Oleh:
2017
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam perkembangan ekonomi saat ini telah timbul berbagai macam adanya
inflasi dalam perubahan harga, Inflasi dapat didefinisikan sangat sederhana
sebagai kenaikan tingkat harga rata-rata untuk barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. Banyak dari kita sangat menyadari fenomena ini. Inflasi
merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang, namun
kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk
memperbaiki penyimpanan dari convensional historical cost accounting yang
memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada pendapatan dan asset.
Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi dalam hal penilaian, unit
pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah penilaian berkaitan dengan dasar
yang harus digunakan untuk mengukur nilai pos pada suatu saat. Masalah unit
pengukur berkaitan dengan perubahan daya beli akibat perubahan tingkat harga
umum. Masalah pemertahanan capital berkaitan dengan pengertian laba sebagai
selisih dua kapital yang harus ditentukan jenisnya; financial atau fisis.
Akuntansi bagi perubahan harga secara khusus berhubungan erat dengan
manajer-manajer perusahaan multinasional karena tingkat inflasi bervariasi secara
substansial antara suatu negara dengan negara lainnya, sehingga meningkatkan
kemungkinan dipengaruhinya pelaporan hasil-hasil operasi oleh efek-efek
distorstif dari inflasi. Pengaruh inflasi terhadap posisi keuangan dan kinerja
perusahaan dapat mengakibatkan tidak efisiennya keputusan operasional yang
dibuat oleh manajer yang tidak mengerti pengaruh dari inflasi itu sendiri. Dalam
kaitannya dengan posisi keuangan, aktiva keuangan seperti nilai kas akan
berkurang nilainya selama inflasi karena menurunnya daya beli. Konsekuensi-
konsekuensi internasional dari inflasi global sangat mengganggu. Karena inflasi
telah mengikis standar kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan dan
memperumit pengambilan keputusan bisnis secar signifikan, terjadinya
kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan-tekanan ekonomis tidak di ragukan
lagi tidak menyebabkan pergolakan-pergolakan politik yang telah memberi warna
pada politik global dalam kemajuan saat ini.
Pelaporan keuangan merupakan bagian penting dari perusahaan, pelaporan
merupakan bukti pertanggungjawaban perusahaan. Dalam tinjauan ekonomi
makro, terdapat factor-faktor dari eksternal perusahaan yang mampu
mempengaruhi nilai atau aangka dari pelaporan keuangan, seperti perubahan
harga.
Perubahan harga adalah hal mutlak yang terjadi dalam suatu Negara yang
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti kebijakan kurs mata uang, kebijakan
pemerintah, dan lain sebagainya. Harga yang mengalami sifat mudah berfluktuasi
memberikan dampak terhadap perusahaan, misalnya harga suatu barang yang
ketika dibeli (histori) mengalami peningkatan ketika hendak dijual sehingga
perlunya penyesuaian agar dapat memperoleh penghasilan yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN
Selama masa inflasi, nilai aset yang dicatat sesua dengan biaya
perolehannya jarang mencerminkan nilai kini (yang lebih tinggi) dari aset
tersebut. Nilai aset yang di kecilkan mengakibatkan dikecilkannya pengeluaran
dan di besarkannya laba. Dari sudut pandang manajerial, pengukuran yang tidak
akurat ini menimbulkan penyimpangan pada (1) proyeksi keuangan berdasarkan
data rangkaian waktu historis yang belum disesuaikan, (2) anggaran yang menjadi
dasar pengukuran, dan (3) data kinerja yang gagal menahan pengaruh inflasi yang
tidak terkendali. Sebaliknya, pendapatan yang dibesarkan dapat menimbulkan :
Kenaikan pajak yang sebanding
Permintaan dividen yang lebih banyak dari pemegang saham
Tuntutan kenaikan gaji karyawan
Kebijakan yang merugikan dari pemerintah tuan rumah ( misalnya pajak
yang dibebankan atas kelebihan laba )
Jika harus mendistribusikan semua laba yang dibesarkan (dalam bentuk pajak ,
dividen , gaji, dan semacamnya yang lebih besar), suatu perusahaan mungin tidak
akan memiliki cukup sumber daya untuk mengganti aset tertentu yang mengalami
kenaikan harga , seperti persediaan , pabrik dan peralatan.
Kegagalan untuk menyesuaikan data keuangan dengan perubahan daya
beli unit moneter juga mempersulit pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan
dan membandingkan kinerja operasi perusahaan. Pada masa inflasi , pendapatan
biasanya di sajikan dalam mata uang yang daya beli umumnya lebih rendah (yaitu
daya beli tahun berjalan ) , ketimbang berlaku untuk pengeluaran terkait. Biaya
disajikan dalam mata uang dengan daya beli umum lebih tinggi karena biasanya
mencerminkan pemakaian sumber daya yang diperoleh di masa lampau (misalnya
penyusutan pabrik yang dibeli sepuluh tahun silam). Ketika daya beli unit moneter
lebih tinggi. Mengurangi biaya berdasarkan daya beli historis dari pendapatan
berdasarkan daya beli kini menyebabkan laba tidak diukur secara akurat .
Contoh soal
-
Jika tahun 2001 dijadikan sebagai tahun dasar maka dengan menggunakan metode
agregatif sederhana, indeks harga tahun 2002 dan 2003 bisa dihitung sebagai
berikut:
a) Metode Laspeyres
∑𝑃𝑛𝑄𝑜
Rumus: IL = X 100
∑𝑃𝑜𝑄𝑜
Keterangan:
IL : Indeks Laspeyers
Contoh soal:
Nama Harga Kuantitas
barang 1990 1991 1995 1990 1991 1995
Susu 13,23 13,95 12,90 128.500 132.800 143.700
Mentega 139,30 148 141,10 1.145 1.228 1.248
Gula 156,20 167,20 162 2.381 2.064 2.854
Diminta:
a. 1990
b. 1990- 1991
Jawab:
2.204.931,5
= 2.231.465,7 𝑥 100
= 98,81
Berdasarkan analisa ini maka harga rata- rata susu, mentega, dan gula menurun
sekitar 1,19 % (100- 98,81) di tahun 1995.
b. Tahun dasar 1990- 1991
(12,90)(130.650)+(141,10)(1.186,5)+(162)(2.222,5)
= (13,59)(130.650)+(143,65)(1.186,5)+(161,70)(2.222,5) 𝑥 100
2.212.845,15
= 𝑥 100
2.305.352,48
= 95,99
Berdasarkan analisa ini maka harga rata- rata susu, mentega, dan gula menurun
sekitar 4,01 % (100- 95,99) ditahun 1995.
Angka indeks harga biasanya digunakan dalam transaksi jumlah uang yang
dibayarkan di periode sebelumnya ke dalam setara daya beli akhir periodenya.
Rumus yang dipakai :
Angka tingkat-harga yang disesuaikan bukan merupakan biaya kini dari
pos yang dipersoalkan,melainkan masih merupakan angka biaya historis. Angka
historis hanya sekedar disajikan dalam unit ukuran baru yaitu daya beli umum di
akhir periode. Jika semua transaksi dilakukan secara seragamselama periode
tertentu , maka penyesuaian tingkat harga jalan pintas dapat digunakan.
Objek Penyesuaian Tingkat -Harga Umum
Secara tradisional, laba adalah bagian dari kekayaan yang dapat ditarik
oleh perusahaan selama periode akuntansi tertentu, tanpa mengurangi kekayaan
dibawah tingkat awalnya. Dengan asumsi tidak ada investasi oleh pemilik suatu
perusahaan selama periode tersebut. Akuntansi konvensional menghitung laba
sebagai jumlah maksimal yang dapat ditarik oleh perusahaan tanpa mengurangi
modal uang awalnya.
Jika kita tidak bisa memperoleh harga stabil maka perhitungan laba
konvensional cenderung menghitung kekayaan bersih perusahaan setelah pajak
secara tidak akurat. Model daya-beli tetap-biay historis mengatasi ketimpangan
denga menghitung laba,sedemikian sehingga perusahaan dapat membayarkan
seluruhnya sebagai deviden sekaligus mempertahankan daya beli di akhir tahun
agar sama dengan di awal tahun.
Perusahaan A
Neraca
31 Desember 1994 dan 1995
aktiva lancar
Kas 30.000 10.000
piutang dagang (net) 100.000 90.000
Persediaan 120.000 100.000
aktiva tetap
Tanah 100.000 100.000
bangunan (net of accumulation depreciation) 200.000 220.000
peralatan (net of accumulation depreciation) 130.000 120.000
modal saham
saham biasa ($1 par value, 100.000 shared issued &
outstanding) 100.000 100.000
paid in capital 20.000 20.000
laba ditahan 110.000 100.000
total modal saham 230.000 220.000
Perusahaan A
Laporan Keuangan
31 Deember 1995
Pendapatan 530.000
Biaya:
HPP 360.000
Biaya penjualan & administrasi 60.000
Depresiasi 30.000
Biaya bunga 30.000
Kerugian penjualan peralatan 5.000
Pajak 15.000
500.000
Laba bersih 30.000
Price Index
Perusahaan A
Restatement Neraca pada Nilai Konstan
31-Des-95
Nilai
Aktiva Nilai Nominal Rasio Konstan
aktiva lancar
Kas 30.000 150/150 30.000
piutang dagang (net) 100.000 150/150 100.000
Persediaan 120.000 150/122,3 121.622
total aktiva lancar 250.000 151.622
aktiva tetap
tanah 100.000 150/100 150.000
bangunan (net accumulated depreciation) 200.000 150/105 285.714
peralatan (net accumulated depreciation)
pembeliaan 1989 76.000 150/107 106.542
pembeliaan 1992 25.000 150/115 32.609
pembeliaan 1995 29.000 150/136 31.985
total aktiva tetap 430.000 606.850
total aktiva tetap 680.000 858.472
utang lancar
utang dagang 100.000 150/150 100.000
utang gaji 50.000 150/150 50.000
total utang lancar 150.000 150.000
utang obligasi 300.000 150/150 300.000
total utang lancar 450.000 450.000
modal saham
saham biasa ($1 par value, 100.000
shares) 100.000 150/100 150.000
paid in capital 20.000 150/100 30.000
laba ditahan 110.000 selisih 228.472
total modal saham 230.000 408.472
Perusahaan A
Laba Rugi Daya Beli
31-Des-95
Perusahaan A
Restatement Laporan HPP
31-Des-95
Nilai
Keterangan Nilai nominal Rasio konstan
persediaan awal 100.000 150/122,3 122.649
Pembeliaan 380.000 150/ 139,4 408.895
barang tersedia untuk dijual 480.000 531.544
persediaan akhir 120.000 150/148 121.622
HPP 360.000 409.922
Amerika Serikat
FASB 1979 menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SFAS)
No. 33 tentang “Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga”, yang mengharuskan
perusahaan-perusahaan di AS yang memiliki persediaan dan aset tetap (sebelum
dikurangi akumulasi penyusutan) senilai lebih dari $125 juta, atau memiliki total
aset senilai lebih dari $1M, untuk mencoba mengungkapakan baik daya beli tetap-
biaya historis maupun daya beli tetap biaya kini selama lima tahun. Sebagai
kerangka pengukuran dasar untuk laporan keuangan utama, pengungkapan ini
lebih ditujukan untuk melengkapi informasi beban historis daripada
menggantinya.
Banyak pengguna dan pembuat laporan keuangan yang menaati SFAS
No.33 yang merasakan bahwa (1) pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh
FSAB membingungkan, (2) biaya penyajian pengungkapan ganda terlalu mahal
dan (3) pengungkapan daya beli tetap-biaya historis kurang berguna jika
dibandingkan dengan data beban terkini. Oleh karena itulah, FASB memutuskan
untuk menyarankan, dan tidak mewajibkan, perusahaan pelapor di AS untuk
mengungkapkan baik informasi daya beli tetap-biaya historis maupun daya beli
tetap-biaya kini. Pedoman yang diterbitkan oleh FASB (SFAS 89) bertujuan
untuk membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh perubahan harga
terhadap laporan keuangan, disamping sebagai cikal bakal standar akuntansi
inflasi di masa mendatang.
Perusahaan pelapor disarankan untuk mengungkapkan informasi berikut
tiap lima tahun terakhir:
Penjualan bersih dan pendapatan operasional lain
Laba operasional berkelanjutan berdasarkan biaya-kini
Daya beli laba atau rugi ats pos-pos moneter bersih
Peningkatan atau penurunan biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan
yang lebih rendah (yaitu jumlah kas bersih yang diperkirakan dapat dipulihkan
lewat penggunaan atau penjualan) dari persediaan atau asset tetap, setelah
dikurangi inflasi (perubahan tingkat-harga umum).
Semua penyesuaian transaksi gabungan mata uang asing, berdasarkan
biaya-kini
Aset bersih di akhir tahun berdasarkan biaya-kini
Pendapatan per saham
Dividen per saham dari saham biasa
Harga pasar per saham dari saham biasa di akhir tahun
Tingkat Indeks Harga Konsumen yg digunakan untuk mengukur dari
operasional berkelanjutan.
Untuk meningkatkan komparabilitas data diatas, informasi yang diberikan
dapat disajikan baik dalam (1) rata-rata setara daya beli (atau di akhir tahun),
maupun (2)dolar pada periode pokok (1967) yang digunakan untuk menghitung
CPI. Jika laba berdasarkan daya beli tetap biaya-kini berbeda secara signifikan
dari laba biaya historis, maka perusahaan diminta untuk menyajikan lebih bnyak
data.
Pedoman SFAS No.89 juga mencakup operasi luar negeri yg disertakan
dalam laporan keuangan konsolidassi perusahaan induk di AS. Perusahaan yang
menggunakan dolar sebagai mata uang fungsional untuk mengukur operasi luar
negerinya menggunakan perspektif mata uang induk. Oleh karenanya, akun-akun
dalam laporan keuangan harus ditranslasikan ke dalam dolar, kemudian
disesuaikan dengan inflasi di AS (metode tranlasi-saji ulang).
Inggris
Komite Standar Akuntansi Inggris (ASC) menerbitkan pernyataan Praktik
Akuntansi Standar no.16 (SSAP No.16), “Akuntansi Biaya-Kini”, berdasarkan
eksperimen selama 3 tahun pada bulan Maret 1980. Meskipun tidak berlaku sejak
tahun 1988, metode SSAP No.16 dianjurkan untuk perusahaan perusahaan yang
secara sukarela menyesuaikan akun-akunnya dengan inflasi.
SSAP No.16 berbeda dengan SFAS No.33 dalam dua aspek utama. Pertama,
SSAP No.16 hanya menggukan metode biaya-kini untuk pelaporan eksternal,
sedangkan SFAS No.33 mewajibkan akuntansi dolar konstan maupun biaya-kini.
Kedua, laporan biaya-kini pada SSAP No.16 mewajibkan laporan laba rugi
maupun neraca biaya-kini berserta catatannya, sedangkan penyesuaikkan inflasi
SFAS No.33 hanya berfokus pada laporan laba rugi. Standar Inggris memberikan
3 pilihan dalam pelaporan:
1. Menyajikan akun-akun biaya-kini sebagai laporan dasar dengan dilengkapi
akun-akun biaya-historis.
2. Menyajikan akun-akun biaya-historis sebagai laporan dasar dengan
dilengkapi akun-akun biaya-kini.
3. Menyajikan akun-akun biaya-kini saja dengan dilengkapi akun-akun biaya-
historis seperlunya.
Terkait pos-pos moneter, SFAS No.33 mewajibkan pengungkapan angka-
angka laba dan rugi secara terpisah, sedangkan SSAP No.16 mewajibkan 2 jenis
angka yg mencerminkan pengaruh perubahan harga khusus. Jenis pertama, yg
disebut sebagai penyesuaian modal kerja moneyer (MWCA), mengakui pengaruh
perubahan harga khusus terhadap jumlah modal kerja yg digunakan dalam
operassi bisnis. Sama halnya dengan saldo laba atau rugi moneter yg disyaratkan
oleh model tingkat-harga-umum, penyesuaian ini mengakui bahwa barang dan
jasa yg diperoleh perusahaan bersifat lebih khusus dalam hal asset tetapnya jika
dibandingkan dg barang dan jasa yg dikonsumi public. Jenis kedua, yg disebut
penyesuaian utang modal, memperhatikan dampak perubahan harga khusus
terhadap asset non-moneter perusahaan (misalnya penyusutan, beban penjualan
dan modal kerja moneter).
[(TL – CA) / (FA + I + MWC)] (CC Dep. Adj. + CC Sales Adj. + MWCA)
di mana
TL = total kewajiban selain utang penjualan
CA = aset lancar selain piutan pejualan
FA = aset tetat termasuk investasi
I = persediaan
MWC = modal kerja moneter
CC Dep. Adj. = penyesuaian penyusutan biaya-kini
CC Sales Adj. = penyesuaian penjualan biaya-kini
MWCA = penyesuaian modal kerja moneter
Brasil
Inflasi sering dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia
bisnis di Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mengingat
pengalamannya dg inflasi di masa lalu, pendekatan yg dilakukan oleh Brasil
terhadap akuntansi inflassi sangat informative.
Meskipun sudah tidak diwajibkan, akuntansi inflassi yg dianjurkan di
Brasil dewasa ini terdiri atas 2 pilihan pelaporan: Undang-Undang Perusahaan
Brasil dan Komisi Sekuritass dan Bursa Brasil. Sesuai dg undang-undang
perusahaan, penyesuaian inflasi dilakukan dg menyajikan ulang asset permanaenn
dan akun-akun ekuitas pemegang saham dg menggunakan indeks harga yg diakui
oleh pemerintah federal sebagai alat ukur devaluasi mata uang local. Asset
permanen terdiri atas asset tetap, gedung, investasi, beban ditangguhkan beserta
penyusutan dan amortisasi atau deplesi akun-akun (termasuk semua penyisihan
penghapusan asset produktif). Akun ekuitas pemegang saham terdiri atas modal,
cadangan pendapatan, cadangan revaluasi asset tetap ke dalam biaya pengganti
kininya, setelah dikurangi provisi penyusutan teknis dan fisik.
Penyesuaian inflasi terhadap aset pemanen dan ekuitas pemegang saham
diterima bersih dan kelebihannya diungkapkan secar terpisah dalam laba kini
sebagai laba atau rugi koreksi moneter.
Menghindari Double-Dip
Ketika menyajikan ulang laporan perusahaan yang bertempat di luar
negeri ke dalam inflasi asig, perusahaan terkadang menghitung pengaruh inflasi
dua kali. Dikenal sebagai double-dip, persoalan ini muncul karena inflasi local
mempengaruhi nilai tukar yang digunakan dalam translasi secara langsung.
Meskipun teori ekonomi mengasumsikan hubungan terbalik antara tingkat inflasi
internal dengan nilai eksternal mata uang dari suatu negara, bukti-bukti
menunjukkan bahwa hubungan ini jarang bertahan (setidaknya untuk waktu yang
singkat). Sesuai dengan hal ini, besarnya penyesuaian yang dihasilkan untuk
menghilangkan double-dip akan beragam, bergantung pada tingkat korelasi
negatif antara nilai tukar dengan inflasi diferensial.
Sebagai mana dibahas sebelumnya, penyesuaian inflasi atas beban
penjualan atau beban penyusutan bertujuan untuk mengurangi laba”tersaji” guna
menghindari saldo laba yang seolah lebih besar. Namun, akibat hubungan terbalik
antara inflasi lokal dengan nilai mata uang, perubahan nilai tukar pada reretan
laporan keuangan yang lazimnya disebabkan oleh inflasi (minimal selama periode
tertentu) setidaknya akan menyebabkan inflasi (misalnya penyesuaian transaksi
mata uanag) mempengaruhi laba “tersaji” dari perusahaan. Oleh karenanya, agar
tidak dilakukan dua kali, penyesuaian inflasi harus menyertakan rugi translasi
yang telah tercemin dalam laba “tersaji” perusahaan.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi kami menyimpulkan bahwa perubahan harga sangat erat
kaitannya denga pelaporan keuangan. Seiap perusahaan yang melakukan transaksi
jual beli jasa/barang akan diperhadapkan pada masalah perubahan harga baik itu
inflasi(kenaikan harga) maupun deflasi(penurunan harga). Perubahan harga
menimbulkan perbedaan biaya dalam suatu asset ataupun nilai dari laba
perusahaan. Sehingga metode yang diterpakan oleh beberapa negara untuk
mengakui perubahan harga (akuntansi inflasi) yakni General Price Level
Adjustment ( penyesuaian harga umum dan Current Cost Accounting ( biaya saat
ini atau terkini). Dengan mengakui perubahan harga akan memaksimalkan
keuntungan dan menghindari perhitungan biaya depresiasi yang tidak relevan..
Pada periode perubahan harga ini laporan keuangan sangat teramat rentan
terhadap resiko penyesatan para penggunanya. Resiko ini terjadi karena adanya
ketidak akuratan pengukuran yang menyebabkan distorsi pada proyeksi keuangan
yang didasarkan pada data seri waktu historis, anggaran yang menjadi dasar
pengukuran kinerja dan data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh
perubahan harga yang tidak dapat dikendalikan. Resiko tersebut menimbulkan
kesulitan para pembaca untuk menginterpretasikan dan membandingkap laporan
keuangan. Terdapa dua jenis metode yang dapat dilakukan untuk melakukan
penyesuaian terhadap inflasi, yaitu (1) akuntansi untuk laporan keuangan atas
perubahan tingkatan harga umum yang disebut sebagai model daya beli konstan
biaya historis, dan (2) akuntansi untuk perubahan harga khusus yang disebut
dengan model biaya kini.
Daftar Pustaka
Frederick D.S. Choi dan Gary K. Meek. 2010. International Accounting, 6th ed.
Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Triaswati Heti, Wasisto A,Sholihin M. 2005. Akuntansi Internasional, Edisi
2005/2006, BPFE – Yogyakarta.
Suwardi Eko, 2002. Akuntansi Internasional, Edisi Pertama, BPFE – Yogyakarta.