Anda di halaman 1dari 13

Bahan Makanan Dari Daging dan Hasil Olahannya

Daging segar adalah daging atau otot skeletal dari hewan yang disembelih secara halal dan

higienis setelah mengalami pelayuan (aging) yang disimpan pada suhu dingin atau beku, yang

tidak mengalami proses pengolahan lebih lanjut.

Definisi daging secara umum adalah bagian dari tubuh hewan yang disembelih yang aman dan

layak dikonsumsi manusia. Termasuk dalam definisi tersebut adalah daging atau otot skeletal

dan organ-organ yang dapat dikonsumsi (edible offals).

Offal adalah seluruh bagian tubuh hewan yang disembelih secara halal dan higienis selain

karkas, yang terdiri dari organ-organ di rongga dada dan rongga perut, kepala, ekor, kaki mulai

dari tarsus/karpus ke bawah, ambing, dan alat reproduksi.

Jeroan (edible offal atau disebut juga variety meat atau fancy meat) adalah organ atau

jaringan selain otot skeletal yang lazim dan layak dikonsumsi manusia yang tidak mengalami

proses lebih lanjut selain daripada pendinginan atau pembekuan. Jeroan terdiri dari jantung,

lidah, hati, daging di kepala, otak, timus dan atau pankreas, babat, usus, ginjal, buntut.

Mechanically Deboned Meat (MDM)/Mechanically Recovered Meat (MRM)/Mechanically

Seperated Meat (MSM) adalah daging yang diperoleh dari pelepasan sisa-sisa daging yang

melekat pada tulang (terutama dari tulang belakang (vertebrae), rusuk, bahu, dan pelvis) dengan

menggunakan mesin bertekanan tinggi. MRM dapat mengandung beberapa bagian/materi tulang

dan atau sumsum tulang belakang. Kandungan kalsium, besi dan purin relatif lebih tinggi

dibandingkan daging lain.

Daging giling adalah daging yang dihasilkan dari penggilingan dan pencampuran berbagai jenis

potongan daging, dengan atau tanpa campuran lemak (maksimum 30%).


Patties (beef patties) adalah daging giling yang telah dibentuk tertentu (patties) yang dibekukan,

dengan atau tanpa penambahan bumbu, dapat ditambahkan dengan pengikat (binder atau

extender) dan air untuk memudahkan pembentukan menjadi patties.

Hamburger adalah daging giling yang telah dibentuk tertentu (patties) yang dibekukan, dengan

atau tanpa penambahan bumbu, namun tidak ditambahkan dengan pengikat (binder atau

extender) dan air.

Daging asap (smoked meat) adalah daging atau produk daging yang telah mengalami

pengasapan atau penambahan citarasa asap.

Cured meat adalah produk daging yang telah diperlakukan dengan memberikan garam curing

(mengandung garam, sodium nitrit dan atau nitrat, gula dan bumbu lain) kemudian disimpan

(beberapa hari). Setelah curing, produk daging dibilas dan siap disajikan atau diasap.

Baso daging adalah produk daging berbentuk bulatan atau lainnya yang diperoleh dari campuran

daging (kandungan daging tidak kurang dari 50%) dan pati atau serealia dengan atau tanpa

penambahan bahan tambahan pangan (BTP) yang diizinkan.

Sosis daging adalah produk daging yang berasal dari daging yang digiling dan dicampur dengan

bahan tambahan pangan lain kemudian dimasukkan ke dalam casing sosis. Sosis dibagi menjadi

dua kelompok yaitu sosis mentah dan sosis matang. Sosis mentah terdiri dari sosis segar

(uncooked fresh sausage) dan sosis asap (smoked sausage). Sosis matang terdiri dari sosis

masak, semi-dry sausage dan dry sausage.

Dried meat adalah produk daging yang berasal dari daging yang dilakukan curing, diasap dan

dikeringkan menggunakan mesin pengering (dryer atau dehydrator) atau menggunakan sinar

matahari.

Kaldu daging adalah kaldu daging kering berupa bubuk atau bubuk yang dibentuk kubus.
Canned meat adalah produk daging olahan yang diproses dengan pemanasan steril komersial dan

dikemas di dalam kaleng yang hampa udara.

Corned meat adalah produk daging yang telah diproses menggunakan garam curing dan

diberikan bumbu lain, kemudian dilakukan pemanasan steril komersial.

Tallow adalah bahan yang berasal dari lemak hewan yang disembelih yang memiliki titer

minimum (=suhu minimum untuk merubah dari bentuk cair ke padat) sama atau lebih besar dari

40oC.

Casing sosis adalah selubung atau selongsong sosis yang dibuat dari bahan sintetik atau organ

2. Daging Segar

Daging segar dihasilkan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau Rumah Pemotongan Unggas

setelah proses penyembelihan hewan yang dilaksanakan secara halal dan higienis.

Setelah proses pemotongan, karkas atau daging harus disimpan pada suhu dingin (suhu internal

daging 0 sampai +4 oC; suhu chiller/cooler -1 sampai +1 oC) atau suhu beku (suhu internal

daging -18 oC; suhu cold storage/freezer > -18 oC).

3. Jeroan (Variety Meat, Fancy Meat)

Jeroan dihasilkan di Rumah Pemotongan Hewan (RPH) atau Rumah Pemotongan Unggas setelah

proses penyembelihan hewan yang dilaksanakan secara halal dan higienis.

Setelah proses pemotongan, jeroan harus disimpan pada suhu dingin (suhu internal daging 0

sampai +3 oC; suhu chiller/cooler -1 sampai +1 oC) atau suhu beku (suhu internal daging -18

oC; suhu cold storage/freezer > -18 oC).

4. Daging Giling, Patties, Hamburger

Daging giling dihasilkan dengan menggiling dan mencampur beberapa potongan daging, dan

dapat dicampur dengan lemak (maksimum 30%).

5. Daging Asap
Daging asap dihasilkan dari proses pengasapan. Metode pengasapan ada 2 yaitu (a) pengasapan

dingin (cold smoking) yang dilakukan pada suhu 20-25 oC (tidak lebih dari 28oC), pada

kelembaban 70-80%, selama beberapa jam sampai beberapa hari; (2) pengasapan panas (hot

smoking) yang dilakukan pada suhu awal 30-35oC dan akhir 50-55oC bahkan dapat mencapai

75-80oC.

6. Cured Meat

Cured meat (daging curing) dihasilkan dari proses pemberian garam curing kepada daging.

Garam curing terdiri dari garam, nitrit dan atau nitrat, gula serta bumbu lain. Curing dapat

dilakukan secara kering (dry curing) atau secara basah (wet curing). Curing kering dilakukan

dengan melumuri daging dengan garam curing. Curing basah (wet curing atau dikenal juga

sebagai brine curing) dilakukan dengan merendam daging dalam larutan garam curing atau

dengan menyuntikkan larutan garam curing ke dalam daging dengan alat khusus. Daging yang

telah diberi garam curing disimpan beberapa hari pada suhu +5 oC, kemudian daging dibilas,

yang selanjutnya siap disajikan atau diasap.

7. Baso Daging

Baso daging dihasilkan dari penggilingan dan pencampuran daging (kandungan daging tidak

kurang dari 50%) dengan pati atau serealia dengan atau tanpa penambahan bahan tambahan

pangan (BTP) yang diizinkan. Selanjutnya campuran tersebut dicetak/dibentuk (bulat atau

gepeng), lalu dimasukkan ke dalam air mendidih sampai baso tersebut mengapung. Baso

ditiriskan dan dikemas.

8. Sosis Daging

Sosis daging dihasilkan dari daging yang digiling dan dicampur dengan bahan tambahan pangan

lain kemudian dimasukkan ke dalam casing sosis. Sosis dibagi menjadi dua kelompok yaitu sosis

mentah dan sosis matang. Sosis mentah terdiri dari sosis segar (uncooked fresh sausage) dan
sosis asap mentah (uncooked smoked sausage). Sosis matang terdiri dari sosis masak, semi-dry

sausage dan dry sausage.

Uncooked fresh sausage adalah sosis yang masih mentah/segar, belum dilakukan curing atau

diasap, yang harus dimasak sebelum dikonsumsi. Contohnya fresh Bockwurst, Bratwurst, fresh

pork sausage, Italian-style fresh pork sausage, Salsicca, Weisswurst, fresh Thuringer.

Uncooked smoked sausage adalah sosis yang telah mengalami curing atau pengasapan, yang

harus dimasak sebelum dikonsumsi. Contohnya country style smoked porks sausage, Linguica,

Mettwurst, Polish sausage.

Cooked sausage adalah sosis yang tidak dilakukan curing atau diasap, yang telah dimasak

terlebih dahulu. Contohnya blood sausage, cooked Bockwurst, Braunschweiger, cooked

Bratwurst, Liver sausage, cooked Thuringer.

Cooked smoked sausage adalah sosis yang telah dilakukan curing, diasap (sedikit), dan telah

dimasak. Contohnya Bologna, Boterhamworst, Bratwurst, Frankfurters, Knackwurst, Polish

sausage, Berliner or New England style sausage, Vienna sausages, Wieners.

Dry sausage adalah sosis yang telah dilakukan curing dan dikeringkan dengan udara, yang siap

disajikan dingin atau hangat. Dry sausage terdiri dari semi-dry sausage dan dry sausage. Contoh

semi-dry sausage antara lain Cervele\atm Lebanon, Bologna, Mortadella, Vienna. Dry sausage

dapat diasap, tidak diasap atau dimasak, contohnya Chorizo, Frizzes, Lyons, Pepperoni, Salami,

Soppressata.

9. Daging Kering, Kaldu Daging

Daging kering dihasilkan dari daging yang telah diproses dengan curing, asap dan pengeringan.

Daging dapat berupa potongan daging, slice, atau serbuk/bubuk (powder) atau serbuk yang

dibentuk kubus. Contoh produk daging kering antara lain beef jerky, biltong, bresaola, chipped

meat, bouillon.
10. Canned Meat, Corned Meat

Canned meat dihasilkan dari produk olahan daging yang diproses dengan pemanasan sterilisasi

komersial (retort). Pemanasan sterilisasi komersial dilakukan dalam autoklaf (121oC).

11. Tallow

Tallow bahan yang berasal dari lemak hewan yang disembelih yang memiliki titer minimum

(=suhu minimum untuk merubah dari bentuk cair ke padat) sama atau lebih besar dari 40oC.

Proses pemanasan yang diterapkan dalam produksi tallow adalah sterilisasi (120oC dengan

tekanan 1,3 bar), kemudian pencucian panas 90oC.

Mengefaluasi mutu daging dan hasil olahannya serta perubahannya setelah pengolahan

Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor

sebelum pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging antara lain genetik, spesies,

bangsa, tipe ternak, jenis kelamin, umur, pakan termasuk bahan aditif (hormon, antibiotik atau

mineral), dan stress. Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging antara lain

meliputi metode pelayuan, stimulasi listrik, metode pemasakan, pH karkas dan daging, bahan

tambahan termasuk enzim pengempuk daging, hormon dan antibiotik, lemak intramuskuler atau

marbling, metode penyimpanan dan preservasi, macam otot daging dan lokasi pada suatu otot

daging. Faktor kualitas daging yang dimakan terutama meliputi warna, keempukan dan tekstur,

flavor dan aroma termasuk bau dan cita rasa dan kekasan jus daging (juiciness). Disamping itu,

lemak intramuskular, susut masak (cooking loss) yaitu berat sampel daging yang hilang selama

pemasakan atau pemanasan, retensi cairan dan pH daging, ikut menentukan kualitas daging.

Faktor Sebelum pemotongan

Kualitas daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan setelah pemotongan. Faktor sebelum

pemotongan yang dapat mempengaruhi kualitas daging adalah genetik, spesies, bangsa, tipe
ternak, jenis kelamin, umur, pakan dan bahan aditif (hormon, antibiotik, dan mineral), serta

keadaan stres.

a. Genetic/Keturunan

Nilai heritabilitas keempukan daging sapi sekitar 45%, artinya

45% keempukan daging sapi saat dimasak ditentukan oleh faktor

genetik atau tetua ternak yang dipotong. Faktor genetik akan menentukan keempukan daging

antargrade dan potongan daging sejenis.

b. Spesies

Dari taksonomi ternak yang paling diperhatikan yaitu spesiesnya, karena spesies menentukan

apakah ternak tersebut banyak dipelihara di Indonesia, mampu memproduksi daging atau susu,

serta mempunyai produksi daya adaptasi yang tinggi, dan sebagainya. Spesies menentukan

tingkat perdagingan suatu ternak.

c. Bangsa

Bangsa ternak termasuk kedalam factor genetic atau factor keturunan. Bangsa suatu ternak juga

menentukan kualitas suatu daging ternak itu sendiri. Misalnya ternak sapi-sapi introduksi,

seperti: 1) sapi limousine, persentase daging dalam karkas cukup tinggi, 2) sapi angus,

mempunyai kemampuan dalam menurunkan marbling (perlemakan dalam daging) ke anak-

anaknya. 3) sapi Hereford, perdagingannya tebal. Dan sebagainya.

Jadi dilihat dari bangsa ternak itu sendiri sangat penting dalam mennentukan kualitas daging.

d. Tipe ternak

Tipe ternak menentukan keempukan daging itu sendiri, seperti tipe ternak potong dan tipe ternak

perah. Tipe ternak potong lebih empuk daripada tipe ternak perah. Karena tipe ternak potong itu

sendiri dipelihara untuk menghasilkan daging, dan sebaliknya.

e. Umur
Semakin tua usia hewan, susunan jaringan ikat semakin banyak, sehingga daging yang dihasilkan

semakin liat, jika ditekan dengan jari, daging yang sehat akan memiliki konsistensi kenyal

(padat) (Tambunan, 2010).

Umumnya daging yang berasal dari sapi tua akan lebih liat dibandingkan dengan daging yang

berasal dari sapi muda. Hasil penelitianpun menunjukkan bahwa umur potong sapi berkorelasi

positif dengan keempukan daging yang dihasilkannya, artinya makin tua ternak sudah dapat

dipastikan dagingnya akan lebih liat. Daging yang berasal dari sapi tua baunya lebih menyengat

dibandingkan dengan daging yang berasal dari sapi muda. Namun pada kenyataannya, kuat

lemahnya bau daging pada sapi tidak dipermasalahkan konsumen, lain halnya dengan daging

domba dan daging kambing, karena kedua ternak kecil ini bau dagingnya sangat unik dan lebih

kuat dibandingkan dengan sapi. Oleh karena itu konsumen daging domba atau kambing lebih

menyukai daging yang berasal dari ternak muda. Ternak sapi tua yang gemuk akan menghasilkan

daging yang berlemak oleh karena itu rasanya akan lebih gurih dan banyak disukai konsumen.

Selain itu daging yang berlemak kandungan airnya lebih sedikit sehingga pada saat dimasak

penyusutannya tidak terlalu besar.

Umur ternak saat dipotong berpengaruh terhadap keempukan daging. Sapi yang dipotong pada

umur 9-30 bulan umumnya memiliki daging yang empuk. Sapi betina yang digunakan sebagai

induk, dagingnya menjadi kurang empuk saat umurnya tua. Keempukan daging menurun sejalan

dengan bertambahnya umur ternak.

f. Pakan dan Bahan Aditif (Hormone, Antibiotic, dan Mineral)

Ternak yang digemukkan dengan pakan biji-bijian cenderung mencapai bobot potong lebih cepat

dibanding ternak yang mendapat pakan dari padang penggembalaan.

Dengan demikian, daging dari ternak yang diberi pakan biji-bijian

biasanya lebih empuk karena ternak dipotong pada umur lebih muda.
g. Keadaan Stress

· DFD (Dark Firm Dry)

Daging Dark Firm Dry (DFD) yaitu daging yang berwarna gelap, bertekstur keras, kering,

memiliki nilai pH tinggi dan daya mengikat air tinggi (Aberle et al., 2000). Daging ini dihasilkan

akibat ternak kelelahan setelah mengalami transportasi yang jauh, sehingga terjadi perubahan

dalam sifat fisik, kimia maupun sensori (Wulf et al., 2002).Menurut Taylor (1984), pigmen yang

memberikan warna pada daging adalah struktur hem. Hem ini berkombinasi dengan protein

membentuk hemoglobin dan mioglobin. Munculnya warna merah cerah pada daging disebabkan

oleh adanya ikatan oksigen pada atom besi (Fe2+) pada struktur molekul mioglobin.Perbedaan

warna daging disebabkan oleh adanya H2O2 dan enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme.

Senyawa H2O2 menyebabkan oksidasi oksimioglobin menjadi metmioglobin yang berwarna

coklat (Varnam & Sutherland,1995). Kandungan H2O2 yang dihasilkan oleh bakteri yang

memfermentasi secara alamiah kemungkinan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah H2O2

yang dihasilkan olehL . plantarum selama memfermentasi daging. Hal ini menyebabkan warna

daging terfermentasi alamiah lebih gelap dibandingkan dengan daging difermentasi L.

plantarum.

· PSE (Pale Soft Exudatife)

Daging PSE (Pale Soft Exudative) disebabkan Stress dalam waktu yang lama sebelum

penyembelihan shg pH tetap tinggi stlh penyembelihan. Produksi asam laktat postmortem dari

glikogen yang sangat cepat dan tidak terkendali, sehingga mengakibatkan pH daging yang sangat

rendah sesaat setelah pemotongan, sementara temperatur otot masih tetap tinggi. Daya ikat air

oleh proteinnya sangat rendah. Penurunan pH yang cepat, seperti pada saat pemecahan ATP

yang cepat, akan mengakibatkan kontraksi aktomiosin dan menurunkan DIA protein (Bendall,

1960). Demikian pula suhu yang tinggi akan mempercepat penurunan pH otot pascamerta, dan
akan meningkatkan penurunan DIA sebagai akibat dari meningkatnya denaturasi protein otot dan

meningkatnya perpindahan air keruang ekstraselular.

2.2 Faktor Setelah Pemotongan

Faktor setelah pemotongan yang mempengaruhi kualitas daging adalah metode pelayuan, metode

pemasakan, tingkat keasaman (pH) daging, bahan tambahan (termasuk enzim pengempuk

daging), lemak intramuskular (marbling), metode penyimpanan dan pengawetan, macam otot

daging, serta lokasi otot.

a. Metode Pelayuan

Pelayuan adalah penanganan daging segar setelah penyembelihan dengan cara menggantung atau

menyimpan selama waktu tertentu pada temperatur di atas titik beku daging (-1,50C). Daging

yang kita beli di pasar atau swalayan adalah daging yang telah mengalami proses pelayuan.

Selama pelayuan, terjadi aktivitas enzim yang mampu menguraikan tenunan ikat daging. Daging

menjadi lebih dapat mengikat air, bersifat lebih empuk, dan memiliki flavor yang lebih kuat.

Hewan yang baru dipotong dagingnya lentur dan lunak, kemudian terjadi perubahan-perubahan

sehingga jaringan otot menjadi keras, kaku, dan tidak mudah digerakkan. Keadaan inilah yang

disebut dengan rigor mortis.

Dalam kondisi rigor, daging menjadi lebih alot dan keras dibandingkan dengan sewaktu baru

dipotong. Oleh karena itu, jika daging dalam keadaan rigor dimasak, akan alot dan tidak nikmat.

Untuk menghindarkan daging dari rigor, daging perlu dibiarkan untuk menyelesaikan proses

rigornya sendiri. Proses tersebut dinamakan proses aging (pelayuan). Daging biasanya dilayukan

dalam bentuk karkas atau setengah karkas. Hal ini dilakukan untuk mengurangi luas permukaan

yang dapat diinfeksi oleh mikroba.


Tujuan dari pelayuan daging adalah: (1) agar proses pembentukan asam laktat dari glikogen otot

berlangsung sempurna sehingga pertumbuhan bakteri akan terhambat, (2) pengeluaran darah

menjadi lebih sempurna, (3) lapisan luar daging menjadi kering, sehingga kontaminasi mikroba

pembusuk dari luar dapat ditahan, (4) untuk memperoleh daging yang memiliki tingkat

keempukan optimum serta cita rasa khas.

b. Metode Pemasakan

Daging dengan jaringan ikat sedikit seperti has, dianjurkan dimasak dengan pemanasan kering

(goreng, bakar, panggang, barbeque). Daging dengan jaringan ikat banyak seperti sengkel,

dianjurkan dimasak secara lama dan lambat dengan suhu rendah dan menggunakan sedikit air.

Suhu pemasakan memengaruhi keempukan daging. Jika daging tanpa lemak dipanaskan, protein

kontraktil mengeras dan cairan hilang sehingga menurunkan keempukan daging. Potongan

daging yang empuk bila dimasak pada suhu rendah akan menjadi lebih empuk dibanding

pemasakan pada suhu sedang, dan dengan pemasakan suhu sedang, daging lebih empuk

dibanding pemasakan dengan suhu tinggi. Oleh karena itu, suhu pemasakan perlu diperhatikan

untuk menghasilkan daging yang empuk.

Susut masak adalah perhitungan berat yang hilang selama pemasakan atau pemanasan pada

daging. Pada umumnya, makin lama waktu pemasakan makin besar kadar cairan daging hingga

mencapai tingkat yang konstan. Susut masak merupakan indicator nilai nutrisi daging yang

berhubungan dengan kadar jus daging yaitu banyaknya air yang terikat dalam dan diantara

serabut otot. Jus daging merupakan komponen dari daging yang ikut menetukan keempukan

daging (Soeparno, 1992).

c. Tingkat Keasaman (pH) Daging

Nilai pH merupakan salah satu criteria dalam penentuan kualitas daging, khususnya di Rumah

Potong Hewan (RPH). Setelah pemotongan hewan (hewan telah mati), maka terjadilah proses
biokimiawi yang sangat kompleks di dalam jaringan otot dan jaringan lainnya sebagai konsekuen

tidak adanya aliran darah ke jaringan tersebut, karena terhentinya pompa jantung. Salah satu

proses yang terjadi dan merupakan proses yang dominan dalam jaringan otot setelah kematian

(36 jam pertama setelah kematian atau postmortem) adalah proses glikolisis anaerob atau

glikolisis postmortem. Dalam glikolisis anaerob ini, selain dihasilkan energi (ATP) maka

dihasilkan juga asam laktat. Asam laktat tersebut akan terakumulasi di dalam jaringan dan

mengakibatkan penurunan nilai pH jaringan otot.

Nilai pH otot (otot bergaris melintang atau otot skeletal atau yang disebut daging) saat hewan

hidup sekitar 7,0-7,2 (pH netral). Setelah hewan disembelih (mati), nilai pH dalam otot (pH

daging) akan menurun akibat adanya akumulasi asam laktat. Penurunan nilai pH pada otot

hewan yang sehat dan ditangani dengan baik sebelum pemotongan akan berjalan secara bertahap,

yaitu dari nilai pH sekitar 7,0-7,2 akan mencapai nilai pH menurun secara bertahap dari 7,0

sampai 5,6 – 5,7 dalam waktu 6-8 jam postmortem dan akan mencapai nilai pH akhir sekitar 5,5-

5,6. Nilai pH akhir (ultimate pH value) adalah nilai pH terendah yang dicapai pada otot setelah

pemotongan (kematian). Nilai pH daging tidak akan pernah mencapai nilai di bawah 5,3. Hal

ini disebabkan karena pada nilai pH di bawah 5,3 enzim-enzim yang terlibat dalam glikolisis

anaerob tidak aktif berkerja. (Lukman, 2010)

d. Bahan Tambahan (Termasuk Enzim Pengempuk Daging)

Enzim dari tanaman, seperti papain (dari pepaya), bromelin (dari nenas), dan fisin (getah pohon

daun ara), baik berbentuk cair maupun bubuk, dapat digunakan untuk mengempukkan daging.

Kelemahan enzim ini adalah kadang-kadang hanya bereaksi pada permukaan daging, selain

berpengaruh negatif terhadap sifat daging.

Papain dari getah pepaya paling banyak digunakan sebagai pengempuk daging. Kualitas getah

sangat menentukan aktivitas enzim proteolitik, dan kualitas enzim bergantung pada bagian
tanaman asal getah tersebut. Aktivitas enzim dipengaruhi oleh proses pembuatan, umur, dan

varietas pepaya. Papain stabil pada pH larutan 5,0. Papain sangat aktif dan tahan terhadap panas.

Papain bekerja optimum pada suhu 50-60oC dan pH 5-7, serta aktivitas proteolitik antara 70-

1.000 unit/gram.

Enzim bromelin dari nenas juga banyak digunakan untuk mengempukkan daging. Enzim

bromelin dapat menguraikan serat-serat daging sehingga menjadi lebih empuk. Buah nenas yang

belum matang mengandung bromelin lebih sedikit dibandingkan buah nenas matang yang masih

segar. Kandungan bromelin paling banyak terdapat dalam bagian kulit.

Marinasi adalah cara meningkatkan keempukan daging dengan menambahkan bahan perasa,

seperti garam atau kecap, asam (cuka, jeruk lemon), dan enzim (papain, bromelin, fisin atau

jahe). Penambahan beberapa sendok makanminyak zaitun akan melindungi permukaan daging

dari udara dan daging akan tetap segar dan warnanya lebih cerah dalam waktu lebih lama.

Dengan marinasi terjadi pelunakan kolagen oleh garam, meningkatnya pertahanan air, hidrolisis

serta pemecahan ikatan silang jaringan ikat oleh asam.

e. Lemak Intramuscular (Marbling)

Berdasarkan marbling, karkas sapi dibedakan menjadi: 1) prime, bila marbling-nya berlebih, 2)

choice, bila marbling-nya sedang, 3) seledt, bila marbling-nya sedikit, 4) standart, bila marbling-

nya sangat sedikit.

Marbling adalah lemak yang terdapat diantara serabut otot (intramuscular). Lemak berfungsi

sebagai pembungkus otot dan mempertahankan keutuhan daging pada waktu dipanaskan.

Marbling berpengaruh terhadap citarasa daging. Selama proses penggemukan, peningkatan

lemak karkas akan mempengaruhi komposisi karkas dan hasil daging (Priyanto et al., 1999).

Anda mungkin juga menyukai