Anda di halaman 1dari 29

AKUNTANSI INTERNASIONAL

AKUNTANSI UNTUK PERUBAHAN HARGA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Akuntansi Internasional

Dosen Pengampu Matakuliah Ibu Khairunnisa Harahap, M.Si.

Oleh:

Kelompok 8 Akuntansi B 2015

SUPRIANI HUTASOIT : 7153220044

SELBA EIGHTINA : 7151220030


NAZIDAH NUR : 7151220014
FERDINANDO SIMATUPANG : 7151222010

JURUSAN AKUNTANSI/ FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2017
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Dalam perkembangan ekonomi saat ini telah timbul berbagai macam adanya
inflasi dalam perubahan harga, Inflasi dapat didefinisikan sangat sederhana
sebagai kenaikan tingkat harga rata-rata untuk barang dan jasa dalam suatu
perekonomian. Banyak dari kita sangat menyadari fenomena ini. Inflasi
merupakan fenomena dunia yang banyak terjadi di negara berkembang, namun
kecenderungan yang ada di negara maju mengadopsi “akuntansi inflasi” untuk
memperbaiki penyimpanan dari convensional historical cost accounting yang
memasukkan unsur perubahan harga dan inflasi pada pendapatan dan asset.
Perubahan harga menimbulkan masalah bagi akuntansi dalam hal penilaian, unit
pengukur, dan pemertahanan kapital. Masalah penilaian berkaitan dengan dasar
yang harus digunakan untuk mengukur nilai pos pada suatu saat. Masalah unit
pengukur berkaitan dengan perubahan daya beli akibat perubahan tingkat harga
umum. Masalah pemertahanan capital berkaitan dengan pengertian laba sebagai
selisih dua kapital yang harus ditentukan jenisnya; financial atau fisis.
Akuntansi bagi perubahan harga secara khusus berhubungan erat dengan
manajer-manajer perusahaan multinasional karena tingkat inflasi bervariasi secara
substansial antara suatu negara dengan negara lainnya, sehingga meningkatkan
kemungkinan dipengaruhinya pelaporan hasil-hasil operasi oleh efek-efek
distorstif dari inflasi. Pengaruh inflasi terhadap posisi keuangan dan kinerja
perusahaan dapat mengakibatkan tidak efisiennya keputusan operasional yang
dibuat oleh manajer yang tidak mengerti pengaruh dari inflasi itu sendiri. Dalam
kaitannya dengan posisi keuangan, aktiva keuangan seperti nilai kas akan
berkurang nilainya selama inflasi karena menurunnya daya beli. Konsekuensi-
konsekuensi internasional dari inflasi global sangat mengganggu. Karena inflasi
telah mengikis standar kehidupan sekarang ini yang memiliki penghasilan dan
memperumit pengambilan keputusan bisnis secar signifikan, terjadinya
kegelisahan politik sosial yang luas, tekanan-tekanan ekonomis tidak di ragukan
lagi tidak menyebabkan pergolakan-pergolakan politik yang telah memberi warna
pada politik global dalam kemajuan saat ini.
Pelaporan keuangan merupakan bagian penting dari perusahaan, pelaporan
merupakan bukti pertanggungjawaban perusahaan. Dalam tinjauan ekonomi
makro, terdapat factor-faktor dari eksternal perusahaan yang mampu
mempengaruhi nilai atau aangka dari pelaporan keuangan, seperti perubahan
harga.
Perubahan harga adalah hal mutlak yang terjadi dalam suatu Negara yang
dipengaruhi oleh berbagai factor seperti kebijakan kurs mata uang, kebijakan
pemerintah, dan lain sebagainya. Harga yang mengalami sifat mudah berfluktuasi
memberikan dampak terhadap perusahaan, misalnya harga suatu barang yang
ketika dibeli (histori) mengalami peningkatan ketika hendak dijual sehingga
perlunya penyesuaian agar dapat memperoleh penghasilan yang relevan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Perubahan Harga


2.1.1 Pengertian Perubahan Harga
Perubahan harga yakni ketika harga barang dan jasa dalam suatu Negara
mengalami perubahan. perubahan harga tersebut dapat berupa Kenaikan harga
secara keseluruhan disebut inflasi (inflation), atau penurunan harga disebut deflasi
(deflation). Untuk memahami makna istilah perubahan harga (changing prices),
harus dibedakan antara pergerakan harga umum dan pergerakan harga spesifik,
yang keduanya masuk dalam istilah perubahan harga itu.
a. Perubahan harga umum
Suatu perubahan harga umum terjadi apabila secara rata-rata harga seluruh
barang dan jasa dalam suatu perekonomian mengalami perubahan. Unit-unit
moneter memperoleh keuntungan atau mengalami kerugian daya beli. Kenaikan
harga secara keseluruhan disebut inflasi (inflation), sedangkan penurunan harga
disebut deflasi (deflation).
b. Perubahan harga spesifik
Perubahan harga spesifik mengacu pada perubahan dalam harga barang
atau jasa tertentu yang disebabkan oleh perubahan dalam permintaan dan
penawaran.

2.1.2 LAPORAN KEUANGAN DAPAT MEMILIKI POTENSI UNTUK


MENYESATKAN SELAMA PERIODE PERUBAHAN HARGA

Selama masa inflasi, nilai aset yang dicatat sesua dengan biaya
perolehannya jarang mencerminkan nilai kini (yang lebih tinggi) dari aset
tersebut. Nilai aset yang di kecilkan mengakibatkan dikecilkannya pengeluaran
dan di besarkannya laba. Dari sudut pandang manajerial, pengukuran yang tidak
akurat ini menimbulkan penyimpangan pada (1) proyeksi keuangan berdasarkan
data rangkaian waktu historis yang belum disesuaikan, (2) anggaran yang menjadi
dasar pengukuran, dan (3) data kinerja yang gagal menahan pengaruh inflasi yang
tidak terkendali. Sebaliknya, pendapatan yang dibesarkan dapat menimbulkan :
Kenaikan pajak yang sebanding
Permintaan dividen yang lebih banyak dari pemegang saham
Tuntutan kenaikan gaji karyawan
Kebijakan yang merugikan dari pemerintah tuan rumah ( misalnya pajak
yang dibebankan atas kelebihan laba )
Jika harus mendistribusikan semua laba yang dibesarkan (dalam bentuk pajak ,
dividen , gaji, dan semacamnya yang lebih besar), suatu perusahaan mungin tidak
akan memiliki cukup sumber daya untuk mengganti aset tertentu yang mengalami
kenaikan harga , seperti persediaan , pabrik dan peralatan.
Kegagalan untuk menyesuaikan data keuangan dengan perubahan daya
beli unit moneter juga mempersulit pembaca laporan keuangan untuk menafsirkan
dan membandingkan kinerja operasi perusahaan. Pada masa inflasi , pendapatan
biasanya di sajikan dalam mata uang yang daya beli umumnya lebih rendah (yaitu
daya beli tahun berjalan ) , ketimbang berlaku untuk pengeluaran terkait. Biaya
disajikan dalam mata uang dengan daya beli umum lebih tinggi karena biasanya
mencerminkan pemakaian sumber daya yang diperoleh di masa lampau (misalnya
penyusutan pabrik yang dibeli sepuluh tahun silam). Ketika daya beli unit moneter
lebih tinggi. Mengurangi biaya berdasarkan daya beli historis dari pendapatan
berdasarkan daya beli kini menyebabkan laba tidak diukur secara akurat .

2.1.3 Jenis – Jenis Penyesuaian Inflasi


Rangkaian statistik yang bertujuan mengukur perubahan harga umum
maupun khusus biasanya tidak berjalan sesuai secara bersamaan. Tiap perubahan
harga memiliki pengaruh yang berlainan terhadap pengukuran posisis keuangan
dan kinerja operasional perusahaan. Memperhitungkan pengaruh perubahan
tingkat harga umum terhadap laporan keungan disebut model historical cost-
constan purchasing power-daya beli tetap-biaya historis.
2.1.4 Penyesuaian Tingkat - Harga Umum
Jumlah mata uang yang disesuaikan dengan perubahan tingkat-harga
umum disebut mata uang tetap-biaya historis atau setara daya beli umum. Jumlah
mata uang yang belum disesuaikan disebut jumlah nominal. Jika biaya historinya
dialokasikan untuk laba tahun berjalan, maka pendapatan, sebagai indikator daya
beli disesuaikan dengan biaya yang menunjukkan daya beli untuk tahun
sebelumnya ketika asset belum dibeli.

2.1.5 Indeks Harga

Indeks harga merupakan sebuah rataan dari perubahan harga yang


proporsional pada suatu barang atau jasa tertentu antara dua periode waktu.
Perubahan harga dan kuantitas menunjuk pada barang-barang atau jasa yang
bersifat individual yang jelas berbeda satu sama lainnya dalam sebuah kelompok
poduk yang serupa. Kualitas yang berbeda pada jenis produk yang sama harus
diperlakukan berbeda pula sebagai jenis barang atau jasa yang terpisah sesuai
dengan konteks permasalahan.

Perubahan tingkat harga umum biasanya diukur dengan tingkat harga.


Suatu indeks harga adalah rasio biaya. Perubahan tingkat-harga umum diukur oleh
indeks tingkat-harga menurut rumus ∑P1Q1 / ∑P0Q0 dengan P = harga
komoditas dan q = jumlah yang dikonsumsi.

 Indeks harga biasa digunakan untuk mengetahui ukuran perubahan


variabel-variabel ekonomi sebagai barometer keadaan perekonomian, memberi
gambaran yang tepat mengenai kecenderungan perdagangan dan kemakmuran.
Beberapa macam indeks harga adalah sebagai berikut.
 Indeks harga konsumen (IHK) adalah angka yang menggambarkan
perbandingan perubahan harga barang dan jasa yang dihitung dianggap mewakili
belanja konsumen, kelompok barang yang dihitung bisa berubah-ubah disesuaikan
dengan pola konsimsi aktual masyarakat.
 Indeks harga produsen (IHP) adalah perbandingan perubahan barang dan
jasa yang dibeli oleh produsen pada waktu tertentu, yang dibeli oleh produsen
meliputi bahan mentah dan bahan setengah jadi. Perbedaannya dengan IHK
adalah kalau IHP mengukur tingkat harga pada awal sistem distribusi, IHK
mengukur harga langsung yang dibayar oleh konsumen pada tingkat harga eceran.
Indeks harga produsen biasa disebut juga indeks harga grosir (wholesale price
index).
 Indeks harga yang harus dibayar dan diterima oleh petani. Indeks harga
barang-barang yang dibayar oleh petani baik untuk biaya hidup maupun untuk
biaya proses produksi, apabila dalam menghitung indeks dimasukkan unsur
jumlah biaya hipotek, pajak, upah pekerja yang dibayar oleh petani, indeks yang
diperoleh disebut indeks paritas. Rasio antara indeks harga yang harus dibayar
oleh petani dengan indeks paritas dalam waktu tertentu disebut rasio paritas
(parity ratio).

Ciri-ciri Indeks Harga


Indeks harga mempunyai ciri-ciri di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Indeks harga sebagai standar sebagai perbandingan harga dari waktu ke
waktu.
2. Penetapan indeks harga didasarkan pada data yang relevan.
3. Indeks harga ditetapkan oleh sampel, bukan populasi.
4. Indeks harga dihitung berdasarkan waktu yang kondisi ekonominya stabil.
5. Penghitungan indeks harga menggunakan metode yang sesuai dan tepat.
6. Penghitungan indeks harga dilakukan dengan cara membagi harga tahun
yang akan dihitung indeksnya dengan harga tahun dasar dikali 100.

Metode penghitungan Indeks Harga


Metode penghitungan indeks harga tidak tertimbang Penghitungan indeks harga
tidak tertimbang ada dua macam, yaitu indeks harga tidak tertimbang sederhana
(komoditi tunggal) hanya satu barang dan indeks harga tidak tertimbang dengan
banyak komoditi (gabungan).
a. Rumus indeks harga tidak tertimbang sederhana:

Contoh soal

Diketahui harga rata-rata 6 macam barang adalah sebagai berikut:

-
Jika tahun 2001 dijadikan sebagai tahun dasar maka dengan menggunakan metode
agregatif sederhana, indeks harga tahun 2002 dan 2003 bisa dihitung sebagai
berikut:

2) Metode rata-rata relatif harga, yang dirumuskan sebagai berikut:

Diketahui harga rata-rata lima macam buah adalah sebagai berikut:


2. Metode penghitungan indeks harga yang banyak digunakan Metode
perhitungan indeks harga yang sering digunakan dalam menghitung inflasi adalah
metode tertimbang, yaitu:

a) Metode Laspeyres

Metode Laspeyres adalah metode penghitungan angka indeks yang ditimbang


dengan menggunakan faktor penimbang kuantitas pada tahun dasar (Qo) dengan
rumus IH Laspeyres.

∑𝑃𝑛𝑄𝑜
Rumus: IL = X 100
∑𝑃𝑜𝑄𝑜

Keterangan:

IL : Indeks Laspeyers

Pn : harga- harga tahun tertentu

Po : harga- harga tahun dasar

Qo : banyak barang pada tahun dasar

Contoh soal:
Nama Harga Kuantitas
barang 1990 1991 1995 1990 1991 1995
Susu 13,23 13,95 12,90 128.500 132.800 143.700
Mentega 139,30 148 141,10 1.145 1.228 1.248
Gula 156,20 167,20 162 2.381 2.064 2.854

Diminta:

Hitunglah IL tahun 1995 dengan tahun dasar:

a. 1990
b. 1990- 1991

Jawab:

a. Tahun dasar 1990


∑𝑃𝑛𝑄𝑜
IL = ∑𝑃𝑜𝑄𝑜 X 100

∑(harga tahun 1995)x (kuantitas tahun 1990)


= 𝑥 100
∑(ℎ𝑎𝑟𝑔𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 1990)𝑥 (𝑘𝑢𝑎𝑛𝑡𝑖𝑡𝑎𝑠 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 1990)

(12,90)(128.500)+ (141,10)(1.145)+ (162)(2.381)


= (13,23)(128.500)+ (139,30)(1.145)+(156,20)(2.381) 𝑥 100

2.204.931,5
= 2.231.465,7 𝑥 100

= 98,81

Berdasarkan analisa ini maka harga rata- rata susu, mentega, dan gula menurun
sekitar 1,19 % (100- 98,81) di tahun 1995.
b. Tahun dasar 1990- 1991

Jenis barang Harga rata- rata Kuantitas rata- rata


Susu (13,23+13,95) :2 =13,59 (128.500+132.800) :2 = 130.650
Mentega (139,30+148) :2 =143,65 (1.145+1.228) :2 = 1.186,5
Gula (156,20+167,20) :2 =161,70 (2.381+2.064) :2 = 2.222,5

(12,90)(130.650)+(141,10)(1.186,5)+(162)(2.222,5)
= (13,59)(130.650)+(143,65)(1.186,5)+(161,70)(2.222,5) 𝑥 100

2.212.845,15
= 𝑥 100
2.305.352,48

= 95,99

Berdasarkan analisa ini maka harga rata- rata susu, mentega, dan gula menurun
sekitar 4,01 % (100- 95,99) ditahun 1995.

Penggunaan Indeks Harga

1. Angka indeks harga digunakan untuk mentranslasikan jumlah uang yang


dibayarkan selama periode terdahulu menjadi ekuivalen daya beli pada akhir
periode.
2. Angka – angka tingkat harga yang telah disesuaikan tidak mewakili biaya
kini pos-pos yang dimaksud atau angka-angka tersebut masih merupakan biaya
historis, angka – angka biaya historis hanya disajikan ulang dalam unit
pengukuran yang baru – daya beli umum pada akhir periode.

Angka indeks harga biasanya digunakan dalam transaksi jumlah uang yang
dibayarkan di periode sebelumnya ke dalam setara daya beli akhir periodenya.
Rumus yang dipakai :
Angka tingkat-harga yang disesuaikan bukan merupakan biaya kini dari
pos yang dipersoalkan,melainkan masih merupakan angka biaya historis. Angka
historis hanya sekedar disajikan dalam unit ukuran baru yaitu daya beli umum di
akhir periode. Jika semua transaksi dilakukan secara seragamselama periode
tertentu , maka penyesuaian tingkat harga jalan pintas dapat digunakan.
Objek Penyesuaian Tingkat -Harga Umum
Secara tradisional, laba adalah bagian dari kekayaan yang dapat ditarik
oleh perusahaan selama periode akuntansi tertentu, tanpa mengurangi kekayaan
dibawah tingkat awalnya. Dengan asumsi tidak ada investasi oleh pemilik suatu
perusahaan selama periode tersebut. Akuntansi konvensional menghitung laba
sebagai jumlah maksimal yang dapat ditarik oleh perusahaan tanpa mengurangi
modal uang awalnya.
Jika kita tidak bisa memperoleh harga stabil maka perhitungan laba
konvensional cenderung menghitung kekayaan bersih perusahaan setelah pajak
secara tidak akurat. Model daya-beli tetap-biay historis mengatasi ketimpangan
denga menghitung laba,sedemikian sehingga perusahaan dapat membayarkan
seluruhnya sebagai deviden sekaligus mempertahankan daya beli di akhir tahun
agar sama dengan di awal tahun.

2.1.5 Constant Monetary Unit Restatement


Constant Monetary Unit Restatement adalah bentuk umum dari
menyatakan kembali laporan keuangan untuk perubahan daya beli unit moneter.
Di Inggris, akuntan menggunakan current purchasing accounting.
Ilustrasi Constant Monetary Unit Restatement:
Neraca Tahun 1994 dan 1995 (dalam nilai nominal)

Perusahaan A
Neraca
31 Desember 1994 dan 1995

Aktiva 1995 1994

aktiva lancar
Kas 30.000 10.000
piutang dagang (net) 100.000 90.000
Persediaan 120.000 100.000

total aktiva lancar 250.000 200.000

aktiva tetap
Tanah 100.000 100.000
bangunan (net of accumulation depreciation) 200.000 220.000
peralatan (net of accumulation depreciation) 130.000 120.000

total aktiva tetap 430.000 440.000

total aktiva 680.000 640.000

Utang dan Modal 1995 1994


utang lancar
utang dagang 100.000 50.000
utang gaji 50.000 70.000
total utang lancar 150.000 120.000
utang obligasi 300.000 300.000
total utang lancar 450.000 420.000

modal saham
saham biasa ($1 par value, 100.000 shared issued &
outstanding) 100.000 100.000
paid in capital 20.000 20.000
laba ditahan 110.000 100.000
total modal saham 230.000 220.000

total utang dan modal saham 680.000 640.000


Laporan Keuangan 1995 (dalam nilai nominal)

Perusahaan A
Laporan Keuangan
31 Deember 1995

Pendapatan 530.000

Biaya:
HPP 360.000
Biaya penjualan & administrasi 60.000
Depresiasi 30.000
Biaya bunga 30.000
Kerugian penjualan peralatan 5.000
Pajak 15.000
500.000
Laba bersih 30.000

Price Index

Tanggal Indeks Tanggal Indeks


Jan 95 (perusahaan dibentuk dan membeli
tanah). 100 Jan-95 130
Feb-95 132
Mar-95 134
Rata- rata 1986 (bangunan dibangun) 105 Apr-95 135
Mei 95 (peralatan dibeli) 136
April 89 (peralatan dibeli) 107 jun 95 (peralatan dijual) 138
Jul-95 139
Nov 92 (peralatan dibeli) 115 Agt-95 141
Sep-95 144
Okt-94 120 Okt-95 146
Nov-95 148
Nov-94 122 Des-95 150
Des-94 125 rata- rata tahun 1995 139,4
Rata- rata untuk kuartal ke- 4 tahun 94 (pers. rata- rata kuartal ke- 4 tahun
Awal diperoleh) 122,3 1995 148
Restatement Neraca pada Nilai Konstan

Perusahaan A
Restatement Neraca pada Nilai Konstan
31-Des-95

Nilai
Aktiva Nilai Nominal Rasio Konstan
aktiva lancar
Kas 30.000 150/150 30.000
piutang dagang (net) 100.000 150/150 100.000
Persediaan 120.000 150/122,3 121.622
total aktiva lancar 250.000 151.622

aktiva tetap
tanah 100.000 150/100 150.000
bangunan (net accumulated depreciation) 200.000 150/105 285.714
peralatan (net accumulated depreciation)
pembeliaan 1989 76.000 150/107 106.542
pembeliaan 1992 25.000 150/115 32.609
pembeliaan 1995 29.000 150/136 31.985
total aktiva tetap 430.000 606.850
total aktiva tetap 680.000 858.472

Utang dan modal

utang lancar
utang dagang 100.000 150/150 100.000
utang gaji 50.000 150/150 50.000
total utang lancar 150.000 150.000
utang obligasi 300.000 150/150 300.000
total utang lancar 450.000 450.000

modal saham
saham biasa ($1 par value, 100.000
shares) 100.000 150/100 150.000
paid in capital 20.000 150/100 30.000
laba ditahan 110.000 selisih 228.472
total modal saham 230.000 408.472

total utang dan modal 680.000 858.472


Restatement Laporan Keuangan 1995 pada Nilai Konstan

Perusahaan A
Laba Rugi Daya Beli
31-Des-95

Keterangan Nilai nominal Rasio Nilai konstan


Pendapatan 530.000 150/ 139,4 570.301
biaya:
HPP 360.000 409.922
biaya penjualan dan administrasi 60.000 150/ 139,4 64.562
Depresiasi
pembeliaan bangunan 1986 20.000 150/105 28.571
pembeliaan peralatan 1989 4.000 150/107 5.607
pembeliaan peralatan 1992 5.000 150/115 6.522
pembeliaan peralatan 1995 1.000 150/136 1.103
biaya bunga 30.000 150/ 139,4 32.281
kerugian penjualan peralatan 5.000 8.584
Pajak 15.000 150/ 139,4 16.141
total biaya 500.000 573.293
laba rugi sebelum laba rugi daya
beli -2.992
laba rugi daya beli 63.231
laba bersih 30.000 60.239

Restatement HPP pada Nilai Konstan

Perusahaan A
Restatement Laporan HPP
31-Des-95
Nilai
Keterangan Nilai nominal Rasio konstan
persediaan awal 100.000 150/122,3 122.649
Pembeliaan 380.000 150/ 139,4 408.895
barang tersedia untuk dijual 480.000 531.544
persediaan akhir 120.000 150/148 121.622
HPP 360.000 409.922

Ilustrasi Constant Monetary Unit Restatement


Evaluasi Constant Monetary Unit Accounting
Meskipun constant monetary unit accounting memberikan informasi mengenai pengaruh
inflasi terhadap perusahaan berbeda-beda. Besarnya pengaruh inflasi terhadap perusahaan
tergantung pada komposisi aktiva dan modal. Perusahaan yang tingkat leverage-nya tinggi,
kemungkinan memperoleh keuntungan selama inflasi.

2.1.6 Penyesuaian Biaya Kini


Model biaya kini berbeda dengan akuntansi konvensional, yaitu.
1. Aset dinilai pada biaya kininya ketimbangan biaya historisnya. Oleh karena
itu aset pada dasarnya sama dengan nilai diskonto kini dari arus kas di masa
depan, pendukung model biaya-kini berpendapat bahwa nilai kini memperlihatkan
secara lebih baik pengukuran pendapatan dan potensi arus kas perusahaan dimasa
depan kepada pembaca laporan keuangan.
2. Laba didefenisikan sebagai kekayaan bersih setelah pajak perusahaan, yaitu
jumlah sumber daya yang dapat didistribusikan perusahaan di suatu periode
sambil tetap mempertahankan kapasitas produksi atau modal fisiknya.

2.1.7 Biaya Kini Disesuaikan dengan Tingkat-Harga Umum


Opsi pelaporan ini bertujuan untuk menggabungkan karakteristik model
tingkat-harga umum dan model biaya-kini. Pengukuran ini disebut dengan model
biaya kini yang disesuaikan degan tingkat harga menggunakan indeks harga
umum dan khusus. Salah satu tujuan model tingkat harga-umum, yaitu untuk
mengungkapkan laba dan aset bersih pada ekuivalen daya beli akhir tahun
perusahaan. Tujuan dari model biaya-kini yaitu untuk melaporkan aset bersih
perusahaan pada biaya kininya dan melaporkan jumlah laba yang menggambarkan
kekayaan bersih setelah pajak.
Ciri khas model biaya-kini, pengungkapan perubahan biaya kini dari aset
nonmoneter perusahaan setelah dikurangi inflansi. Bertujuan untuk
memperlihatkan bagian perubahan nilai aset nonmoneter yang melebihi atau
kurang dari perubahan daya beli umum.
Kenaikan aset nonmoneter akibat inflansi umum merupakan jumlah saldo
yang harus dimiliki perusahaan agar mampu menghadapi inflansi umum. Dan
salah satu komponen yang lainnya, misalnya kenaikan biaya kini yang melampaui
inflnsi umum dianggap oleh sejumlah pihak sebagai laba modal atas aset
nonmoneter yang belum direalisasikan. Komponen terkhir ini bukan merupakan
laba, malinkan kenaikan biaya perusahaan yang harus dimiliki perusahaan dalam
mempertahankan produknya
Laba atau rugi kumulatif dari aset nonmonter induk- pos ini merupakan
perubahan kumulatif atas nilai aset nonmoneter yang diakibatkan selain oleh
inflansi umum.
Pos ini dihitung hanya jika model beban-khusu digunakan, karena beban ini
dibndingkan dengan penyajian ulang dengan yang ditentukan oleh indeks harga
konsumen nasional. Jika beban khusus lebih besar daripada indeks tersebut, maka
laba akan diperoleh aset nonmoneter induk, jika tidak maka rugi akan diperoleh.
Laba atau rugi moneter kumulatif- pos ini merupakan pengaruh bersih yang
muncul dari penyajian ulang awal dari angka-angka dalam laporan keuanagan.

2.1.8 Pendekatan Terhadap Akuntansi Inflasi Di Beberapa Negara


Beberapa negara bereksperimen dengan pendekatan akuntansi inflasi yang
beragam. Praktisi-praktik yang berlaku di lapangan juga mencerminka berbagai
pertimbangan pragmatis, seperti tingkat keparahan inflasi nasional dan sudut
pandang pihak-pihak yang merasakan pengaruh langsung dari angka-angka
akuntansi inflasi. Guna memahami praktisi-praktik yang berlakudewasa ini, akan
bermanfaat jika kita menelaah pendekatan terhadap akuntansi inflasi yang
dilakukan oleh beberapa negara.

Amerika Serikat
FASB 1979 menerbitkan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (SFAS)
No. 33 tentang “Pelaporan Keuangan dan Perubahan Harga”, yang mengharuskan
perusahaan-perusahaan di AS yang memiliki persediaan dan aset tetap (sebelum
dikurangi akumulasi penyusutan) senilai lebih dari $125 juta, atau memiliki total
aset senilai lebih dari $1M, untuk mencoba mengungkapakan baik daya beli tetap-
biaya historis maupun daya beli tetap biaya kini selama lima tahun. Sebagai
kerangka pengukuran dasar untuk laporan keuangan utama, pengungkapan ini
lebih ditujukan untuk melengkapi informasi beban historis daripada
menggantinya.
Banyak pengguna dan pembuat laporan keuangan yang menaati SFAS
No.33 yang merasakan bahwa (1) pengungkapan ganda yang diwajibkan oleh
FSAB membingungkan, (2) biaya penyajian pengungkapan ganda terlalu mahal
dan (3) pengungkapan daya beli tetap-biaya historis kurang berguna jika
dibandingkan dengan data beban terkini. Oleh karena itulah, FASB memutuskan
untuk menyarankan, dan tidak mewajibkan, perusahaan pelapor di AS untuk
mengungkapkan baik informasi daya beli tetap-biaya historis maupun daya beli
tetap-biaya kini. Pedoman yang diterbitkan oleh FASB (SFAS 89) bertujuan
untuk membantu perusahaan yang melaporkan pengaruh perubahan harga
terhadap laporan keuangan, disamping sebagai cikal bakal standar akuntansi
inflasi di masa mendatang.
Perusahaan pelapor disarankan untuk mengungkapkan informasi berikut
tiap lima tahun terakhir:
Penjualan bersih dan pendapatan operasional lain
Laba operasional berkelanjutan berdasarkan biaya-kini
Daya beli laba atau rugi ats pos-pos moneter bersih
Peningkatan atau penurunan biaya kini atau jumlah yang dapat dipulihkan
yang lebih rendah (yaitu jumlah kas bersih yang diperkirakan dapat dipulihkan
lewat penggunaan atau penjualan) dari persediaan atau asset tetap, setelah
dikurangi inflasi (perubahan tingkat-harga umum).
Semua penyesuaian transaksi gabungan mata uang asing, berdasarkan
biaya-kini
Aset bersih di akhir tahun berdasarkan biaya-kini
Pendapatan per saham
Dividen per saham dari saham biasa
Harga pasar per saham dari saham biasa di akhir tahun
Tingkat Indeks Harga Konsumen yg digunakan untuk mengukur dari
operasional berkelanjutan.
Untuk meningkatkan komparabilitas data diatas, informasi yang diberikan
dapat disajikan baik dalam (1) rata-rata setara daya beli (atau di akhir tahun),
maupun (2)dolar pada periode pokok (1967) yang digunakan untuk menghitung
CPI. Jika laba berdasarkan daya beli tetap biaya-kini berbeda secara signifikan
dari laba biaya historis, maka perusahaan diminta untuk menyajikan lebih bnyak
data.
Pedoman SFAS No.89 juga mencakup operasi luar negeri yg disertakan
dalam laporan keuangan konsolidassi perusahaan induk di AS. Perusahaan yang
menggunakan dolar sebagai mata uang fungsional untuk mengukur operasi luar
negerinya menggunakan perspektif mata uang induk. Oleh karenanya, akun-akun
dalam laporan keuangan harus ditranslasikan ke dalam dolar, kemudian
disesuaikan dengan inflasi di AS (metode tranlasi-saji ulang).

Inggris
Komite Standar Akuntansi Inggris (ASC) menerbitkan pernyataan Praktik
Akuntansi Standar no.16 (SSAP No.16), “Akuntansi Biaya-Kini”, berdasarkan
eksperimen selama 3 tahun pada bulan Maret 1980. Meskipun tidak berlaku sejak
tahun 1988, metode SSAP No.16 dianjurkan untuk perusahaan perusahaan yang
secara sukarela menyesuaikan akun-akunnya dengan inflasi.
SSAP No.16 berbeda dengan SFAS No.33 dalam dua aspek utama. Pertama,
SSAP No.16 hanya menggukan metode biaya-kini untuk pelaporan eksternal,
sedangkan SFAS No.33 mewajibkan akuntansi dolar konstan maupun biaya-kini.
Kedua, laporan biaya-kini pada SSAP No.16 mewajibkan laporan laba rugi
maupun neraca biaya-kini berserta catatannya, sedangkan penyesuaikkan inflasi
SFAS No.33 hanya berfokus pada laporan laba rugi. Standar Inggris memberikan
3 pilihan dalam pelaporan:
1. Menyajikan akun-akun biaya-kini sebagai laporan dasar dengan dilengkapi
akun-akun biaya-historis.
2. Menyajikan akun-akun biaya-historis sebagai laporan dasar dengan
dilengkapi akun-akun biaya-kini.
3. Menyajikan akun-akun biaya-kini saja dengan dilengkapi akun-akun biaya-
historis seperlunya.
Terkait pos-pos moneter, SFAS No.33 mewajibkan pengungkapan angka-
angka laba dan rugi secara terpisah, sedangkan SSAP No.16 mewajibkan 2 jenis
angka yg mencerminkan pengaruh perubahan harga khusus. Jenis pertama, yg
disebut sebagai penyesuaian modal kerja moneyer (MWCA), mengakui pengaruh
perubahan harga khusus terhadap jumlah modal kerja yg digunakan dalam
operassi bisnis. Sama halnya dengan saldo laba atau rugi moneter yg disyaratkan
oleh model tingkat-harga-umum, penyesuaian ini mengakui bahwa barang dan
jasa yg diperoleh perusahaan bersifat lebih khusus dalam hal asset tetapnya jika
dibandingkan dg barang dan jasa yg dikonsumi public. Jenis kedua, yg disebut
penyesuaian utang modal, memperhatikan dampak perubahan harga khusus
terhadap asset non-moneter perusahaan (misalnya penyusutan, beban penjualan
dan modal kerja moneter).
[(TL – CA) / (FA + I + MWC)] (CC Dep. Adj. + CC Sales Adj. + MWCA)
di mana
TL = total kewajiban selain utang penjualan
CA = aset lancar selain piutan pejualan
FA = aset tetat termasuk investasi
I = persediaan
MWC = modal kerja moneter
CC Dep. Adj. = penyesuaian penyusutan biaya-kini
CC Sales Adj. = penyesuaian penjualan biaya-kini
MWCA = penyesuaian modal kerja moneter

Brasil
Inflasi sering dianggap sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari dunia
bisnis di Amerika Latin, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mengingat
pengalamannya dg inflasi di masa lalu, pendekatan yg dilakukan oleh Brasil
terhadap akuntansi inflassi sangat informative.
Meskipun sudah tidak diwajibkan, akuntansi inflassi yg dianjurkan di
Brasil dewasa ini terdiri atas 2 pilihan pelaporan: Undang-Undang Perusahaan
Brasil dan Komisi Sekuritass dan Bursa Brasil. Sesuai dg undang-undang
perusahaan, penyesuaian inflasi dilakukan dg menyajikan ulang asset permanaenn
dan akun-akun ekuitas pemegang saham dg menggunakan indeks harga yg diakui
oleh pemerintah federal sebagai alat ukur devaluasi mata uang local. Asset
permanen terdiri atas asset tetap, gedung, investasi, beban ditangguhkan beserta
penyusutan dan amortisasi atau deplesi akun-akun (termasuk semua penyisihan
penghapusan asset produktif). Akun ekuitas pemegang saham terdiri atas modal,
cadangan pendapatan, cadangan revaluasi asset tetap ke dalam biaya pengganti
kininya, setelah dikurangi provisi penyusutan teknis dan fisik.
Penyesuaian inflasi terhadap aset pemanen dan ekuitas pemegang saham
diterima bersih dan kelebihannya diungkapkan secar terpisah dalam laba kini
sebagai laba atau rugi koreksi moneter.

2.1.9 International Accounting Standards Broad (IASB)


IASB menyimpulkan bahawa laporan posisis keuangan dan kinerja
operasional yang dinyatakan dalam mata uang lokal dilingkungan hiperinflasi
tidak bermanfaat. Secara khusus, laporan keuangan perusahaan yang
menggunakan mata uang dilingkungan hiperinflasi, baik berdasarkan pada model
penilaian historismaupun biaya-kini, harus diungkapkan kembali pada daya beli
tetap pertanggal neraca. Peraturan ini juga berlaku untuk angka-angka serupa
ditahun sebelumnya. Laba atau rugi daya beli terkait posisi kewajiban atau aset
menetr bersih harus dimasukan kedalam laba bersih. Perusahaan laporan juga
harus mengungkapkan:
1. Fakta bahwa penyajian ulang atas perubahan daya beli umum unit
pengukuran telah dilakukan
2. Model penilaian aset yang digunakan dalam laporan utama (yaitu penilaian
historis atau biaya-kini)
3. Identitas dan tingkat indeks harga per tanggal neraca, berikut pergerakannya
selama tahun pelaporan
4. Laba atau rugi moneter bersih tahun berjalan

2.1.9 Hal-hal Terkait Inflasi


Para analisis harus memperhatikan hal-hal berikut saat membaca laporan
yang disesuaikan dengan ingflasi: (1) apakah pengaruh inflasi dapat diukur secara
lebih baik oleh dolar tetap atau biaya-kini, (2) perlakuan akuntansi untuk laba dan
rugi inflasi, (3) akuntansi inflasi asing, (4) pengaruh gabungan dari tingkat inflasi
dan bursa efek. Point pertama tdan ketiga kita bahas secara bersamaan.

Laba dan Rugi Inflasi


Perlakuan terhadap laba dan rugi atas pos-pos moneter (seperti kas,utang,
dan piutang) merupakan isu yang komersial. Survei yang dilakukan terhadap
praktik-praktik di berbagai negara menunjukan keragaman yang penting dalam hal
ini.
Laba atu rugi tas pos-pos moneter di AS dihitung dengan cara menyajikan ulang
saldo awal, saldo akhir, serta semua transaksi dari seluruh aset dan kewajiban
moneter (termasuk utang jangka panjang) dalam laporan tetap. Saldo yang
diperoleh kemudian diungkapkan sebagi pos tersendiri. Perlakuan ini menganggap
laba dan rugi pada pos-pos moneter berbeda dengan jenis laba lain.
Di inggris, laba dan rugi atas pos-pos moneter dikelompokan menjadi
modal kerja moneter dan penyesuaian utang modal, kedua pos tersebut dihitung
menurut perubahan harga khusus (bukan umum). Penyesuian utang modal
menunjukan penerimaan (atau beban) yang diperoleh pemegang saham dari utang
pembiayaan selama masa perubahan harga.
Pendekatan yang diterapkan di Brasil, yang sudah tidak diwajibkan lagi,
tidak menyesuaikan aset dan kewajiban lancar secara eksplisit, karena saldo
keduanya dinyatakan dalam nilai yang dapat diungkapkan. Penyesuaian aset
permanen yang melebihi penyesuian ekuitas merupakan bagian dari aset
permanen yang diperoleh lewat utang, sehingga menghasilkan laba daya beli.
Sebaliknya, penyesuaian ekuitas yang melebihi penyesuian aset permanen
merupakan bagian dari modal kerja yang dibiayai oleh ekuitas. Rugi daya beli
diakui untuk bagian ini selama inflasi.
SSAP No, 16 memiliki cara yang lebih baik untuk menangani pengaruh
inflasi selain persedian, pabrik, dan peralata, perusahaan juga harus meningkatkan
modal kerja moneter nominal bersih guna memprtahankan daya operasional
seiring naiknya harga. Meski begitu fenomena ini seharusnya tidak diukur dengan
daya beli umum karena perusahaan hampir tidak pernah berinvestasi di keranjang
belanja ekonomi. Kami yakin bahwa tujuan akuntansi inflasi ialah untuk
mengukur kinerja perusahaan dan memungkinkan pihak yang tertarik untuk
menilai jumlah, waktu, dan potensi arus kas dimasa depan.
Suatu perusahaan dapat mengukur daya beli yang dimilikinya untuk
memperoleh barang danjasa tertentu lewat indeks pengukur laba dan rugi
moneter, karena tidak semua perusahaan mampu memperoleh indeks daya beli
khasnya sendiri, pendekatan yang dilakukan di Ingris menjadi alternatif yang baik.
Namun kami lebih memilih untuk memperlakukan penyesuaian utang modal
sebagai pengurangan atas penyesuaian biya-kini untuk pos-pos penyusutan, beban
penjualan, dan modal kerja moneter daripada mengungkapkan. Kami beranggapan
bahwa beban biaya-kini dan saji ulang biaya historis selama inflasi dapat tertutup
oleh pengurangan beban utang jasa yang digunakan untuk membiayai pos-pos
operasional tersebut.

Laba dan Rugi Modal


Akuntansi nilai kini membagi laba bersih ke dalam dua kategori: (1) laba
operasional (selisih antara pendapatan lancar dengan biaya kini sumber daya yang
dikonsumsi) dan (2) laba yang belum direalisasikan dari kepemilikan asset
nonmonoter yang nilai penggantinya mengalami kenaikan selama inflasi
berlangsung. Pengukuran laba modal mudah dilakukan, namun perlakuan
akuntansinya sulit. Kami berpendapat bahwa kenaikan biaya pengganti asset
operasional (contohnya proyeksi arus kas keluar untuk mengganti peralatan)
bukan merupakan laba, baik terealisasimaupun tidak. Perubahan biaya kini
persediaan, pabrik, peralatan, dan asset operasional lain merupakanrevaluasi
terhadap ekuitas pemilik, yang menjadi bagian dari laba yang harus dimiliki
perusahaan guna mempertahankan modal fisik, sedangkan laba berdasarkan biaya
kini merupakan pengukuran terhadap kekayaan bersih setelah pajak dari
perusahaan ini. Asset yang ditahan untuk tujuan spekulasi, seperti tanah kosong
atau surat berharga yang dapat diuangkan, tidak harus diganti jika ingin
mempertahankan daya produksi. Oleh karenanya, jika penyesuaian biaya-kini
mencakup pos-pos ini, kenaikan atau penurunan setaraharus dinyatakan secara
langsung dalam akun laba.
Inflasi Asing
Di Amerika Serikat, FASB berupaya menangani inflasi dengan cara
mewajibkan perusahaan pelapor besar untuk bereksperimen baim dengan daya
beli tetap-biaya historis maupun dengan pengungkapan biaya-kini. FAS No 89,
yang menganjurkan (namun tidak mewajibkan) perusahaan untuk menerangkan
perubahan harga, tidak berhasil memecahkan isu ini pada dua tingkatan. Pertama,
perusahaan boleh tetap menyajikan nilai asetnonmoneternya pada biaya historis
(yang disaji ulang untuk perubahan tingkat harga), atau boleh juga menyajikan
ulang dalam setara biaya-kininya. Kedua, perusahaanyang memilih untuk
menyajikan data biaya-kini untuk operasi luar negri memiliki dua opsi metode
translasi dan saji ulang laporan anak perusahaan ke dalam dolar AS. Perusahaan
tersebut boleh menyajikan ulang ke dalam inflasi asing, kemudian
mentranslasikannya ke dalam mata uang induk perusahaan (metode saju ulang-
translasi), atau boleh mentranslasikannya ke dalam mata uang induk perusahaan,
kemudian menyajikan ulang ke dalam mata uang induk perusahaan, kemudia
menyajikan ulang ke dalam inflasi (translasi-saji ulang). Kini dapat menentukan
pilihan metode dengan menggunkan kerangka berorientasi keputusan.
Investor peduli dengan potensi perusahaan untuk menghasilkan dividen, karena
nilai investasi mereka pada akhirnya bergantung pada deviden di masa
mendatang. Potensi perusahaan untuk menghasilkan dividen berhubungan secara
langsung dengan kemampuannya untuk menghasilkan barang dan jasa. Dividen
akan dihasilkan di masa mendatang hanya jika perusahaan mempertahankan daya
produksinya.
Oleh karena itu, investor memerlukan laporan yang disesuaikan dengan
tingkat harga khusus, bukan harga umum. Ini karena penyesuaian tingkat harga
khusus menjadi penentu jumlah maksimal yang bisa dibayarkan oleh perusahaan
sebagai dividen tanpa mengurangi daya produksinya.
Kami memilih prosedur penyesuaian tingkat harga sebagai berikut:
1. Menyajikan ulang seluruh laporan keuangan anak perusahaan, baik domestic
maupun asing, dan induk perusahaan guna mencerminkan perubahan harga
khusus.
2. Mentranslasikan seluruh laporan anak perusahaan asing ke dalam setar mata
uang domestic melalui konstanta
3. Menggunakan indesk harga khusus yang relevan dengan apa yang
dikonsumsi perusahaan dalam perhitungan laba atau rugi monoter. Perspektif
perusahaan induk mensyaratkan indeks harga domestic, sedangkan perspektif
perusahaan local mensyaratkan indeks harga local.
Menyajikan ulang laporan perusahaan asing maupun domestic ke dalam setara
harga-kini khusus menghasilkan informasi yang relevan dengan keputusan. Akan
lebih mudah bagi kita untuk membandingkan dan mengevaluasi hasil konsolidasi
seluruh perusahaan di masa mendatang. Filosofi pelaporan ini dipaparkan oleh
Dewey R. Borst, pengawas keuangan Inland Steel Company:
Manajemen berusaha mendapatkan informasi terkini dan terbaik untuk memonitor
kinerja mereka di masa lampau, serta untuk memandu mereka dalam mengambil
keputusan dimasa kini. Kalangan luar menilai laporan keuangan untuk laporan
serupa, yakni untuk menentukan kinerja perusahaan di masa lampau dan perkiraan
kinerjanya di masa mendatang. Oleh karenanya, tidak ada alas an yang kuat bagi
kita untuk memiliki dua jenis data dan metode penyajian laporan keuangan. Data
serupa yag kini tersedia melalui pengembangan akuntansi manajerial juga sesuai
untuk pihak luar.

Menghindari Double-Dip
Ketika menyajikan ulang laporan perusahaan yang bertempat di luar
negeri ke dalam inflasi asig, perusahaan terkadang menghitung pengaruh inflasi
dua kali. Dikenal sebagai double-dip, persoalan ini muncul karena inflasi local
mempengaruhi nilai tukar yang digunakan dalam translasi secara langsung.
Meskipun teori ekonomi mengasumsikan hubungan terbalik antara tingkat inflasi
internal dengan nilai eksternal mata uang dari suatu negara, bukti-bukti
menunjukkan bahwa hubungan ini jarang bertahan (setidaknya untuk waktu yang
singkat). Sesuai dengan hal ini, besarnya penyesuaian yang dihasilkan untuk
menghilangkan double-dip akan beragam, bergantung pada tingkat korelasi
negatif antara nilai tukar dengan inflasi diferensial.
Sebagai mana dibahas sebelumnya, penyesuaian inflasi atas beban
penjualan atau beban penyusutan bertujuan untuk mengurangi laba”tersaji” guna
menghindari saldo laba yang seolah lebih besar. Namun, akibat hubungan terbalik
antara inflasi lokal dengan nilai mata uang, perubahan nilai tukar pada reretan
laporan keuangan yang lazimnya disebabkan oleh inflasi (minimal selama periode
tertentu) setidaknya akan menyebabkan inflasi (misalnya penyesuaian transaksi
mata uanag) mempengaruhi laba “tersaji” dari perusahaan. Oleh karenanya, agar
tidak dilakukan dua kali, penyesuaian inflasi harus menyertakan rugi translasi
yang telah tercemin dalam laba “tersaji” perusahaan.
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Berdasarkan materi kami menyimpulkan bahwa perubahan harga sangat erat
kaitannya denga pelaporan keuangan. Seiap perusahaan yang melakukan transaksi
jual beli jasa/barang akan diperhadapkan pada masalah perubahan harga baik itu
inflasi(kenaikan harga) maupun deflasi(penurunan harga). Perubahan harga
menimbulkan perbedaan biaya dalam suatu asset ataupun nilai dari laba
perusahaan. Sehingga metode yang diterpakan oleh beberapa negara untuk
mengakui perubahan harga (akuntansi inflasi) yakni General Price Level
Adjustment ( penyesuaian harga umum dan Current Cost Accounting ( biaya saat
ini atau terkini). Dengan mengakui perubahan harga akan memaksimalkan
keuntungan dan menghindari perhitungan biaya depresiasi yang tidak relevan..
Pada periode perubahan harga ini laporan keuangan sangat teramat rentan
terhadap resiko penyesatan para penggunanya. Resiko ini terjadi karena adanya
ketidak akuratan pengukuran yang menyebabkan distorsi pada proyeksi keuangan
yang didasarkan pada data seri waktu historis, anggaran yang menjadi dasar
pengukuran kinerja dan data kinerja yang tidak dapat mengisolasi pengaruh
perubahan harga yang tidak dapat dikendalikan. Resiko tersebut menimbulkan
kesulitan para pembaca untuk menginterpretasikan dan membandingkap laporan
keuangan. Terdapa dua jenis metode yang dapat dilakukan untuk melakukan
penyesuaian terhadap inflasi, yaitu (1) akuntansi untuk laporan keuangan atas
perubahan tingkatan harga umum yang disebut sebagai model daya beli konstan
biaya historis, dan (2) akuntansi untuk perubahan harga khusus yang disebut
dengan model biaya kini.
Daftar Pustaka

Frederick D.S. Choi dan Gary K. Meek. 2010. International Accounting, 6th ed.
Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
Triaswati Heti, Wasisto A,Sholihin M. 2005. Akuntansi Internasional, Edisi
2005/2006, BPFE – Yogyakarta.
Suwardi Eko, 2002. Akuntansi Internasional, Edisi Pertama, BPFE – Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai