Anda di halaman 1dari 35

MAKALAH PKN

BELA NEGARA DALAM PERTAHANAN DAN KEAMANAN NEGARA


(Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Pendidikan Kewarganegaraan)

Dosen Pengampu : Agus Rianto, S.H., M.Hum.

KELOMPOK 3 :

1. Chyntiantika Ayu Hanggawani (E3119032)


2. Muhammad Hanif Al Fitra Salam (E3119085)

PROGRAM STUDI DEMOGRAFI DAN PENCATATAN SIPIL


FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-nantikan syafa’atnya di
akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-
Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis mampu untuk
menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas dari mata kuliah Pendidikan
Kewarganegaraan dengan judul “Bela Negara dalam Pertahanan dan Keamanan
Negara.”

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kriktik dan saran untuk makalah ini,supaya makalah ini
nantinya menjadi makalah yang lebih baik. Kemudian apabila terdapat banyak
kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya


kepada dosen Pendidikan Kewarganegaraan, Bapak Agus Rianto, S.H., M.Hum yang
telah membimbing kami dalam pembuatan makalah ini.

Demikian, semoga makalah ini bermanfaat. Terima kasih.

Surakarta, Desember 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .............................................................................................................. ii


DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................................... 2
C. Tujuan ........................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ......................................................................................................... 3
A. Pengertian Pertahanan dan Keamanan Nasional ........................................................... 3
B. Sejarah Pertahanan dan Keamanan di Indonesia .......................................................... 4
C. Tujuan Pertahanan dan Keamanan .............................................................................. 18
D. Pengertian Bela Negara............................................................................................... 19
E. Hubungan Bela Negara dengan Pertahanan dan Keamanan ....................................... 23
BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 30
A. Kesimpulan ................................................................................................................. 30
B. Saran ........................................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................. 32

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di dunia, khususnya di
Indonesia konsep pertahanan negara saat masa damai maupun masa perang
didasarkan pada refleksi spectrum bela negara yang harus dipahami oleh
semua warga negara. Melalui hal tersebut sesungguhnya diingatkan, bahwa
setiap warga negara di Indonesia maupun bangsa lainnya untuk senantiasa
mempertahankan dan memperjuangkan ruang hidup serta kepentingan
nasionalnya. Pada dasarnya national resilience harus dibina dan dikondisikan
dari berbagai aspek akan menentukan kualitas dari pertahanan itu sendiri,
sehingga pertahanan negara (national defence) sangat terbalik lurus dengan
ketahanan nasional (national resilience) Indonesia. Dengan demikian setiap
transformasi atau pergeseran yang terjadi pada ketahanan nasional akan
berpengaruh juga pada pertahanan negara (national defence) sampai pada
implementasinya.
Dalam kurun waktu belakangan ini, pemerintah gencar dalam
melakukan penguatan kerjasama dengan sejumlah negara dibidang pertahanan
dan keamanan. Kerja sama ini dibutuhkan karena sesungguhnya kekuatan
negara ditentukan oleh sofistifikasi perencanaan pertahanan, termasuk pada
postur militer, dan strategi yang handal maupun patriotisme bela negara.
Sejauh menyangkut ancaman militer dari luar, tidak diragukan bahwa
peningkatan kemampuan militer (modernisasi dan profesionalisasi)
merupakan sa1ah satu pilihan. Namun, selain karena pertimbangan ekonomi,
peningkatan kekuatan militer selalu mengundang kecurigaan pihak 1ain,
terutama jika hal itu dilakukan dengan lebih banyak memberikan prioritas
pada modernisasi senjata-senjata ofensif.

1
Dalam suasana anarki dan ketidakpastian, upaya unilateral bisa
menimbulkan dilema keamanan (security dilemma) terutama jika upaya
unilateral itu berupa penggelaran jenis senjata- senjata ofensif baru.
Pengembangan kekuatan militer yang mengarah pada non-provocative
defense merupakan salah satu pilihan strategis.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, adapun
rumusan masalah dalam makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Apa pengertian dari Pertahanan dan Keamanan ?
2. Bagaimana sejarah Pertahanan dan Keamanan di Indonesia ?
3. Apa tujuan dari dibentuknya Pertahanan dan Keamanan di Indonesia ?
4. Apa pengertian dari Bela Negara ?
5. Bagaimana hubungan antara Bela Negara dan Pertahanan Keamanan ?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dipaparkan diatas, adapun
tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui pengertian dari Pertahanan dan Keamanan.
2. Mengetahui sejarah Pertahanan dan Keamanan di Indonesia.
3. Mengetahui tujuan dari dibentuknya Pertahanan dan Keamanan di
Indonesia.
4. Mengetahui pengertian dari Bela Negara.
5. Mengetahui hubungan antara Bela Negara dan Pertahanan Keamanan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Pertahanan dan Keamanan Nasional


1. Pengertian Pertahanan Nasional
Pertahanan nasional adalah segala usaha untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan
segenap bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa
dan negara. Hakikat pertahanan negara adalah segala upaya pertahanan
bersifat semesta yang penyelenggaraannya didasarkan pada kesadaran
atas hak dan kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan
sendiri. Pertahanan negara dilakukan oleh pemerintah dan dipersiapkan
secara dini dengan sistem pertahanan negara. Pertahanan nasional
merupakan kekuatan bersama (sipil dan militer) diselenggarakan oleh
suatu Negara untuk menjamin integritas wilayahnya, perlindungan dari
orang dan/atau menjaga kepentingan-kepentingannya. Pertahanan
nasional dikelola oleh Departemen Pertahanan. Angkatan bersenjata
disebut sebagai kekuatan pertahanan dan, di beberapa negara (misalnya
Jepang), Angkatan Bela Diri.
2. Pengertian keamanan Nasional
Keamanan nasional merujuk kepada kebijakan publik untuk
memastikan keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan
kuasa ekonomi dan militer dan penjalanan diplomasi, baik dalam damai
dan perang. Secara prinsip, konsep tersebut dikembangkan di Amerika
Serikat setelah Perang Dunia Kedua. Dalam artian sempit keamanan
adalah suatu hal yang dapat di pikirkan dengan membayangkan
kehidupan yang bebas dari ancaman pihak lain. Setap warga negara
mempunyai hak mendapatkan keamanan.

3
Dalam suatu Kajian keamanan mengenal dua istilah penting,
dilemma keamanan (security dilemma) dan dilemma pertahanan (defence
di1emma). Istilah yang pertama, dilema keamanan, menggambarkan
betapa upaya suatu negara untuk meningkatkan keamanannya dengan
mempersenjatai diri justru, dalam suasana anarki internasional,
membuatnya semakin rawan terhadap kemungkinan serangan pertama
pihak lain. Istilah kedua, dilema pertahanan, menggambarkan betapa
pengembangan dan penggelaran senjata baru maupun aplikasi doktrinal
nasional mungkin saja justru tidak produktif atau bahkan bertentangan
dengan tujuannya untuk melindungi keamanan nasional. Berbeda dari
dilema keamanan yang bersifat interaktif dengan apa yang [mungkin]
dilakukan pihak lain, dilema pertahanan semata-mata bersifat non-
interaktif, dan hanya terjadi dalam lingkup nasional, terlepas dari apa
yang mungkin dilakukan pihak lain.

B. Sejarah Pertahanan dan Keamanan di Indonesia


1. Kurun Waktu 1945 – 1950
Pada bulan September – Oktober 1945 berdasarkan Civil Affairs
Agreement Tentara Pendudukan Sekutu (Satuan Tentara Inggris) yang
tergabung dalam Komando SEAC yang bertugas melucuti bala tentera
Jepang dan mengurus pengembalian tawanan perang dan tawanan warga
sipil sekutu (RAPWI), berturut-turut mendarat di Medan, Padang, Jakarta,
Semarang, Surabaya dengan melanjutkan gerakannya ke Bogor, Bandung,
Ambarawa dan Magelang. Satuan tentara Australia mendaratkan
pasukannya di Makasar dan Banjarmasin, sedangkan Balikpapan telah
diduduki oleh Australia sebelum Jepang menyatakan menyerah kalah
pada pihak sekutu dan Pulau Morotai telah diduduki oleh satuan tentara
Amerika Serikat di bawah komando Jenderal Douglas MacArthur,
Panglima SWPAC (South West Pacific Area Command)

4
Namun kenyataannya, tentara pendudukan ini menyelundupkan
unsur-unsur alat pemerintah penjajah Belanda yang disebut The
Netherland Indies Civil Administration (NICA) yang mengakibatkan
berbagai insiden dan provokasi sehingga membangkitkan perlawanan
patriotik dan heroik bangsa Indonesia sebagaimana terbukti dalam
berbagai peristiwa.
Dalam pertempuran pertama di Surabaya pada tanggal 30 Oktober
1945, Tentara Pendudukan Inggris telah menderita kerugian dengan
gugurnya seorang Komandan Brigade Istimewa ke-49, Brigadir Mallaby.
Peristiwa ini mengakibatkan pecahnya pertempuran besar di Surabaya
yang dikenal dengan peristiwa 10 November yang kemudian diabadikan
sebagai Hari Pahlawan.
Gerakan maju Tentara Inggeris ke Ambarawa dan Magelang pada
tanggal 14 Desember 1945 akhirnya dapat dipukul mundur yang dalam
peristiwa sejarah dikenal sebagai Palagan Ambarawa. Pada akhir
September 1946, tentara Belanda mengambil alih posisi dan wilayah
pendudukan dari tentara sekutu (Inggris) sesudah mendatangkan bala
bantuan dari negeri Belanda yang dikenal dengan “Divisi 7 Desember”.
Hingga bulan Oktober 1946, Belanda telah dapat menghimpun kekuatan
militernya sebanyak 3 divisi di Jawa dan 3 Brigade di Sumatra. Tentera
Inggris menyerahkan secara resmi tugas pendudukannya kepada Tentara
Belanda pada tanggal 30 November 1946. Dari segi perimbangan
kekuatan militer pada masa itu, pihak Belanda telah merasa cukup kuat
untuk menegakkan kembali kekuasaan dan kedaulatannya di Indonesia,
dengan memaksakan keinginannya terhadap rakyat dan pemerintah
Republik Indonesia.
Perundingan antara pihak Belanda dan Indonesia yang
diselenggarakan di Linggarjati, Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 12
November 1946 sebagai usaha saling memahami oleh kedua belah pihak,

5
tetapi karena sikap pendirian masing-masing yang tidak dapat
dipertemukan, usaha tersebut menemui kegagalan.
a. Perang Kemerdekaan I
Pada tanggal 21 Juli 1947 pukul 05.00 WIB, Belanda melancarkan
operasi militernya yang dinamakan aksi polisionil, sedangkan bagi
bangsa Indonesia peristiwa tersebut dikenal sebagai Perang
Kemerdekaan I.
Tujuan utama operasi militer Belanda adalah untuk menguasai
wilayah yang sebelumnya pada Perang Dunia II merupakan penghasil
devisa bagi pemerintah Hindia Belanda seperti perkebunan di Jawa
dan Sumatra. Tujuan kedua ialah untuk menguasai kota-kota sebagai
pusat administrasi dan pemerintahan, serta kota-kota pelabuhan
penting di Jawa dan Sumatra dalam usaha memblokade dan
memutuskan hubungan Indonesia dengan dunia luar. Kota-kota
pelabuhan di Jawa, di antaranya Cirebon, Tegal, Pekalongan,
Semarang dan Cilacap, serta kota pelabuhan di Sumatra ialah Belawan
di Medan dan Padang.
Serangan terobosan oleh pihak Belanda yang dilancarkan dengan
cepat serta dikoordinasikan dengan serangan udara, pasukan Indonesia
harus menghindar dari kehancuran total, hal itu dilaksanakan dengan
mengundurkan diri ke pedalaman sambil memusnahkan objek-objek
vital, seperti fasilitas dan instansi perkebunan, sarana dan prasarana
perhubungan dan lain sebagainya.
Kemerosotan moral dari pasukan Indonesia sebagai akibat
serangan Belanda yang dilancarkan secara mendadak dan cepat, secara
berangsur-angsur dapat dipulihkan pada waktu mereka bergabung
kembali pada induk pasukan masing-masing, serta dapat
mengkonsolidasikan kekuatan pasukan di daerah pedalaman, sehingga

6
membentuk kantung-kantung perlawanan di daerah pendudukan
Belanda.
Tempat pemusatan pasukan di daerah pendudukan Belanda selain
merupakan basis perlawanan gerilya terhadap Belanda, juga berfungsi
sebagai tempat aparat pemerintahan darurat Republik Indonesia.
Terbentuknya kantung-kantung sebagai basis perlawanan gerilya
serta merupakan aparat atau unsur pemerintahan darurat Republik
Indonesia di daerah pendudukan Belanda, dimungkinkan karena
adanya kebulatan tekad dan hasrat rakyat dan bangsa Indonesia untuk
tidak menerima kembalinya kekuasaan dan kedaulatan pemerintah
Belanda di bumi Indonesia. Hal ini dimanifestasikan dalam bentuk
perlawanan bersenjata tanpa mengenal menyerah.
Dengan dilancarkannya peperangan gerilya yang didukung oleh
segenap kekuatan rakyat (semesta), pasukan Indonesia dapat beralih
mengambil inisiatif dari taktik defensif ke taktik ofensif.
Pengembangan ini dimungkinkan kerana rakyat mau menerima
kehadiran para putera pejuang di tengah-tengah mereka, bahkan secara
bahu-membahu ikut berjuang dengan melancarkan serangan dan
gangguan terhadap kedudukan tentera Belanda.
Tepat seperti apa yang dikatakan oleh Jendral Abdul Haris
Nasution, yang pada masa itu menjabat sebagai Panglima Divisi
Siliwangi, yang antara lain berbunyi: …..Pihak Belanda dengan
kekuatan militer yang dimilikinya mungkin dapat menduduki kota-kota
dan wilayah lainnya, tetapi demikian ia tak akan mampu menguasai
seluruh wilayah kerana akan menghadapi perlawanan sengit dari
rakyat Indonesia. Dengan aksi perlawanan tersebut posisi Indonesia
menjadi pulih kekuatannya, sedangkan militer Belanda menjadi
semakin lemah untuk dapat menguasai dan menduduki tempat-tempat
yang strategis secara terus menerus. Pihak Indonesia secara berangsur-

7
angsur dapat melancarkan serangan-serangan gerilya, sedangkan pihak
musuh terikat pada pengawalan pos-pos yang statis defensif.
Pada masa itu, pasukan-pasukan Indonesia sudah mampu
mendekati kota-kota dan mengancam kedudukan Belanda di mana-
mana. Daerah-daerah pengaruh gerilya semakin meluas. Belanda
benar-benar kehilangan akal, aparatur pemerintahannya tidak dapat
berjalan, tentaranya terpaku di tempat-tempat kedudukannya. Belanda
gagal melaksanakan rencananya semula, untuk menguasai daerah-
daerah Jawa Timur, Jawa Barat, dan pantai utara Jawa Tengah, untuk
selanjutnya meniadakan sisa daerah atau wilayah kekuasaan Republik
Indonesia dalam rangka menguasai kembali seluruh wilayah
Indonesia.
b. Perjanjian Renville
Situasi di medan juang tidak lagi menguntungkan pihak
Belanda, selain adanya reaksi dan kecaman dari dunia internasional
terhadap serangan yang dilancarkannya, sehingga mendesak Belanda
untuk kembali berunding dengan Pemerintah Republik Indonesia.
Perundingan yang diselenggarakan di atas sebuah kapal perang
Amerika Serikat bernama Renville yang membuang sauh di Teluk
Jakarta, telah menghasilkan suatu Persetujuan Renville. Isi persetujuan
Renville menetapkan diterimanya tuntutan pihak Belanda, agar
pemerintah Indonesia mengosongkan kantung-kantung dalam arti
menarik pasukan bersenjata yang bergerilya dan unsur atau aparat
pemerintahan darurat Indonesia di daerah pendudukan Belanda.
Dengan hijrahnya prajurit-prajurit pejuang dari kantung-kantung di
Jawa Barat dan Jawa Timur kedaerah Indonesia, pihak Belanda dapat
mengkoordinasikan kekuasaan dan kekuatannya diseluruh daerah yang
diduduki nya, sedangkan posisi Indonesia dalam artian militer menjadi
semakin terpojok baik dalam arti strategis mahupun taktis.

8
Luas daerah atau wilayah kekuasaan Indonesia semakin sedikit,
hanya meliputi Daerah Istimewa Yogyakarta, Surakarta, Kediri, Kedu,
Madiun, sebagian dari keresidenan Semarang, Pekalongan, Tegal
bahagian selatan dan Banyumas, yang dari segi ekonomi dan militer
secara keseluruhan dalam keadaan dikepung dan diblok oleh Belanda.
Dari segi politik dengan ditariknya kekuatan perlawanan bersenjata
dari kantung-kantung di wilayah yang diduduki Belanda, maka aspek
dukungan militer terhadap diplomasi Republik Indonesia dalam
menghadapi Belanda telah hilang, di samping itu Belanda sendiri telah
mendirikan negara-negara boneka baik di Jawa dan Madura, Sumatra,
Kalimantan dan Sulawesi, dalam rangka memperketat pengepungan
serta meningkatkan ofensif politiknya terhadap Indonesia.
Persatuan nasional sebagai kekuatan pokok untuk menghadapi
serangan tentera Belanda yang dapat dilancarkan sewaktu-waktu, telah
menunjukkan kemerosotan yang mencemaskan sebagai akibat
terbentuknya oposisi yang kuat oleh Front Demokrasi Rakyat (FDR)
terhadap kebijaksanaan pemerintah di forum Komite Nasional
Indonesia Pusat (KNIP) yang berfungsi sebagai Dewan Perwakilan
Rakyat (DPR) pada masa itu.
Situasi kritis yang sedang dihadapi pemerintah dan bangsa
Indonesia dibidang politik, ekonomi dan militer semakin memuncak
dengan dilancarkannya pemberontakan yang didalangi oleh Partai
Komunis Indonesia (PKI}/Muso di Madiun pada bulan September
1948. Pemberontakkan yang didalangi oleh PKI/Muso tersebut
sangatlah keji, pada masa bangsa dan pemerintah Indonesia sedang
menghadapi ancaman Belanda dalam suatu perjuangan hidup dan mati.
Karena kesigapan dan juga loyalitas sebahagian besar Angkatan
Bersenjata baik yang berasal dari kantung-kantung maupun yang ada
di Jawa Tengah sendiri serta bantuan dan dukungan unsur-unsur

9
kekuatan lainnya, maka pemberontakkan PKI/Muso dapat dihancurkan
dan dipadamkan dalam waktu yang relatif singkat.
c. Perang Kemerdekaan II
Pada tanggal 19 Desember 1948 setelah dapat menambah
jumlah kekuatan militernya dengan mendatangkan lagi bantuannya
dari negeri Belanda sehingga mencapai sekitar 100.000 orang, Belanda
melancarkan lagi serangan militernya yang merupakan ‘aksi polisional
II’ atau bagi bangsa Indonesia dikenal sebagai Perang Kemerdekaan
II.
Aksi polisional II Belanda, bagi prajurit Angkatan Bersenjata
yang berasal dari kantung-kantung merupakan suatu hal yang dinanti-
nantikan, kerana apabila Belanda melancarkan serangan
ketenteraannya, maka hal itu akan membuka peluang untuk kembali
bergerilya di tempat asal masing-masing.
Dalam waktu singkat tentara Belanda mampu menguasai kota-
kota penting dan jalan-jalan raya diseluruh sisa daerah kekuasaan
Indonesia di Jawa dan Sumatra kecuali Daerah Istimewa Aceh, bagian
dari Sumatra Selatan dan Keresidenan Banten. Mengenai jalannya aksi
polisional II, Jendral Spoor, Panglima Tentera Belanda dengan nada
optimis antara lain menyatakan …operasi-operasi pokok telah selesai,
seterusnya kita hanya melakukan gerakan pembersihan terhadap sisa-
sisa kekuatan lawan, yang akan menghabiskan waktu dua atau tiga
bulan.
Pernyataan Jendral Spoor tersebut tidak sesuai dengan fakta
yang terjadi, bahwa serangan-serangan terhadap pos-pos dan
kedudukan pasukan Belanda telah menyebar ke daerah-daerah yang
tadinya ditinggalkan ‘hijrah’ oleh Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, sedangkan perlawanan dan serangan terhadap kekuatan

10
militer dan aparat pemerintahan sipil Belanda di luar Pulau Jawa dan
Sumatra masih tetap ada, bahkan masing sering terjadi.
Pendadakan dan kejutan yang sangat memalukan serta
menjatuhkan martabat Belanda dimata dunia internasional ialah, pada
waktu terjadi serangan terhadap Yogyakarta yang dilancarkan pada
tanggal 1 Maret 1949. Walaupun Yogyakarta dapat direbut atau
diduduki hanya dalam waktu enam jam, tetapi dampaknya terhadap
moral bangsa Indonesia dan diplomasi di forum internasional cukup
besar, serta merupakan bukti bahwa keberadaan dan perjuangan
bangsa dan Negara Indonesia masih tetap berlanjut.
Tamparan kedua bagi Belanda adalah pada waktu terjadi
serangan umum terhadap Surakarta antara tanggal 7 hingga 10
Agustus 1949, empat hari menjelang dihentikannya tembak menembak
oleh pihak Belanda dan Indonesia yang menghasilkan didudukinya
sebagian dari kota Surakarta oleh Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
Aksi polisional II merupakan kegagalan Belanda untuk
memaksa rakyat dan pemerintah Republik Indonesia bertekuk lutut
serta menerima kembali kedaulatan dan kekuasaannya di Indonesia.
Akhirnya Belanda harus mengakui kedaulatan dan kekuasaan (rakyat
dan) pemerintah Republik Indonesia diseluruh bekas wilayah
jajahannya di kepuluan Nusantara.
Pengakuan kedaulatan oleh Belanda tersebut secara resmi
dikukuhkan dalam Konferensi Meja Bundar (KMB) pada tanggal 27
Desember 1949 di Den Haag negeri Belanda.

11
2. Kurun Waktu 1950 – 1965
Pengakuan kedaulatan dan kemerdekaan bangsa Indonesia oleh dunia
internasional masih belum luput dari berbagai cobaan maupun
rongrongan yang bersumber dari unsur-unsur destruktif, baik di dalam
maupun dari luar negeri, seperti yang tercatat dalam rangkaian sejarah
berikut:
a. Angkatan Perang Ratu Adil
Gerakan teror Angkatan Perang Ratu Adil (APRA) pada
tanggal 23 Januari 1950 di Bandung, Jawa Barat, dibawah pimpinan
Kapten Raymond Westerling yang menolak pembubaran Negara
Pasundan, walaupun menggunakan APRA sebagai mitos untuk
memengaruhi opini masyarakat Jawa Barat, tetapi karena tidak
mendapatkan kepercayaan dari rakyat, maka gebrakan operasi
militernya hanya berlangsung beberapa hari dan pada akhirnya
dengan mudah dapat ditumpas oleh aparat keamanan Negara
Indonesia. Peristiwa Kudeta Angkatan Perang Ratu Adil atau Kudeta
23 Januari adalah peristiwa yang terjadi pada 23 Januari 1950 dimana
segerombolan orang bersenjata di bawah pimpinan mantan Kapten
KNIL Raymond Westerling yang juga mantan komandan pasukan
khusus (Korps Speciaale Troepen), masuk ke kota Bandung dan
membunuh semua orang berseragam TNI yang mereka temui. Aksi
gerombolan ini telah direncanakan beberapa bulan sebelumnya oleh
Westerling dan bahkan telah diketahui oleh pimpinan tertinggi militer
Belanda. Latar belakang Pada bulan November 1949, dinas rahasia
militer Belanda menerima laporan, bahwa Westerling telah
mendirikan organisasi rahasia yang mempunyai pengikut sekitar
500.000 orang. Laporan yang diterima Inspektur Polisi Belanda J.M.
Verburgh pada 8 Desember 1949 menyebutkan bahwa nama
organisasi bentukan Westerling adalah "Ratu Adil Persatuan

12
Indonesia" (RAPI) dan memiliki satuan bersenjata yang dinamakan
Angkatan Perang Ratu Adil (APRA). Pengikutnya kebanyakan
adalah mantan tentara KNIL dan yang desersi dari pasukan khusus
KST/RST. Dia juga mendapat bantuan dari temannya orang
Tionghoa, Chia Piet Kay, yang dikenalnya sejak berada di kota
Medan.
Pada 5 Desember malam, sekitar pukul 20.00 dia menelepon
Letnan Jenderal Buurman van Vreeden, Panglima Tertinggi Tentara
Belanda, pengganti Letnan Jenderal Spoor. Westerling menanyakan
bagaimana pendapat van Vreeden, apabila setelah penyerahan
kedaulatan Westerling berencana melakukan kudeta terhadap
Sukarno dan kliknya. Van Vreeden memang telah mendengar
berbagai kabar, antara lain ada sekelompok militer yang akan
mengganggu jalannya penyerahan kedaulatan. Juga dia telah
mendengar mengenai kelompoknya Westerling. Jenderal van
Vreeden, sebagai yang harus bertanggung-jawab atas kelancaran
"penyerahan kedaulatan" pada 27 Desember 1949, memperingatkan
Westerling agar tidak melakukan tindakan tersebut, tapi van Vreeden
tidak segera memerintahkan penangkapan Westerling. Surat
ultimatum Pada hari Kamis tanggal 5 Januari 1950, Westerling
mengirim surat kepada pemerintah RIS yang isinya adalah suatu
ultimatum. Dia menuntut agar Pemerintah RIS menghargai Negara-
Negara bagian, terutama Negara Pasundan serta Pemerintah RIS
harus mengakui APRA sebagai tentara Pasundan. Pemerintah RIS
harus memberikan jawaban positif dalm waktu 7 hari dan apabila
ditolak, maka akan timbul perang besar.
Ultimatum Westerling ini tentu menimbulkan kegelisahan
tidak saja di kalangan RIS, tetapi juga di pihak Belanda dan dr. H.M.
Hirschfeld (kelahiran Jerman), Nederlandse Hoge Commissaris

13
(Komisaris Tinggi Belanda) yang baru tiba di Indonesia. Kabinet RIS
menghujani Hirschfeld dengan berbagai pertanyaan yang
membuatnya menjadi sangat tidak nyaman. Menteri Dalam Negeri
Belanda, Stikker menginstruksikan kepada Hirschfeld untuk
menindak semua pejabat sipil dan militer Belanda yang bekerjasama
dengan Westerling. Pada 10 Januari 1950, Hatta menyampaikan
kepada Hirschfeld, bahwa pihak Indonesia telah mengeluarkan
perintah penangkapan terhadap Westerling. Sebelum itu, ketika
Lovink masih menjabat sebagai Wakil Tinggi Mahkota (WTM), dia
telah menyarankan Hatta untuk mengenakan pasal exorbitante
rechten terhadap Westerling. Saat itu Westerling mengunjung Sultan
Hamid II di Hotel Des Indes, Jakarta. Sebelumnya, mereka pernah
bertemu bulan Desember 1949. Westerling menerangkan tujuannya,
dan meminta Hamid menjadi pemimpin gerakan mereka. Hamid
ingin mengetahui secara rinci mengenai organisasi Westerling
tersebut. Namun dia tidak memperoleh jawaban yang memuaskan
dari Westerling. Pertemuan hari itu tidak membuahkan hasil apapun.
Setelah itu tak jelas pertemuan berikutnya antara Westerling dengan
Hamid.
Dalam otobiografinya Mémoires yang terbit tahun 1952,
Westerling menulis, bahwa telah dibentuk Kabinet Bayangan di
bawah pimpinan Sultan Hamid II dari Pontianak, oleh karena itu dia
harus merahasiakannya. Pertengahan Januari 1950, Menteri UNI dan
Urusan Provinsi Seberang Lautan, Mr.J.H. van Maarseven
berkunjung ke Indonesia untuk mempersiapkan pertemuan Uni
Indonesia-Belanda yang akan diselenggarakan pada bulan Maret
1950. Hatta menyampaikan kepada Maarseven, bahwa dia telah
memerintahkan kepolisian untuk menangkap Westerling. Ketika
berkunjung ke Belanda, Menteri Perekonomian RIS Juanda pada 20

14
Januari 1950 menyampaikan kepada Menteri Götzen, agar pasukan
elit RST yang dipandang sebagai faktor risiko, secepatnya dievakuasi
dari Indonesia. Sebelum itu, satu unit pasukan RST telah dievakuasi
ke Ambon dan tiba di Ambon tanggal 17 Januari 1950.
Pada 21 Januari Hirschfeld menyampaikan kepada Götzen
bahwa Jenderal Buurman van Vreeden dan Menteri Pertahanan
Belanda Schokking telah menggodok rencana untuk evakuasi
pasukan RST. Desersi Pada 22 Januari pukul 21.00 dia telah
menerima laporan, bahwa sejumlah anggota pasukan RST dengan
persenjataan berat telah melakukan desersi dan meninggalkan tangsi
militer di Batujajar. Mayor KNIL G.H. Christian dan Kapten KNIL
J.H.W. Nix melaporkan, bahwa kompi "Erik" yang berada di
Kampemenstraat malam itu juga akan melakukan desersi dan
bergabung dengan APRA untuk ikut dalam kudeta, tetapi dapat
digagalkan oleh komandannya sendiri, Kapten G.H.O. de Witt.
Engles segera membunyikan alarm besar. Dia mengontak Letnan
Kolonel TNI Sadikin, Panglima Divisi Siliwangi. Engles juga
melaporkan kejadian ini kepada Jenderal Buurman van Vreeden di
Jakarta. Antara pukul 8.00 dan 9.00 dia menerima kedatangan
komandan RST Letkol Borghouts, yang sangat terpukul akibat
desersi anggota pasukannya. Pukul 9.00 Engles menerima kunjungan
Letkol Sadikin. Ketika dilakukan apel pasukan RST di Batujajar pada
siang hari, ternyata 140 orang yang tidak hadir. Dari kamp di
Purabaya dilaporkan, bahwa 190 tentara telah desersi, dan dari SOP
di Cimahi dilaporkan, bahwa 12 tentara asal Ambon telah desersi.
Kudeta Namun upaya mengevakuasi Reciment Speciaale Troepen,
gabungan baret merah dan baret hijau terlambat dilakukan. Dari
beberapa bekas anak buahnya, Westerling mendengar mengenai
rencana tersebut, dan sebelum deportasi pasukan RST ke Belanda

15
dimulai, pada 23 Januari 1950 Westerling melancarkan kudetanya.
Subuh pukul 4.30, Letnan Kolonel KNIL T. Cassa menelepon
Jenderal Engles dan melaporkan: "Satu pasukan kuat APRA bergerak
melalui Jalan Pos Besar menuju Bandung." Westerling dan anak
buahnya menembak mati setiap anggota TNI yang mereka temukan
di jalan. 94 anggota TNI tewas dalam pembantaian tersebut, termasuk
Letnan Kolonel Lembong, sedangkan di pihak APRA, tak ada korban
seorang pun.
Sementara Westerling memimpin penyerangan di Bandung,
sejumlah anggota pasukan RST dipimpin oleh Sersan Meijer menuju
Jakarta dengan maksud untuk menangkap Presiden Soekarno dan
menduduki gedung-gedung pemerintahan. Namun dukungan dari
pasukan KNIL lain dan TII (Tentara Islam Indonesia) yang
diharapkan Westerling tidak muncul, sehingga serangan ke Jakarta
gagal total. Setelah puas melakukan pembantaian di Bandung,
seluruh pasukan RST dan satuan-satuan yang mendukungnya
kembali ke tangsi masing-masing. Westerling sendiri berangkat ke
Jakarta, dan pada 24 Januari 1950 bertemu lagi dengan Sultan Hamid
II di Hotel Des Indes. Hamid yang didampingi oleh sekretarisnya, dr.
J. Kiers, melancarkan kritik pedas terhadap Westerling atas
kegagalannya dan menyalahkan Westerling telah membuat kesalahan
besar di Bandung. Tak ada perdebatan, dan sesaat kemudian
Westerling pergi meninggalkan hotel. Setelah itu terdengar berita
bahwa Westerling merencanakan untuk mengulang tindakannya.
Pada 25 Januari Hatta menyampaikan kepada Hirschfeld, bahwa
Westerling, didukung oleh RST dan Darul Islam, akan menyerbu
Jakarta. Engles juga menerima laporan, bahwa Westerling melakukan
konsolidasi para pengikutnya di Garut, salah satu basis Darul Islam
waktu itu. Aksi militer yang dilancarkan oleh Westerling bersama

16
APRA yang antara lain terdiri dari pasukan elit tentara Belanda,
menjadi berita utama media massa di seluruh dunia. Hugh Laming,
koresponden Kantor Berita Reuters yang pertama melansir pada 23
Januari 1950 dengan berita yang sensasional. Osmar White, jurnalis
Australia dari Melbourne Sun memberitakan di halaman muka:
"Suatu krisis dengan skala internasional telah melanda Asia
Tenggara." Duta Besar Belanda di Amerika Serikat, van Kleffens
melaporkan bahwa di mata orang Amerika, Belanda secara licik
sekali lagi telah mengelabui Indonesia, dan serangan di Bandung
dilakukan oleh "de zwarte hand van Nederland" (tangan hitam dari
Belanda).
b. Pemberontakan Andi Azis
Pemberontakkan Andi Azis, salah seorang komandan bekas
satuan tentera Belanda yang meletus pada tanggal 5 April 1950 di
Makasar, Ujung Pandang dengan motivasi yang menuntut status dan
perlakuan khusus dari pemerintah Republik Indonesia Serikat (RIS).
Antara pihak pemberontak dengan utusan pihak pemerintah dari
Jakarta, semula diusahakan pemecahan masalah melalui perundingan
yang kemudian disusul dengan ultimatum, sehingga pada akhirnya
harus diambil tindakan militer. Pada tanggal 20 Ogos 1950 Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia dapat menguasai seluruh kota
Makasar atau Ujung Pandang.
c. Gerakan Republik Maluku Selatan
Gerakan Republik Maluku Selatan yang dipimpin oleh MR.
Dr. Christian Robert Steven Soumokil, yang bertujuan ingin
mendirikan Negara Republik Maluku Selatan yang terpisah dari
Negara Indonesia Serikat. Gerakan RMS mulai bergolak hampir
bersamaan dengan pemberontakan Andi Azis di Makasar, Ujung
Padang. Kota Ambon dapat dikuasai oleh pemerintah Republik

17
Indonesia Serikat pada tanggal 15 November 1950 melalui Gerakan
Operasi Senopati I dan II.
d. Gerakan Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia
Gerakan Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia
(PRRI) yang diproklamasikan oleh Letnan Kolonel Achmad Husein
sebagai Ketua Dewan Perjuangan pada tanggal 15 Februari 1958 di
Sumatra Barat dan Perjuangan Semesta (Permesta) di Sulawesi Utara
yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Ventje Sumual yang semula
menjabat KSAD PRRI/Permesta.
Penumpasan PRRI di Sumatra dilakukan dengan operasi
gabungan yang terdiri dari unsur-unsur kekuatan Tentara Angkatan
Darat, Laut dan Udara dari dua jurusan, melalui pendaratan di
Padang dan penerjunan pasukan para komando di Pekanbaru dan
Tabing. Pada tanggal 29 Mei 1961, Achmad Husein bersama
pasukannya secara rasmi melaporkan diri kepada Brigadir Jeneral
GPH Djatikusumo, Deputi Wilayah Sumatra Barat.
Disamping itu, perpecahan yang terjadi di antara para
pimpinan Permesta telah melemahkan kekuatan militer Permesta,
sehingga pada akhirnya pada tanggal 4 April 1961 antara Somba dari
pihak Permesta dan Pangdam XIII Merdeka Kolonel Sunandar
Priyosudarmo dilangsungkan penandatanganan naskah penyelesaian
Permesta.

C. Tujuan Pertahanan dan Keamanan


Pertahanan dan keamanan Indonesia adalah kemestaan daya upaya
seluruh rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan Negara
demi kelangsungan hidup bangsa dan Negara kesatuan republik Indonesia.
Pertahanan dan keamanan Negara republik Indonesia dilaksanakan dengan
menyusun, mengerahkan, dan menggerakkan seluruh potensi nasional secara

18
terintegrasi dan terkoordinasi. Penyelenggaran pertahanan dan keamanan
secara nasional merupakan salah satu fungsi utama pemerintahan dan Negara
republic Indonesia dengan TNI dan Polri sebagai intinya. Tujuannya adalah
untuk menciptakan keamanan bangsa dan Negara dalam rangka mewujudkan
ketahanan nasional Indonesia.
Wujud ketahanan, pertahanan, dan keamanan tercermin dalam kondisi
daya tangkal bangsa yang dilandasi oleh kesadaran bela Negara seluruh
rakyat. Kondisi ini mengandung kemampuan bangsa dalam memelihara
stabilitas pertahanan dan keamanan Negara, mengamankan pembangunan dan
hasil-hasilnya, serta mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara dan
menangkal segala bentuk ancaman. Sejalan dengan pengertian ketahanan
nasional, ketahanan pertahanan dan keamanan pada hakikatnya adalah suatu
keuletan dan ketanguhan bangsa dalam mewujudkan kesiapsiagaan serta
upaya bela Negara. Hal ini merupakan perjuangan rakyat semesta, di mana
seluruh potensi dan kekuatan ideology, politik, ekonomi, sosial
budaya,militer, dan kepolisian disusun dan dikerahkan secara terpimpin,
terintegrasi dan terkoordinasi untuk menjamin penyelenggaraan system
keamanan nasional, dan menjamin kesinambungan pembangunan nasional
serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia, yang secara
konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan dasar falsafah pancasila. Hal itu di
dasari oleh prinsip-prinsip nilai yang merupakan dasar keyakinan dan
kebenaran bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

D. Pengertian Bela Negara


Bela negara adalah sebuah konsep yang disusun oleh perangkat
perundangan dan petinggi suatu negara tentang patriotisme seseorang, suatu
kelompok atau seluruh komponen dari suatu negara dalam kepentingan
mempertahankan eksistensi negara tersebut. Secara fisik, hal ini dapat
diartikan sebagai usaha pertahanan menghadapi serangan fisik atau agresi dari

19
pihak yang mengancam keberadaan negara tersebut, sedangkan secara non-
fisik konsep ini diartikan sebagai upaya untuk serta berperan aktif dalam
memajukan bangsa dan negara, baik melalui pendidikan, moral, sosial
maupun peningkatan kesejahteraan orang-orang yang menyusun bangsa
tersebut.
Landasan konsep bela negara adalah adanya wajib militer. Subyek dari
konsep ini adalah tentara atau perangkat pertahanan negara lainnya, baik
sebagai pekerjaan yang dipilih atau sebagai akibat dari rancangan tanpa sadar
(wajib militer). Beberapa negara (misalnya Israel, Iran) dan Singapura
memberlakukan wajib militer bagi warga yang memenuhi syarat (kecuali
dengan dispensasi untuk alasan tertentu seperti gangguan fisik, mental atau
keyakinan keagamaan). Sebuah bangsa dengan relawan sepenuhnya militer,
biasanya tidak memerlukan layanan dari wajib militer warganya, kecuali
dihadapkan dengan krisis perekrutan selama masa perang.
Di beberapa negara, seperti Amerika Serikat, Jerman, Spanyol dan
Inggris, bela negara dilaksanakan pelatihan militer, biasanya satu akhir pekan
dalam sebulan. Mereka dapat melakukannya sebagai individu atau sebagai
anggota resimen, misalnya Tentara Teritorial Britania Raya. Dalam beberapa
kasus milisi bisa merupakan bagian dari pasukan cadangan militer, seperti
Amerika Serikat National Guard.
Di negara lain, seperti Republik China (Taiwan), Republik Korea, dan
Israel, wajib untuk beberapa tahun setelah seseorang menyelesaikan dinas
nasional.
Sebuah pasukan cadangan militer berbeda dari pembentukan
cadangan, kadang-kadang disebut sebagai cadangan militer, yang merupakan
kelompok atau unit personel militer tidak berkomitmen untuk pertempuran
oleh komandan mereka sehingga mereka tersedia untuk menangani situasi tak
terduga, memperkuat pertahanan negara.

20
Peran penting Bela Negara dapat dikuak secara lebih jernih dan
mendalam melalui perspektif pertahanan. Keutuhan wilayah Indonesia,
beserta seluruh sumber daya, kedaulatan dan kemerdekaannya, selalu
terancam oleh agresi asing dari luar dan pergolakan bersenjata dari dalam.
Kalau ancaman ini menjadi nyata dan Indonesia tidak siap, semuanya bisa
kembali ke titik nol. Antisipasi para pendiri bangsa tercantum dalam salah
satu poin tujuan nasional yaitu “Melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia”. Pernyataan ini menjadi dasar dari tujuan
pertahanan. Ia tidak berdiri sendiri tetapi berbagi ruang dengan tujuan
keamanan atau ketertiban sipil dan berdampingan 3 (tiga) tujuan lainnya,
yakni tujuan kesejahteraan (memajukan kesejahteraan umum), tujuan
keadaban (mencerdaskan kehidupan bangsa) dan tujuan kedamaian
(berpartisipasi aktif dalam perdamaian dunia yang adil dan abadi). Tiap-tiap
warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara dan
Syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan undang-undang.
Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada negara
dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela negara itu sangat
luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan
baik sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal ancaman nyata
musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya adalah bersikap dan berbuat yang
terbaik bagi bangsa dan negara.
 Unsur Dasar Bela Negara :
1. Cinta Tanah Air
2. Kesadaran Berbangsa & bernegara
3. Yakin akan Pancasila sebagai ideologi negara
4. Rela berkorban untuk bangsa & negara
5. Memiliki kemampuan awal bela negara

21
 Contoh-Contoh Bela Negara :
1. Melestarikan budaya
2. Belajar dengan rajin bagi para pelajar
3. Taat akan hukum dan aturan-aturan negara
4. Mencintai produk-produk dalam negeri
Pemerintah Indonesia saat ini menjalankan program pelatihan Bela
Negara yang terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat. Pada tanggal 22
Oktober 2015, Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu
meresmikan pembukaan program bela negara. Program tersebut dimaksudkan
untuk memperteguh keyakinan berdasarkan 5 unsur tersebut di atas, dan
program ini bukanlah sebuah bentuk wajib militer.
Pada tanggal 23 Februari 2016, Menhan Ryamizard Ryacudu kembali
meresmikan peluncuran Situs web resmi (portal belanegara). Portal tersebut
dimaksudkan untuk menjadi sumber penyebaran informasi kepada masyarakat
tentang program Bela Negara, dan masyarakat juga bisa memberikan saran
dan masukan di portal tersebut.

 Pengertian Bela Negara di Indonesia.


Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai
oleh kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin
kelangsungan hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha
pembelaan negara dan syarat-syarat tentang pembelaan diatur dengan
undang-undang. Kesadaran bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti
pada negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum bela
negara itu sangat luas, dari yang paling halus, hingga yang paling keras.
Mulai dari hubungan baik sesama warga negara sampai bersama-sama
menangkal ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya

22
adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan Negara. Di
Indonesia proses pembelaan negara sudah diatur secara formal ke dalam
Undang-undang. Diantaranya sudah tersebutkan ke dalam Pancasila serta
Undang-undang Dasar 1945, khususnya pasal 30. Didalam pasal tersebut,
dijelaskan bahwa membela bangsa merupakan kewajiban seluruh rakyat
Indonesia tanpa terkecuali.
Dengan melaksanakan kewajiban bela bangsa tersebut, merupakan
bukti dan proses bagi seluruh warga negara untuk menunjukkan
kesediaan mereka dalam berbakti pada nusa dan bangsa, serta kesadaran
untuk mengorbankan diri guna membela negara. Pemahaman bela negara
itu sendiri demikian luas, mulai dari pemahaman yang halus hingga keras.
Diantaranya dimulai dengan terbinanya hubungan baik antar
sesama warga negara hingga proses kerjasama untuk menghadapi
ancaman dari pihak asing secara nyata. Hal ini merupakan sebuah bukti
adanya rasa nasionalisme yang diejawantahkan ke dalam sebuah sikap
dan perilaku warga negara dalam posisinya sebagai warga negara.
Didalam konsep pembelaan negara, terdapat falsafah mengenai cara
bersikap dan bertindak yang terbaik untuk negara dan bangsa.

E. Hubungan Bela Negara dengan Pertahanan dan Keamanan


Bagi bangsa Indonesia, perang merupakan jalan terakhir yang terpaksa
harus ditempuh untuk mempertahankan ideologi negara, kemerdekaan dan
kedaulatan NKRI. Doktrin dan Sistem Pertahanan Negara Indonesia tersebut
secara tersirat mencerminkan pandangan bangsa Indonesia tentang konsep
perang dan damai, yakni “Bangsa Indonesia cinta damai, akan tetapi lebih
cinta kemerdekaan”. Oleh karenanya, bangsa Indonesia tidak
mengembangkan ajaran tentang kekuasaan dan adu kekuatan, karena hal
tersebut mengandung benih-benih persengketaan, permusuhan dan
ekspansionisme. Indonesia mengembangkan dan menyelenggarakan sistem

23
pertahanan negaranya dalam nuansa keterbukaan, yang merupakan
perwujudan prinsip cinta damai dan ingin hidup berdampingan secara
harmonis dengan negara negara lain. Sikap dan cara pandang bangsa
Indonesia tersebut merefleksikan pandangan Geopolitik dan Geostrategi
bangsa Indonesia yang secara jelas dituangkan dalam Buku Putih Pertahanan
Indonesia tahun 2008. Sistem Pertahanan Semesta. Sebagai penjabaran
konstitusi pada aspek pertahanan, bangsa Indonesia telah menyusun Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara yang menetapkan
bahwa Sistem Pertahanan Negara Indonesia adalah sistem pertahanan bersifat
semesta yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah, dan sumber daya
nasional lainnya. Hal ini merupakan upaya untuk menyinergikan kinerja
komponen Militer dan Nir Militer dalam rangka menjaga, melindungi dan
memelihara kepentingan nasional Indonesia. Sistem Pertahanan Semesta
memadukan pertahanan militer dan pertahanan nirmiliter yang saling
menyokong dalam menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah NKRI,
dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman.
Dalam UU RI Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara
ditegaskan bahwa sebagai wujud dari kesemestaan, pelibatan seluruh warga
negara dalam upaya bela negara merupakan kewajiban sekaligus haknya. UU
Pertahanan Negara juga mengklasifikasikan bahwa bala pertahanan negara
yang digolongkan pada tiga kelompok, yakni Komponen Utama (TNI),
Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung. UU RI Nomor 3 Tahun
2002 pasal 9 ayat (2) juga menjabarkan bahwa keikutsertaan warga negara
dalam upaya bela negara, diselenggarakan melalui: pendidikan
kewarganegaraan; pelatihan dasar kemiliteran secara wajib; pengabdian
sebagai prajurit TNI; dan pengabdian sesuai dengan profesi. Dengan
demikian, Sistem Pertahanan Semesta dilaksanakan dengan melibatkan
seluruh warga negara, wilayah, serta segenap sumber daya nasional yang
dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan diselenggarakan secara total,

24
terpadu, terarah, dan berlanjut. Pada masa damai, sistem pertahanan semesta
dibangun untuk menghasilkan daya tangkal yang tangguh dengan menutup
setiap ruang yang dapat menjadi titik lemah. Pembangunan Sistem Pertahanan
Semesta pada masa damai dilaksanakan dalam kerangka pembangunan
nasional yang tertuang dalam program pemerintah yang berlaku secara
nasional. Tentara Nasional Indonesia (TNI) di masa damai melaksanakan
fungsi Operasi Militer Selain Perang (OMSP), membantu lembaga pemerintah
di luar Kementerian Pertahanan dan masyarakat untuk melaksanakan fungsi
Pertahanan Sipil sesuai profesinya menghadapi ancaman non-militer.
Disamping itu, TNI juga membantu pemerintah (dalam hal ini Kementerian
Pertahanan) dalam rangka melatih dan membentuk sumber daya manusia non-
TNI, potensi sumber daya alam dan buatan, serta sarana prasarana nasional
untuk ditransformasikan menjadi potensi pertahanan negara pada saat
dibutuhkan.
Pada masa perang atau pada kondisi negara menghadapi ancaman
nyata, pemerintah mendayagunakan Sistem Pertahanan Negara sesuai dengan
hakikat ancaman atau tantangan yang dihadapi. Sistem Pertahanan Negara
dalam menghadapi ancaman militer memadukan pertahanan militer dan
pertahanan nirmiliter dalam susunan Komponen Utama Pertahanan, yaitu
TNI, serta Komponen Cadangan dan Komponen Pendukung yang terdiri atas
warga negara, sumber daya alam, sumber daya buatan, serta sarana dan
prasarana nasional. Komponen Cadangan dibentuk dari sumber daya nasional
yang dipersiapkan untuk dikerahkan melalui mobilisasi guna memperbesar
dan memperkuat kekuatan dan kemampuan TNI. Spektrum Bela Negara.
Dalam perspektif hidup bernegara, konsep pertahanan negara dalam masa
damai maupun masa perang tersebut pada dasarnya merefleksikan spektrum
bela negara yang harus dipahami oleh setiap warganegara. Hal ini mengingat
bahwa setiap bangsa akan senantiasa dihadapkan pada perjuangan untuk
mempertahankan ruang hidup dan kepentingan nasionalnya. Oleh karena itu,

25
spektrum bela negara tidak terbatas pada pemahaman bela negara secara fisik
pada masa perang saja, melainkan juga mencakup pada aspek yang lebih luas
mulai dari bentuk yang paling halus (soft) hingga aspek yang paling keras
(hard). Bela negara dalam spektrum yang halus atau lunak (soft) mencakup
aspek psikologis (psychological) dan aspek fisik (physical). Aspek psikologis
mencerminkan kondisi jiwa, karakter dan jati diri setiap warganegara yang
dilandasi oleh pemahaman nilai – nilai luhur bangsa, Ideologi Pancasila dan
UUD NRI tahun 1945. Muara kondisi psikologis ini akan direpresentasikan
oleh pola pikir dan pola sikap yang mencerminkan soliditas wawasan
kebangsaan, persatuan dan kesatuan bangsa serta kesadaran bela negara.
Aspek fisik pada dasarnya merupakan implementasi dan perwujudan bela
negara aspek psikologis yang tercermin dari pola tindak secara nyata dalam
perjuangan mengisi kemerdekaan melalui berbagai aktitivitas, mulai dari
pengabdian sesuai profesi, menjunjung tinggi nama bangsa dan negara dalam
berbagai kegiatan nasional maupun internasional, partisipasi aktif dalam
penanganan permasalahan sosial maupun bencana hingga kewaspadaan
individual dalam menghadapi ancaman non fisik dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya.
Bela negara dalam spektrum yang keras (hard) merupakan bentuk hak
dan kewajiban perwujudan bela negara secara fisik dalam menghadapi
ancaman yang didominasi oleh ancaman militer negara lain. Disadari bahwa
saat ini, perang yang melibatkan kekuatan militer secara langsung sudah tidak
menjadi model penyelesaian konflik antar dua negara. Namun demikian,
sebagai bangsa yang merdeka dan berdaulat, bangsa Indonesia harus tetap
memiliki kesadaran bahwa probabilitas terjadinya perang masih sangat
terbuka. Perang terbatas yang terjadi di berbagai kawasan di Afrika,
Afganistan dan Irak merupakan gambaran bahwa probabilitas perang masih
menjadi pilihan dalam mempertahankan kepentingan nasional suatu bangsa.
Dengan berbagai permasalahan perbatasan dengan negara tetangga yang

26
belum terselesaikan, maka spektrum bela negara secara fisik tetap harus
dipahami, dijaga dan dikembangkan secara proporsional dan profesional.
Untuk itu, negara telah menyusun doktrin dan sistem pertahanan semesta yang
mengakomodosi hak maupun kewajiban bela negara warganegaranya secara
terencana, terukur, terorganisir dan sistematis. Mekanisme pelaksanaan yang
ditetapkan oleh peraturan perundangan terkait peran, tugas dan tanggung
jawab Komponen Utama, Komponen Cadangan (Kombatan) dan Komponen
Pendukung (Non Kombatan) harus dipahami secara utuh tanpa disertai
pretensi negatif yang melahirkan sikap resistensi.
Keberadaan Komponen Cadangan maupun Komponen Pendukung
harus dipandang sebagai wadah dan sarana menyalurkan energi kolektif
bangsa agar sikap militansi dalam bela negara tidak berkembang menjadi
sikap anarkis yang merusak langkah – langkah diplomasi bangsa Indonesia
secara keseluruhan. Melalui pemahaman komprehensif inilah, bela negara
dalam spektrum yang keras dapat terselenggara dengan proporsional sehingga
mampu memperbesar dan memperkuat Komponen Utama. Yang perlu
dipahami, spektrum bela negara mulai dari spektrum lunak hingga spektrum
keras merupakan spektrum bela negara yang tidak terputus dan berkelanjutan.
Bela negara spektrum lunak merupakan pondasi dasar terbentuknya kualitas
bela negara spektrum keras. Artinya, kualitas bela negara spektrum lunak
akan berbanding lurus dengan kualitas bela negara spektrum keras. Dengan
demikian tidak dapat dipungkiri bahwa membangun pemahaman bela negara
yang komprehensif di masa damai merupakan faktor kunci keberhasilan
terselenggaranya implementasi konsep bela negara dalam sistem pertahanan
semesta. Intelektual Muda dan Peranannya. Komponen Pendukung
dikelompokkan dalam lima suku komponen pendukung, yakni Garda Bangsa,
tenaga ahli sesuai dengan profesi dan bidang keahliannya, warga negara
lainnya, industri nasional, sarana dan prasarana, serta sumber daya buatan dan
sumber daya alam yang dapat digunakan untuk kepentingan pertahanan.

27
Intelektual muda menempati posisi sebagai komponen pendukung yang sangat
potensial dalam mengembangkan potensi pertahanan nirmiliter dimana
pertahanan dilakukan melalui usaha tanpa menggunakan kekuatan senjata,
melainkan dengan pemberdayaan faktor-faktor ideologi, politik, ekonomi,
sosial budaya, dan teknologi. Dalam masa damai maupun masa perang,
sesungguhnya kalangan intelektual muda sebagai garda bangsa dalam
pertahanan nirmiliter, memiliki peran yang vital dan krusial sebagai kekuatan
potensial agen perubahan dalam pembentukan watak dan karakter bangsa. Di
tengah tantangan perubahan yang membawa tata laku dan tata nilai baru,
kalangan muda terpelajar harus mampu membekali dan membentengi diri
dengan wawasan kebangsaan yang kuat. Generasi muda, utamanya para
intelektual muda harus mampu memilih dan memilah tata nilai baru yang
tidak sesuai dengan identitas dan jati diri bangsa yang bercirikan semangat
gotong royong.
Beratnya tantangan yang dihadapi generasi muda, harus pula disikapi
dengan menjaga keseimbangan antara kecerdasan intelektual dengan
kecerdasan emosional maupun kecerdasan spiritual. Keseimbangan ketiga
faktor tersebut, diharapkan akan mewujudkan perilaku kalangan muda yang
senantiasa menjunjung tinggi Moral dan Etika; Kejujuran dan Kebangsaan.
Tanpa keseimbangan ketiga faktor tersebut, kecerdasan yang dimiliki generasi
muda justru akan menggerogoti sendi sendi kehidupan bangsa. Kemampuan
inilah yang sesungguhnya merupakan wujud bela negara dalam spektrum
yang halus yang perlu dilakukan oleh kalangan muda di masa damai. Dengan
disertai karakter kebangsaan yang kuat, ilmu pengetahuan, kecerdasan dan
kompetensi yang dimiliki, merupakan modal utama kalangan intelektual muda
untuk menjalankan kewajiban bela negaranya dalam memperkuat pertahanan
negara di berbagai bidang kehidupan nasional. Dalam perspektif Ketahanan
Nasional, justru peran bela negara dalam spektrum lunak inilah yang akan
menentukan kualitas pertahanan dan ketahanan bangsa kedepan. Oleh karena

28
itu, kalangan muda harus menempatkan diri secara cerdas dan mengambil
peran aktifnya dalam berbagai proses pembangunan nasional, utamanya dalam
pembangunan watak dan karakter bangsa. Hal ini perlu dilakukan mengingat
profesi, pengetahuan dan keahlian, serta kecerdasan yang dijiwai oleh
semangat kebangsaan merupakan potensi yang dapat dimanfaatkan untuk
mengelola berbagai potensi sumber daya alam secara efektif dalam
membangun perekonomian nasional. Berbekal dengan potensi yang sama,
kalangan muda dalam peran bela negaranya sebagai salah satu kekuatan
Komponen Pendukung, dapat berpartisipasi dalam membangun kemampuan
dan kemandirian industri strategis yang dibutuhkan dalam pertahanan negara.

29
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pertahanan Nasional adalah segala usaha untuk mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah sebuah negara dan keselamatan segenap
bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara.
Keamanan Nasional adalah kebijakan publik untuk memastikan
keselamatan dan keamanan negara melalui penggunaan kuasa ekonomi dan
militer dan penjalanan diplomasi, baik dalam damai dan perang.
Bela Negara adalah sikap dan perilaku warga negara yang dijiwai oleh
kecintaannya kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945 dalam menjalin kelangsungan
hidup bangsa dan negara yang seutuhnya.
Bela Negara merupakan salah satu upaya untuk menjaga Pertahanan
dan Keamanan suatu Negara. Pengalaman dan Keahlian yang didapat saat
bela Negara dapat digunakan sebagai salah satu komponen dalam Pertahanan
dan Keamanan dalam keadaan kegentingan yang memaksa. Hal ini
dikarenakan Indonesia menganut Sistem Pertahanan Rakyat Semesta. Sistem
Pertahanan Rakyat Semesta sendiri adalah sistem pertahanan yang bersifat
semesta, yang melibatkan seluruh warga negara, wilayah dan sumber daya
nasional lainnya, serta dipersiapkan secara dini oleh pemerintah dan
diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, berkesinambungan dan
berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan
keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan melindungi
keselamatan segenap bangsa dari setiap ancaman. Hal ini mengakibatkan
seluruh komponen rakyat Indonesia untuk turut andil dalam Pertahanan dan
Keamanan Indonesia.

30
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat penulis sampaikan dalam makalah ini yaitu:
1) Pertahanan dan Keamanan hendaknya lebih menjadi perhatian dan
urgensitas dalam tatanan birokrasi Indonesia.
2) Bela Negara hendaknya diterapkan dan menjadi program wajib minimal
pada jenjang pendidikan SMA atau sederajat.
3) Dinamika dalam Bela Negara berbanding lurus dengan dinamika
Pertahanan Keamanan, sehingga peningkatan Bela Negara juga
mempengaruhi peningkatan Pertahanan Keamanan. Hendaknya
pemerintah Indonesia lebih meningkatkan kesadaran Bela Negara melalui
program-program serta edukasi dalam masyarakat.

31
DAFTAR PUSTAKA

https://www.kompasiana.com/udadenaichaniago/59e68f6476168151884be492/arti-
penting-kerjasama-pertahanan-negara?page=all (diakses pada tanggal 13
Desember 2019)

https://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Pertahanan_Indonesia (diakses pada tanggal 13


Desember 2019

https://www.kemhan.go.id/wp-content/uploads/2018/11/wiraedisikhusus1.pdf
(diakses tanggal 14 Desember 2019)

https://www.kompasiana.com/agusnugroho380/563f154b6523bd7c1403c47d/filosofi-
pertahanan-dan-keamanan (diakses tanggal 14 Desember 2019)

https://www.kemhan.go.id/belanegara/opini/asd (diakses tanggal 14 Desember 2019)

https://www.wantannas.go.id/2018/10/19/bela-negara-pengertian-unsur-fungsi-
tujuan-dan-manfaat-bela-negara/ (diakses pada tangga 15 Desember 2019)

32

Anda mungkin juga menyukai