A. Latar Belakang
Kota Palopo terletak sekitar 362 km dari Kota Makassar Sulawesi Selatan, merupakan Ibukota
Kabupaten Luwu yang dibentuk berdasarkan PP Nomor 42 Tahun 1986 yang kemudian pada tahun
2002 menjadi sebuah daerah kota otonom berdasarkan UU Nomor 11 Tahun 2002. Kota Palopo terdiri
dari 9 kecamatan dan 48 kelurahan dimana Kecamatan terluas adalah Kecamatan Wara Barat dengan
luas 54,13 km2 dan yang tersempit adalah Kecamatan Wara Utara dengan luas 10,58 km2. Jumlah
penduduk Kota Palopo sebanyak 168.894 jiwa dan mayoritas penduduk memiliki mata pencaharian
sebagai pedagang, nelayan, sektor pertanian, perikanan, perdagangan.
Kota Palopo berhadapan langsung dengan Teluk Bone dan secara geografis berada di ketinggian 0
sampai 1.000 meter di atas permukaan laut dengan luas wilayah 247,52 km2. Secara topografi, Kota
Palopo ini terdiri dari 3 variasi yaitu daratan rendah sepanjang pantai, wilayah perbukitan
bergelombang dan datar di bagian Tengah, dan wilayah perbukitan dan pegunungan di bagian Barat,
Selatan dan sebagian di bagian Utara. Kota Palopo terletak secara strategis pada jalur Trans Sulawesi
yang menghubungkan Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara, dan Gorontalo dengan
wilayah lainnya Sulawesi Selatan lainnya. Selain itu, Kota Palopo menjadi persinggahan para
wisatawan sebelum mengunjungi Tana Toraja. Dalam bulan tertentu, terdapat kunjungan wisatawan
mancanegara yang menggunakan jalur laut dengan kapal pesiar yang berlabuh di Pelabuhan Tanjung
Ringgit Kota Palopo sebelum mengunjungi obyek wisata lain di Pulau Sulawesi.
Kota Palopo termasuk dalam Kawasan Pengembangan Pariwisata Nasional di wilayah Sulawesi
Selatan bagian Utara atau Tana Toraja dan sekitarnya sesuai PP Nomor 50 Tahun 2011, yang meliputi
wilayah Enrekang, Tana Toraja, Toraja Utara, Wajo, Luwu, Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota
Palopo. Berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2009 tentang Kepariwisataan Pasal 13 ayat
(3), Kawasan strategis pariwisata kabupaten/kota ditetapkan oleh Pemerintah Daerah kabupaten/kota.
Dengan demikian, Wali Kota Palopo selaku Kepala Daerah juga berwenang dalam penetapan
Kawasan Pariwisata Kota Palopo sebagaimana tertuang dalam Keputusan Walikota Palopo Nomor
115/I/2019 tentang Penetapan Kawasan Pariwisata di Kota Palopo.
Salah satu Kawasan Pariwisata di Kota Palopo yang menjadi prioritas pembangunan adalah
Kawasan Lalebata yang di dalamnya terdapat Istana Kedatuan Luwu dan Masjid Jami Tua. Dalam
kawasan tersebut, Pemerintah Kota Palopo berencana membangun menara, pusat kuliner, dan
cenderamata demi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Palopo melalui pembangunan sektor
pariwisata. Pemerintah Kota Palopo telah menyusun studi kelayakan proyek yang sudah
disempurnakan kembali pada tahun 2019. Berdasarkan hal-hal tersebut, perlu kiranya disusun suatu
dokumen Detailed Engineering Design (DED) yang akan digunakan untuk mendetailkan rencana
tersebut sehingga menjadi siap untuk dibangun.
C. Data Dasar
Sebelum memulai pekerjaan, konsultan harus mengadakan konsultasi terlebih dahulu dengan
Pengguna Jasa Kegiatan untuk mendapatkan konfirmasi mengenai konstruksi bangunan pasar dan
menara. Adapun data-data yang diperlukan sebelum melaksanakan pekerjaan sebagai berikut :
a. Data-data dokumen FS/Studi/perencanaan
b. Data lokasi untuk membantu proses selanjutnya
c. Usulan-usulan teknis lain dari sumber-sumber yang dapat dipercaya.
d. Data-data sekunder lainnya yang diperlukan dan dianggap penting
b. Data Primer
1) Melakukan survey geoteknik dengan jumlah titik pengujian mengacu pada SNI
8460:2017. Survey geoteknik yang dilakukan adalah SPT, Boring, dan Uji Laboratorium.
2) Melakukan survey topografi di daerah rencana pembangunan pasar dan menara.
3) Melakukan studi hidrologi
2. Kegiatan perencanaan
a. Dalam melaksanakan tugasnya konsultan berpedoman pada ketentuan yang berlaku,
khususnya Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara (Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor: 22/PRT/M/2018), peraturan Menteri Perdagangan terkait pasar
rakyat, dan Standar Nasional Indonesia (SNI) terbaru baik tentang pasar rakyat maupun
struktur bangunan.
b. Lingkup tugas yang harus dilaksanakan oleh Konsultan Perencana adalah meliputi tugas-
tugas perencanaan lingkungan, site/tapak bangunan, dan perencanaan fisik bangunan gedung
negara yang terdiri dari:
1) Persiapan Perencanaan yaitu kegiatan yang meliputi seluruh pekerjaan awal sebelum
pekerjaan dimulai: penyusunan jadwal, mobilisasi, dan pengerahan tenaga ahli, tenaga
pendukung, rencana dan metode pengumpulan data dan informasi lapangan, membuat
interpretasi secara garis besar terhadap KAK.
2) Mengidentifikasi kebutuhan perencanaan bangunan pasar dan prasarana pendukungnya.
3) Membuat analisa harga satuan untuk setiap item pekerjaan yang ada pada kegiatan
tersebut.
4) Menyusun konsep zonasi pasar sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait pasar rakyat.
5) Melakukan perhitungan hydroplaning untuk memastikan pengaruh run off akibat
pembangunan pasar ini tidak mengganggu kawasan sekitar area pembangunan.
6) Menyusun Pra Rancana, antara lain berupa gambar-gambar pra-rencana (rencana
bangunan yang antara lain terdiri dari denah, tampak dan potongan; jaringan
prasarana; konsep struktur mekanikal dan elektrikal), perkiraan biaya pembangunan
dan garis besar rencana kerja dan syarat-syarat (RKS). Masukan yang ada pada dokumen
studi kelayakan perlu dipertimbangkan dalam melakukan perencanaan.
7) Melakukan analisa terhadap metode konstruksi sehingga tidak mengganggu lingkungan
sekitar, termasuk cagar budaya disekitar lokasi pekerjaan.
8) Melakukan koordinasi dan konsultasi dengan pihak pemerintah daerah selaku pemilik
proyek untuk menampung saran masukan dan aspirasi sebagai bahan pertimbangan dalam
proses perencanaan teknis.
9) Penyusunan pengembangan rencana, antara lain membuat:
a) Rencana struktur, beserta uraian konsep dan perhitungannya.
b) Rencana arsitektur, dan uraian konsep yang mudah dimengerti.
c) Rencana sistem Mekanikal/Elektrikal.
d) Rencana utilitas, hygiene dan sanitasi termasuk hydroplaning di area pengembangan.
e) Perkiraan biaya.
10) Penyusunan rencana detail antara lain membuat:
a) Rencana Kerja dan Syarat-syarat (RKS).
b) Rincian volume pelaksanaan pekerjaan (Bill of Quantity), rencana anggaran biaya
pekerjaan (RAB). Dalam menghitung volume pekerjaan dan anggaran biaya, perlu
mempertimbangkan komponen biaya untuk pengelolaan dan pemantauan lingkungan.
c) Laporan akhir perencanaan.
11) Penyusunan rencana implementasi proyek termasuk rencana konstruksi jadwal dan kurva
S, program utilisasi peralatan dan tenaga kerja, dan parameter lain terkait implementasi
proyek.
12) Analisis atas material konstruksi termasuk lokasi sumber material, penghitungan kuantitas
kebutuhan, analisis harga satuan, dan estimasi biaya.
13) Jika diperlukan, konsultan melakukan pemaparan kepada pihak berwenang mengenai
laporan perencanaan, data analisis, dan data uji.
3. Penggambaran
Gambar-gambar detail Arsitektur, Struktur, Utilitas dan M/E, yang sesuai dengan gambar rencana
yang telah disetujui. Selain itu, perlu juga ditambahkan animasi atas area pasar, bird’s eye view,
block plan, site plan, dan alur lalu lintas kota.
4. Kriteria Umum
Pekerjaan yang akan dilaksanakan oleh Konsultan harus memperhatikan kriteria umum
bangunan disesuaikan berdasarkan fungsi dan kompleksitas bangunan yaitu:
a. Persyaratan Peruntukan dan Intensitas.
1) Menjamin bangunan dimanfaatkan sesuai dengan fungsinya.
2) Menjamin keselamatan pengguna, masyarakat, dan lingkungan.
b. Persyaratan Arsitektur dan Lingkungan.
1) Menjamin terwujudnya tata ruang yang dapat memberikan keseimbangan dan Keserasian
bangunan terhadap lingkungannya.
2) Menjamin bangunan gedung dibangun dan dimanfaatkan dengan baik tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan.
c. Persyaratan Struktur Bangunan.
1) Setiap sarana ruangan merupakan pekerjaan konstruksi yang menyatu dengan tempat
kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau di dalam tanah dan/atau
air, yang berfungsi sebagai tempat perawatan pasien yang memerlukan pemantauan
khusus.
2) Fungsi sarana bangunan ruang perawatan dikualifikasikan berdasarkan tingkat privasi,
tingkat sterilitas, serta tingkat aksesibilitas.
3) Bangunan ruang perawatan strukturnya harus direncanakan kuat/kokoh dan stabil dalam
memikul beban/kombinasi beban memenuhi persyaratan kelayanan (serviceability)
selama umur layanan yang direncanakan dengan mempertimbangkan fungsi bangunan,
lokasi, keawetan dan kemungkinan pelaksanaan konstruksinya.
4) Kemampuan memikul beban diperhitungkan terhadap pengaruh-pengaruh aksi sebagai
akibat dari beban-beban yang mungkin bekerja selama umur layanan struktur, baik beban
muatan tetap maupun beban muatan sementara yang timbul akibat gempa dan angin.
5) Untuk mengetahui daya dukung tanah setempat dalam memikul beban atau untuk
menentukan struktur pondasi yang tepat maka diperlukan data/laporan uji sondir tanah
dengan jumlah titik uji yang mencukupi.
6) Dalam perencanaan struktur bangunan ruang perawatan terhadap pengaruh gempa, semua
unsur struktur bangunan ruang perawatan baik bagian dari substruktur maupun struktur
bangunan harus diperhitungkan memikul pengaruh gempa sesuai dengan zona gempanya.
7) Menjamin perlindungan properti lainnya dari kerusakan fisik yang disebabkan oleh
kegagalan struktur.
d. Persyaratan Ketahanan Terhadap Kebakaran.
1) Menjamin terwujudnya bangunan yang dapat mendukung beban yang timbul akibat
perilaku alam dan manusia.
2) Menjamin terwujudnya bangunan gedung yang dibangun sedemikian rupa, secara struktur
stabil selama kebakaran sehingga:
a) Cukup waktu bagi penghuni melakukan evakuasi secara aman.
b) Cukup waktu bagi pasukan pemadam kebakaran memasuki lokasi untuk
memadamkan api.
c) Dapat menghindari kerusakan pada properti lainnya.
e. Persyaratan Instalasi Listrik, Penangkal Petir dan Komunikasi.
1) Menjamin terpasangnya instalasi listrik secara cukup aman bagi penggunanya
maupun pemeliharaannya.
2) Menjamin terwujudnya keamanan bangunan gedung dan penghuninya dari bahaya akibat
petir.
3) Menjamin tersedianya sarana komunikasi yang memadai dalam menunjang
terselenggaranya kegiatan di dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
f. Persyaratan ventilasi dan pengkondisian udara
1) Menjamin terpenuhinya kebutuhan udara yang cukup, baik alam maupun buatan dalam
menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan gedung sesuai dengan fungsinya.
2) Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata ruang udara secara baik.
g. Persyaratan Pencahayaan.
1) Menjamin terpenuhinya kebutuhan pencahayaan yang cukup, baik alam maupun buatan
dalam menunjang terselenggaranya kegiatan dalam bangunan sesuai dengan fungsinya.
2) Menjamin upaya beroperasinya peralatan dan perlengkapan tata ruang udara secara
baik.
5. Kriteria khusus
Kriteria khusus dimaksudkan untuk memberikan syarat-syarat yang khusus, spesifik berkaitan
dengan bangunan yang akan direncanakan, baik dari segi fungsi khusus bangunan tersebut dan
segi teknis lainnya, misalnya:
a. Kesatuan perencanaan bangunan dengan lingkungan yang ada di sekitar, seperti dalam rangka
implementasi penataan bangunan dan lingkungan.
b. Solusi dan batasan-batasan kontekstual, seperti faktor sosial budaya setempat, geografi
klimatologi, dan lain-lain.
c. Pengelolaan limbah padat maupun limbah cair melalui desain IPAL dan Tempat Pembuangan
Sampah Sementara
d. Keteraturan proses transaksi harian di pasar yang memperhatikan beberapa hal antara lain alur
pedagang dan pembeli.