AWAL MUNCULNYA ISTILAH SPU (Surat Pengakuan Utang)?
(sebagai bahan tambahan untuk pemahaman masalah Merpati)
Apa itu Program P5 (Penawaran Paket Penyelesaian Permasalahan Pegawai)?
Program P5 adalah Program yang dibuat oleh Perusahaan PT. Merpati Nusantara Airlines atau disingkat Merpati, dan katanya Program ini telah disetujui oleh Pemegang Saham (?) sebagai implementasi dari Program Restrukturisasi SDM yang merupakan salah satu bagian dari Program Restrukturisasi dan Revitalisasi Perusahaan yang diputuskan oleh Kementerian BUMN. Pada kenyataannya Program P5 ini bukan Restrukturisasi SDM, melainkan Likuidasi SDM (mem-PHK seluruh Pegawai), dengan menggunakan dana Penyertaan Modal Negara (PMN) yang diterima oleh PT.PPA, dan hanya dialokasikan sebesar Rp. 350 Milyar untuk Likuidasi SDM (akibat alokasi dana ini, Merpati terhitung Utang ke PPA). Untuk diketahui, bahwa berdasarkan perhitungan Konsultan KAP dan Konsultan Aktuaria yang telah ditunjuk oleh Merpati, dan telah dikirimkan hasilnya pada tanggal 16 Oktober 2015 kepada Kementerian BUMN bahwa untuk Likuidasi SDM atau mem-PHK dan menyelesaikan seluruh permasalahan pegawai/pensiunan PT. MNA dibutuhkan dana sebesar kurang lebih Rp. 1,4 Trilliun, kenapa harus memaksakan dengan dana Rp. 350 Milyar untuk menyelesaikan masalah diatas, yang pada akhirnya pasti akan membuat masalah baru?
Apa permasalahan pegawai yang harus diselesaikan itu?
Sebagai akibat perusahaan tidak mampu membayar gaji pegawainya sejak Desember 2013, dan diputuskan untuk stop operasi sejak Februari 2014, maka permasalahan pegawai Merpati yang timbul adalah : 1. Pegawai Aktif, tidak dibayarkan hak-hak normatifnya sesuai ketentuan perusahaan sejak bulan Desember 2013. 2. Pegawai yang sudah pensiun sebelum Desember 2013 yang belum diselesaikan perusahan pembayaran hak-hak pensiuannya, menjadi tidak jelas nasibnya karena perusahaan tidak mampu membayar sisa pensiunnya. 3. Pegawai yang pensiun setelah Desember 2013 yang sudah Penyelesaian mendapatkan SK Pensiun, juga tidak jelas nasibnya karena banyak masalah perusahaan tidak mampu membayar hak pensiunnya. dgn satu solusi Program P5 4. Pegawai yang memutuskan minta di PHK dengan menggunakan UU No 13 Th. 2003 pasal 169 (mengundurkan diri dengan hak pensiun normal), telah dibuatkan Perjanjian Bersama sejak Juli 2014, tidak jelas nasibnya karena perusahaan tidak mau membayar hak-hak PHKnya yang telah disepakati bersama dan telah didaftarkan di pengadilan PHI. Bagaimana mekanisme Program P5, sehingga dianggap bisa menyelesaikan masalah diatas? Tanpa melihat status hukum permasalahan yang terjadi, diputuskan seluruh pegawai harus di PHK, dan dari alokasi dana yang ada Rp. 350 Milyar, dibagikan habis secara proporsional untuk membayar hak terutang pegawai dan hak pesangon pegawai dengan nilai jauh dibawah perhitungan sesuai ketentuan perusahaan, tetapi dengan dana Rp. 350 Milyar masih tidak mencukupi untuk penyelesaian masalah diatas, sehingga ditempuh mekanisme sebagian hak dibayar tunai dengan menghabiskan dana Rp. 350 Milyar tersebut, dan sisanya sebesar 318 M, ditunda pembayarannya dengan dibuatkan Surat Pengakuan Utang (SPU). Inilah yang dimaksud dengan penyelesaian masalah pegawai, dimana masing-masing pegawai atau pensiunan sudah punya alokasi nilai penyelesaian hak-haknya sebagian dalam bentuk tunai dan sisanya dalam bentuk Surat Pengakuan Utang. Padahal, secara matematika, Hak Normatif Karyawan sesuai Peraturan Perusahaan dan UU Ketenagakerjaan sudah dikebiri menjadi (350 M + 318 M)/Rp. 1,4 Trilliun = 47,7 % dari hak normatifnya sesuai peraturan/UU.
Bagaimana prosedur pegawai/pensiunan untuk ikut Program P5 ?
Perusahaan dengan dibantu Konsultan Hukum, membuat prosedur pelaksanaan program P5 sebagai berikut : 1. Sosialisasi Program P5, dimana pegawai yang hadir langsung diikat dengan penandatangan Berita Acara Bipartit yang sudah disiapkan oleh Konsultan Hukum Perusahaan (tinggal tanda tangan), yang isinya setuju atau tidak setuju dengan konsekuensi hukum perselisihan hubungan industrial. 2. Bagi yang setuju, saat sosialisasi atau diberi waktu beberapa hari kemudian harus menandatangani Surat Pernyataan tentang Pendaftaran Program P5, yang isinya tentang jumlah nilai paket (tanpa rincian detail dari mana dapatnya nilai paket tsb), dan surat pernyataan, ditutup dengan pernyataan menerima paket penawaran tersebut dan tidak menuntut dikemudian hari dan tidak akan membatalkannya dikemudian hari. 3. Selanjutnya penandatangan Perjanjian Bersama (PB), ada 2(dua) PB ; PB terkait Pelunasan Upah Tertunggak, dimana dituliskan para pihak telah saling melakukan perhitungan bersama dan sepakat dengan nilai upah. PB terkait Pemutusan Hubungan Kerja, dimana dituliskan para pihak sepakat pengakhiran hubungan kerja, dan pekerja dibayarkan kompensasi PHK, dan pengembalian premi JHT Jamsostek kewajiban Pekerja sebesar 2% sejak periode Desember 2009 s/d Januari 2016 (ini berarti iuran jamsostek tidak pernah dibayarkan selama periode tersebut dan perusahaan tidak mau membayar 3% kewajibannya selama periode tersebut). 4. Setelah PB ditandatangani, perusahaan akan mengajukan pendaftaran PB tersebut ke Pengadilan PHI setempat. 5. Selanjutnya Perusahaan PT.MNA akan menandatangani perjanjian pencairan dengan PT. PPA sesuai persyaratan pencairan 6. PT. PPA transfer pembayaran hak pegawai. Bagaimana dengan pegawai/pensiunan yang tidak mau ikut dalam program penawaran perusahaan? Perusahaan dengan skenario yang telah dirumuskan oleh Konsultan Hukum yang juga bertindak sebagai Kuasa Hukum Perusahaan, memaksa pekerja untuk berselisih dengan langkah awal mengundang pekerja untuk melakukan Bipartit dengan pokok permasalahan/alasan perselisihan : PT. Merpati Nusantara Airlines (Persero) berkeinginan untuk menyelesaikan masalah pegawainya termasuk didalamnya sekaligus merestrukturisasi SDM berupa “Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)” terhadap para pegawainya. Saat ini pegawai/pekerja sedang dan Perusahaan sedang di mediasi oleh mediator dari Dirjen PHI dan Jamsos Kementerian Ketenagakerjaan RI.
Kejanggalan dan Permasalahan Hukum terkait Dokumen P5
1. Sosialisasi Program P5 yang langsung mengikat pegawai dengan penandatangan Berita Acara Bipartit, dimana seharusnya Berita Acara Bipartit atau Risalah Rapat Bipartit dibuat dan ditandatangani kedua pihak Pekerja dan Pengusaha, karena adanya perbedaan persepsi terhadap masalah hubungan industrial (ini menjadi jebakan kepada pegawai yang tidak mengerti mekanisme perselisihan). 2. Didalam Surat Pernyataan tentang Pendaftaran Program P5, tidak di informasikan hak pekerja yang sebenarnya sesuai ketentuan perusahaan, yang dimunculkan hanya Paket Penawaran saja, Pekerja tidak pernah tau berapa hak normatif sebenarnya sesuai peraturan, sehingga pekerja tidak pernah tau berapa nilai kerugiannya bila mengambil Program P5, Perusahaan telah menyembunyikan informasi hak pekerja dengan sengaja sehingga pekerja tidak bisa mengambil keputusan dengan benar dan adil. 3. Didalam PB terkait Pemutusan Hubungan Kerja, hanya menyebutkan Kompensasi Pemutusan Hubungan Kerja tanpa merinci dasar perhitungannya, seharusnya dasar perhitungan dirinci mengacu Perjanjian Kerja Bersama yang sudah dimilki perusahaan. 4. Terkait dengan dana Jamsostek, perusahaan setiap bulan wajib membayarkan iuran dana jamsostek pekerja sebesar 5 % dari upah pekerja, terdiri dari 2% dipotong dari upah pekerja dan ditambah 3% dari bantuan perusahaan, tetapi didalam PB terkait PHK halaman 5, disebutkan bahwa perusahaan hanya akan mengembalikan dana iuran pegawai 2% yang telah dipotong sejak Desember 2009 s/d Januari 2016 saja, ini berarti iuran jamsostek tidak pernah dibayarkan selama periode tersebut dan perusahaan tidak mau membayar 3% kewajibannya selama periode tersebut. 5. Didalam dokumen Surat Pengakuan Utang (SPU), disebutkan bahwa SPU ini tidak bisa dialihkan kepihak manapun sebelum jatuh tempo ataupun setelah jatuh tempo, perusahaan juga tidak memberikan jaminan dalam bentuk apapun atas utang yang diakui, malah membuat syarat pembayaran utang yang sulit untuk terjadi, disebutkan didalam Surat Pengakuan Utang, bahwa penyelesaian atas utang tersebut akan dilakukan perusahaan setelah ada INVESTOR yang bersedia mengambil alih Perusahaan yang diperkirakan akan terjadi paling lambat Desember 2018, tidak ada kepastian hukum terkait nasib pekerja.