia TBK, dan PT Indosat TBK.

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diambil dalam periode 2016 sampai 2020. Penelitian
ini memerlukan data sebagai berikut:

1. Laporan keuangan perusahaan Telkom periode 2016 -2020.

2. Laporan keuangan perusahaan Indosat periode 2016 -2020.

Objek penelitian dalam penelitian ini adalah dua perusahaan Telekomunikasi di Indonesia, yang
terdaftar di BEI (Bursa Efek Indonesia), khususnya PT. Telekom Indonesia. Tbk dan PT. Indosat. Tbk.

Waktu dan Alat Penelitian

Pada penilitian ini, peniliti mengambil data untuk dijadikan bahan analisis melalui (www.wsj.com).
Tempat objek penelitian ini ialah suatu perusahaan yang bergerak dalam

layanan dan komunikasi yaitu PT. Telkom Tbk dan PT. Indosat (Indosat) Tbk dalam periode 2016-
2020.
Hasil Analisis dan Pembahasan

1. Liquidity Ratio PT. Telekom Indonesia. Tbk


a. Current Ratio

perusahaan dalam selang lima tahun dikategorikan dalam keadaan “kurang baik” Rata-rata Current
Ratio PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, adalah sebesar 96,9% . Untuk tahun 2016 adalah sebesar
147,6%, turun pada tahun 2017 menjadi 104,8%, kemudian turun pada tahun 2018 menjadi 93,5%,
kemudian turun lagi pada tahun 2019 dan 2020 yakni menjadi 71,5% dan 67,3%. Penurunan yang
terjadi dipicu oleh naiknya beban yang masih harus dibayar perusahaan, dan utang usaha. Menurut
Kasmir (2008) standar industry Current Ratio adalah sebanyak 2 kali. Mengacu pada standar
industri dikatakan bahwa rata-rata rasio lancar perusahaan berada dibawah rata-rata industry atau
perusahaan hanya memiliki asset lancar sekitar 0,97 kali dari total kewajiban lancar, artinya aktiva
lancer mampu menjamin kewajiban lancar hanya sebanyak 0,97 kali saja sehingga dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan dalam selang lima tahun dikategorikan “kurang baik”.

b. Quick Ratio

Quick Ratio selama lima tahun adalah 95,5 % dimana jika melihat rasio yang dicapai tahun 2016
adalah sebesar 145,8% kemudian turun menjadi 103, 4% pada tahun 2018 kemudian turun menjadi
92% dan pada tahun 2019 dan 2020 juga mengalami penurunan menjadi 70.5 % dan 66%.
Penurunan yang terjadi dipicu oleh naiknya kewajiban lancar dari tahun ke tahun. Rata-rata standar
industry menurut Kasmir (2008) yaitu 150 % atau 1,5 kali, dengan melihat rata-rata rasio cepat
diatas maka dapat disimpulkan bahwa Quick Ratio perusahaan berada dibawah standar indutsri.
Artinya setiap Rp. 1 kewajiban lancar dapat dijamin oleh Rp. 0,96 aset sangat lancar. Dengan ini
dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan “Kurang Baik”.

c. Cash Ratio
Rata-rata Rasio Kas PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk selama 5 tahun terakhir adalah sebesar
49,3 %. Dengan Rasio Kas pada tahun 2016 adalah sebesar 92,1% turun sebanyak 55,4%
menjadi 37,7% pada tahun 2018, kemudian terjadi sedikit penurunan pada tahun 2019 yakni
menjadi 31,3% dan untuk tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 29,8%. Penurunan yang
terjadi dipicu oleh naiknya kewajiban lancar dan turunnya kas-dan setara kas pada tahun-tahun
sebelumnya. Menurut Kasmir (2008) standar industry rasio kas yaitu sebesar 50%. Dengan
melihat rata-rata rasio kas perusahaan selama 5 tahun terakhir sebesar 49,3 kali, artinya setiap
Rp. 1 kewajiban lancar dapat dijamin oleh Kas dan Setara kas sebesar Rp. 0,49. Dan
disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dilihat dari indikator Kas dan Setara kas
ternyata berada dalam keadaan “cukup baik” karena hampir mencapai standar industry cash
ratio.
2. Liquidity Ratio PT. Indosat. Tbk
a. Current Ratio

perusahaan dalam selang lima tahun dikategorikan dalam keadaan “kurang baik” Rata-rata Current
Ratio PT Indosat Tbk, adalah sebesar 39,7% . Untuk tahun 2016 adalah sebesar 42,3%, dan terjadi
kenaikan tahun 2017 menjadi 58,5%, kemudian turun kembali pada tahun 2018 menjadi 26,2%,
kemudian naik lagi pada tahun 2019 menjadi 44,6% dan 2020 turun yakni menjadi 27,03%.
Penurunan yang terjadi dipicu oleh naiknya beban yang masih harus dibayar perusahaan, dan utang
usaha. Menurut Kasmir (2008) standar industry Current Ratio adalah sebanyak 2 kali. Mengacu
pada standar industri dikatakan bahwa rata-rata rasio lancar perusahaan berada dibawah rata-rata
industry atau perusahaan hanya memiliki asset lancar sekitar 0,40 kali dari total kewajiban lancar,
artinya aktiva lancer mampu menjamin kewajiban lancar hanya sebanyak 0,40 kali saja sehingga
dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan dalam selang lima tahun dikategorikan “tidak baik”.

b. Quick Ratio

Quick Ratio selama lima tahun adalah 39,4 % dimana jika melihat rasio yang dicapai tahun 2016
adalah sebesar 41,9% kemudian naik menjadi 58,0% pada tahun 2017 kemudian turun menjadi
26,0% dan pada tahun 2018 dan 2019 mengalami kenaikan menjadi 44,5 % dan turun kembali
menjadi 26,9%. Quick ratio ini merupakan perhitungan hutang jangka pendek yang lebih teliti
karena nilai persediaan dikurangi dari nilai total aktiva lancar yang dianggap sedikit ditak likuid
dan kemungkinan akan menjadi sumber kerugian. Rata-rata standar industry menurut Kasmir
(2008) yaitu 150 % atau 1,5 kali, dengan melihat rata-rata rasio cepat diatas maka dapat
disimpulkan bahwa Quick Ratio perusahaan berada dibawah standar indutsri. Artinya setiap Rp. 1
kewajiban lancar dapat dijamin oleh Rp. 0,39 aset sangat lancar. Dengan ini dapat disimpulkan
bahwa kinerja keuangan perusahaan dalam keadaan “Kurang Baik”.

c. Cash Ratio

Rata-rata Rasio Kas PT Indosat, Tbk selama 5 tahun terakhir adalah sebesar 12,3 %. Dengan
Rasio Kas pada tahun 2016 adalah sebesar 10,3 % dan naik pada tahun 2017 sebanyak 11%
menjadi 5,4% pada tahun 2018, kemudian terjadi kenaikan kembali pada tahun 2019 yakni
menjadi 26,7% dan untuk tahun 2020 mengalami penurunan menjadi 7,9%. Penurunan yang
terjadi dipicu oleh naiknya kewajiban lancar dan turunnya kas-dan setara kas pada tahun-tahun
sebelumnya. Menurut Kasmir (2008) standar industry rasio kas yaitu sebesar 50%. Dengan
melihat rata-rata rasio kas perusahaan selama 5 tahun terakhir sebesar 12,3 kali, artinya setiap
Rp. 1 kewajiban lancar dapat dijamin oleh Kas dan Setara kas sebesar Rp. 0,12. Dan
disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan dilihat dari indikator Kas dan Setara kas
ternyata berada dalam keadaan “tidak baik”.
3. Asset Management Ratio PT. Telekom Indonesia. Tbk
a. Inventory Turn Over

Semakin tinggi nilai Inventory Turn Over maka perusahaan dikatakan efisien dalam melakukan
manajemen inventorynya. Dilihat dari hasil analisis data pada tabel diatas, Inventory Turn Over
PT Telekomunikasi Indonesia (persero), Tbk pada tahun 2016 adalah 199,2 kali, naik menjadi
203,3 kali pada tahun 2017, dan pada tahun 2018 terjadi penurunan yakni menjadi 182,4 kali
dan tahun 2019 naik kembali sebesar 232 kali dan 2020 turun menjadi 139 kali dengan rata-rata
selang lima tahun terakhir (2016-2020) adalah sebesar 191 kali ini artinya sediaan barang
dagangan diganti sebanyak 191 kali atau terjadi penjualan persediaan sebanyak 191 kali dalam
lima tahun terakhir. Dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan berada
dalam keadaan “Cukup Baik” karena perusahaan dikatakan efektif dalam mengendalikan
persediaannya dan menjual persediaan yang dibelinya.
b. Day Sales Outstanding

Melalui perhitungan di atas ternyata DSO memiliki rata-rata 33 hari selama 5 tahun terakhir
sebelum piutang terkumpul, di mana secara umum DSO di bawah nilai 45 dianggap rendah.
c. Fixed Assets Turn Over

Fixed Assets Turn Over perusahaan pada tahun 2016 dan 2017 adalah sebesar 1,3 kali,
kemudian pada tahun 2015 naik 0,04 dari menjadi 1,03 kali, kemudian untuk tahun 2018 terjadi
penurunan sebesar 1,2 kali dan pada tahun 2019 dan 2020 terjadi penurunan lagi menjadi 1,1
dan 1,0. Dengan melihat analisis data tahun 2016-2020 diketahui bahwa kelima tahun tersebut
memiliki rasio peputaran aset tetap berada dibawah rata-rata industry hal
ini disebabkan oleh perusahaan yang memiliki aset tetap yang besar akan tetapi perusahaan
belum memanfaatkan aset untuk menciptakan penjualan. Menurut Kasmir (2008) rata-rata
standar industry untuk Perputaran Aset Tetap adalah 5 kali. Maka dapat disimpulkan bahwa
kinerja keuangan perusahaan selang lima tahun terakhir dalam keadaan “kurang baik” karena
rata-rata selama lima tahun yang dicapai oleh perusahaan hanya 1,02 dan dikatakan berada
dibawah rata-rata standar industry. Artinya, setiap Rp. 1 aset tetap turut berkontribusi
menciptakan Rp. 1,02 penjualan.
d. Total Asset Turnover Ratio

Dari hasil analisis data pada tabel diatas, TATO PT Telekomunikasi Indonesia (persero), Tbk
tahun 2016 dan 2017 adalah 0,65 kali, tahun selanjutnya yakni tahun 2018 turun menjadi 0,63.
Penurunan kembali terjadi pada tahun 2019 dan 2020 sebesar 0,61 dan 0,55. Penurunan yang
terjadi dikarenakan perusahaan memiliki kelebihan total aset dimana perusahaan belum
memanfaatkan total aset secara maksimal untuk menciptakan penjualan. Dengan rata-rata
TATO perusahaan tahun 2016- 2020 adalah 0.62 kali dan dengan melihat standar industry
menurut Kasmir (2008) sebesar 2 kali dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan
cenderung berada dalam keadaan “Kurang Baik” karena rata-rata TATO berada dibawah
standar industry. Artinya, setiap Rp. 1 total aset hanya berkontribusi menciptakan Rp. 0,62
penjualan saja.
4. Asset Management Ratio PT. Indosat. Tbk
a. Inventory Turn Over

Semakin tinggi nilai Inventory Turn Over maka perusahaan dikatakan efisien dalam
melakukan manajemen inventorynya. Dilihat dari hasil analisis data pada tabel diatas, Inventory
Turn Over PT Indosat (persero), Tbk pada tahun 2016 adalah 368,2 kali, dan turun pada tahun
2017 menjadi 340,8. Naik kembali pada tahun 2018 dan 2019 menjadi 283, 2 dan 888,2. Tajun
2020 Inventory Turn Over turun menjadi 701,4. Dengan rata- rata 5 tahun terkahir sebesar 556
kali. Ini artinya terjadi penjualan persediaan sebanyak 556 kali dalam lima tahun terakhir.
Dengan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa perusahaan dalam keadaan “baik” karena
perusahaan dikatakan efektif dalam mengendalikan persediannya.
Akan tetapi Jika rasio turnover terlalu tinggi, itu mungkin berarti Indosat tidak memiliki cukup
persediaan untuk unit tersebut. Masalah ini dapat diperburuk dengan penundaan pengiriman.
b. Day Sales Outstanding

Melalui perhitungan di atas ternyata DSO memiliki rata-rata 41 hari selama 5 tahun terakhir
sebelum piutang terkumpul, di mana secara umum DSO di bawah nilai 45 dianggap rendah.
c. Fixed Assets Turn Over

Fixed Assets Turn Over perusahaan Indosat pada tahun 2016 adalah sebesar 0,7 kali dan
meningkat pada tahun 2017 menjadi 0,8. Untuk tahun 2018 -2020 Fix Assets Turn Over
memiliki nilai yang sama sebesar 0,6 kali. Dengan melihat analisis data tahun 2016 -2020
diketahui bahwa kelima tahun tersebut memiliki rastio perputaran aset tetap berada dibawah
rata-rata industry. Rasio fixed assets turnover perusahaan yang berada dibawah rata- rata
industri menunjukan bahwa perusahaan dapat dikatakan tidak mampu bersaing dalam hal
efektivitas penggunaan aset tidak lancar dalam menghasilkan penjualan. Perputaran aset tetap
rata-rata industri sendiri adalah 5 kali.
d. Total Asset Turnover Ratio

Dari hasil analisis data pada tabel diatas, TATO PT Indosat (persero), Tbk tahun 2016 sebesar
0,57. Meningkat pada tahun 2017 menjadi 0,59 kali,Akan tetapi terjadi penurunan pada tahun
2018 dan 2019 menjadi 0,44 kali dan 0,22 kali. Dan terdapat peningkatan pada tahun 2020
menjadi 0,44 kali. Dengan rata- rata TATO perusahaan tahun 2016-2020 adalah 0,49 kali.
standar industry menurut Kasmir (2008) sebesar 2 kali dapat disimpulkan bahwa kinerja
keuangan perusahaan cenderung berada dalam keadaan “Kurang Baik” karena rata-rata TATO
berada dibawah standar industry. Artinya, setiap Rp. 1 total aset hanya berkontribusi
menciptakan Rp. 0,49 penjualan saja.
5. Debt Management Ratio PT. Telekomunikasi Indonesia TBK
a. Debt Ratio

Debt ratio perusahaan setiap tahunnya mengalami fluktuasi dimana pada tahun 2016 debt
ratio yang dicapai adalah sebesar 42,24%. Dan mengalami peningkatan di tahun 2017 menjadi
43.51%. Kemudian turun pada tahun 2018 menjadi 43,11%. Dan terus mengalami
peningkatan pada tahun 2019 -2020 menjadi 47% dan 51.05%. Dengan rata-rata Debt ratio
dalam 5 tahun terakhir adalah 45,18%. Menurut Kasmir (2008) standar industri dari debt ratio
adalah sebesar 35%. Dengan Debt Ratio diatas rata-rata industri menyiratkan bahwa resiko
keuangan perusahaan cukup besar.
b. Debt to Equity Ratio

Standar industri untuk debt to equity ratio (DER) menurut Kasmir (2008:164) adalah sebesar
90%. Jika melihat table diatas DER PT. Telekomunikasi Indonesia TBK memiliki rata-rata
DER 88,2 % dalam lima tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa Kinerja keuangan
perusahaan selama lima tahun terakhir berada dibawah standar industri dan dalam keadaan “
Cukup baik”.
c. Time Interest Earned Ratio

Pada tahun 2016 Time Interest Earned yang dicapai adalah sebesar 14,9 kali yang mana berarti
sedikit diatas standar industri, kemudian meningkat untuk tahun 2016 menjadi 16 kali, setelah
itu dari tahun 2018 dan 2019 mengalami penurunan dari 10,9 kali menjadi 10,0 kali. Dan
terjadi penurunan kembali pada tahun 2020 menjadi 9,7 kali.. Dengan melihat rata- rata
industri menurut Kasmir (2008) untuk Time Interest Earned adalah 10 kali, dengan rata- rata
Time Interest Earned tahun 2016-2020 PT Telekomunikasi Indonesia Tbk, yakni sebesar 12,3
kali maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan berada dalam keadaan
“Baik” artinya beban bunga dapat ditutup 12 kali dari laba sebelum Bunga dan pajak atau
dengan kata lain bahwa perusahaan memiliki kemampuan dari laba sebelum Bunga dan pajar
membayar bunga sebanyak 12,3 kali.
d. EBITDA Coverage Ratio

Berdasarkan pehitungan diatas, rata-rata Ebitda Coverage Ratio PT. Telekomunikasi


Indonesia TBK adalah sebesar 1,8. Dimana ini berarti dibawah rata-rata industri yaitu
sebesar 4,3 (Brigham,2013).
6. Debt Management Ratio PT. Indosat TBK
a. Debt Ratio

Rata- rata Debt Ratio PT Indosat Tbk adalah 75,53% pada 5 tahun terakhir dari tahun 2016
hingga 2020, Menurut Kasmir (2008) standar industri dari debt ratio adalah sebesar 35%.
Dengan Debt Ratio diatas rata-rata industri menyiratkan bahwa resiko keuangan PT Indosat
memiliki resiko yang tinggi.
b. Debt to Equity Ratio

Standar industri untuk debt to equity ratio (DER) menurut Kasmir (2008:164) adalah sebesar
90%. Jika melihat table diatas DER PT. Indosat TBK memiliki rata-rata DER 316,6 % dalam
lima tahun terakhir. Hal ini mengindikasikan bahwa Kinerja keuangan perusahaan selama
lima tahun terakhir berada dibawah standar industri dan dalam keadaan “Tidak Baik”.
Dengan Debt to Equity Ratio diatas 100% akan menghamabat Kreditur memberi pinjaman
tambahan terhadap Indsat, karena resikonya akan bertambah besar juga.

c. Time Interest Earned Ratio

Melihat rata-rata diatas, TIE PT Indosat Tbk adalah 1 kali,Dengan melihat rata- rata industri
menurut Kasmir (2008) untuk Time Interest Earned adalah 10 kali, dengan rata- rata Time
Interest Earned tahun 2016-2020 PT Indosat Tbk, yakni sebesar 1 kali maka dapat
disimpulkan bahwa kinerja keuangan perusahaan berada dalam keadaan “Tidak Baik” artinya
dengan penurunan TIE akan menyebabkan masalah dan berujung pada kegagalan membayar
bunga.
d. EBITDA Coverage Ratio

Berdasarkan pehitungan diatas, rata-rata Ebitda Coverage Ratio PT. Indosat TBK adalah
sebesar 1,7. Dimana ini berarti dibawah rata-rata industri yaitu sebesar 4,3 (Brigham,2013).
7. Profitability Ratio PT. Telekomunikasi Indonesia TBK
a. Net Profit Margin

Hasil analisis pada table diatas menggambarkan Net Profit Margin PT Telekomunikasi
Indoesia, Tbk diperoleh pada tahun 2016 adalah sebesar 16,6%, dan terjadi peningkatan
pada tahun 2017 menjadi 17,3%. Pada tahun 2018 dan 2019 memiliki nilai yang sama yaitu
13,8% Dan terjadi peningkatan di tahum 2020 sebesar 15,2%. Dengan rata-rata selama lima
tahun sebesar 15%. Berdasarakan standar industri Net Profit Margin menurut Kasmir (2008)
adalah 20%, maka dapat disimpulkan bahwa NPM perusahaan dalam keadaan kurang baik
karena berada dibawah rata-rata industri. Artinya setiap RP 1 penjualan bersih turut
berkontribusi menciptakan RP 15 laba bersih.
b. Operating Profit Margin

Dari data perhitungan pada table, menunjukkan marjin laba operasional yang diperoleh
pada than 2016 adalah 36%, turun menjadi 34,6% pada tahun 2017. Pada tahun 2018
terjadi penurunan kembali menjadi 29,3%. Untuk tahun 2019 dan 2020 keduanya
mengalami kenaikan menjadi 31,2% dengan nilai yang sama. Dengan rata-rata OPM
selama 5 tahun terakhir adalah 33%. Dapat disimpulkan bahwa OPM perusahaan dalam
keadaan “Baik” karena berada di atas rata-rata industri yakni sebesar 30%
(Kasmir,2008).
c. Gross Profit Margin

Marjin Laba Kotor perusahaan pada tahun 2016 dan 2017 memiliki nilai yang sama yaitu
43%, dan pada tahun 2018 hingga 2020 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2018 GPM yang
diperoleh adalah sebesar 37,1%, kemudian mengalami pengingkatan pada tahun 2019
menjadi 38,9% dan kembali lagi terjadi peningkatan pada tahun 2020 sebesar 39,5%.
Dengan rata-rata GPM pada 5 tahun terkahir adalah 40,4%. Rata-rata standar Industri GPM
menurut Kasmir (2008) adalah 30%. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan
perusahaan dilihat dari GPM berada dalam keadaan “cukup baik”karena berada sedikit
diatas rata-rata industri.
d. Basic Earning Point (BEP) ratio

Tabel diatas menunjukkan hasil kelayakan yang menentukan batas kapasitas


kopersial.Dari Analisa kelayakan parameter ekonomi didapatkan batas kapasitas rata-rata
PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk yang didapatkan yaitu 20.2 %. Pada kondisi ini BEP
menjadi pembatas dengan nilai minimum maksimum 40%-60%. Walaupun parameter
ekonomi lain masih di dalam batas kelayakan. Apabila BEP terlalu kecil (<40%), ini
mengindikasikan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk terlalu besar beroperasi dibandingkan
dengan nilai penjualan.
e. ROE

Hasil ini menunjukkan rata-rata ROE pada tahun 2016-2020 adalah sebesar 20,8% dan rata-
rata industry menurut Kasmir (2008) untuk ROE 40 % ternyata berada di bawah standar
industri, hal ini menunjukkan perusahaan belum maksimal dalam menghasilkan laba dari
setiap dan yang tertanam dalam total ekuitas. Artinya setiap Rp 1 ekuitas turut berkontribusi
menciptakan Rp 20,8 laba bersih. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keungan
perusahaan dilihat dari ROE dalam keadaan “Kurang Baik”.

f. ROA

Return on Assets perusahaan pada tahun 2016 adalah10,8%, kemudian terjadi kenaikkan
menjadi 11,2% pada tahun 2017. Dan menurun pada tahun 2018 menjadi 8,7%. Kemudian
menurun kembali pada tahun 2019 dengan persentase yang sama di tahun 2020 sebesar
8,4% Penurunan yang terjadi dipicu oleh naiknya total aktiva serta turunnya laba bersih
selain itu perusahaan juga menunjukkan ketidakmampuan dalam memanfaat aseet secara
efektif dengan memperoleh laba. Dengan meilhat rata-rata ROA tahun 2016- 2020 sebesar
9,5% dan dengan melihat rata-rata standar industri menurut Kasmir (2008) untuk ROA
adalah 30% maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keungan perusahaan dilihat dari ROA
berada dalam keadaan “ Kurang baik”.
8. Profitability Ratio PT. Indosat TBK
a. Net Profit Margin

Hasil analisis pada table diatas menggambarkan Net Profit Margin PT Indosat, Tbk
diperoleh pada tahun 2016 dan 2017 adalah sebesar 3,8%, dan terjadi peningkatan pada
tahun 2018 menjadi 10,4%. Pada tahun 2019 mengalami penurunan menjadi 6,0% dan pada
tahun 2020 memiliki penurunan yang signifikan sebesar 2,6%.Berdasarakan standar industri
Net Profit Margin menurut Kasmir (2008) adalah 20%, maka dapat disimpulkan bahwa
NPM perusahaan dalam keadaan tidak baik karena berada dibawah rata-rata industri.
Artinya setiap RP 1 penjualan bersih turut berkontribusi menciptakan RP 5 laba bersih.

b. Operating Profit Margin

Dari data perhitungan pada table, menunjukkan marjin laba operasional yang diperoleh
pada than 2016 adalah 13,3%, turun menjadi 13,1% pada tahun 2017. Pada tahun 2018
terjadi penurunan kembali menjadi 7,6 %. Pada tahun 2019 turun menjadi 6,7% dan tahun
2020 menurun menjadi 5,2%. Dengan rata-rata OPM selama 5 tahun terakhir adalah 9%.
Dapat disimpulkan bahwa OPM perusahaan dalam keadaan “Kurang Baik” karena berada
di bawah rata-rata industri yakni sebesar 30% (Kasmir,2008).
c. Gross Profit Margin
Marjin Laba Kotor perusahaan pada tahun 2016 dan 2017 memiliki nilai 21,2% dan 21,4%,
dan pada tahun 2018 hingga 2020 mengalami fluktuasi. Pada tahun 2018 GPM yang
diperoleh adalah sebesar 2,6%, kemudian mengalami pengingkatan pada tahun 2019
menjadi 8,6% dan kembali lagi terjadi peningkatan pada tahun 2020 sebesar 10,6%.
Dengan rata-rata GPM pada 5 tahun terkahir adalah 12,9%. Rata-rata standar Industri GPM
menurut Kasmir (2008) adalah 30%. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja keuangan
perusahaan dilihat dari GPM berada dalam keadaan “kurang baik”karena berada dibawah
rata-rata industri.
d. Basic Earning Point (BEP) ratio

Tabel diatas menunjukkan hasil kelayakan yang menentukan batas kapasitas


kopersial.Dari Analisa kelayakan parameter ekonomi didapatkan batas kapasitas rata-rata
PT. Indosat Tbk yang didapatkan yaitu 4,7%. Pada kondisi ini BEP menjadi pembatas
dengan nilai minimum maksimum 40%-60%. Walaupun parameter ekonomi lain masih
di dalam batas kelayakan. Apabila BEP terlalu kecil (<40%), ini mengindikasikan PT
Indosat Tbk terlalu besar beroperasi dibandingkan dengan nilai penjualan.
e. ROE

Hasil ini menunjukkan rata-rata ROE pada tahun 2016-2020 adalah sebesar 11,3% dan
rata-rata industry menurut Kasmir (2008) untuk ROE 40 % ternyata berada di bawah
standar industri, hal ini menunjukkan perusahaan belum maksimal dalam menghasilkan
laba dari setiap dan yang tertanam dalam total ekuitas. Artinya setiap Rp 1 ekuitas turut
berkontribusi menciptakan Rp 11,3 laba bersih. Maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
keungan perusahaan dilihat dari ROE dalam keadaan “Kurang Baik”.
f. ROA
Return on Assets perusahaan pada tahun 2016 dan 2017 adalah2,2%, kemudian terjadi
kenaikkan menjadi 4,5% pada tahun 2018. Dan menurun pada tahun 2019 menjadi 2,5
dan pada tahun 2020 menurun kembali jadi 1,1%.
Dan menurun pada tahun 2018 menjadi 8,7%. Kemudian menurun kembali pada tahun
2019 dengan persentase yang sama di tahun 2020 sebesar 8,4% Dengan meilhat rata-rata
ROA tahun 2016- 2020 sebesar 2,5% dan dengan melihat rata-rata standar industri
menurut Kasmir (2008) untuk ROA adalah 30% maka dapat disimpulkan bahwa kinerja
keuangan perusahaan dilihat dari ROA berada dalam keadaan “ Tidak baik”.
Hal ini menunjukkan tingkat efisien dan efektivitas penggunaan aktiva perusahaan untuk
menghasilkan laba sangat kecil pada industrinya. Dan jika dibandingkan dengan kinerja
perusahaan pada tahun-tahun sebelumnya, rasio ROA cenderung menurun setiap
tahunnya, sehingga dapat dinilai rasio ROA perusahaan tidak baik.
9. Market Value Ratio PT Telekomunikasi Indonesia TBK

Rata-Rata PER PT Telekomunikasi Indonesia TBK pada 5 tahun terakhir adalah 19,1 kali,
dimana rata-rata PER Industri Telekomunikasi adalah 6, 26 kali. Hal ini mengartikan bahwa
PER Telekomunikasi Indonesia (TLKM) berada diatas rata-rata industri. Dengan demikian nilai
PER TLKM dikategorikan tinggi.
Nilai rasio PBV rata-rata TLKM adalah 3,64 kali yang mana mengindikasikan harga saham di
TLKM cukup tinggi, yang mana rata-rata PBV industri adalah 1,5 kali.
Jadi pada dasarnya rasio nilai pasar TLKM memiliki prospek yang bagus dalam jangka Panjang
atau memiliki nilai pertumbuhan yang baik.
10. Market Value Ratio PT Indosat TBK

Rata-Rata PER PT Indosat TBK pada 5 tahun terakhir adalah 11,9 kali, dimana rata-rata PER
Industri Telekomunikasi adalah 6,26 kali. Hal ini mengartikan bahwa PER Indosat (ISAT)
berada diatas rata-rata industri. Dengan demikian nilai PER ISAT dikategorikan cukup tinggi.
Nilai rasio PBV rata-rata ISAT adalah 1,2 kali yang mana mengindikasikan harga saham di
ISAT tergolong murah karena masih dibawah rata-rata industri, yang mana rata-rata PBV
industri adalah 1,5 kali.
Jadi pada dasarnya rasio nilai pasar ISAT memiliki prospek yang kurang bagus dalam jangka
Panjang atau memiliki nilai pertumbuhan yang cukup baik.

11. MVA & EVA PT Telekomunikasi Indonesia TBK


Melihat hasil perhitungan data diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2016 nilai
Economic Value Added (EVA) PT.Telekomunikasi Indonesia Tbk memiliki nilai yang
positif, maka pada posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan
nilai tambah ekonomis bagi perusahaan. Angka yang cukup besar tersebut
menunjukkan kemampuan dalam memperoleh keuntungan (profitabilitas) perusahaan
adalah baik, dimana manajemen mampu menciptakan laba yang diharapkan oleh
pemegang saham.
Akan tetapi pada tahun 2017-2020 EVA PT. Telekomunikasi Indonesia TBK memiliki
angka negatif. Nilai EVA yang negatif mengindikasikan perusahaan berada dalam situasi
yang tidak baik dan menyebabkan keuntungan perusahaan habis digunakan untuk
membayarkan beban-beban.

Sementara jika melihat hasil perhitungan Market Value Added (MVA), PT.Telkom
Indonesia Tbk. juga mampu menciptakan nilai MVA yang positif pada tahun 2016-
2020. Maka dapat dikatakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal
yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana (pemegang saham).

12. MVA & EVA PT Indosat TBK

Melihat hasil perhitungan data diatas, dapat dilihat bahwa pada tahun 2016 -2019 nilai
Economic Value Added (EVA) PT.Indosat Tbk memiliki nilai yang positif, maka pada
posisi ini berarti manajemen perusahaan telah berhasil menciptakan nilai tambah
ekonomis bagi perusahaan. Angka yang cukup besar tersebut menunjukkan
kemampuan dalam memperoleh keuntungan (profitabilitas) perusahaan adalah baik,
dimana manajemen mampu menciptakan laba yang diharapkan oleh pemegang saham.
Akan tetapi pada tahun 2020 EVA PT. Telekomunikasi Indonesia TBK memiliki angka
negatif. Nilai EVA yang negatif mengindikasikan perusahaan berada dalam situasi yang tidak
baik dan menyebabkan keuntungan perusahaan habis digunakan untuk membayarkan beban-
beban.

Sementara jika melihat hasil perhitungan Market Value Added (MVA), PT.Telkom
Indonesia Tbk. juga mampu menciptakan nilai MVA yang positif pada tahun 2016-
2020. Maka dapat dikatakan bahwa perusahaan berhasil meningkatkan nilai modal
yang telah diinvestasikan oleh penyandang dana (pemegang saham).

13. Evaluasi Kinerja Perusahaan PT Indosat TBK, dibandingkan dengan PT


Telekomunikasi Indonesia TBK

Variabel TLKM ISAT

Liquidity Ratio Rasio Likuiditas PT Pada rasio likuiditas angka


Telekomunikasi Indonesia menunjukkan dibawah standar
(Persero), berada pada industri dibandingkan dengan PT
kategori kinerja “Kurang Telekomunikasi Indonesia. Sedangkan
Baik” bila rasio
dibandingan dengan rata-rata aktivitasnya pada tahun
standar industry. 2016-2020 perputaran piutang
menjadi lebih lama dari rata
rata industri.
Asset Management Ratio Berdasarkan hasil penelitan PT Indosat Tbk lebih unggul dalam
dan pembahasan, Asset inventory turnover yang berarti
Management ratio PT perusahaan ini lebih baik dalam
Telekomunikasi Indonesia mengelola persediaan yang ada dalam
berada pada kategori kinerja gudang jika disbanding dengan PT
cukup bila dibandingkan Telekomunikasi Indonesia.
dengan rata-rata industry.
Debt Management Ratio Berdasarkan PT. Indosat jumlah pinjaman hampir
data olahan diatas, dapat kita sama dengan
lihat bahwa PT jumlah dana pemegang saham.
Telekomunikasi Indonesia Olehkarena itu DER (debt to asset
dalam beroperasi, tingkat ratio) Telekomunikasi Indonesia lebih
penggunaan dana pemegang kecil daripada PT. Indosat. Dengan ini,
saham lebih besar dapat disimpulkan bahwa
dibandingkan pinjaman dari Telekomunikasi Indonesia lebih
luar. mampu menggunakan atau mengolah
modalperusahaan sendiri untuk
Hasil dari DER (Debt to memenuhi
Equity seluruh kewajibannya
ratio) menunjukan perbedaan
yang signifikan itu karena
nilai
utang lancar perusahan lebih
besar dari nilai modal itu
sendiri dari keduanya PT
Telkom lebih baik
dibandingakan PT Indosat
Profatibility Ratio Melihat dari hasil Net Profit Sedangkan NPM PT Indosat Tbk
Margin pada PT. Telkom nilai rata-rata selama 5
Indonesia Tbk ternyata dalam tahun terakhir sebesar 5%. Ini
hal pengeluran lain-lain masih menandakan Telkom lebih baik dari
bisa terkontrol dengan baik PT Indosat yang artinya hasil laba
dan meminimalisir setelah pajak yang di hasilkan PT
pengeluaran dari laba Telkom atau yang lebih di kenal
bersihnya sehingga hasinya dengan laba bersih
cukup baik terhadap rasio
perusahaan.
Market Value Ratio Rata-Rata PER PT Rata-Rata PER PT Indosat TBK pada
Telekomunikasi Indonesia 5 tahun terakhir adalah 11,9 kali,
TBK pada 5 tahun terakhir dimana rata-rata PER Industri
adalah 19,1 kali, dimana rata- Telekomunikasi adalah 6,26 kali. Hal
rata PER Industri ini mengartikan bahwa PER Indosat
Telekomunikasi adalah 6, 26 (ISAT) berada diatas rata-rata industri.
kali. Hal ini mengartikan Dengan demikian nilai PER ISAT
bahwa PER Telekomunikasi dikategorikan cukup tinggi.
Indonesia (TLKM) berada
diatas rata-rata industri. Walaupun Begitu rasio nilai pasar
Dengan demikian nilai PER ISAT memiliki prospek yang kurang
TLKM dikategorikan tinggi. bagus dalam jangka Panjang atau
memiliki nilai pertumbuhan yang
cukup baik.

MVA & EVA Melihat hasil perhitungan Berdasarkan hasil penelitian dapat
data diatas, dapat dilihat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan
bahwa pada tahun 2016 nilai kinerja Economic Value Added dan
Market Value Added secara simultan
Economic Value Added
pada PT. Telekomunikasi Indonesia.
(EVA) PT.Telekomunikasi Tbk dan PT. Indosat dan keduanya
Indonesia Tbk memiliki nilai berada dalam kategori MVA positif;
yang positif, Maka dapat
dikatakan bahwa perusahaan
berhasil meningkatkan nilai
modal yang telah
diinvestasikan oleh
penyandang dana (pemegang
saham).

14. Kesimpulan
• hasil kinerja keuangan PT. Telekomunikasi Indonesia dan PT. Indosat dangat
signifikan, PT Telkom lebih unggul dibandingkan PT Indosat hal ini dpat dilihat
walaupun terkadang keduanya memiliki tren yang negative, tapi PT Telekomunikasi
Indonesia memiliki kinerja yang lebih baik dan mampu menghasilkan laba yang lebih
positif sehingga bisa tetap beroperasi sampai sekarang. Dan PT Indosat terdapat
perbedaan yang signifikan salah satunya dalam mengasilkan laba.

• Berdasarkan hasil analisis data yang telah diperhitungkan pada bab


sebelumnya dapat diketahui bahwa PT. Indosat, Tbk mempunyai
tingkat profitabilitas yang juga tidak stabil dan secara keseluruhan
penilaian rasio profitabilitas baik itu Net Profit Margin, ROI dan ROE
PT. Indosat, Tbk dalam kurun waktu 2016-2020 memiliki kinerja yang kurang efisien
dimana perusahaan mengalami kerugian sehingga semakin menunjukkan
ketidakefisienan perusahaan dalam mengoptimalkan laba.

• Persentase rasio lancar perusahaan PT Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT Indosat


TBK, dalam kondisi kurang baik karena rasio perbandingan aset yang kurang dari 1
apabila dibandingkan dengan liabilitasnya. Berdasarkan perhitungan rasio
likuiditas,PT.Telkom Indonesia Tbk dalam keadaan kurang likuid.

• Dari hasil analisis data yang telah diperhitungkan, dapat dilihat bahwa
rasio likuiditas dan rasio profitabilitas pada PT. Telekomunikasi TBK dan PT Indosat,
Tbk samasama mengalami ketidakstabilan (berfluktuasi) pada tiap tahunnya. Namun
perbedaannya pada rasio likuiditas untuk PT Indosat
memiliki nilai yang sangat drastis dibandingkan dengan PT Telekomunikasi Indonesia.

15. Saran
• Dari hasil analisis, kinerja dari masing- masing perusahaan perlu meningkatkan rasio
keuangannya mengingat keduanya mengalami penurunan di setiap rasionya. Dan untuk
PT Telekomunikasi Indonesia mempunyai nilai yang cukup baik dibandingkan dengan
PT Indosat.TBK.
• Untuk meningkatan kinerja keuangan Perusahaan PT Indosat Tbk dan PT
Telekomunikasi Indonesia Tbk dengan menggunakan ROA, kedua perusahaan tersebut
harus mengimbangkan antara aset yang dimiliki dengan laba yang diperoleh agar nilai
ROA dapat melebihi standar industri yang sudah ada.
• Untuk meningkatkan kinerja keuangan dengan menggunakan ROE, kedua perusahaan
harus mengimbangi antara penjualan yang dimiliki dengan laba yang diperoleh agar
nilai ROE lebih dari standar yang sudah ada.
• PT. Indosat, Tbk harusnya mengkaji dan menimbang ulang dalam hal
menawarkan tarifnya kepada konsumen agar pendapatan yang diperoleh
dapat diraih dengan lebih optimal dan juga harus memperbaiki jaringan
infrastrukturnya.
• Diharapkan melalui hasil penelitian dapat mempertimbangkan untuk melakukan
investasi kepada PT. Telekomunikasi Indonesia Tbk dan PT. Indosat Tbk. Dalam hal
ini investor maupun calon investor juga tetap harus cermat dalam menilai kinerja
keuangan yang dihasilkan perusahaan sehingga bisa mengetahui bagaimana prospek
bisnis perusahaan kedepannya.

16. Kelebihan dan Kekurangan Rasio Keuangan


a. Kelebihan Rasio keuangan

Kelebihan rasio keuangan menurut Harahap 2011:298 antara lain sebagai berikut:

1. Rasio keuangan merupakan angka-angka atau ikhtisar statistik yang lebih mudah dibaca dan
ditafsirkan.

2. Rasio keuangan menjadi pengganti yang lebih sederhana dari informasi yang disajikan dalam
laporan keuangan yang sangat rinci dan rumit.
a. Mengetahui posisi keuangan ditengah industri lain.

b. Sangat bermanfaat untuk bahan didalam mengisi model-model pengambilan keputusan


dan model prediksi terkhusus didalam memprediksi peringkat obligasi.

c. Menstandarisir size perusahaan

d. Lebih mudah membandingkan perusahaan yang satu dengan perusahaan lain atau
melihat perkembangan perusahaan secara periodik time series. 24 7. Lebih mudah
melihat tren perusahaan serta melakukan prediksi dimasa yang akan datang.

b. Kekurangan Rasio keuangan

Dalam praktiknya, walaupun rasio keuangan yang digunakan memiliki fungsi dan kegunaan
yang cukup banyak bagi perusahaan dalam mengambil keputusan, bukan berarti rasio
keuangan yang dibuat sudah menjamin 100 kondisi dan posisi keuangan yang sesungguhnya.
Artinya kondisi sesungguhnya belum tentu terjadi seperti hasil perhitungan yang dibuat.
Memang dengan hasil rasio yang diperoleh, paling tidak dapat diperoleh gambaran yang
seolah-olah sesungguhnya terjadi.

Namun, belum dapat dipastikan menjamin kondisi dan posisi keuangan yang sebenarnya. Hal
itu dikarenakan rasio-rasio keuangan yang digunakan memiliki banyak kelemahan. Ada
beberapa keterbatasan analisis rasio keuangan menurut Harahap 2011:298 yaitu sebagai
berikut:
1. Kesulitan didalam memilih rasio yang tepat yang dapat digunakan untuk kepentingan
pemakainnya.

2. Keterbatasan yang dimiliki akuntansi atau laporan keuangan juga menjadi keterbatasan teknik
ini seperti:

• Bahan perhitungan rasio atau laporan keuangan itu banyak mengandung taksiran dan
judgment yang dapat dinilai bias atau subjektif.
• Nilai yang terkandung didalam laporan keuangan dan rasio adalah nilai perolehan
cost bukan harga pasar.
• Klasifikasi dalam laporan keuangan bisa berdampak pada angka rasio.
• Metode pencatatan yang tergambar dalam standar akuntansi bisa diterapkan berbeda.

3. Jika data untuk menghitung rasio tidak tersedia, akan menimbulkan kesulitan menghitung
rasio.

4. Sulit jika data yang tersedia tidak sinkron.

5. Dua perusahaan dibandingkan bisa saja teknik dan standar akuntasi yang dipakai tidak sama.
Oleh karenanya jika dilakukan perbandingan bisa menimbulkan kesalahan.
Referensi

Kasmir. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Brigham, Eugene F dan Houston, Joel F. (2011).

https://www.wsj.com/market-data/quotes/id/tlkm

https://www.wsj.com/market-data/quotes/id/ISAT
Lampiran

Anda mungkin juga menyukai