Anda di halaman 1dari 7

Modul 8

Mata Kuliah Manajemen Keuangan Daerah

Topik :

Klasifikasi Belanja

Dalam topik ini dijelaskan tentang :

1. Pengertian Belanja, Biaya, dan Pengeluaran


2. Konsep Biaya/Belanja
3. Klasifikasi Belanja

1. Pengertian Belanja , Biaya dan Pengeluaran

a. Pengertian Belanja dan Biaya

Istilah "belanja" pada umumnya hanya digunakan di sektor publik, tidak di sektor bisnis.
Belanja di sektor publik terkait dengan penganggaran, yaitu menunjukkan jumlah uang
yang telah dikeluarkan selama satu tahun anggaran. Belanja pada organisasi sektor publik
ini menjadi ciri khas tersendiri yang menunjukkan keunikan sektor publik dibandingkan
sektor bisnis karena belanja di sektor publik secara konsep berbeda dengan biaya yang
lebih umum digunakan di sektor bisnis

Belanja yang dalam bahasa Inggrisnya "expenditure" memiliki makna yang lebih luas
karena mencakup biaya (expense) dan sekaligus cost. Belanja dapat berbentuk belanja
operasi (operation expenditure) yang pada hakikatnya merupakan biaya (expense) maupun
belanja modal (capital expenditure) yang merupakan belanja investasi yang masih berupa
cost sehingga nantinya diakui dalam neraca. Belanja modal dalam konteks akuntansi bisnis
bukan merupakan aktivitas yang meinpengaruhi laporan laba-rugi, tetapi mempengaruhi
neraca.

Dengan demikian jelas bahwa pada organisasi sektor publik, khususnya pemerintahan,
setiap biaya merupakan belanja, tetapi tidak semua belanja merupakan biaya, karena bisa
jadi merupakan belanja modal yang masih berupa cost dan belum menjadi expense.

b. Pengertian Pengeluaran
Tidak setiap pengeluaran kas dari rekening kas umum daerah merupakan belanja, tetapi
boleh jadi merupakan pengeluaran pembiayaan. Pengeluaran pembiayaan merupakan
komponen pos pembiayaan dalam struktur APBD yang dimaksudkan untuk memanfaatkan
surplus anggaran yang terjadi. Pengeluaran pembiayaan dapat berupa: 1) pembentukan
dana cadangan, 2) penyertaan modal misalnya penambahan modal pada BUMD, 3)

Halaman 1
pembelian surat berharga seperti Surat Utang Negara (SUN) atau obligasi pemerintah
daerah, 4) pelunasan utang, dan 5) pemberian pinjaman.

Pengeluaran pembiayaan ini meskipun menggunakan uang kas daerah tidak dapat
dikategorikan belanja, sebab tujuan dan mekanisme pengeluaran kasnya dari rekening kas
umum daerah berbeda. Pengeluaran pembiayaan merupakan suatu bentuk pengeluaran
uang dari rekening kas umum daerah yang pada suatu saat akan diterima kembali,
sedangkan belanja adalah pengeluaran uang dari rekening kas umum negara/daerah yang
tidak akan diterima kembali. Jika dilihat dari mekanisme pencairan dananya dari rekening
kas umum daerah, maka terdapat perbedaan yang jelas antara belanja dengan
pembiayaan.

Untuk mengajukan belanja harus dilakukan melalui mekanisme pengajuan SPP


LS/UP/GU/TU kepada Pengguna Anggaran/Pengguna Barang (PA/PB) yang kemudian
dilanjutkan dengan pengeluaran SPM LS/UP/GU/TU oleh PA/PB dan selanjutkan diajukan
ke Bendahara Umum Daerah (BUD) untuk dikeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana
(SP2D) yang berfungsi sebagai cek. Pengeluaran belanja hanya melibatkan eksekutif,
setelah APBD disahkan dewan maka berarti eksekutif diberi kewenangan untuk
melaksanakan belanja sesuai dengan jumlah yang dianggarkan.

Pengeluaran pembiayaan tidak dilakukan melalui mekanisme sebagaimana pengeluaran


belanja. Pengeluaran pembiayaan harus melalui persetujuan dewan. Oleh karena itu
diperlukan dokumen berupa Bukti Mémorial, misalnya hasil kesepakatan (MoU) antara
eksekutif dengan législatif. Pengeluaran pembiayaan ini pun juga hanya bisa dilakukan
oleh BUD, sedangkan SKPD tidak memiliki kewenangan melakukan pengeluaran
pembiayaan

Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 disampaikan bahwa :

1) Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang diakui sebagai pengurang
nilai kekayaan bersih.

2) Pengeluaran Daerah adalah uang yang keluar dari kas daerah.

3) Pembiayaan Daerah adalah semua penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau
pengeluaran yang akan diterima kembali, balk pada tahun anggaran yang bersangkutan
maupun pada tahun tahun anggaran berikutnya.

2. Konsep Biaya / Belanja

Objek biaya adalah segala sesuatu yang menjadi tujuan pembebanan biaya. Objek biaya bisa
berupa produk barang atau jasa, program, kegiatan, fungsi, unit kerja, atau organisasi
secara keseluruhan. Untuk membuat suatu produk berupa barang atau pelayanan publik
diperlukan biaya.

Halaman 2
Untuk menjalankan suatu program, kegiatan, fungsi, dan organisasi juga diperlukan biaya,
sebab tanpa dibiayai maka hal-hal tersebut tidak akan terlaksana dengan baik. Untuk apa
biaya dikeluarkan menjadi dasar penentuan objek biaya. Pemahaman mengenai objek biaya
penting untuk menentukan biaya tertentu akan dilekatkan atau dibebankan ke mana, siapa
yang akan menanggung biaya tersebut.

Kesalahan dalam mengenali objek biaya bisa berakibat kesalahan dalam menentukan
jumlah total biaya yang harus dibebankan atau dipertanggungjawabkan oleh suatu produk,
program, kegiatan, fungsi, unit kerja, atau organisasi. Bisa jadi suatu produk, program,
kegiatan, fungsi, unit kerja, atau organisasi harus menanggung biaya yang sebenarnya
bukan tanggung jawabnya.

Pemahaman tentang objek biaya ini mengantarkan kita pada pemahaman tentang konsep
different cost for different purposes, yaitu setiap biaya yang dikeluarkan harus memiliki
tujuan, dan tujuan inilah yang kemudian menjadi dasar penentuan objek biaya.

a. Perunutan Biaya
Hubungan antara biaya dengan objek biaya perlu dianalisis secara cermat untuk
memperoleh keakuratan dalam pembebanan biaya. Jika dilihat kaitannya dengan objek
biaya, maka biaya diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya yang memiliki keterkaitan
langsung dengan objek biaya atau disebut biaya langsung (direct cost), dan biaya yang
tidak memiliki kaitan langsung dengan objek biaya atau disebut biaya tidak langsung
(indirect cost).

Biaya langsung memiliki hubungan yang jelas dengan objek biaya, sehingga dapat
dihitung secara lebih akurat. Biaya langsung ini dapat dirunut ke objek biaya dengan
mudah berdasarkan hubungan sebab-akibat. Perunutan biaya (cost tracing) adalah
upaya untuk mengetahui asal muasal biaya dan mengapa biaya tersebut terjadi.
Perunutan biaya dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu melalui pelacakan
langsiing (direct tracing) dan pelacakan pemacu biaya (driver tracing). Pelacakan
langsung adalah proses identifikasi dan pembebanan biaya yang memiliki hubungan
dengan objek biaya secara eksklusif.

Perunutan biaya melalui pemacu biaya dilakukan dengan cara mencari variabel yang
menjadi pemacu biaya (driver costs). Pemacu biaya menunjukkan variabel yang
menyebabkan suatu biaya bertambah atau berkurang. Pemacu biaya bisa berupa jumlah
jam kerja, jumlah pegawai, jumlah kegiatan, dan sebagainya.

Sebagai contoh, pemerintah daerah memutuskan untuk memasang jaringan internet


yang mencakup seluruh satuan kerja di lingkungannya sebagai bagian dari upaya
mewujudkan program e-government. Dalam hal ini telah diputuskan untuk membeli
bandwidth dari perusahaan Internet Service Provider (ISP) sebesar 100 mega bit dengan
harga Rp l00 juta per bulan.

Kapasitas bandwidth yang ada akan dibagi untuk 15 satuan kerja perangkat daerah
(SKPD) yang ada secara proporsional sesuai dengan beban kerja serta tugas pokok dan
fungsi masing-masing satuan kerja. Untuk implementasi e-government tersebut,

Halaman 3
pemerintah daerah akan membeli 50 unit komputer seharga Rp250 juta yang akan
dibebankan ke anggaran SKPD yang menggunakan komputer tersebut. Sepuluh SKPD
dengan pembagian bandwidth dan komputer adalah sebagai berikut:

No. Satuan Kerja Perangkat Daerah Komputer Bandwidth


1 Kantor Kepala Daerah & Wakil KDH 4 unit 10 MB
2 Sekretariat Daerah 4 unit 10 MB
3 Sekretariat DPRD 4 unit 10 MB
4 Dinas Pendidikan 4 unit 10 MB
5 Dinas Kesehatan 3 unit 5 MB
6 Dinas Kimpraswil 4 unit 5 MB
7 Dinas Pertanian 2 unit 5 MB
8 Dinas Perekonomian 3 unit 5 MB
9 Dinas Kesejahteraan Sosial 2 unit 5 MB
10 Dinas Pariwisata dan Budaya 3 unit 5 MB
11 BAPPEDA 3 unit 5 MB
12 Badan Pengawasan Daerah 3 unit 5 MB
13 Badan Pengelolaan Keuangan Daerah 4 unit 5 MB
14 Badan Kepegawaian Daerah 2 unit 5 MB
15 Badan Informasi Daerah 5 unit 10 MB
TOTAL 50 unit 100 MB

Untuk keperluan pemasangan jaringan internet tersebut juga dibutuhkan pemasangan


antena yang akan dipasang di gedung Badan Informasi Daerah. Biaya pemasangan per
satu rangkaian antena adalah Rp6.000.000 yang akan dibebankan pada Badan Informasi
Daerah sebagai penanggung jawab sistem informasi di Pemda. Jika diasumsikan sewa
bandwidth dan komputer tersebut akan dibebankan ke masing-masing SKPD, maka
penghitungan biaya per SKPD untuk tahun pertama melalui proses perunutan biaya
berupa direct tracing dan driver tracing adalah sebagai berikut:

SKPD Direct Tracing Driver Tracing Total


Antena Komputer Bandwidth
KDH & Wakil KDH - 20.000.000 10.000.000 30.000.000
Sekretariat Daerah - 20.000.000 10.000.000 30.000.000
Sekretariat DPRD - 20.000.000 10.000.000 30.000.000
Dinas Pendidikan - 20.000.000 10.000.000 30.000.000
Dinas Kesehatan - 15.000.000 5.000.000 20.000.000
Dinas Kimpraswil - 20.000.000 5.000.000 25.000.000
Dinas Pertanian - 10.000.000 5.000.000 15.000.000
Dinas Perekonomian - 15.000.000 5.000.000 20.000.000
Dinas Kesejahteraan Sosial - 10.000.000 5.000.000 15.000.000
Dinas Pariwisata dan Budaya - 15.000.000 5.000.000 20.000.000
BAPPEDA _ 15.000.000 5.000.000 20.000.000
Badan Pengawasan Daerah - 15.000.000 5.000.000 20.000.000

Halaman 4
BPKD - 20.000.000 5.000.000 25.000.000
Badan Kepegawaian Daerah - 10.000.000 5.000.000 15.000.000
Badan Informasi Daerah 6.000.000 25.000.000 10.000.000 41.000.000
TOTAL 6.000.000 250.000.000 100.000.000 356.000.000

b. Alokasi Biaya
Pembebanan biaya kepada objek biaya dilakukan melalui dua tahap, yaitu: 1)
pembebanan biaya langsung ke objek biaya (cost tracing), 2) mengalokasikan biaya-biaya
tidak langsung ke objek biaya (cost allocation). Alokasi biaya adalah upaya untuk
membagi biaya (cost sharing) di antara berbagai produk, program, kegiatan, fungsi, dan
organisasi karena telah mengkonsumsi biaya secara bersama-sama.

Alokasi biaya ini pada umumnya dilakukan untuk mengalokasikan biaya tidak langsung
(overhead), seperti biaya listrik, air, pemeliharaan, dan biaya penolong lainnya. Tujuan
alokasi biaya adalah untuk menilai kinerja masing-masing unit kerja serta untuk tujuan
keadilan pembebanan biaya. Untuk melakukan alokasi biaya diperlukan dasar alokasinya.
Dasar alokasi biaya yang paling sederhana adalah dengan menggunakan nilai rata-rata,
yaitu membagi biaya yang terjadi dengan jumlah lini produk, program, kegiatan, fungsi,
atau unit organisasi yang ada.

Metode kedua adalah dengan mendasarkan pada proporsi beban kerja dan tingkat
konsumsi biaya. Metode yang kontemporer adalah dengan pendekatan activity based
costing (ABC). Saat ini, sistem ABC juga sudah mulai banyak diadopsi di sektor publik
meskipun terdapat beberapa modifikasi yang harus disesuaikan dengan karakteristik
organisasi sektor publik.

c. Akumulasi Biaya
Akumulasi biaya adalah penjumlahan seluruh biaya sehingga menghasilkan informasi
tentang total biaya yang dikonsumsi oleh suatu produk, program, kegiatan, fungsi, atau
organisasi. Akumulasi biaya tersebut meliputi biaya langsung maupun tidak langsung ke
objek biaya.

3. Klasifikasi Belanja

a. Kasifikasi Belanja Berdasarkan Permendagri PP 58/2005 dan Permendagri 59/2007


dengan PP 24/2005

Pengklasifikasian belanja ke dalam Belanja Operasi dan Belanja Modal ditetapkan dalam
PP No.24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan (SAP). Dalam PP tersebut
dijelaskan bahwa belanja diklasifikasikan menurut klasifikasi ekonomi, organisasi dan
fungsi. Klasifikasi ekonomi yaitu pengelompokkan belanja berdasarkan jenis belanja untuk
melaksanakan suatu aktivitas yang dikelompokkan menjadi Belanja Operasi, Belanja Modal
dan Belanja Lain-lain/Tak Terduga.

Belanja Operasi meliputi Belanja Pegawai, Belanja Barang, Bunga, Subsidi, Hibah dan
Bantuan Sosial. Belanja Modal meliputi Belanja Aset Tetap dan Belanja Aset lainnya.

Halaman 5
Sedangkan Belanja tak terduga antara lain belanja untuk penanggulangan bencana alam,
bencana sosial dan pengeluaran tidak terduga lainnya. Pengklasifikasdaan klasifikasi
belanja berdasarkan PP No.58 Tahun 2005 dan Permendagri No.59 Tahun 2007 memang
sedikit berbeda dengan klasifikasi belanja menurut PP No.24 tahun 2005. Tabel berikut
memaparkan perbedaan klasifikasi belanja tersebut:

Keterangan PP 58/2005 dan Permendagri PP 24/2005


59/2007
Dasar pengklasifikasian Belanja diklasifikasikan Belanja diklasifikasikan
belanja berdasarkan hubungannya berdasarkan manfaat
dengan aktivitas sehingga belanja, sehingga
belanja dikelompokkan belanja dikelompokkan
menjadi: menjadi:
1. Belanja Tidak Langsung1. Belanja operasi
2. Belanja Langsung 2. Belanja Modal
3. Belanja Tak Terduga
Jenis belanja Jenis belanja untuk masing- Jenis belanja untuk masing-
masing kelompok belanja masing kelompok belanja
terdiri atas: terdiri atas:
Belanja Tidak Langsung: Belanja Operasi:
1) Belanja pegawai 1) Belanja pegawai
2) Belanja bunga 2) Belanja barang dan jasa
3) Belanja subsidi 3) Belanja bunga
4) Belanja hibah 4) Belanja subsidi
5) Belanja bantuan keuangan 5) Belanja hibah
6) Belanja bantuan sosial 6) Belanja bantuan keu.l
7) Belanja tak terduga 7) Belanja bantuan social

Belanja Langsung: Belanja Modal:


1) Belanja pegawai 1) Belanja aset tetap
2) Belanja barang dan jasa 2) Belanja aset lainnya
3) Belanja modal 3) Belanja tak terduga

Transfer ke kab/kota/desa Dimasukkan dalam Belanja Tidak dimasukkan dalam


Tidak Langsung yaitu Belanja Belanja Operasi tetapi
Bantuan Keuangan dipisahkan tersendiri dalam
pos Transfer
Pengakuan Belanja Modal Barang modal yang Barang modal yang diakui/
dalam Neraca diakui/dicatat dalam neraca dicatat dalam neraca
sebesar nilai barang modalnya smeliputi nilai barang modal
saja, tidak termasuk biaya yg dibeli /diadakan ditambah
pengadaannya. Belanja dengan biaya-biaya yang
Pegawai dan Belanja terjadi terkait dengan
Barang/Jasa yg terkait dgn pengadaan barang modal.
pengadaan barang modal
tidak diakumulasikan dalam
barang modal

Halaman 6
b. Klasifikasi Biaya Berdasarkan Waktu Terjadinya

Berdasarkan waktu terjadinya, biaya diklasifikasikan atas :


1) Biaya historis (historical cost)
2) Biaya sekarang (Current cost)
3) Biaya dianggarkan (Budgeted Cost)

c. Klasifikasi Biaya berdasarkan Reaksinya Terhadap Perubahan Tingkat


1) Biaya Tetap (Fixed Cost)
2) Biaya Variabel (Variable Cost)
3) Biaya Campuran (Mixed Cost)

d. Klasifikasi Biaya berdasarkan hubungannya dengan aktivitas


1) Biaya langsung (Direct Cost)
2) Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost)

e. Klasifikasi Biaya berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Pembuatan Keputusan


1) Biaya Tertanam (Sunk Cost)
2) Biaya Relevan (Relevan Cost)
3) Biaya Oportunitas (Opportunity Cost)

f. Klasifikasi Biaya berdasarkan Pengaruhnya Terhadap Pengendalian Manajemen


1) Biaya Terkendali (Controlable cost)
2) Biaya Tidak Terkendali (Uncontrolable Cost)

g. Klasifikasi Biaya berdasarkan Masa Manfaat Biaya


1) Biaya Operasi (Operation Cost)
2) Biaya Modal (Capital / Investment Cost)

4. Latihan Soal

a. Jelaskan perbedaan biaya, belanja dan pengeluaran dalam manajemen keuangan


daerah !
b. Jelaskan manfaat pemahaman konsep biaya bagi manajer keuangan public !
c. Jelaskan maksud konsep “different cost for different purpose” dan implikasinya
terhadap manajemen biaya sector public !
d. Jelaskan klasifikasi biaya dan buatkan contohnya !

Halaman 7

Anda mungkin juga menyukai