Anda di halaman 1dari 19

PENGARUH HOT WATER TREATMENT DAN JENIS KEMASAN

TERHADAP UMUR SIMPAN DAN MUTU BUAH NAGA


TEROLAH MINIMAL

MIKAEL PARDEDE
J1B116094

PROPOSAL SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana


Pada Program Studi Teknik Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Jambi

PROGRAM STUDI TEKNIK PERTANIAN


FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JAMBI
2020
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Buah naga merupakan salah satu jenis tanaman buah yang memiliki daya tarik
tersendiri dimana buah tersebut memiliki rasa yang khas yaitu kombinasi unik antara
manis dan asam menyegarkan. Pada umumnya buah naga dikonsumsi dalam bentuk
buah segar sebagai penghilang dahaga dikarenakan kandungan air yang cukup tinggi,
yaitu sebesar 83% dan dengan kadar gula mencapai 18 briks. Selain itu, buahnya
mengandung zat-zat yang berkhasiat menurunkan kolesterol, menyeimbangkan kadar
gula dalam darah, membantu menjaga kesehatan mulut, mencegah keputihan,
mencegah kanker usus, menguatkan fungsi ginjal, meningkatkan daya kerja otak,
meningkatkan ketajaman mata serta dapat meringankan keluhan sembelit
(Hardjadinata, 2010).
Di Indonesia, buah-buahan secara tradisional banyak disajikan dalam bentuk
terolah minimal, seperti mangga, semangka, nanas, dan buah naga. Di samping itu,
konsumen dewasa ini membutuhkan buah-buahan yang telah siap saji dalam jumlah
sekali makan, segar, dan dihidangkan beraneka ragam. Hal ini dikarenakan semakin
meningkatnya aktivitas masyarakat saat ini yang menyebabkan keterbatasan waktu
untuk melakukan pengupasan dan pengirisan secara minimal.
Buah naga terolah minimal merupakan produk pangan siap santap yang dapat
langsung dikonsumsi karena telah dilakukan pemotongan, pengupasan kulit buah, dan
pencucian terlebih dahulu. Akibat adanya luka bekas pengupasan dan pemotongan
menyebabkan meningkatnya laju respirasi, sehingga terjadi penurunan kualitas dan
pendeknya umur simpan buah. Selanjutnya, diperlukan penanganan pasca terolah
minimal untuk memperpanjang umur simpan dan menekan penurunan kualitas
seminimal mungkin. Salah satu cara untuk menjaga kualitas buah naga yaitu dengan
menggunakan perlakuan Hot Water Treatment (HWT). Menurut Hidayati (2012),
HWT cukup efektif dalam mengontrol penyakit pascapanen buah-buahan. HWT
merupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam menghambat pembusukan
pada buah. HWT digunakan untuk memperpanjang umur simpan buah-buahan yang
didasarkan pada pengaruhnya terhadap aktivitas enzim dalam buah. Oleh karena itu,
perlakuan HWT dapat dijadikan alternatif dalam memperpanjang umur simpan buah.
Pada umumnya buah-buahan dan sayuran masih toleran dalam air bersuhu 50-
60°C selama 10 menit, pencegahan kebusukan akibat jamur dapat dilakukan dalam
hitungan menit pada suhu di atas 50°C. Untuk menghilangkan hama atau penyakit
pada buah pepaya cocok menggunakan metode HWT dengan suhu 54˚C selama 4
menit (Xueping et al, 2013). Teknik perlakuan panas (heat treatment) merupakan satu
alternatif baru yang digunakan dalam proses ekspor buah-buahan untuk proses
disinfestasi hama dan pengendalian penyakit. Perlakuan panas juga merupakan salah
satu cara yang dapat digunakan dalam menekan gejala kerusakan akibat suhu rendah
(chilling injury) (Nurhayati, 2014).
Hasil penelitian dari Ardillah Anggraini Sirtin (2019) menjelaskan bahwa
kombinasi hot water treatment dengan kemasan MAP terhadap mutu cabai merah
yaitu kombinasi HWT 53°C yang direndam selama 4 menit dalam kemasan MAP dan
disimpan pada suhu 15˚C dapat bertahan selama 17 hari, kombinasi HWT 45°C yang
direndam selama 15 menit dalam kemasan MAP dan disimpan pada suhu 15˚C dapat
bertahan selama 14 hari sedangkan cabai yang tidak diberikan perlakuan HWT dan
dikemas menggunakan kemasan MAP hanya dapat bertahan selama 10 hari.
Hasil dari penelitian Lisa Maulidia (2017) menjelaskan bahwa pengaruh
bentuk irisan nanas terhadap mutu simpan nanas segar terolah minimal dengan
ketebalan nanas 2 cm disimpan pada suhu 10 °C dengan kemasan vakum didapatkan
umur simpan 10 hari untuk bentuk irisan memanjang, sedangkan irisan membujur
memiliki masa simpan 6 hari dan bentuk irisan dadu memiliki umur simpan 8 hari.
Berdasarkan dari latar belakang diatas peneliti perlu untuk mengkaji
"Pengaruh Hot Water Treatment dan Jenis Kemasan Terhadap Umur Simpan
dan Mutu Buah Naga Terolah Minimal".

1.2 Tujuan Penelitian


Adapun tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui jenis kemasan yang tepat
terhadap mutu buah naga terolah minimal yang diberi perlakuan HWT.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi sumber tambahan untuk melaksanakan
penelitian sejenis dan dapat memberikan informasi kepada masyarakat bagaimana
menjaga agar mutu simpan pada buah terolah minimal khususnya buah naga dapat
terjaga dengan baik.

1.4 Hipotesis Penelitian


Hipotesis penelitian adalah perlakuan perbedaan jenis kemasan pada
pengolahan minimal (minimal processing) dengan pemberian perlakuan HWT
berpengaruh terhadap mutu dan umur simpan naga terolah minimal.
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Buah Naga


Buah naga termasuk pendatang baru yang cukup populer. Hal ini dapat
disebabkan oleh penampilannya yang eksotik, rasanya yang manis menyegarkan, dan
manfaat kesehatan yang dikandungnya. Tanaman buah naga berasal dari Meksiko,
Amerika Tengah dan Amerika Selatan, namun seiring dengan perkembangan zaman
sekarang sudah dibudidayakan di berbagai negara seperti Indonesia. Pada awalnya
tanaman ini ditujukan sebagai tanaman hias, karena bentuk batangnya segitiga dan
berduri pendek dan memiliki bunga yang indah mirip dengan bunga Wijayakusuma
berbentuk corong dan mulai mekar disenja dan akan mekar sempurna pada malam
hari. Karena itulah tanaman ini juga dijuluki night blooming cereus. Nama buah naga
atau dragon fruit disebabkan buah ini memiliki warna merah menyala dan memiliki
kulit dengan sirip hijau yang mirip dengan sosok naga dalam imajinasi di negara
China. Dulunya masyarakat China kuno sering menyajikan buah ini dengan
meletakkannya diantara dua ekor patung naga diatas meja altar dan dipercaya akan
mendatangkan berkah (Thl Tbpp Tebo, 2012).
Buah naga merupakan buah non klimaterik (buah yang bila dipanen
mentah tidak akan menjadi matang sehingga pemanenan harus dilakukan pada
tingkat kematangan yang optimum dan peka mengalami chilling injury. Buah ini
sudah dapat dipanen 32 hari setelah berbunga (Puspita, 2011). Setelah berumur 1.52
tahun, tanaman ini mulai berbunga dan berbuah. Pemanenan pada tanaman buah naga
dilakukan pada buah naga yang memiliki ciri-ciri warna kulit merah mengkilap dan
jumbai atau sisik berubah warna dari hijau menjadi kemerahan. Pemanenan dilakukan
menggunakan gunting. Buah ini sudah bisa dipanen 30 hari setelah bunga mekar
tetapi lebih baik untuk menunda pemanenan hingga mencapai 50 hari untuk
mendapatkan buah yang manis. Umur produktif tanaman buah naga ini berkisar
antara 15-20 tahun (Pase,2010).
Hingga kini terdapat empat jenis tanaman buah naga yang diusahakan dan
memiliki prospek yang baik. Salah satunya yakni buah naga merah Hylocereus
polyrhizus yang lebih banyak dikembangkan di Cina dan Australia ini memiliki
buah dengan kulit berwarna merah dan daging berwarna merah keunguan. Rasa buah
naga merah lebih manis dibanding Hylocereus undatus, dengan kadar kemanisan
mencapai 13-15% briks. Tanaman ini tergolong jenis yang sering berbunga,
bahkan cenderung berbunga sepanjang tahun. Sayangnya tingkat keberhasilan
bunga menjadi buah sangat kecil, hanya mencapai 50% (Puspita, 2011).
Buah naga diklasifikasikan sebagai berikut (Puspita, 2011):
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Subdivisi : Agiospermae (berbiji tertutup)
Kelas : Dicotyledonae (berkeping dua)
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Subfamily : Hylocereanea
Genus : Hylocereus dan Selenicereus
Pecies : - Hylocereus undatus (daging putih)
- Hylocereus polyrhizus (daging merah)
- Hylocereus costaricensis (daging super merah)
- Selenicereus megalanthus (kulit kuning, tanpa sisik).

Buah naga dipanen secara manual. Indeks kematangan yang digunakan


adalah perubahan warna kulit buah menjadi merah hampir penuh, indeks panen
lainnya mencakup konten larut padatan (SSC), titratable keasaman (TA), dan minimal
32 hari setelah berbunga (Siddiq, 2012). Grade buah umumnya dinilai berdasarkan
ukuran dan warna. Ukuran grade yang disarankan untuk Vietnam adalah sebagai
berikut: sangat besar dengan berat lebih besar dari 500 g (1.1 lb), besar 380-500 g
(0,84-1,1 lb), biasa 300-380 g (0,66-0,84 lb), medium 260-300 g (0,57-0,66 lb), grade
kecil dengan berat kurang dari 260 g (Robert, 2014).
Gambar 1. Buah Naga Daging Merah
(Sumber : http://google/imagebuahnagamerah)

2.2 Kandungan Gizi Buah Naga


Secara keseluruhan, buah ini baik untuk kesehatan dan kaya manfaat yang
dapat memenuhi kebutuhan tubuh akan zat gizi sehari-hari. Komposisi gizi yang
terkandung pada 100 g buah naga dapat dilihat pada Tabel 1 berikut ini.

Tabel 1. Komposisi Gizi pada 100 g Buah Naga

Kandungan Gizi Jumlah (%)


Air (g) 82.5 – 83.0
Protein (g) 0.16 – 0.23
Lemak (g) 0.21 – 0.61
Serat/dietary fiber (g) 0.7 – 0.9
Betakaroten (mg) 0.005 – 0.012
Kalsium (mg) 6.3 – 8.8
Fosfor (mg) 30.2 – 36.1
Besi (mg) 0.55 – 0.65
Vitamin B1 (mg) 0.28 – 0.30
Vitamin B2 (mg) 0.043 – 0.045
Vitamin C (mg) 8–9
Niasin (mg) 1.297 – 1.300
Sumber : (Dikutip dari Mahattanatawe dkk., 2006 dalam Indriasari, 2012)
Zat-zat pada tabel 1 mempunyai fungsi sebagai berikut: (1) Protein dari buah
naga merah mampu melancarkan metabolisme tubuh dan menjaga kesehatan jantung;
(2) Serat berfungsi mencegah kangker usus, penyakit kencing manis dan baik untuk
diet; (3) Karoten berfungsi menjaga kesehatan mata, menguatkan otak dan mencegah
penyakit; (4) Kalsium untuk menguatkan tulang; (5) Fosfor untuk pertumbuhan
jaringan tubuh; (6) Zat besi untuk menambah darah; (7) Vitamin B1 untuk kestabilan
suhu tubuh; Vitamin B2 untukmeningkatkan nafsu makan; Vitamin B3 untuk
menurunkan kandungan kolesterol; Vitamin C untuk menjaga kesehatan dan
kehalusan kulit.

2.3 Pengolahan Minimal Proses


Teknologi olah minimal merupakan salah satu teknik pengawetan yang dapat
mempertahankan mutu gizi dan sensori bahan pangan (Ohlsson, dkk., 2002 dalam
Annisa, 2016). Buah atau sayuran segar yang diolah minimal diberi berbagai
perlakuan yang umumnya meliputi trimming, pengupasan, pemotongan, pencucian,
pengemasan dan penyimpanan pada suhu dingin. Metode penanganan dan
penyimpanan terhadap buah atau sayuran terolah minimal berbeda dengan yang
masih segar. Kerusakan jaringan saat pengolahan ini akan mengakibatkan penurunan
masa simpan (Hong dan Kim, 2004 dalam Annisa, 2016).
Hal yang menjadi pertimbangan utama dalam produksi buah dan sayuran
terolah minimal yaitu mempertahankan mutu khususnya kesegaran serta aspek
sensori lainnya, mempertahankan nilai gizi, mencegah pembusukan oleh
mikroorganisme serta menjamin keamanannya (Pardede, 2009). Kelemahan buah
terolah minimal yaitu lebih cepat rusak dan masa simpannya lebih pendek
dibandingkan dengan buah utuh pada suhu penyimpanan yang sama. Kerusakan yang
sering terjadi yaitu pencoklatan, penyimpangan flavor, pelunakan dan kontaminasi
pada permukaan buah sehingga buah terolah minimal tidak layak konsumsi (Ahmad,
dkk.,2010).
2.4 Hot Water Treatment (HWT)
Teknik perlakuan panas (heat treatment) merupakan satu alternatif baruyang
digunakan dalam proses ekspor buah-buahan untuk proses disinfestasi hamadan
pengendalian penyakit. Nurhayati (2014) menyatakan bahwa perlakuan panas
jugamerupakan salah satu cara yang dapat digunakan dalam menekan gejala
kerusakan akibat suhu rendah (chilling injury).
Hot water treatment (HWT) pertama kali dilakukan oleh Fawcett pada
pertengahan abad 20 untuk mengendalikan busuk coklat pada jeruk lemon dan pada
tahun 80-an dilaporkan bahwa HWT (49oC selama 20 menit) dapat dijadikan sebagai
salah satu perlakuan karantina khususnya untuk mengatas serangan lalat buah
(Nurhayati, 2014). Kebanyakan buah dan sayur mempunyai toleransi terhadap air
panas pada suhu 50-60oC selama 10 menit agar upaya mengetahui ambang batas suhu
penyimpanan yang optimum tapi pemaparan jangka pendek pada suhu demikian
dapat mengatasi beberapa patogen pascapanen (Farista, 2016).
HWT dilaporkan cukup efektif dalam mengontrol penyakit pascapanen pada
buah-buahan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, telah ditemukan bahwa perlakuan
HWT dengan suhu 60°C dan 65°C selama 20-40 menit secara signifikan mereduksi
penyakit dan mengurangi diameter bercak penyakit pada buah tomat yang disebabkan
oleh Botrytis cinerea, sedangkan perlakuan selama 60 menit dengan suhu 70°C,
secara signifikan hanya dapat mengurangi diameter bercak penyakit. Hal ini
mengindikasikan bahwa waktu perlakuan HWT berhubungan erat dengan efisiensi
pengontrolan penyakit (Hidayati, 2012).
Kebanyakan buah dan sayur mempunyai toleransi terhadap air panas pada
suhu 50-60˚C selama 10 menit agar upaya mengetahui ambang batas suhu
penyimpanan yang optimum tapi pemaparan jangka pendek pada suhu demikian
dapat mengatasi beberapa patogen pascapanen (Farista, 2016). Air panas merupakan
medium penghantar panas yang paling baik karena mudah diperoleh dan tidak adanya
residu pada buah. Khusus untuk pencegahan kebusukan akibat jamur dapat dilakukan
dalam hitungan menit dan suhu diatas 50˚C.
2.6 Pegemasan Buah Terolah Minimal
Produk hortikultura mempunyai sifat fisik sangat mudah mengalami
kerusakan akibat adanya proses respirasi maupun transpirasi baik saat di panen atau
pascapanen. Salah satu cara untuk menurukan laju respirasi dan transpirasi adalah
melalui pengemasan. Pengemasan merupakan cara atau perlakuan pengamanan bahan
pangan agar bahan pangan yang belum diolah maupun telah diolah dapat sampai ke
tangan konsumen dengan baik. Fungsi dari kemasan adalah sebagai wadah atau
pembungkus. yang dapat mengurangi/mencegah produk dari kerusakan, melindungi
dari bahaya pencemaran atau gangguan fisik (gesekan, benturan, getaran),
memudahkan penyimpanan, pengangkutan dan distribusi (Aziz et al,2018).
Dalam penelitian Deatio et al, (2011) Mengatakan Pengemasan merupakan
sistem yang terkoordinasi untuk menyiapkan barang menjadi siap untuk
ditransportasikan, didistribusikan, disimpan, dijual, dan dipakai. Adanya wadah atau
pembungkus dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan, melindungi
produk yang ada di dalamnya, melindungi dari bahaya pencemaran serta gangguan
fisik (gesekan, benturan, getaran). Di samping itu pengemasan berfungsi untuk
menempatkan suatu hasil pengolahan atau produk industri agar mempunyai bentuk-
bentuk yang memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan distribusi.
Sayur dan buah merupakan bahan pangan yang kaya akan kandungan
kandungan gizi, air, dan masih mengalami respirasi setelah pemanenan, sangat rentan
sekali terhadap kerusakan baik kerusakan fisik, tekstur maupun kandungan kimia.
Akibatnya produk tersebut mengalami penurunan kandungan gizi, perubahan warna
serta komponen lainnya yang dapat berakibat pada menurunnya nilai jual maupun
daya tarik produk sayur dan buah tersebut. Selain itu sayur dan buah merupakan
produk yang tidak tahan lama sehingga proses pendistribusian dan pemakaian harus
cepat, yang disebabkan terjadinya transpirasi dan respirasi. Kemasan dapat
membantu mencegah dan mengurangi kerusakan, dan melindungi bahan yang ada
didalamnya. Bahan kemasan yang digunakan harus dapat mencegah segala kerusakan
dan mempertahankan karakteristik dari sayur dan buah tersebut.
2.7 Penyimpanan Dingin
Menurut Soesarsono (1988), penyimpanan adalah salah satu cara tindakan
pengamatan yang selalu terkait dengan faktor waktu dan tujuan menjaga dan
mempertahankan nilai komoditi yang disimpan. Peranan penyimpanan antara lain
dalam hal penyelamatan dan pengamanan hasil panen, memperpanjang waktu
simpan, terutamauntuk komoditas musiman sehingga dapat mempertahankan harga.
Kegunaan pendinginan secara umum adalah untuk pengawetan, penyimpanan, dan
distribusi bahan pangan yang rentan rusak. Pendinginan maupun pembekuan tidak
dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil terbaik yang dapat diharapkan
hanyalah mempetahankan mutu tersebut pada kondisi terdekat saat akan memulai
proses pendinginan (Purwanto, 2007).
Penyimpanan di bawah suhu 15°C (di atas titik beku) dikenal dengan
penyimpanan dingin, yang akan mengurangi kelayuan serta kehilangan air,
menurunkan laju reaksi kimia, dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang akan
disimpan. Menurut Muchtadi et al. (2010) penanganan dengan cara penyimpanan
dingin diperlukan untuk buah-buahan yang mudah rusak (perishable). Cara ini dapat
mengurangi kehilangan air dan pelayuan, proses pertumbuhan yang tidak
dikehendaki, kegiatan respirasi dan kegiatan metabolik lannya, kerusakan karena
aktivitas mikroba (bakteri, kapang, dan khamir), proses penuaan karena adanya
proses pematangan, pelunakan, dan perubahan-perubahan warna serta tekstur.
Penggunaan suhu rendah pada penyimpanan dingin berbeda untuk setiap jenis
buah. Suhu penyimpanan yang direkomendasikan untuk buah naga utuh adalah 10 °C
(50 ° F), karena suhu 6 ° C (42,8 ° F) dapat menyebabkan chilling injury.
III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Jambi. Penelitian ini dilaksanakan
terhitung dari Februari hingga april 2020.

3.2 Alat dan Bahan


Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau untuk memotong buah
naga, telenan untuk tempat pemotongan buah naga, refrigerator digunakan untuk
penyimpanan dingin, water bath digunakan untuk wadah perlakuan air panas,
timbangan digunakan untuk mengukur susut bobot, refraktormeter digunakan untuk
mengukur total padatan terlarut, buret, tabung enlemeyer dan statif untuk mengukur
kandungan vitamin C, pipet tetes, kamera digital dan alat tulis digunakan untuk
dokumentasi dan mencatat hasil penelitian.
Bahan utama yang digunakan adalah buah naga yang sudah matang dengan
standart kematangan 70-80% dengan tampak visual lebih banyak berwarna merah
pada buah naga. Buah naga diperoleh dari daerah Jambi. Bahan lain yang digunakan
dalam penelitian ini adalah menggunakan kemasan plastik mika serta styrofoam, dan
plastik wrap sebagai pembungkus styrofoam, larutan amilum dan Iod 0,01 N
digunakan untuk analisis kandungan vitamin C, aquades dan kertas saring digunakan
pada analisis kandungan vitamin C.

3.3 Rancangan Penelitian


Rancangan penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
pola Faktorial yang terdiri dari dua faktor yaitu :
Faktor I : Perlakuan HWT pada buah naga terdiri dari 2 taraf :
D1 = Buah naga utuh diberi HWT (54˚C selama 4 menit) selanjutnya dilakukan
pengolahan terolah minimal.
D2 = Buah naga terlebih dahulu terolah minimal selanjutnya diberi perlakuan HWT
(54˚C selama 4 menit).
D3 = Buah naga tanpa perlakuan HWT (Kontrol)
Faktor II : Kemasan plastik terdiri dari 2 taraf :
A1 = plastik mika
A2 = styrofoam dan plastik wrap
Sehigga didapat pola sebagai berikut:
1. D1A1 = (Buah naga utuh diberi HWT selanjutnya dilakukan pengolahan
terolah minimal + plastik mika)
2. D2A1 = (Buah naga terlebih dahulu terolah minimal selanjutnya diberi
perlakuan HWT + plastik mika)
3. D3A1 = (Buah naga tanpa perlakuan HWT + plastik mika)
4. D1A2 = (Buah naga utuh diberi HWT selanjutnya dilakukan pengolahan
terolah minimal + styrofoam dilapisi dengan plastik wrap)
5. D2A2 = (Buah naga terlebih dahulu terolah minimal selanjutnya diberi
perlakuan HWT + styrofoam dilapisi dengan plastik wrap)
6. D3A2 = (Buah naga tanpa perlakuan HWT + styrofoam dilapisi dengan
plastik wrap).
Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali sehingga didapat 18 satuan
percobaan.

3.4 Pelaksanaan Penelitian


Pelaksanaan penelitian terdiri dari persiapan bahan yaitu buah naga yang telah
dipanen, proses HWT pada buah utuh, proses HWT pada buah terolah minimal,
proses pengemasan, penyimpanan suhu dingin, pengamatan. Diagram alir penelitian
dapat dilihat pada Lampiran 1.

3.4.1 Persiapan Bahan Buah Naga


Buah naga dipanen pada umur 30-35 hari setelah berbunga dengan tingkat
kematangan ripe/matang (70-80% merah) dilihat dari segi fisik terlihat mayoritas
merah dan dipanen pada pagi hari pada jam 7-10 pagi. Pemanenan buah naga dengan
cara dipetik menggunakan tangan yang telah menggunakan sarung tangan agar
terhindar dari kerusakan buah. Selanjutnya, buah naga yang telah dipanen disortasi
untuk memisahkan buah yang memiliki fisik baik dan buruk.

3.4.2 Proses HWT Pada Buah Utuh


Setelah disortasi, buah naga dimasukkan kedalam kardus untuk mengurangi
kerusakan mekanis selama pengangkutan menuju Laboratorium Pengolahan Fakultas
Teknologi Pertanian Universitas Jambi menggunakan kendaraan bermotor. Setelah di
laboratorium, buah kemudian dilakukan pembersihan untuk menghilangkan debu
yang ada pada buah naga tersebut.
Selanjutnya, buah naga yang masih utuh yang telah dibersihkan dari debu dan
kotoran diberi perlakuan HWT pada suhu 54˚C selama 4 menit. Setelah buah diberi
perlakuan HWT, buah naga ditiriskan dan didiamkan beberapa saat pada suhu ruang
untuk mengembalikan suhu buah naga. Setelah suhu buah naga kembali normal, buah
naga tersebut dilakukan perlakuan pengolahan minimal dengan mengupas kulit buah
naga, membelah buah naga, selanjutnya dipotong seragam dengan ukuran 3x3x3x3
cm.

3.4.3 Proses HWT Pada Buah Terolah Minimal


Buah naga dibersihkan dari debu, kemudian dikupas kulitnya dan dibelah
menjadi dua bagian, selanjutnya buah naga dipotong membentuk dadu dengan ukuran
3x3x3x3 cm. Setelah buah naga yang telah dipotong dengan ukuran seragam
kemudian diberi perlakuan panas (HWT) pada suhu 54˚ selama 4 menit. Setelah buah
naga diberikan perlakuan HWT, kemudian buah naga ditiriskan dan didiamkan
beberapa saat pada suhu ruang untuk mengembalikan suhu buah naga.

3.4.5 Pengemasan dan Penyimpanan Dingin


Buah naga yang terdiri dari kedua perlakuan tersebut dikemas dengan kemasan
plastik mika, dan styrofoam dibungkus meggunakan plasik wrap. Kemudian buah
naga tersebut disimpan pada suhu rendah (10˚C).
3.4.6 Pengamatan
pengamatan setiap 3 hari sekali. Pengamatan dilakukan untuk pengujian pada
susut bobot, warna, total padatan terlarut, vitamin C, dan untuk pengujian uji
organoleptik (aroma, tekstur, rasa, dan penerimaan keseluruhan) sampai batas ditolak
oleh panelis dengan nilai minimal 2 (tidak suka).

3.5 Parameter Pengamatan


3.5.1 Susut Bobot (Awanis, 2013)
Pengukuran susut bobot dilakukan bertujuan untuk melihat penurunan berat
bahan buah naga berdasarkan persentase penurunan berat bahan sejak awal
penyimpanan sampai akhir penyimpanan. Pengukuran dilakukan dengan
menggunakan timbangan. Pengukuran dilakukan pada buah naga lengkap dengan
mahkotanya.
Susut Bobot dihitung dengan persamaan 1 sebagai berikut :
𝑊𝑜− 𝑊𝑡
𝑆𝐵 = 𝑥100% ................................................................................ (1)
𝑊𝑜

Dimana :
SB = Susut bobot (%)
Wo = Bobot awal bahan (gr)
Wt = Bobot akhir bahan (gr)

3.5.2 Total Padatan Terlarut (Wahyudi dan Dewi, 2017)


Pengukuran total padatan terlarut bertujuan untuk melihat kandungan total gula
yang ada pada bahan buah naga. Besarnya total padatan terlarut pada buah naga dapat
diketahui dengan menggu nakan refraktometer. Sebelum dan sesudah pembacaan,
prisma refraktometer dibersihkan dengan alkohol, hal ini dilakukan agar nilai pada
pengukuran sampel selanjutnya tidak dipengaruhi oleh pengukuran sampel
sebelumnya. Total padatan terlarut tersebut didapat dari filtrat daging buah naga.
Daging buah naga dilumatkan, kemudiaan diletakkan pada prisma refraktometer.
Kemudian dilakukan pembacaan, besar nilai total padatan terlarut dinyatakan dalam
o
brix.
3.5.3 Kandungan Vitamin C (Chatib et al, 2016)
Pengukuran pada kaandungan vitamin C bertujuan untuk melihat perubahan
kandungan vitamin C pada buah naga selama penyimpanan. Penentuan kandungan
vitamin C dilakukan dengan menggunakan metoda titrasi. Sampel sebanyak 10 gram
yang telah dihaluskan dengan menggunakan blender, setelah dihancurkan sampel
dimasukkan ke dalam gelas beaker 100 ml lalu diencerkan dengan aquades sampai
tanda batas. Kemudian dilakukan penyaringan dengan menggunakan kertas saring.
Hasil Filtrasi yang diperoleh diambil sebanyak 25 ml dan kemudian dimasukkan
kedalam erlenmayer lalu ditambahkan larutan amilum sebanyak 2 ml serta dititrasi
dengan larutan iod 0,01 N sampai berubah warna menjadi biru gelap. Setiap 1 ml iod
0,01 N ekuivalen dengan 0,88 mg asam askrobat.
Kandungan vitamin C dihitung dengan persamaan 2 berikut:

Ml Iod × 0.88 ×Fp


KVC = ×100%.......................................................................(2)
BS

Dengan:
KVC = Kandungan vitamin C (%)
Ml Iod = Iodium yang digunakan untuk titrasi (ml)
Fp = Faktor pengenceran (ml)
BS = Berat sampel yang telah dihaluskan (g)

3.5.4 Total Asam Tertitrasi (Wills et al. (1998)


Pengukuran pada total asam tetritasi bertujuan untuk melihat perubahan
kandungan total asam pada buah naga selama penyimpanan. Pengukuran ATT
dilakukan yaitu dengan menghancurkan 25 g daging buah menggunakan mortar.
Daging buah yang telah hancur diambil sarinya sebanyak 25 ml lalu ditambahkan
aquades hingga 100 ml kemudian disaring. Setelah disaring, larutan diambil sebanyak
25 ml dan ditambahkan 2-3 tetes indikator phenoftalein, kemudian dilakukan titrasi
dengan NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah muda.
Metode pengukuran kandungan ATT mengacu pada penelitian Suketi et al.
(2007:
ml NaOH x N NaOH x Fp x BE x100%
Asam Tertitrasi Total (%) = .......................(3)
𝑏𝑜𝑏𝑜𝑡 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑜ℎ (𝑚𝑔)

Dengan:
Ml NaOH = Jumlah ml NaOH yang terpakai saat titrasi
N = Normalitas larutan NaOH (0,1 N)
Fp = Faktor pengenceran (100 ml/25 ml)
BE = Berat ekivalen asam sitrat

3.5.5 Uji Organoleptik (Setyaningsih dkk, 2010)


Uji organoleptik dilakukan bertujuan untuk mendapatkan penilaian dari panelis
terhadap buah yang telah dilakukan perlakuan HWT. Analisis organoleptik
didasarkan atas indra penglihatan, indra peraba, indra penciuman, dan indra perasa.
Uji organoleptik dilakukan dengan uji mutu hedonik untuk mendapatkan penilaian
dari panelis terhadap tingkat kesukaan rasa, aroma, tekstur, dan penerimaan
keseluruan naga selama penyimpanan. Panelis yang digunakan adalah panelis semi
terlatih yang berjumlah sebanyak 25 orang yang terdiri dari mahasiswa program studi
Teknologi Hasil Pertanian Universitas Jambi.

3.6 Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil pengamatan di analisis dengan anova pada taraf
5%. Apabila diperoleh berbeda nyata, maka dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT
pada taraf 5%.
Lampiran 1. Diagram Alir Penelitian

Mulai

Pemanenan dan Sortasi

Pengangkutan menuju laboratorium

Perlakuan buah naga Perlakuan buah naga utuh Perlakuan buah naga
utuh dibersihkan dari dikupas kulit dan dipotong dibersihkan dari debu
debu dan kotoran ukuran dadu ketebalan dan kotoran. Buah naga
3x3x3x3 cm tanpa perlakuan HWT
Diberi perlakuan HWT sebagai kontrol
(54˚C selama 4 menit) Diberi perlakuan HWT
(54˚C selama 4 menit) Dilakukan pengolahan
Ditiriskan dan minimal dengan ukuran
didiamkan pada suhu dadu 3x3x3x3
Ditiriskan dan didiamkan
ruang hingga suhu naga pada suhu ruang hingga
kembali normal suhu naga kembali normal

Dikupas kulit, dibelah


menjadi dua bagian dan
dipotong ukuran dadu
ketebalan 3x3x3x3 cm

Pengemasan dengan plastik khusus


vakum selanjutnya divakum, mika plastik
dan styrofoam dibungkus plastik wrap

Penyimpanan suhu rendah 10˚C

Analisis : setiap 3 hari sekali


 Susut bobot (%)
 Warna
 TPT (% Brix)
 Vit C (mg/100g)
 Uji organoleptik
 Total mikroba

selesai
Lampiran 2. Gambar Alat

Gambar 1. Water Bath Gambar 2. Oven

Anda mungkin juga menyukai