Anda di halaman 1dari 25

PENANGANAN FISIOTERAPI PADA KONDISI SPRAIN ANKLE DENGAN

INTERVENSI ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN

Makalah ini disusun Guna Memenuhi Tugas Ulangan Akhir Semester


Mata Kuliah Dasar Kesehatan Masyrakat
Dosen Pengampu : Teguh Irawan

Disusun Oleh :
1. Ayu Sulistani (1017001682)
2. Nestri Tyas P. (1017001841)
3. Fany Anggraeni (1017001881)

PROGRAM STUDI D III FISIOTERAPI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS PEKALONGAN
2019

1
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr. Wb.

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadiran Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya kepada kami sehingga mampu menyelesaikan Tugas Ulangan
Akhir Semester
Mata Kuliah Dasar Kesehatan Masyrakat dengan judul ” PENANGANAN
FISIOTERAPI PADA KONDISI CARPAL TUNNEL SYNDROME DENGAN
INTERVENSI ULTRASOUND DAN TERAPI LATIHAN

Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan pengetahuan kepada masyrakat
umum mengenai kondisi Carpal Tunnel Syndrome dan cara penanganannya menurut
fisioterapi. Dengan ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun sehingga
Makalah ini menjadi lebih baik lagi.Semoga makalah yang kami buat dapat bermanfaat.

Wassalamualaikum Wr.Wb.

Pekalongan, Juni 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

BAB I .................................................................................................................... 6
PENDAHULUAN .................................................................................................. 6
A.Latar Belakang ............................................................................................... 6
B. Rumusan Masalah .......................................................................................... 7
C.Tujuan dan Manfaat Makalah ........................................................................... 7
BAB II................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................................... 8
A. Deskripsi Kasus.......................................................................................... 8
BAB III PEMBAHASAN ..................................... Error! Bookmark not defined.
A. Peran Fisioterapi ....................................... Error! Bookmark not defined.
BAB IV PENUTUP .............................................................................................. 19
Saran dan Simpulan ......................................................................................... 21

4
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Menurut hasil penelitian The Electronic Injury National Surveillance System


(NEISS) di Amerika menunjukkan bahwa sprain ankle di pengaruhi oleh jenis kelamin,
usia, dan keterlibatan dalam olah raga. Laki-laki berusia antar 15-24 tahun memiliki
tingkat lebih tinggi terkana sprain ankle, dan perempuan usia 30 tahun memiliki
tingkat lebih tinggi terkena sprain ankle. Setengah dari semua keseleo pergelangan kaki
(58,3%) terjadi selama kegiatan atletik, dengan basket (41,1%), football (9,3%), dan
soccer (7,9%). Hal ini dapat membuktikan bahwa persentase tertinggi sprain ankle
adalah selama berolahraga. (Martin et al., 2013).

Cedera sprain ankle dapat terjadi karena overstretch pada ligamen complex
lateral ankle dengan posisi inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba terjadi saat kaki
tidak menumpu sempurna pada lantai/ tanah, di mana umumnya terjadi pada permukaan
lantai/ tanah yang tidak rata. Ligamen pada lateral ankle antara lain: ligamen
talofibular anterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi.
Ligamen talofibular posterior yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi.
Ligamen calcaneocuboideum yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah plantar
fleksi. Ligamen talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi
dan ligamen calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi
(Chan, 2011).

Fisioterapi sangat peduli pada kesehatan manusia, baik secara individu maupun
kelompok untuk memaksimalkan potensi gerak yang berhubungan dengan
mengembangkan, mencegah, mengobati, dan mengembalikan gerak dan fungsi
tubuh seseorang dengan menggunakan modalitas fisioterapi. Di dalam
menanggulangi gangguan fungsi pada sprain ankle kronis di perlukan pendekatan
fungsional yang komprehensif melalui pelayanan fisioterapi (Miller, 2011).

6
1.2 Rumusan Masalah
a. Bagaimana gambaran anatomi dan fisiologi Ankle foot?
b. Apa sajakah tanda dan gejala, serta etiologi dari sprain ankle?
c. Bagaimana cara pemeriksaan fisioterapi terhadap sprain ankle?
d. Bagaimana penanganan Fisioterapi pada kasus sprain ankle?

1.3 Tujuan Penulisan


a. Memberikan pemahaman lebih lanjut pada kasus yang sedang ditangani
b. Meningkatkan pengetahuan secara spesifik agar problema fisioterapi dapat
diselesaikan dengan baik
c. Memberikan gambaran dan perencanaan apabila menemukan kasus yang sama di
lapangan.

1.4 Manfaat Penelitian


a. Mengetahui patofisiologi sprain ankle beserta mekanisme cedera
b. Mempelajari pemeriksaan untuk penegakan diagnosa fisioterapi pada kasus sprain
ankle
c. Menentukan intervensi dan modalitas yang sesuai dalam penanganan sprain
angkle pada setiap derajatnya

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Sprain merupakan tarikan, peregangan, atau robeknya jaringan lunak seperti


kapsul sendi, ligamen, tendon, dan otot. Sprain ankle merupakan kondisi terjadinya
penguluran dan kerobekan pada ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh
adanya gaya inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna
pada lantai/tanah, dimana umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata.

Sprain ankle memiliki derajat sprain sesuai tingkat kerusakannya :

 Derajat I ; umumnya terjadi penguluran pada ligamenum talofibular anterior


sehingga pasien nyeri ringan dan sedikit bengkak
 Derajat II dan III; kerobekan parsial dan kompleks telah terjadi pada ligamentum
lateral compleks ankle (ligamentum talofibular anterior, ligamentum
calcaneofibular, ligamentum calcaneocuboideum, ligamentum talocalcaneus, dan
ligamentum talofibular posterior). Pada derajar II dan III, pasien mengalami nyeri
hebat (aktualitas tinggi), bengkak dan penurunan fungsi ankle (gangguan
berjalan).

2.2 Anatomi

2.2.1 Struktur Tulang Ankle and foot

Terdiri dari 28 tulang dan paling sedikit 29 sendi, yang mana Ankle
dibentuk oleh ujung distal os. Tibia dan os. Fibula (yang kompleks terdiri dari 3
artikulasi: sendi talocrural, sendi subtalar, dan tibiofibular) yang bersendi
langsung dengan: Os. Talus paling atas, Os. Calcaneus paling belakang, Os.
Navicularis bagian medial, Os. Cuboideus bagian lateral, Ossa. Cuneiforme
bagian medial, middel, lateral, Ossa. Metatarsalia 5 buah, dan Ossa. Phalangeal 14
buah (Bonnel et al.,2010). Pada ankle terdiri atas pengelompokan, diantaranya :

a. Fore foot, terdiri dari: Ossa metatarsalia dan Ossa phalangea, pada anterior
segmen.

8
b. Mid foot, terdiri dari : Os. Navicularis, Os Cuboid dan Ossa Cuneiforme,
pada middle segmen.

c. Rear foot, terdiri dari: Os, Talus dan Os Calcaneus (Subtalar joint/Talo
calcanel joint), posterior segmen.

Gambar 2.1 Ankle and foot joint sebagai stabilisasi pasif

Sumber: Atlas anatomi (Atner, 2002)

2.2.2 Persendian kaki

1. Distal Tibio Fibular Joint

Distal tibio fibular joint merupakan syndesmosis joint dengan satu


kebebasan gerak kecil. Diperkuat anterior dan posterior tibiofibular ligament
dan interroseum membran.

2. Ankle Joint (Talo Crural Joint)/Rear Foot

Talocrural, atau tibiotalar, secara fungsional talocrural joint dapat


dianggap sebagai synovial hinge joint, dibentuk oleh cruris (tibia dan fibula)
dan os. Talus, maleolus medial, dan maleolus lateral. Gerakan-gerakan yang
terjadi fleksi dorsal dan fleksi plantar.

9
3. Subtalar Joint (Talo Calcaneal Joint)/Rear Foot

Subtalar joint merupakan jenis sendi plan joint, dibentuk oleh os. Talus
dan Calcaneus. Arthrokinematik dan osteokinematik adalah gerakan yang
terjadi berupa adduksi (valgus) dan abduksi (varus), yang ROM keduanya
adalah hard end feel. Semakin besar posisi kaki dalam fleksi plantar, semakin
besar kemiringan varusnya. Diperkuat oleh talocalcaneal ligamen.

Biomekanik sendi subtalar sangat penting dalam stabilitas pergelangan


kaki, terutama gerakan inversi dan eversi dalam upaya untuk menjaga kaki
stabil

di bawah pusat gravitasi (Kisner dan Colby, 2012)

4. Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint

Midtarsal joint (Mid foot) / Inter Tarsal Joint terdiri dari:

a. Talo calcaneo navicular joint, memiliki cekungan permukaan sendi yang


kompleks, termasuk jenis sendi plan joint. Diperkuat oleh plantar
calcaneonavicular ligamen.

b. Calcaneo cuboid joint, merupakan plan joint, bersama talonavicularis


membentuk transverse tarsal (mid tarsal joint). Diperkuat ligamen spring,
dorsal talo navicular ligamen, bifurcatum ligamen, Calcaneo cuboid
ligamen, Plantar calcaneocuboid ligamen.

c. Cuneo navicular joint, navikular bersendi dengan cuneiforme I, II, III ,


berbentuk konkaf. Cuneiforms bagian plantar berukuran lebih kecil,
bersama cuboid membentuk transverse arc. Gerak utama; plantar – dorsal
fleksi. Saat plantar fleksi terjadi gerak luncur cuneiform ke plantar.

d. Cuboideocuneonavicular joint, sendi utamanya adalah cuneiform II-


cuboid berupa plan joint. Gerak terpenting adalah inversi dan eversi. Saat
inversi cuboid translasi ke plantar medial terhadap cuneiform III.

e. Intercuneiforms joint, dengan navicular membentuk transverse arc saat


inversi-eversi terjadi pengurangan-penambahan arc. Arthrokinematiknya
berupa gerak translasi antar os. tarsal Joint.

10
e. Cuneiforms I-II-III bersendi dengan metatarsal I-II-III, cuboid bersendi
dengan metatarsal IV-V, Metatarsal II ke proximal sehingga bersendi juga
dengan Cuneiforms I-III, sehingga sendi ini paling stabil dan gerakannya
sangat kecil. Arthrokinematiknya berupa traksi gerak Metatrsal ke distal
(Barr, 2005).

5. Metatarso phalangeal dan Inter phalangeal Joint (Fore Foot)

a. Metatarso phalangeal Joint.

Distal metatarsal berbentuk konveks membentuk sendi ovoid-hinge


dengan gerak: fleksi-ekstensi dan abduksi-adduksi.

b. Proximal dan Distal Interphalangeal Joint

Caput proximal phalang berbentuk konveks dan basis distal


phalang berbentuk konkav membentuk sendi hinge.

Gambar 2.2 Persendian kaki kaki

Atlas Anatomi Manusia (Sobotta, 2010)

11
2.2.3 Arcus kaki

Ada dua arcus, Longitudinal Arc dan Transverse Arc:

1. Longitudinal Arc: merupakan kontinum dari calcaneus dan caput


metatarsal.

2. Transverse Arc: bagian proxikmal dibatasi os. Cuboideum, lateral


cuneiforme, mid cuneiforme dan medial cuneiforme lebih cekung dan
pada bagian distal oleh caput metatarsalia yang lebih datar (Bonnel et
al., 2010).

2.2.4 Fascia

Ankle and foot terdapat fascia superficialis dorsum pedis yang terletak di
bagian distal retinaculum musculorum extensoren inferius. Fascia ini membentuk
fascia cruris dan terbentang ke distal masuk ke dalam aponeurosis extensoris jari-
jari. Pada bagian proksimal melekat pada retinaculum musculorum extensor
superior dan membentuk penyilangan dengan retinaculum musculorum
extensorum inferius hanya dapat dilihat pada diseksi perlahan-lahan dan bagian
lateralnya crus proksimal sering tidak ada. Disebelah dalam tendon-tendon
musculus extensor digitorum longus yang merupakan lapisan jaringan
penyambung fascia profunda dorsum pedis yang padat, kaku dan juga melekat
pada batas-batas kaki (Kisner dan Colby, 2012).

2.2.5 Struktur Ligamen Ankle

Ligamen merupakan struktur yang elastis dan sebagai stabilisasi pasif pada
ankle and foot joint. Ligamen yang sering mengalami cedera yaitu ligament
kompleks lateral kaki antara lain: ligamen talofibular anterior yang berfungsi
untuk menahan gerakan ke arah plantar fleksi, ligamen talofibular posterior yang
berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inverse, ligamen calcaneocuboideum
yang berfunsgsi untuk menahan gerakan kearah plantar fleksi, ligamen
talocalcaneus yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi dan ligamen
calcaneofibular yang berfungsi untuk menahan gerakan ke arah inversi membuat
sendi kaki terkunci pada batas tertentu sehingga tebentuknya stabilitas pada kaki
dan ligamen cervical. Selain itu juga terdapat ligamen cuneonavicular plantar,

12
ligamen cuboideonavicular plantar, ligamen intercuneiform plantar, ligamen
cuneocuboid plantar dan ligamen interrosea yaitu ligamen cuneocuboideum
interossum dan ligamen intercuneiform interrosea. Pada ligamen antara tarsal dan
metatarsal terdapat ligamen tarsometatarso dorsal, ligamen tarsometatarso plantar
dan ligamen cuneometatarsal interrosea. Diantara ossa metatarsal terdapat ligamen
metatarsal interrosea dorsal dan plantar yang terletak pada basis metatarsal

(Chook dan Hegedus, 2013)

Gambar 2.3 Sruktur ligamen sebagai stabilisasi


pasif.

Sumber: Atlas anatomi (Sobotta, 2010)

2.2.6 Struktur Otot dan Tendon Ankle and foot

M. soleus dan M. gastrocnemius, fungsinya untuk plantar fleksi pedis, otot


ini di innevasi oleh N. tibialis L4-L5. fungsinya untuk supinasi (adduksi dan
inverse) dan plantar fleksi pedis. M.tibialis anterior dan M.tibialis posterior, otot
ini di innevasi oleh N. peroneus (fibularis) profundus L4-L5, fungsinya untuk
dorsal fleksi dan supinasi (adduksi dan inverse) pedis. M. peroneus longus dan
M. peroneus brevis, merupakan pronator yang paling kuat untuk mencegah
terjadinya sprain ankle lateral, otot ini di innervasi oleh N. peroneus (fibularis)
superficialis L5-S1. Fungsinya untuk pronasi (abduksi dan eversi) dan plantar
fleksi pedis, tidak hanya pada ligamen, jaringan lain seperti tendon dapat
mengalami cedera, tendon yang sering mengalami cedera pada ankle sprain
adalah tendon peroneus longus dan brevis yang berfungsi terhadap gerakan eversi
pada kaki (Farquhar, et al 2013).

13
Gambar 2.4 Struktur otot dan tendon ankle
(atlas anatomi) Sumber: Sobotta (2010)

2.3 Patofisologi

Terjadinya sprain ankle , akibat adanya trauma langsung atau ketidakstabilan dari
sendi ankle yang menyebabkan perobekan dari ligamen yang ada disekitar sendi ankle, baik
lateral maupun medial . Bila sendi pergelangan kaki mengalami sprain, maka akan diikuti
proses radang disekitar pergelangan kaki.

Proses radang ditandai dengan fase-fase yaitu fase inflamasi respon (0-4 hari)
ditandai adanya tanda inflamasi, respon sel berupa pelepasan leukosit dan sel fagositik
lainnya, reaksi vaskular terjadi pembekuan darah dan peningkatan jaringan fibrin, pada fase
ini mulai terjadi penutupan luka.

Fase fibroplastik repair ( 2 hari- 6 minggu) terjadi proses proliferasi dan regenerasi
secara aktif dimulai dengan terbentuknya jaringan granulasi yang kemudian menjadi
kolagen. Terjadi prosesd proliferasi dimana kolagen menjadi lebih solid dan kuat. Pada fase
ini jaringan sudah mulai berfungsi.

Fase Remodelling merupakan proses yang lama. Proses ini terjadi realignment atau
remodelling dari jaringan kolagen. Proses penguraian dan sintesa kolagen menjadi suatu

14
jaringan yang kuat dan teratur. Biasanya dalam tiga minggu jaringan yang kuat, elastis, dan
tanpa pendarahan yang terjadi.

2.4 Etiologi

Penyebab utama sprain ankle yaitu trauma atau ruda paksa langsung. Gerakan yang
sering memicu sprain ankle adalah gerakan inversi dan plantar fleksi yang tiba-tiba saat kaki
tidak menumpu sempurna pada lantai. Jika pergelangan kaki ditempatkan dalam posisi yang
abnormal, peregangan berlebihan pada pada ligamen dapat terjadi. Ligamen dari pergelangan
kaki yang berfungsi sebagai menstabilkan sendi akan terulur sehingga terjadi nyeri, disfungsi,
dan limitasi pada ankle.

Selain itu, stabilitas ankle juga dapat memicu terjadinya sprain ankle. Stabilitas sendi
berasal dari beberapa faktor yaitu susunan struktural dari tulang yang membentuk sendi dan
ligamen sekitarnya. Banyaknya tulang penstabil pada sisi sebelah medial yang mengakibatkan
lebih stabil dibandingkan sisi lateral. Ketika tekanan cukup besar pada sisi medial, maka akan
menciptakan titik tumpu untuk lebih membalikkan pergelangan kaki. Ketika serabut otot
ligamentum untuk eversi tidak cukup kuat untuk menahan atau melawan kekuatan inversi ,
maka serabut ligamentum sisi lateral menjadi tertekan atau robek.

2.5 Tanda Dan Gejala

Tanda yang biasa dan dan gejala termasuk rasa sakit (nyeri), bengkak, dan hilangnya
kemampuan untuk bergerak dan menggunakan sendi (kemampuan fungsional). Namun tanda
dan gejala dapat bervariasi dalam intensitas, tergantung pada tingkat keparahan keseleo
tersebut. Sprain ankle dibagi dalam tiga tingkatan :

 Grade tingkat I

Pada cedera ini terdapat sedikit hematoma dalam ligamen dan hanya beberapa serabut
yang putus. Cedera menimbulkan rasa nyeri tekan, pembengkakan, dan rasa sakit pada
derah tersebut.

 Grade tingkat II

Pada cedera ini lebih banyak serabut dari ligamen yang putus, tetapi lebih dari separuh
serabut ligamen utuh. Cedera menimbulkan rasa sakit, nyeri tekan, pembengkakan,
efusi (cairan yang keluar) dan biasanya tidak dapat menggerakkan persendian tersebut.

 Grade tingkat III

15
Pada cedera ini seluruh ligamen putus, sehingga kedua ujungnya terpisah. Persendian
yang bersangkutan merasa sangat sakit, terdapat darah dalam persendian,
pembengkakan, tidak dapat bergerak seperti biasa, dan terdapat gerakan-gerakan yang
abnormal.

16
BAB III
PEMBAHASAN

A. Peran Fisioterapi
1. Assesment
a. Anamnesis dilakukan dengan menanyakan langsung dengan
pasien/klien (Autoanamnesis) dan atau kepada orang lain yang
merupakan keluarga atau yang mengetahui riwayat penyakit pasien
(Hetero/allo anamnesis).
b. Keluhan Utama
Keluhan utama merupakan hal yang sangat penting untuk
ditanyakan biasanya keluhan pada CTS antara lain : kematian rasa
dan paresthesia (kesemutan, rasa panas seperti terbakar atau
sejenisnya) daerah 3 jari di sebelah radial..
c. Riwayat Penyakit Sekarang,
Berupa perjalanan penyakit. Pertanyaan dapat berupa : Berapa lama
keluhan sudah dirasakan? Bagaimana hal tersebut bisa terjadi ?
Bagaimana perkembangannya ? Dalam keadaan apa yang
menyebabkan pasien/ klien memperberat dan meringankan keluhan
?
d. Riwayat Pengobatan
Pertanyaan dapat berupa : Sudah berapa lama melakukan
pengobatan ? Pengobatan yang pernah dilakukan seperti apa?
Bagaimana hasil yang dirasakan ?
e. Riwayat Penyakit Dahulu
Untuk mengetahui kemungkinan adanya hubungan antara penyakit
yang pernah diderita dahulu dengan penyakit sekarang.
f. Riwayat Pribadi
Menanyakan hoby dan kebiasaan-kebiasaan pasien/klien.
g. Riwayat Keluarga
Untuk mengetahui penyakit-penyakit yang bisa diturunkan ataupun
penyakit yang dapat menular.
h. Anamnesis sistem
2. Data Penunjang
a. Imaging studies
b. Radiografi wrist, termasuk carpal tunnel view

17
c. Electrodiagnostik studies
d. Laboratorium
3. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi pemeriksaan tanda-tanda
vital, inspeksi, palpasi, pemeriksaan gerak, kemampuan fungsional,
pemeriksaan kognitif, pemeriksaan spesifik.

a. Pemeriksaan vital sign


Pemeriksaan vital sign yaitu pemeriksaan yang meliputi pengukuran
tekanan darah, denyut nadi, pernafasan, suhu, tinggi badan dan berat
badan
b. Inspeksi
Inspeksi adalah pemeriksaan dengan cara melihat dan mengamati
pada kasus carpal tunnel syndrome. Inspeksi yang perlu
diperhatikan adalah, (1) Keadaan umum pasien yaitu baik, (2)
Tanda-tanda inflamasi tidak ada, (3) Deformitas tidak ada, (4)
Atrofi otot-otot sekitar pergelangan tangan tidak ada.
c. Palpasi
Palpasi adalah suatu pemeriksaan dengan cara meraba, menekan dan
memegang bagian tangan pasien untuk mengetahui (1) Adanya
nyeri tekan, (2) Suhu normal, (3) Tidak ada pembengkakan.

4. Pemeriksaan Gerak
a. Pemeriksaan Gerak Aktif
Pada pemeriksaan gerak aktif untuk memperoleh informasi tentang
adanya nyeri gerak, kekuatan otot, koordinasi gerakan. Pada
pemeriksaan ini pasien diminta melakukan gerakan ke segala arah
bidang gerak.
b. Pemeriksaan Gerak Pasif
Pada pemeriksaan gerak pasif untuk mengetahui adanya nyeri gerak
atau nyeri tekan, end feel sendi pergelangan tangan. Pada
pemeriksaan gerakan dilakukan penuh oleh terapis ke segala arah
bidang gerak..
c. Pemeriksaan Gerak Isometrik Melawan Tahanan
Tujuan pemeriksaan ini adalah untuk memprovokasi nyeri
musculotendineusnya.
18
3.3 INTERVENSI
1. Pada fase akut diterapkan RICE
- Rest
Istirahatkan kaki yang cedera agar cidera tidak semakin parah.
Menghindari aktivitas yang menimbulkan nyeri. Jika kaki tidak dapat
menyangga tubuh dengan nyaman maka dapat dibantu dengan alat
penyangga tubuh seperti tongkat.
- Ice
Memberikan kompress dingin dengan es yang diletakkan dalam handuk
atau kain basah pada pergelangan kaki yang terluka selama 10-15 menit
setiap 2-3 jam sekali. Jangan meletakkan es langsung di kulit.
- Compression
Membalut pergelangan kaki dengan perban elastis. Pastikan perban tidak
meningkatkan nyeri ataupun menghalangi aliran darah ke jari-jari kaki
- Elevation
Saat beristirahat, letakkan kaki dengan posisi lebih tinggi dari jantung.

2. Pada fase kronis (Pasca 48 jam)

o Modalitas : Ultrasound
 Ultrasound adalah terapi menggunakan gelombang suara tinggi
(frekuensi >20000 HZ) dengan penggunaan transduser yang
bergerak dinamis (sirkulair dana parallel) dan menggunakan
media sebagai penghantar US. Pemilihan ultrasound sebagai
modalitas utama pada kondisi kronik sprain ankle adalah tepat
karena efek mekanik dan terapeutik yang dihasilkannya.
Gelombang suara sebesar 1-3 MHz. Modalitas ini dapat
menghasilkan efek mekanik , termal, microtissue damage.
Adanya efek mekanik dan ultrasound menghasilkan panas di
jaringan sehingga terjadi peningkatan metabolisme dan sirkulasi
darah. Disamping itu, efek mekanik yang continue dapat
menghasilkan micrutissue damage di dalam jaringan sehingga
memicu terjadinya reaksi radang barus ecara fisiologis yang
akhirnya terjadi penyembuhan jaringan.
 Dosis :1.5 - watt/cm2
 Waktu : 2-3 menit

19
o Transverse friction
o Active stabilization and balance Exercise
o Walking, exc
o Isometric eversi dan inversi
Terapis dapat memberikan perlawanan dengan tangan, atau
menggunakan kaki dinding atau kursi. Pasien melakukan gerakan
perlawanan terhadap tahanan yang diberikan
o Resisted Passive Movement
Menggunakan sebuah band rehabilitasi. Pasien menarik kaki dan jari
kaki melawan perlawanan kemudian turun lagi. Diulangi 10 sampai 20
kali dengan 3 set istirahat pendek.

20
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sprain ankle merupakan kondisi terjadinya penguluran dan kerobekan pada
ligamentum lateral kompleks. Hal ini disebabkan oleh adanya gaya inversi dan plantar
fleksi yang tiba-tiba saat kaki tidak menumpu sempurna pada lantai/tanah, dimana
umumnya terjadi pada permukaan lantai/tanah yang tidak rata. Intervensi yang digunakan
untuk pasien sprain ankle pada fase akut adalah RICE, sedangkan pada fase sub akut
hingga kronis dengan pemberian modalitas, transverse friction, active stabilisation,
balance exercise, dan sebagainya

4.2 Saran
Makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, oleh karena itu diperlukan kritik dan

saran untuk perbaikan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Akraf Fisio care. 2012. Asuhan Fisioterapi Pada Ankle Sprain (Online),(http://akraf-

fisiocare.blogspot.co.id., diakses 25 April 2017)

Docslide.2016. Terapi Latihan Pada Sprain Ankle (Online),

http://documen.tips/terapilatihan .com)

Jurnal Ilmiah. 2014. Sprain Ankle. Fisioterapi UNUD, Volume 1, (2) 1-7

Sinta lupus. 2013. Sprain Ankle, (Online), (http://sintalupus.wordpress.com., diakses 25

April 2017)

22
23
2
4

24
2
5

25

Anda mungkin juga menyukai