Makalah TB Dan Lepra Kel. 5
Makalah TB Dan Lepra Kel. 5
Oleh :
JURUSAN FARMASI
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat- Nya kami
dapat menyelesaikan tugas. Tak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata
Kuliah Farmakologi yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai upaya untuk
menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.
Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. untuk itu kami menyampaikan terima kasih pada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan dan
masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk itu kami mengharapkan saran yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang
membacanya.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tuberkulosis (TBC atau TB) adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh
bakteri Micobakterium tuberculosis, yang pada umumnya dimulai dengan membentuk
benjolan-benjolan kecil di paru-paru dan ditularkan lewat organ pernapasan. Kuman TBC
pertama kali di temukan oleh dr.Robert Koch (1982). Bakteri ini merupakan bakteri basil
yang sangat kuat sehingga memerlukan waktu lama untuk mengobatinya. Bakteri ini lebih
sering menginfeksi organ paru-paru dibandingkan bagian lain tubuh manusia. Bagian tubuh
manusia selain paru paru yang dapat terinfeksi Micobakterium tuberculosis ialah ginjal,
tulang dan usus
Konon kusta telah menyerang manusia sejak 300 SM, dan telah dikenal oleh
peradaban Tiongkok Kuna, Mesir Kuna, dan India. Pada 1995, Organisasi Kesehatan Dunia
(WHO) memperkirakan terdapat dua hingga tiga juta jiwa yang cacat permanen karena
kusta. Walaupun pengisolasian atau pemisahan penderita dengan masyarakat dirasakan
kurang perlu dan tidak etis beberapa kelompok penderita masih dapat ditemukan diberbagai
belahan dunia, seperti di India dan Vietnam.
Era modern terapi tuberculosis mulai dengan diperkenalkannya streptomisin,
isoniazid, dan asam -aminosalisilat dan sekarang terapi obat multipel. Jumlah kasus
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Tuberculostatik
Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculostatik). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi dapat
juga mengenai organ tubuh lainnya (Depkes, 2011).
Tuberkolosis (TBC) disebabkan oleh bakteri tahan asam Mycobacterium
Tuberculostatik. TBC adalah masalah kesehatan mayor yang lebih mematikan dibandingkan
dengan penyakit menular lainnya. Satu setengah miliyar orang di dunia menderita TBC.
Terdapat 8 juta kasus baru setiap tahun. Di Amerika Serikat, insiden tersebut sempat
mengalami penurunan akan tetapi kembali meningkat tahun 1980-an. Penyakit ini banyak
menyerang orang dengan AIDS di mana sistem kekebalan tubuhnya mengganggu
(Kamienski dan Keogh, 2015).
Mycobacterium Tuberculosis, salah satu mikrobakteri dapat menyebabkan infeksi
gawat paru-paru, tractus genitourinarius, tulang rangka dan meningen. Mikobakteri
diklasifikasi berdasarkan sifat-sifat pewarnaannya. Seperti pengobatan infeksi-infeksi
mikobakterium lainnya. Pengobatan tuberculosis memberikan masalah terapeutik.
Organisme tumbuh secara lambat, dan karena penyakit tersebut mungkin harus diobati
sampai dua tahun, khususnya jika disebabkan oleh organisme yang resisten (Nugroho,
2012).
Berdasarkan tempat atau organ yang diserang oleh kuman, maka tuberkulosis
dibedakan menjadi Tuberkulosis Paru, Tuberkulosis Ekstra Paru (Depkes RI, 2005):
1. Tuberkulosis paru adalah tuberkulosis yang menyerang jaringan parenchym paru, tidak
termasuk pleura (selaput paru). Berdasarkan hasil pemeriksaan dahak, TB Paru dibagi
dalam:
a. Tuberkulosis Paru BTA Positif.
1. Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif.
2. 1 spesimen dahak SPS hasilnya BTA positif dan foto rontgen dada menunjukkan
gambaran tuberkulosis aktif.
a. Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas dan tidak naik
dalam 1 bulan meskipun sudah dengan penanganan gizi yang baik.
b. Demam lama atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi
saluran nafas akut) dapat disertai dengan keringat malam.
c. Pembesaran kelenjar limfe superfisialis yang tidak sakit, paling sering didaerah leher,
ketiak dan lipatan paha.
d. Gejala dari saluran nafas, misalnya batuka lebih dari 30 hati (setelah disingkirkan
sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada
e. Gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan
pengobatan diare, benjolan (massa) di abdomen, dan tanda-tanda cairan dalam
abdomen
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE
Kategori 2 2HRZES/HRZE/5H3R3E3
2HRZES/HRZE/5HRE
Kategori 3 2HRZ/4H3R3
2HRZ/4HR
2HRZ/6HE
Tabel 1. Panduan Pengobatan standar yang direkomendasikan oleh WHO dan IUATLD
Kode huruf tersebut adalah akronim dari nama obat yang dipakai, yakni (Depkes RI,
2005):
H = Isoniazid
R = Rifampisin
Z = Pirazinamid
E = Etambutol
S = Streptomisin
Sedangkan angka yang ada dalam kode menunjukkan waktu atau frekuensi. Angka 2
didepan seperti pada 2HRZE artinya digunakan selama 2 bulan, tiap hari satu kombinasi
tersebut, sedangkan untuk angka dibelakang huruf, seperti pada 4H3R3 artinya dipakai 3
kali seminggu (selama 4 bulan)
a. Kategori 1 (2HRZE/4H3R3)
Tahap intensif terdiri dari HRZE diberikan setiap hari selama 2 bulan. Kemudian
diteruskan dengan tahap lanjutan yang terdiri dari HR diberikan tiga kali dalam
seminggu selama 4 bulan
Obat ini diberikan untuk:
1. Penderita baru TB Paru BTA positif
2. Penderita baru TB Paru BTA negatif Rontgen Positif yang sakit berat
3. Penderita TB Ekstra Paru berat
Tahap Lama Dosis per hari/kali Jumlah
pengobatan pengobatan Tablet Tablet Tablet Tablet blister
Tahap intensif
2 bulan 1 1 3 3 56
(dosis harian)
Tahap lanjutan
(dosis 3x 4 bulan 2 1 - - 48
seminggu)
Tabel 2. Panduan OAT kategori 1 dalam paket komblpak untuk penderita dengan berat badan antara 33-50
k
b. Kategori 2
Tahap intensif diberikan selama 3 bulan yang terdiri dari 2 bulan dengan HRZES
setiap hari. Dilanjutkan 1 bulan dengan HRZE setiap hari. Setelah itu diteruskan dengan
tahap lanjutan selama 5 bulan dengan HRE yang diberikan tiga kali dalam seminggu.
Obat ini diberikan untuk penderita TB paru BTA (+) yang sebelumnya pernah
diobati, yaitu:
1. Penderita kambuh
2. Penderita gagal
3. Penderita dengan pengobatan setelah lalai
Dilanjutkan 1 bulan 1 1 3 3 - -
Tahap
lanjutan
5 bulan 2 1 - 1 2 -
(dosis 3 x
seminggu)
Tabel 3. Panduan OAT Kategori 2 dalam paket komblpak untuk penderita berat badan 33-50 kg
c. Kategori 3
Tahap intensif terdiri dari HRZ diberikan setiap hari selama 2 bulan (2HRZ).
Diteruskan dengan tahap lanjutan terdiri dari HR selama 4 bulan diberikan 3 kali
seminggu.
Obat ini diberikan untuk:
1. Penderita baru BTA negatif dan rontgen positif sakit ringan
2. Penderita TB ekstra paru ringan
Tablet Tablet Tablet Jumlah
Tahap Lama
isoniazid rifampisin pirazinamid blister
pengobatan pengobatan
@300 mg @450 mg @500 mg harian
Tahap intensif
2 bulan 1 1 2 56
(dosis harian)
Tahap lanjutan
(dosis 3x 4 bulan 2 1 - 50
seminggu)
Tabel 4. Panduan OAT Kategori 3 dalam paket komblpak untuk penderita dengan berat badan antara 33-55
kg
b. Dosis
Untuk pencegahan, dewasa 300 mg satu kali sehari, anak anak 10 mg per
berat badan sampai 300 mg, satu kali sehari. Untuk pengobatan TB bagi orang
dewasa sesuai dengan petunjuk dokter atau petugas kesehatan lainnya. Umumnya
dipakai bersama dengan obat anti tuberkulosis lainnya. Dalam kombinasi biasa
dipakai 300 mg satu kali sehari, atau 15 mg per kg berat badan sampai dengan 900
mg, kadang kadang 2 kali atau 3 kali seminggu.
Untuk anak dengan dosis 10 - 20 mg per kg berat badan. Atau 20 – 40 mg per
kg berat badan sampai 900 mg, 2 atau 3 kali seminggu (Depkes RI, 2005).
c. Kontra indikasi
Kontra indikasinya adalah riwayat hipersensistifitas atau reaksi adversus,
termasuk demam, artritis, cedera hati, kerusakan hati akut, tiap etiologi (Depkes RI,
2005).
d. Mekanisme Kerja
Isoniazid sering disebut dengan INH, dipercaya bekerja pada enzim yang
berperan untuk penyusunan asam mikoleat ke dalam lapisan luar mikrobakteri suatu
struktur yang unik untuk mikroorganisme yang unik. Asam mikoleat ini penting
untuk sifat tahan asam (acid-fastness) dari mikrobakteri tersebut : sifat tahan asam
ini hilang setelah tercampur dengan isoniazid (Mycek, Mary J., dkk. 2001)
Efek utamanya ialah menghambat biosintesis asam mikolat (mycolic acid)
yang merupakan unsur penting dinding sel mikrobakterium. Isoniazid kadar rendah
mencegah perpanjangan rantai asam lemak yang sangat panjang yang merupakan
bentuk awal molekul asam mikolat. Isoniazid menghilangkan sifat tahan asam dan
menurunkan jumlah lemak yang terekstraksi oleh metanol dari mikrobakterium.
Hanya kuman peka yang menyerap obat ke dalam selnya, dan ambilan ini
merupakan proses aktif (Gunawan, Sulistia Gan, 2007).
e. Spektrum anti bakteri
Untuk basil-basil yang berada dalam fase stationary. Obat isoniazid bersifat
bakteriostatik, tetapi untuk organisme yang sedang membelah diri secara cepat,
isoniazid bersifat bakterisidal. INH efektif terhadap bakteri intraseluler. Isoniazid
khusus untuk pengobatan Mycobacterium tuberculosis (Mycek, Mary J., dkk.
2001).
f. Farmakokinetik
Isoniazid di absorbsi dengan mudah per-oral. Absorbsi terganggu jika
diminum bersama makanan, terutama karbohidrat, atau antasida yang mengandung
aluminium. INH berdifusi ke saluran cairan tubuh, sel-sel tubuh dan bahan kaseosa
(jaringan nekrotik seperti keju) kadarnya dalam cairan kira-kira sama dengan kadar
serum. Jaringan yang terinfeksi cenderung menahan obat tersebut lebih lama.
Obat tersebut mudah menembus sel-sel pejamu dan efektif terhadap basil-
basil yang sedang tumbuh dalam sel. INH mengalami N-asetilasi dan hidrolisis,
yang menghasilkan produk-produk tidak aktif. Asetilasi diatur secara genetika : trait
asetilator cepat bersifat autosomal dominan. Terdapat distribusi bimodal dari
asetilator cepat dan asetilator lambat (Mycek, Mary J., dkk. 2001).
g. Efek samping
Pada dosis normal (200-300 mg) jarang dan ringan (gatal-gatal, ikterus), tetapi
lebih sering terjadi bila dosis melebihi 400 mg. Yang terpenting adalah polineuritis,
yakni radang saraf dengan gejala kejang dengan gangguan pengelihatan (Tjay dan
Rahardja, 2007).
2. Rifampisin
Rifampisin berasal dai jamur Streptomices, mempunyai aktivitas antimikroba
yang lebih luas dari pada isoniazid dan telah ditemukan penggunaannya pada infeksi-
infeksi bakteri. Karena strain-strain yang resisten timbul dengan cepat selama terapi,
rifampisin tidak pernah diberikan sebagai obat tuberculosis aktif (Mycek, Mary J., dkk.
2001).
a. Indikasi
Diindikasikan untuk obat antituberkulosis yang dikombinasikan dengan
antituberkulosis lain untuk terapi awal maupun ulang (Depkes RI, 2005)
b. Dosis
Untuk dewasa dan anak yang beranjak dewasa 600 mg satu kali sehari, atau
600 mg 2 – 3 kali seminggu. Rifampisin harus diberikan bersama dengan obat anti
tuberkulosis lain.
Bayi dan anak anak, dosis diberikan dokter atau tenaga kesehatan lain
berdasarkan atas berat badan yang diberikan satu kali sehari maupun 2-3 kali
seminggu. Biasanya diberikan 7,5 – 15 mg per kg berat badan. Anjuran Ikatan
Dokter Anak Indonesia adalah 75 mg untuk anak < 10 kg, 150 mg untuk 10 – 20 kg,
dan 300 mg untuk 20 -33 kg (Depkes RI, 2005).
c. Mekanisme kerja
Rifampisin menghambat transkripsi dengan cara berinteraksi dengan -subunit
Obat anti tuberkulosis lini pertama seperti rifampisin, isoniazid, etambutol dan
pirazinamid tergolong dalam kategori C berdasarkan Food and Drug
Administration(FDA). Rifampisin, etambutol, dan pirazinamid dapat melewati air susu
ibu namun dengan jumlah minimal (0,5-6%) sehingga efek pada bayi minimal atau
hampir tidak ada. Isoniazid dapat terkandung dalam air susu ibu lebih tinggi (6,4-25%),
memiliki efek samping neurotoksik dan berpotensi mengganggu metabolisme asam
nukleat serta hepatotoksisitas pada ibu, namun tetap aman untuk bayi yang disusui.
Ibu menyusui dengan tuberkulosis paru aktif yang sedang dalam terapi isoniazid
harus diberikan suplemen piridoksin dengan dosis 14-25 mg/hari serta diperiksakan
secara berkala untuk mendeteksi neuritis perifer dan fungsi hepar untuk memantau efek
hepatotoksisitas yang mungkin timbul.Rifampisin aman diberikan kepada ibu yang
sedang menyusui, namun konsumsi rifampisin bersamaan dengan kontrasepsi hormonal
akan menurunkan efektivitas dari kontrasepsi hormonal tersebut sehingga ibu menyusui,
jika mendapat terapi tuberkulosis paru terutama rifampisin, sebaiknya menggunakan
pilihan kontrasepsi selain hormonal.
Obat anti tuberkulosis lini kedua sebagian besar masuk ke golongan D dalam
kategori FDA terutama golongan aminoglikosida seperti streptomisin, kanamisin, dan
amikasin. Streptomisin tidak boleh diberikan pada ibu hamil karena melewati sawar
plasenta dan menimbulkan efek teratogenik pada fetus, namun dapat diberikan pada ibu
menyusui karena tidak menyebabkan risiko ototoksisitas pada bayi yang menyusui dari
ibu yang menerima streptomisin karena diabsorbsi sangat sedikit di usus. Obat lainnya
seperti siklosferin dan golongan fluorokuinolon (levofloksasin, moxifloksasin) masih
minim terhadap efek samping pada ibu menyusui, sehingga pemberiannya harus dengan
perhatian dan pengawasan yang lebih ketat.
Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman mencapai permukaan kulit melalui Folikel
rambut, kelenjar keringat,dan air susu ibu jarang didapat. Dalam urin Sputum dapat banyak
mengandung M Leprae yang berasal dari Traktus Respiratorius atas. Tempat imlantasi tidak
selalu menjadi tempat lesi pertama. Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan
daripada orang dewasa.
Setelah basil M.Leprae masuk kedalam tubuh, bergantung pada kerentanan orang
tersebut, kalau tidak rentan tidak akan sakit dan sebaliknya jika rentan setelah masa tunasnya
dilampaui akan timbul gejala penyakitnya. Untuk selanjutnya tipe apa yang akan terjadi pada
derita C.M.I (Cellmediated Immunity) penderita terhadap M.Leprae yang Intraseluler Obligat
itu, kalau C.M.I tinggi kearah Lepromatosa, agar proses selanjunya lebih jelas.
Kusta terkenal sebagai penyakit yang paling ditakuti karena Deformitar atau cacat
tubuh orang awampun dengan mudah dapat menduga kearah penyakit kusta. Yang penting
bagi kita sebagai dokter dan ahli kesehatan lainnya, bahkan barang kali para ahli kecantikan,
adalah dapat mendiagnosis, setidaknya menduga kearah penyakit kusta terutama bagi
kelainan kulit yang masih berupa Makula yang Hipopigmentasi, hiperpigmentasi, dan
Eritematosa. Kelainan kulit yang tanpa komplikasi pada penyakit kusta dapat hanya
berbentuk Makula saja, Infiltrat saja, atau keduanya. Harus berhati-hati dan buatlah diagnosis
banding dengan banyak pennyakit kulit lainnya yang hampir menyerupainya. Sebab penyakit
kusta ini mendapat julukan The Greatest Immitator pada ilmu penyakit kulit. Penyakit kulit
lain yang harus diperhatikan sebagai diagnosis banding antara lain adalah : Dermatofitosis,
Tinea, versikolor, Pitiriasisrosea, Pitiriasisalba, dermatitis seboroika, Granuloma Anulare,
Xantomatosis, Skleroderma, Leukomia Kutis, Tuberkolosis Kutis Verukosa, dan BirthMark.
2.8 PENULARAN
Melalui kontak dengan air, tanah atau tannaman yang telah dikotori oleh air seni hewan
penderita leptospirosis. Bakteri masuk melalui selaput lendir (mukosa) mata, hidung, kulit yang
lecet.masa inkubasi selama 4-19 hari
Penularan pada umumnya terjadi dalam bentuk Lepra Leptomatrus, pada usia kanak-
kanak melalui infeksi tetes disaluran pernafasan (batuk, bersin, ingus) dan terutama melalui
kontak yang erat dan lama.
2.9 Pengobatan
1. Lepra tipe PB
Jenis dan obat untuk orang dewasa
Pengobatan bulanan : Hari pertama (diminum didepan petugas)
a. 2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)
b. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Pengobatan hari ke 2-28 (dibawa pulang)
a. 1 tablet dapson (DDS 100 mg) 1 Blister untuk 1 bulan
Lama pengobatan : 6 Blister diminum selama 6-9 bulan
2. Lepra tipe MB
Jenis dan dosis untuk orang dewasa :
Pengobatan Bulanan : Hari pertama (Dosis diminum di depan petugas)
a. 2 kapsul Rifampisin 300 mg (600 mg)
b. 3 kapsul Lampren 100 mg (300 mg)
c. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg)
Pengobatan Bulanan : Hari ke 2-28
a. 1 tablet Lampren 50 mg
b. 1 tablet Dapsone (DDS 100 mg) 1 blister untuk 1 bulan
Lama Pengobatan : 12 Blister diminum selama 12-18 bulan
e. Efek samping
Sakit kepala, mual, muntah, sukar tidur, dan tachycardia. Pada dosis lebih tinggi
dapat terjadi kelainan darah.
2. Klofazimin
Obat ini memiliki khasiat leprostatik yang sama kuatnya dengan dapson. sifat
bakteriostatiknya menghambat pertumbuhan kuman Mycobacterium Leprae dan anti
reaksi (menekan reaksi).
Setelah pengobatan beberapa bulan sebagian basil di dalam mukosa dan kulit
dimusnahkan, kecuali di tempat-tempat yang sulit, misalnya saraf dan otot-otot polos
yang memerlukan waktu lebih lama. Sama dengan waktu yang diperlukan dapson untuk
mengeluarkan seluruh kuman mati dari jaringan. Klofazimin juga berkhasiat anti radang
dan mencegah terjadinya benjol-benjol pada bentuk –L.
a. Indikasi
Digunakan sebagai terapi lini pertama untuk penyakit kusta atau lepra. Jenis
multibasiler yang dikombinasikan dengan obat dapson dan ripamficin. Selain itu juga
digunakan sebagai terapi dari reaksi kusta tipe 2, terapi lini kedua dari tuberculosis serta
penanganan TB MDR
b. Dosis
50 mg/hari atau selang sehari, atau 3 x 100 mg setiap minggu.
c. Efek samping
Efek samping terpenting berupa pewarnaan merah yang reversibel dari kemih,
keringat, air mata dan selaput mata, ludah dan tinja. Gangguan lambung dan usus
biasanya terjadi sesudah 6 bulan. Lebih serius adalah pengendapan kristal pada
dinding usus dan cairan mata (Tjay dan Rahardja, 2007).
3. Rifampisin
Antibiotik ini merupakan obat satu-satunya yang bekerja leprosid terhadap
basil lepra. Kerjanya lebih cepat dan efektif daripada dapson. sifatnya mematikan kuman
Mycobacterium Leprae (bakterisid). Rifampisin merupakan obat kombinasi dengan DDS
(Duamino Diphenyl Suffone) dengan dosis 10 mg / Kg BB, diberikan setiap hari atau
setiap bulan. Rifampisin tidak boleh diberikan secara monotheraphy karena dapat
memperbesar terjadinya resistensi, efek sampingnya yaitu kerusakan pada hati dan ginjal.
Dalam waktu 3-4 minggu bentuk – L yang ganas sudah menjadi tidak bersifat menular
lagi.
a. Efek samping
kemih berwarna merah muda
b. Interaksi obat
akibat induksi enzim, rifampisin dapat mengurangi efekestrogen (pil anti
hamil), fenitonin,siklosporin dan turunan kumarin.
c. Indikasi
Untuk pengobatan lepra, digunakan dalam kombinasi dengan senyawa
leprotik lain.
d. Kontra indikasi
Penderita yang hipersensitif terhadap obat ini, Penderita jaundice, porfiria.
e. Dosis
Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg/kg BB.
1.Penggunaan bersama PAS akan menghambatabsorbsi, sehingga harus ada
selang waktu 8 -12 jam.
2.Rifampicin mengganggu efektivitas absorbstolbutamid, ketoconazole.
Tidak ada penelitian yang memadai mengenai risiko penggunaan obat-obat ini pada ibu
hamil atau menyusui.Obat ini (dapson, clofazimine, rifampicin ) termasuk ke dalam risiko
kehamilan kategori C menurut US Food and Drugs Administration (FDA).
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium Tuberculostatik). Sebagian besar kuman TB menyerang paru, tetapi
dapat juga mengenai organ tubuh lainnya.
2. Lepra atau kusta (bahasa sansekerta) adalah suatu penyakit infeksi kronis yang merusak
terutama jaringan saraf dan kulit. Penyebabnya Mycobacterium leprae.
3.2 Saran
Saran yang paling tepat untuk mencegah penyakit tuberkulosis dan lepra adalah
meningkatkan daya tahan tubuh dengan makanan bergizi, serta penderita dituntut untuk
minum obat secara benar sesuai yang dianjurkan oleh dokter serta teratur untuk
memeriksakan diri ke klinik/puskesmas.