Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

Elimi
Eliminasi
nasi merupak
merupakanan kebutu
kebutuhan
han dasar
dasar manusi
manusiaa yang
yang esensi
esensial
al dan berper
berperan
an
 penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia. Eliminasi dibutuhkan untuk 
mempertahankan homeostatis melalui pembuangan sisa-sisa metabolisme. Secara garis
 besar, sisa metabolisme tersebut terbagi kedalam dua jenis yaitu sampah yang berasal
dari saluran cerna yang dibuang sebagai feses serta sampah metabolisme yang dibuang
 baik bersama feses ataupun melalui saluran lain seperti urin, CO2, nitrogen, dan H2O.
Eliminasi terbagi atas dua bagian utama pula yaitu eliminasi fekal (buang air besar/bab)
dan eliminasi urine (buang air kecil/bak).
Pembuangan normal urine merupakan suatu fungsi dasar yang sering dianggap
remeh oleh kebanyakan orang. Apabila sistem perkemihan tidak dapat berfungsi dengan
 baik, maka semua sistem organ pada akhirnya akan terpengaruh. Klien yang mengalami
 perubahan eliminasi urin juga dapat menderita secara emosional akibat perubahan citra
tubuhny
tubuhnya.a. Selain
Selain itu
itu peruba
perubahan
han elimi
eliminasi
nasi dapat
dapat menyeb
menyebabka
abkann masala
masalahh pada sistem
sistem
gastro
gastroint
intest
estinal
inal.. Elimin
Eliminasi
asi produk
produk sistem
sistem pencern
pencernaan
aan yang
yang teratu
teraturr merupak
merupakan
an aspek 
aspek 
 penting untuk fungsi normal tubuh.
BAB II
PEMBAHASAN

1. Jelaska
Jelaskan
n anatomi
anatomi fisiolo
fisiologi
gi sistem
sistem urina
urinaria
ria !

Anatomi fisiologi system urinaria :

Sistem
Sistem urinar
urinaria
ia terdir
terdirii dari
dari dua ginjal
ginjal yang
yang mempro
memproduks
duksii urine,
urine, dua ureter
ureter yang
yang
membawa urine ke dalam sebuah kandung kemih untuk penampungan sementara, dan
uretra yang mengalirkan urine ke luar tubuh melalui orifisium uretra eksterna.

i. Ginjal
A. Fung
Fungsi
si gin
ginja
jall
- Peng
Pengel
elua
uara
rann zat
zat sisa
sisa orga
organi
nik,
k, sepe
sepert
rtii urea
urea,, asam
asam urat
urat,, krea
kreati
tini
nin,
n, dan
dan prod
produk 
uk 
 penguraian hemoglobin dan hormon.
- Pengat
Pengatura
urann konsentr
konsentrasiasi ion-i
ion-ion
on penting
penting.. Dalam hal hal ini ginjal
ginjal mengek
mengekskrskresi
esi ion
ion
 Natrium, Kalium, Kalsium, Magnesium, Sulfat, dan Fosfat. Dimana ekskresi ion-ion
ini seimba
seimbangng dengan
dengan asupan
asupan ekskre
ekskresin
sinya
ya melalu
melaluii rute
rute lain
lain sepert
sepertii pada
pada salura
salurann
gastrointestinal atau kulit.
- Penga
Pengatu
tura
ran
n kese
keseim
imbabanga
ngan n asam
asam basa tubuh.
tubuh. Ginj
Ginjal
al menge
mengend ndal
alik
ikan
an eksr
eksres
esii ion
ion
hydrogen (H+), bikarbonat (HCO3-), dan ammonium (NH4+), serta memproduksi
urine asam atau basa tergantung kebutuhan tubuh.
- Penga
Pengatu
tura
ran
n teka
tekanan
nan darah.
darah. Ginja
Ginjall memp
mempro roduk
duksi
si enzi
enzim
m reni
renin
n yang
yang meru
merupa
pakakan
n
komponen penting dalam mekanisme renin-angiotensi-aldosteron yang meningkatkan
tekanan darah dan retensi air.
- Pengat
Pengatura
urann produksi
produksi selsel darah
darah merah.
merah. Ginjal
Ginjal melepas
melepas erit
eritrop
roprot
rotein
ein yang
yang mengatur 
mengatur 
 produksi eritrosit dalam sumsum tulang.
- Pengel
Pengeluar
uaran
an zat berac
beracun
un atau
atau polutan,
polutan, zat
zat tambaha
tambahan n makanan,
makanan, obat-obat-obat
obatan
an atau
atau
zat kimia asing.

B. Anat
Anatom
omii kasar
kasar gin
ginja
jall
- Tampilan
Ginjal berbentuk seperti kacang berwarna merah tua dengan P x L x T kurang lebih
yaitu 12 cm x 7 cm x 2 cm dan berat antara 120 – 150 gram.
- Lokasi
Ginjal terletak
terletak pada dinding
dinding abdomen
abdomen posterior
posterior yang berdekatan dengan dua pasang
tulang iga terakhir yang terletak di antara otot-otot punggung dan peritoneum rongga
abdomen atas serta memiliki kelenjar adrenal di atasnya.Ginjal kanan terletak agak di
 bawah dibandingkan ginjal kiri karena terdapat hati pada bagian kanan.
- Jaringan ikat pembungkus
 Fasia renan, adalah pembungkus terluar untuk mempertahankan posisi ginjal.
 Lemak perirenal, adalah jaringan adipose.
 Kapsul fibrosa, adalah membrane halus yang transparan.

C. Struktur internal ginjal


- Hilus atau hilum, adalah tingkat kecekungan tepi medial ginjal.
- Sinus ginjal, adalah rongga berisi lemak yang membuka pada hilus.
- Pelvis ginjal, adalah perluasan ujung proksimal ureter. Ujung ini berlanjut
menjadi dua sampai tiga kaliks mayor (rongga yang mencapai glandular, bagian
 penghasil urine pada ginjal). Setiap kaliks mayor tersebut memiliki cabang sekitar 8
sampai 18 kaliks minor.

D. Struktur nefron
Setiap ginjal memiliki 1 sampai 4 juta nefron yang merupakan unit pembentuk urine.
- Glomerulus, merupakan gulungan kapilar yang dikelilingi oleh kapsul epitel
Bowman.
- Tubulus kontortusproksimal, panjangnya mencapai 15 mm dan sangat berliku.
Pada permukaan yang menghadap lumen tubulus ini terdapat sel-sel epithelial kuboid
yang kaya akan mikrovilus dan memperluas area permukaan lumen.
- Ansa henle. Tubulus kontortus proksimal mengarah ke tungkai ansa henle yang
masuk ke dalam medulla, membentuk lengkungan lepit yang tajam, dan membalik ke
atas membentuk tungkai asenden ansa henle.
- Tubulus kontortus distal, juga sangat berliku dengan panjang sekitar 5 mm.
- Tubulus dan duktus pengumpul. Tubulus pengumpul membentuk duktus
 pengumpul yang berukuran besar dan lurus. Duktus pengumpul membentuk tuba
yang lebih besar untuk mengalirkan urine ke dalam kaliks minor. Kaliks minor ini
 bermuara ke dalam pelvis ginjal melalui kaliks mayor. Dari pelvis ginjal, urine
dialirkan ke ureter yang mengarah ke kandung kemih.

E. Pembentukan urine
- Filtrasi glomerular, merupakan perpindahan cairan dan zat terlarut dari kapiler 
glomerular, dalam gradient tekanan tertentu ke dalam kapsul Bowman.
 Membran kapilar glomerular lebih permaebel dibandingkan kapiler lain dalam
tubuh sehingga filtrasi berjalan dengan sangat cepat.
 Tekanan darah dalam kapiler glomerular lebih tinggi dibandingkan tekanan
darah dalam kapiler lain karena diameter arteriol eferen lebih kecil
dibandingkan diameter arteriol aferen.
 Mekanisme filtrasi glomerular adalah dipengaruhi oleh tekanan hidrostatik 
(darah) glomerular yang mendorong cairan dan zat terlarut keluar dari darah
dan masuk ke dalam kapsul Bowman.
 Komposisi filtrate glomerular antara lain glukosa, klorida, natrium, kalium,
fosfat, urea, asam urat, dan kreatinin. Sedangkan sel darah merah dan protein
tidak difiltrasi.
- Reabsorpsi tubulus
Sebagian besar filtrate (99%) secara selektif diabsorpsi dalam tubulus ginjal.
 Reabsorpsi ion natrium ditranspor secara pasif melalui difusi terfasilitasi.
 Reabsorpsi ion klor dan ion negative melalui difusi pasif.
 Reabsorpsi glukosa, fruktosa, dan asam amino digerakkkan melalui
kotranspor.
 Reabsorpsi air melalui osmosis yang bergerak bersama ion natrium.
 Reabsorpsi urea akibat difusi.
 Reabsorpsi ion anorganik lain, seperti kalium, kalsium, fosfat, dan sulfat
melalui transport aktif.
- Sekresi tubulus
Mekanisme sekresi tubular merupakan proses aktif yang memindahkan zat untuk 
keluar dari darah dalam kapiler peritubular melewati sel-sel tubular menuju cairan
tubular untuk dikeluarkan dalam urine. Zat-zat seperti ion hydrogen, kalium,
ammonium, prodek akhir metabolic kreatinin dan asam fivufat serta obat-obatan
tertentu (penisilin) secara aktif di ke dalam tubulus.Sehingga dapat dikatakan sekresi
tubular ini merupakan suatu mekanisme yang penting untuk mengeluarkan zat-zat
kimia asing yang tidak diinginkan.

ii. Ureter
Air kemih disekresi oleh ginjal, dialirkan ke vesika urinairia (kandung kemih) melalui
ureter. Ureter berada pada kiri dan kanan kolumna vertebralis (tulang punggung) yang
menghubungkan pelvis renalis dengan kandung kemih. Panjang ureter kurang lebih
30 cm dan berdiameter 0,5 cm. Uretra sebagian terletak dalam rongga perut (pars
abdominalis) dan selanjutnya berjalan di dalam rongga panggul (pars pelvira).
Otogenitis ureter termasuk berasal dari mesoderm, karena itu, ureter juga terletak pada
retroperitonialis. Dinding utera terdiri atas tiga lapisan, yaitu lapisan mukosa, otot
 polos, dan jaringan fibrosa.

iii. Kandung kemih (Vesica urinaria)


Aliran urine dari ginjal akan bermuara ke dalam kandung kemih (vesika urinaria).
Kandung kemih merupakan kantong yang dapat menggelembung seperti balon karet,
terletak di belakang simfisis pubis, di dalam rongga panggul. Bila terisi penuh,
kandung kemih dapat terlihat sebagian ke luar dari rongga panggul. Kandung kemih
 berbentuk seperti kerucut. Bagian-bagiannya ialah verteks, fundus, dan korpus.
Bagian verteks adalah bagian yang meruncing ke arah depan dan berhubungan dengan
ligamentum vesiko umbilikale medius. Bagian fundus merupakan bagian yang
menghadap ke arah belakang dan bawah. Bagian korpus berada di antara verteks
dan fundus. Bagian fundus terpisah dari rektum oleh spasium rektovesikula yang terisi
oleh jaringan ikat, duktus deferens, vesikula seminalis. Dinding kandung kemih terdiri
dari tiga lapisan otot polos dan selapis mukosa yang berlipat-lipat. pada diding
 belakang lapisan mukosa, terlihat bagian yang tidak berlipat, daerah ini disebut
trigonum liestaudi.

iv. Eretra
Perkemihan (urinasi) bergantung pada inervasi parasimpatis dan simaraatis juga
impuls saraf volunter.Pengeluaran urine ini membutuhkan kontraksi aktif otot
detrusor.Bagian dari otot trigonum yang mengelilingi jalan keluar uretra berfungsi
sebagai sflingter uretra internal yang terbentuk dari serabut otot rangka dari otot
 perineal transversa yang berada di bawah kendali volunter. Sedangkan, reflek 
 perkemihan terjadi saat peregangan kandung kemih sampai sekitar 300 ml sampai
400 ml urine sehingga menstimulasi reseptor peregang pada dinding kandung kemih.
Kemudian, impuls pada medulla spinalis dikirim ke otak yang selanjutnya
menghasilkan impul parasimpatis yang menjalar melalui saraf splanknik pelvis ke
kandung kemih.Reflek perkemihan ini menyebabkan konstraksi otot detrusor 
sehingga terjadi relaksasi sflingter interbal dan eksternal yang mengakibatkan
 pengosongan kandung kemih.

2. Jelaskan anatomi fisiologi sistem gastrointestinal !

System pencernaan terdiri dari saluran pencernaan (alimentar), yaitu tuba muscular 
 panjang yang merentang dari mulut sampai anus dan organ-organ aksesoris, seperti
gigi, lidah, kelenjar saliva, hati, kandung empedu, dan pancreas.

Fungsi system pencernaan:


Fungsi utama system ini adalah untuk menyediakan makanan, air, dan elektrolit bagi
tubuh dari nutrien yang dicerna sehingga siap untuk diabsorpsi. Proses pencernaan ini
 berlangsung secara mekanik dan kimiawi, dan melalui proses-proses berikut:
- Ingesti, merupakan proses memasukkan makanan ke dalam mulut.
- Pemotongan dan penggilingan makanan, yang dilakukan secara mekanik oleh
gigi. Makanan tersebut kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan.
- Peristaltis, yaitu gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan
makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
- Digesti, merupakan hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul
kecil sehingga siap untuk di absorpsi.
- Absorpsi, merupakan pergerakan produk akhir pencernaan dari lumen saluran
 pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh sel
tubuh.
- Egesti (defekasi), merupakan proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna,
 juga bakteri dalam bentuk feses dari saluran pencernaan.

Gambaran garis besar saluran pencernaan


- Dinding saluran, yang tersusun dari empat lapisan jaringan dasar dari lumen
(rongga sentral) ke arah luar, yaitu:
a. Mukosa (membrane mukosa), yang tersusun dari tiga lapisan.
1. Epitelium, berfungsi untuk perlindungan, sekresi, dan absorpsi.
2. Lamina propria, merupakan jaringan ikat areoral untuk menopang epitelium yang
mengandung pembuluh darah, limfatik, nodulus limfe, dan beberapa jenis kelenjar.
3. Muskularis mukosa, yang terdiri lapisan sirkular dalam yang tipis dan lapisan otot
 polos longitudinal luar.
 b. Submukosa, terdiri dari jaringan ikat areolar yang mengandung pembuluh darah,
 pembuluh limfatik, beberapa kelenjar submukosal dan pleksus serabut saraf.
c. Muskularis eksterna, yang terdiri dari dua lapisan otot, satu lapisan sirkular dalam
dan satu lapisan longitudinal luar. Kontraksi lapisan sirkular mengkonstriksi lumen
saluran dan kontraksi lapisan longitudinal memperlebar dan memperpendek lumen
saluran.
d. Serosa, lapisan ini terdiri dari membrane serosa.
- Peritoneun, Masenterium, dan OmentumAbdominopelvis, adalah membran serosa
terlebar dalam tubuh sebagai pembungkus organ.

Kendali saraf pada saluran pencernaan


Sistem saraf otak mengivervasi keseluruhan saluran pencernaan, kecuali ujung atas
dan ujung bawah yang dikendalikan secara volunter.
- Impuls parasimpatis, yang dihantarkan dalam saraf vagus (CN X), yang
mengeluarkan efek stimulus pada tonus otot polos. Efek ini meliputi motilitas dan
sekresi cairan pencernaan.
- Impuls simpatis, yang dibawa oleh medulla spinalis dalam saraf splanknik,
menghambat kontraksi otot polos saluran, mengurangi motalitas, dan menghambat
sekresi cairan pencernaan.
- Pleksus Meissner dan Auerbach, berfungsi untuk pengaturan kontraktil local dan
aktifitas sekretori saluran.

 I. Rongga Oral, Faring, dan Esofagus

A. Rongga oral, adalah jalan masuk menuju system pencernaan dan berisi organ
aksesori yang berfungsi dalam proses awal pencernaan.
1. Bibir,tersusun dari otot rangka (orbicularis mulut) dan jaringan ikat. Organ ini
 berfungsi untuk menerima makanan dan produksi wicara.
2. Pipi, mengandung otot buksinator mastikasi.
3. Lidah, dilekatkan pada dasar mulut oleh frenulum lingua. Lidah berfungsi untuk 
menggerakkan makanan saat dikunyah atau ditelan.
4. Kelenjar saliva, mensekresikan saliva ke dalam rongga oral. Saliva terdiri dari
cairan encer yang mengandung enzim dan cairan kental yang mengandung mucus.
Saliva mempunyai banyak fungsi, diantaranya untuk melarutkan makanan secara
kimia, melembabkan dan melumasi makanan, mengurai zat tepung menjadi
 polisakarida dan maltose, serta menekskresikan zat buangan seperti asam urat dan
urea.
5. Gigi, berfungsi untuk proses mastikasi (pengunyahan) makanan yang masuk ke
dalam mulut yang kemudian dipotong-potong menjadi bagian kecil-kecil dan
 bercampur dengan saliva untuk membentuk bolus makanan yang dapa t ditelan.

B. Proses menelan (deglutisi) menggerakkan makanan dari faring menuju esophagus


Bolus makanan dalam faring merangsang reseptor orofaring yang mengirim impuls
ke pusat menelan dalam medulla dan batang otak bagian bawah.Refleks yang terjadi
adalah penutupan semua lubang kecuali esophagus sehingga makanan bisa masuk.

C. Esofagus
Sfingter esophagus bawah, suatu area sempit otot polos pada ujung bawah esophagus
dalam kontraksi tonus yang konstan, berelaksasi setelah melakukan gelombang
 peristaltic sehingga memungkinkan makanan terdorong ke dalam lambung.

II. Lambung

A. Anatomi
Lambung adalah organ yang berbentuk J, terletak pada bagian superior kiri rongga
abdomen di bawah diafragma.Bagian jantung lambung adalah area di sekitar 
 pertemuan esophagus dan lambung.Fundus adalah bagian yang menonjol ke sisi kiri
atas mulut esophagus.Badan lambung adalah bagian yang terdilatasi di bawah fundus,
yang menbentuk dua pertiga bagian lambung.Bagian pylorus lambung menyempit di
ujung bawah lambung dan membuka ke duodenum.

B. Fungsi lambung
1. Menyimpanan makanandengan kapasitas lambung normal yang memungkinkan
adanya interval waktu antara saat makan dan kemampuan untuk menyimpan makanan
dalam jumlah besar sampai makanan ini dapat terakomodasi di bagian bawah saluran.
2. Memproduksi kimia, yaitu massa homogen setengah cair dengan kadar asam yang
tinggi yang berasal dari bolus yang kemudian didorong ke dalam duodenum.
3. Digesti protein melalui sekresi tripsin dan asam klorida.
4. Memproduksi mucus yang dihasilkan dari kelenjar yang membentuk barrier 
setebal 1 mm untuk melindungi lambung terhadap aksi pencernaan dari sekresinya
sendiri.
5. Mengabsorpsi nutrient yang berlangsung dalam lambung dalam jumlah yang
sedikit. Beberapa obat yang larut lemak (aspirin) dan alcohol diabsorpsi pada dinding
lambung.

C. Sekresi lambung
Kelenjar pada lambung mensekresikan berbagai zat dan enzim-ehonzim pencernaan,
seperti pepsinogen, lipase, renin lambung, serta mukus. Sekresi lambung ini melalui
tiga tahap, yaitu:
1. Tahap sefalik, yaitu terjadi sebelum makanan sampai ke lambung karena sekresi
lambung dapat dirangsang dengan masuknya makanan ke dalam mulut atau tambilan,
 bau, serta pikiran tentang makanan.
2. Tahap lambung, terjadi saat makanan sampai ke lambung. Serabut aferen
menjalar ke medulla melalui saraf vagus menuju kelanjar lambung untuk 
menstimulasi produksi HCl, enzim-enzim pencernaan, dan gastrin. Asam amino dan
 ptotein dalam makanan yang separuh tercerna dan zat kimia (alcohol dan kafein) juga
meningkatkan sekresi lambung.
3. Tahap usus, terjadi setelah kimus meningggalkan lambung dan memasuki usus
halus. Sekresi lambung distimulasi oleh sekresi gastrin duodenum sedangkan sekresi
lambung dihambat oleh hormone-hormon polipeptida yang dihasilkan duodenum.

D. Digesti dalam lambung


1. Digesti protein
Pepsinogen yang disekresi oleh sel chief di ubah menjadi pepsin oleh asam klorida
yang disekresi oleh sel parietal. Pepsin merupakan enzim yang hanya dapat bekerja
dengan pH di bawah 5. Enzim ini menghidrolisis protein menjadi polipeptida.
Sedangkan lambung janin memproduksi renin, yaitu enzim yang mengkoagulasi
 protein susu, dan menguraikannya untuk membentuk dadih.
2. Lemak  
Lipase lambung yang disekresi oleh sel chief menghidrolisis lemak susu menjadi
asam lemak dan gliserol.
3. Karbohidrat
Lambung tidak mensekresi enzim untuk mencerna karbohidrat tetapi amilase dalam
saliva menghidrolisis zat tepung yang bekerja pada pH netral. Enzim ini terbawa
 bersama bolus dan tetap bekerja dalam lambung.
E. Kendali pada pengosongan lambung
Pengosongan distimulasi secara reflex untuk merespon terhadap peregangan
lambung, pelepasan gastrin, kekentalan kimus, dan jenis makanan. Karbohidrat dapat
masuk dengan cepat, protein lebih lambat, dan lemak tetap berada dalam lambung
selama 3 sampai 6 jam.

III. Usus Halus


A. Gambaran umum
Keseluruhan usus halus adalah tuba terlilit yang merentang dari sfingter pilorus
sampai ke katup ileosekal yang tempatnya menyatu dengan usus besar. Diameter usus
halus kurang lebih 2,5 cm dan panjangnya 3-5 m. Dalam usus halus terdapat tiga
spesialisasi structural yang memperluas permukaan absorptive, yaitu plicae circulares
(lipatan sirkular membrane mukosa yang mengitari lumen), vili (jutaan tonjolan yang
menyerupai jari dengan tinggi 0,2 – 1,0 mm), dan mikrovili (lipatan-lipatan menonjol
kecil pada membrane sel). Juga terdapat kelenjar yang menghasilkan enzim,
hormone, dan mukus.

B. Divisi
1. Duodenum, adalah bagian yang terpendek (25 cm -30 cm). Duktus empedu dan
duktus pancreas, keduanya membuka ke dinding posterior duodenum beberapa
centimeter di bawah mulut pylorus.
2. Yeyenum, adalah bagian yang selanjutnya dengan panjang sekitar 1 - 1,5 m.
3. Ileum, dengan panjang 2 - 2,5 meter yang merentang sampai menyatu dengan
usus besar.

C. Motilitas
Gerakan usus halus yang mencampur isinya dengan enzim untuk 
 pencernaan.Motalitas ini meliputi segmentasi irama dan peristaltis. Segmentasi irama
merupakan gerakan pencampuran utama dengan melakukan gerakan secara konstriksi
dan relaksasi yang bergantian sehingga dapat mendorong kimus untuk bergerak maju
mundur dari satu segmen ke segmen lain. Sedangkan peristaltis adalah konstriksi
ritmik otot polos longitudinal dan sirkular yang merupakan daya dorong utama yang
menggerakkna kimus kea rahbawah di sepanjang saluran.

D. Fungsi usus halus


Usus halus mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai dari mulut dan
lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas serta dibantu
oleh empedu dalam hati.

E. Pankreas, hati, dan kandung empedu


1. Pankreas
Sel-sel endokrin (pulau-pulau Langerhans) pancreas mensekresi hormone insulin dan
glucagon. Cairan pancreas sendiri mengandung enzim-enzim seperti protease
(menghasilkan asam amino bebas), lipase (menghidrolisis lemak menjadi asam lemak 
dan gliserol), dan amylase (menghidrolisis zat tepung yang tidak tercerna oleh
amylase saliva menjadi disakarida, seperti maltose, sukrosa, dan laktosa).
2. Hati
Hati adalah organ yang terletak di bawah kerangka iga dengan berat 1.500 g dan
 berwarna merah tua pada kondisi hidup karena kaya akan persediaan darah yang
dibagi menjadi dua bagian, yaitu lobus kanan dan lobus kiri.
Secara umum, hati memproduksi empedu yang berperan dalam emulsifikasi dan
absorpsi lemak, meyimpan glukosa dalam bentuk glikogen dan mengubahnya
kembali menjadi glukosa jika diperlukan tubuh, serta untuk menyimpan mineral,
seperti zat besi dan tembaga, serta vitamin larut lemak (A, D, E, dan K).
3. Kandung empedu
Kandung empedu adalah kantong muskural hijau menyerupai pir dengan panjang 10
cm yang mempunyai kapasitas kurang lebih 30 ml sampai 60 ml. kandung empedu
menyimpan cairan empedu yang secara terus-menerus disekresi oleh sel-sel hati,
sampai diperlukan dalam duodenum.

F. Absorpsi dalam usus halus


Enzim-enzim usus, diantaranyaenterokinase (mengaktivasi tripsinogen pancreas
menjadi tripsin, yang kemudian menguraikan protein dan peptide menjadi peptide
yang lebih kecil), amylase usus (menghidrolisis zat tepung menjadi disakarida),
maltase, lactase, dan sukrase(memecah disakarida maltose, laktosa, dan sukrosa
menjadi monosakarida) melengkapi proses pencernaan kimus sehingga produk 
tersebut dapat langsung dan dengan mudah terserap. Dalam usus juga terjadi proses
absorpsi karbohidrat, ptotein, lemak, air, elektrolit, dan vitamin.

IV. Usus Besar 


Begitu materi dalam saluran pencernaan masuk ke usus besar, sebagian besar nutrient
telah dicerna dan diabsorpsi sehingga hanya menyisakan zat-zat yang tidak tercerna.
Usus besar tidak memiliki vili, tidak memiliki lipatan-lipatan sirkular, diameternya
lebih lebar, lebih pendek, dan daya regangnya lebih besar dibandingkan usus halus.
Usus besar terdiri atas sekum (kantong tertutup di bawah area ileosekal), kolon (kolon
asenden yang merentang dari sekum sampai ke tepi bawah hati di sebelah kanan dan
membalik secara horizontal pada flrksura hepatica, kolon transversa yang merentang
menyilang abdomen di bawah hati dan lambung sampai ke tepi lateral ginjal kiri dan
memutar ke bawah pada fleksura aplenik), dan rectum, yaitu bagian saluran
 pencernaan selanjutnya dengan panjang 12 sampai 13 cm yang berakhir pada saluran
anal dan membuka ke eksterior di anus.
Usus besar mengabsorpsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari kimus yang tersisa
dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat yang kemudian
diekskresikan dalam bentuk feses. Sepertiga meteri padatnya adalah bakteri dan
sisanya yang 2% sampai 3% adalah nitrogen, zat sisa organic dan anorganik dari
sekresi pencernaan, serta mukus dan lemak. Feses juga mengandung sejumlah serat
dan selulosa yang tidak tercerna.Warna coklatnya berasal dari pigmen empedu dan
 baunya berasal dari kerja bakteri.

3. Identifikasi gangguan atau masalah kesehatan apa yang bisa terjadi pada
kebutuhan eliminasi urin dan fekal !

 Masalah pada pola berkemih/eliminasi urin :


1. Perubahan eliminasi urine
Meskipun produksi urine normal, ada sejumlah faktor atau kondisi yang dapat
memengaruhi eliminasi urine. Beberapa perubahan yang terjadi pada pola eliminasi
urine akibat kondisi tersebut antara lain inkontinensia, retensi, enuresis, frekuensi,
urgensi, dan disuria.
A. Inkontinensia urine. Inkontinensia urine adalah kondisi ketika dorongan
 berkemih tidak mampu dikontrol oleh sfingter eksternal. Sifatnya biasa
menyeluruh ( inkontinensia komplet ) atau sebagian ( inkontinensia parsial ) ada
lima jenis inkontinensia, yakni inkontinensia fungsional, inkontinensia overflow
(refleks), inkontinensia stres, inkontinensia urgensi, dan inkontinensia total.

 Inkontinensia fungsional adalah involunter, jalan kelua urine tidak dapat


diperkirakan pada klien yang sistem saraf dan sistem perkemihannya
tidak utuh. Penyebab dari inkontinensia ini yaitu perubahan lingkungan,
defisit sensorik, kognitif, atau mobititas. Gejala yang ditimbulkan seperti
mendesaknya keinginan untuk berkemih menyebabkan urine keluar 
sebelum mencapai tempat yang sesuai. Klien yang mengalami perubahan
kognitif mungkin telah lupa mengenai apa yang ia harus lakukan.

 Inkontinensia overflow (refleks) adalah keluarnya urine secara involunter 


terjadi pada jarak waktu tertentu yang telah diperkirakan jumlah urine
dapat banyak atau sedikit. Overflow ini disebabkan karena terhambatnya
 berkemih akibat efek anestesi atau obat-obatan, disfungsi medulla
spinalis ( baik gangguan pada kesadaran serebral atau kerusakan arkus
refleks ). Gejalanya seperti tidak menyadari bahwa kandung kemihnya
sudah terisi, kurangnya urgensi untuk berkemih, kontraksi spasme
kandung kemih yang tidak di cegah.
 Inkontinensia stres adalah peningkatan tekanan intraabdomen yang
menyebabkan merembesnya sejumlah kecil urine. Penyebabnya
dikarenakan batuk, tertawa, muntah, atau mengangkat sesuatu saat
kandung kemih penuh, obesitas, uterus yang penuh pada trimester ketiga,
 jalan keluar pada kandung kemih yang tidak kompeten, lemahnya otot
 panggul. Gejalanya seperti keluarnya urine pada saat tekanan
inraabdomen meningkat, urgensi dan sering berkemih.

 Inkontinensia urgensi adalah pengeluaran urine yang tidak disadari


setelah merasakan adanya urgensi yang kuat untuk berkemih.
Penyebabnya karena daya tampung kandung kemih menurun, iritasi pada
reseptor peregang kandung kemih, konsumsi alkohol atau kafein,
 peningkatan asupan cairan, infeksi. Gejala yang terjadi yaitu urgensi
 berkemih, sering disertai oleh tingginya frekueni berkemih (lebih sering
dari dua jam sekaligus), spesme kandung kemih atau kontraktur 
 berkemih dalam jumlah kecil (kurang dari 100 ml) atau dalam jumlah
 besar (lebih dari 500 ml).

 Inkontinensia total adalah keluarnya urine total yang tidak terkontrol dan
yang berkelanjutan. Disebabkan karena neuropati saraf sensorik, trauma
atau penyakit pada saraf spinalis atau sfingter uretra, fistula yang berada
di antara kandung kemih dan vagina. Gejalanya urine tetap mengalir 
 pada waktu-waktu yang tidak dapat diperkirakan, nokturia, tidak 
menyadari bahwa kandung kemihnya terisi atau inkontinensia

B. Retensi urine. Retensi urine adalah kondisi tertahannya urine di kandung kemih
akibat terganggunya proses pengosongan kandung kemih sehingga kandung
kemih menjadi regang. Kondisi ini disebabkan oleh obstruksi ( mis, hipertrofi
 prostat), pembedahan, otot sfingter yang kuat, peningkatan tekanan uretra akibat
otot detrusor yang lemah.

C. Enuresis (mengompol). Enuresis adalah peristiwa berkemih yang tidak disadari


 pada anak yang usianya melampaui batas usia normal kontrol kandung kemih
seharusnya tercapai. Enuresis lebih banyak terjadi anak-anak dimalam hari
(enuresis nokturnal). Faktor penyebabnya antara lain apasitas kandung yang
kurang dari normal, infeksi saluran kemih, konsumsi makanan yang banyak 
mengandung garam dan mineral, takut keluar malam, dan gangguan pola miksi.
D. Sering berkemih (frekuensi). Sering berkemih (frekuensi) adalah meningkatnya
frekuensi berkemih tanpa disertai peningkatan asupan cairan. Kondisi ini
 biasanya terjadi pada wanita hamil ( tekanan rahim pada kandung kemih ),
kondisi stres, dan infeksi saluran kemih.

E. Urgensi. Urgensi adalah perasaan yang saat kuat untuk berkemih. Ini biasanya
terjadi pada anak-anak karena kemampuan kontrol sfingter mereka yang lemah.
Gangguan ini biasanya muncul pada kondisi stres psikologi dan iritasi uretra.

F. Disuria. Disuria adalah rasa nyeri dan kesulitan saat berkemih. Ini biasanya
terjadi pada kasus infeksi uretra, infeksi saluran kemih, trauma k andung kemih.

2. Perubahan produksi urine


Selain perubahan eliminasi urine, masalah lain yang kerap dijumpai pada pola
 berkemih adalah perubahan produksi urine. Perubahan tersebut meliputi poliuria,
oliguria, dan anuria.
A. Poliuria adalah produksi urine yang berlebihan batas normal tanpa disertai
 peningkatan asupan cairan. Kondisi ini dapat terjadi pada penderita diabetes,
ketidakseimbangan hormonal (mis, ADH) dan nefritis kronik. Pliuria dapat
menyebabkan kehilangan cairan yang berlebihan yang mengarah pada
dehidrasi.

B. Oliguria dan anuria. Oliguria adalah produksi urine yang rendah, yakni 100-
500 ml/ 24 jam. Kondisi ini bisa disebabkan oleh asupan cairan yang sedikit
atau pengeluaran cairan yang abnormal, dan terkadang ini mengindikasikan
gangguan pada aliran darah menuju ginjal. Sedangkan anuria adalah produksi
urine kurang dari 100ml/ 24 jam.

Gangguan kesehatan yang terjadi pada kebutuhan eliminasi fekal, adalah:


1. Konstipasi
Konstipasi adalah penurunan frekuensi defekasi, yang diikuti oleh pengeluaran feses
yang lama atau keras dan kering. Adanya upaya mengedan saat defekasi adalah suatu
tanda yang terkait dengan konstipasi. Selain itu pengeluaran feses yang kering dan
keras juga dapat menimbulkan rasa nyeri pada rektum. Defekasi hanya setiap 4 hari
atau lebih dianggap tidak normal. Penyebab umum terjadinya konstipasi, diantaranya:
a. Kebiasaan defekasi yang tidak teratur dan mengabaikan keinginan untuk defekasi

 b. Kebiasaan mengkonsumsi diet rendah seratdalam bentuk lemak hewani dan
asupan cairan yang rendah

c. Kurangnya olahraga yang teratur 


d. Penggunaan obat penenang, diuretik dan obat-obat antiparkinson

2. Impaksi feses
Impaksi feses adalah kumpulan feses yang mengeras, mengendap di dalam rectum
dan tidak dapat dikeluarkan. Impaksi feses merupakan akibat dari konstipasi yang
tidak diatasi. Tanda dari impaksi yang jelas ialah ketidakmampuan untuk 
mengeluarkan feses selama beberapa hari, meskipun terdapat keinginan untuk 
melakukan defekasi. Selain itu kehilangan nafsu makan, distensi dank ram abdomen
serta nyeri di rectum dapat menyertai impaksi.
3. Diare
Diare adalah peningkatan jumlah feses dan peningkatan pengeluaran feses yang cair 
dan tidk berbentuk. Iare merupakan gejala gangguan yang mempengaruhi proses
 pencernaan, absorpsi dan sekresi dalam saluran gastrointestinal. Isi usus terlalu cepat
keluar melalui usus sehingga absorpsi cairan menjadi tidak dapat berlangsung,
akibatnya feses menjadi lebih encer. Banyak kondisi yang bisa menyebabkan diare,
diantaranya stress emosional, infeksi usus, alergi makanan, intoleransi makanan serta
 penggunaan obat-obatan.
4. Inkontinensia feses
Inkontinensia feses adalah ketidakmampuan mengontrol keluarnya feses dan gas dari
anus. Inkontinensia bisa disebabkan oleh kondisi fisik yang merusak fungsi atau
control sfingter anus. Selain itu seringnya defekasi, feses encer dan mengandung air,
serta volumenya banyak juga bisa mengakibatkan terjadinya inkontinensia.

4. Jelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi urin dan fekal !

Faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi urin adalah :


1.Diet dan Asupan (intake)
Jumlah dan tipe makanan merupakan faktor utama yang memengaruhi output urine
(jumlah urine). Protein dapat menentukan jumlah urine yang dibentuk. Selain itu, juga
dapat meningkatkan pembentukan urine.
2.Respons Keinginan Awal untuk Berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih dapat menyebabkan urine
 banyak tertahan di dalam urinaria sehingga memengaruhi ukuran vesika urinaria dan
 jumlah urine.
3. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam
kaitannya terhadap tersedianva fasilitas toilet.
4. Stres Psikologis
Meningkatnya stres dapat mengakibatkan meningkatnya frekuensi keinginan
 berkemih. Hal ini karena meningkatnya sensitivitas untuk keinginan berkemih dan
 jumlah urine yang diproduksi.
5. Tingkat Aktivitas
Eliminasi urine membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi
sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan
 pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan
 beraktivitas.
6.Tingkat Perkembangan
Tingkat pertumbuhan dan perkembangan juga dapat memengaruhi pola berkemih.
Hal tersebut dapat ditemukan pada anak, yang lebih memiliki mengalami kesulitan
untuk mengontrol buang air kecil. Namun dengan usia kemampuan dalam mengontrol
 buang air kecil
7. Kondisi Penyakit
Kondisi penyakit dapat memengaruhi produksi urine, seperti diabetes melitus.
8. Sosiokultural
Budaya dapat memengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi urine, seperti adanya
kultur pada masyarakat tertentu yang melarang untuk buang air kecil di tempat
tertentu.
9. Kebiasaan Seseorang
Seseorang yang memiliki kebiasaan berkemih di mengalamikesulitan untuk berkemih
dengan melalui urineal/pot urine bila dalam keadaan sakit.
10. Tonus Otot
Tonus otot yang memiliki peran penting dalam membantu proses berkemih adalah
otot kandung kemih, otot abdomen dan pelvis. Ketiganya sangat berperan dalam
kontraksi pengontirolan pengeluaran urine.
11. Pembedahan
Efek pembedahan dapat menyebabkan penurunan pemberian obat anestesi
menurunkan filtrasi glomerulus yang dapat jumlah produksi urine karena dampak dari
12. Pengobatan
Pemberian tindakan pengobatan dapat berdampak pada terjadinya peningkatan atau
 penurunan -proses perkemihan. Misalnya pemberian diure;tik dapat meningkatkan
 jumlah urine, sedangkan pemberian obat antikolinergik dan antihipertensi dapat
menyebabkan retensi urine.
13. Pemeriksaan Diagnostik 
Pemeriksaan diagnostik ini juga dap'at memengaruhi kebutuhan eliminasi urine,
khususnya prosedur-prosedur yang berhubungan dengan tindakan pemeriksaan
saluran kemih seperti IVY (intra uenus pyelogram), yang dapat membatasi jumlah
asupan sehingga mengurangi produksi urine. Se;lain itu tindakan sistoskopi dapat
menimbulkan edema lokal pada uretra yang dapat mengganggu pengeluaran urine.

Faktor-faktor yang memengaruhi eliminasi fekal adalah :


1. Usia
Pada bayi, kontrol defekasi belum berkembang dengan baik. Sedangkan pada lansia,
kontrol defekasi menurun seiring dengan berkurangnya kemampuan fisiologis
sejumlah organ.
2. Diet
Ini bergantung pada kualitas, frekuensi, dan jumlah makanan yang dikonsumsi.
Sebagai contoh, makanan berserat akan mempercepat produksi feses. Secara
fisiologis, banyaknya makanan yang masuk ke dalam tubuh juga berpengaruh
terhadap keinginan defekasi.
3. Asupan cairan
Asupan cairan yang kurang akan menyebabkan feses lebih keras. Ini karena jumlah
absorpsi cairan di kolon meningkat.
4. Tonus otot
Tonus otot terutama abdomen yang ditunjang dengan aktivitas yang cukup akan
membantu defekasi. Gerakan peristaltik akan memudahkan materi feses bergerak di
sepanjang kolon.
5. Faktor psikologis
Perasaan cemas atau takut akan memengaruhi peristaltik atau motilitas usus sehingga
dapat menyebabkan diare.
6. Kebiasaan pribadi
Kebiasaan eliminasi pribadi memengaruhi fungsi usus. Kebanyakan individu merasa
lebih mudah melakukan defekasi di kamar mandi mereka sendiri pada waktu yang
 paling efektif dan paling nyaman bagi mereka.
7. Pengobatan
Beberapa jenis obat dapat menimbulkan efek konstipasi. Laksatif dan katartik dapat
melunakkan feses dan meningkatkan peristaltik. Akan tetapi, jika digunakan dalam
waktu lama, kedua obat tersebut dapat menurunkan tonus usus sehingga usus menjadi
kurang responsif terhadap stimulus laksatif. Obat-obat lain yang dapat mengganggu
 pola defekasi antara lain analgesik narkotik, opiat, dan antikolinergik.
8. Kerusakan sensorik dan motorik 
Kerusakan pada medula spinalis dan cedera di daerah kepala akan mengakibatkan
 penurunan stimulus sensorik untuk defekasi.
9. Gaya hidup
Aktivitas harian yang dilakukan, bowel training pada saat kanak-kanak, atau
kebiasaan menahan buang air besar.
10. Posisi saat defekasi
Posisi jongkok merupakan posisi yang paling sesuai untuk defekasi. Posisi tersebut
memungkinkan individu mengerahkan tekanan intraabdomen dan mengerutkan otot
 pahanya sehingga memudahkan proses defekasi.
11. Nyeri
 Normalnya, defekasi tidak menimbulkan nyeri. Akan tetapi, pada kondisi tertentu
(hemoroid, bedah rektum, melahirkan) defekasi dapat menyebabkan nyeri. Akibatnya,
klien seringkali menekan keinginannya untuk defekasi. Lama kelamaan, kondisi ini
dapat menyebabkan konstipasi.
12. Kehamilan
Konstipasi adalah masalah yang umum ditemui pada trimester akhir kehamilan.
Seiring bertambahnya usia kehamilan, ukuran janin dapat menyebabkan obstruksi
yang akan menghambat pengeluaran feses. Akibatnya, ibu hamil seringkali
mengalami hemoroid permanen karena seringnya mengedan saat defekasi.
13. Pembedahan dan anestesi
Pemberian anestesi saat pembedahan dapat menghambat atau menghentikan aktiitas
 peristaltik untuk sementara waktu. Kondisi ini umumnya berlangsung antara 24 jam
dan 48 jam yang disebut dengan ileus paralitik.
14. Pemeriksaan diagnostik 
Pemeriksaan diagnostik tertentu, khususnya yang ditujukan untuk melihat struktur 
saluran pencernaan, mengharuskan dilakukannya pengosongan lambung (misalnya,
dengan enema atau katartik). Tindakan ini dapat mengganggu pola eliminasi sampai
klien dapat makan dengan normal. Selain itu, prosedur prosedur pemeriksaan dengan
menggunakan barium dapat menyebabkan masalah tambahan. Sisa barium yang
tertinggal di saluran pencernaan akan mengeras dan menyebabkan impaksi usus.

Kasus A
Seorang Bapak (50 tahun) datang ke Rumah Sakit dengan keluhan : kesulitan
berkemih, terasa panas dan nyeri saat berkemih. Setelah dilakukan
pemeriksaan ternyata Klien didiagnosis dengan BPH (Benigna Prostat
Hiperplasia)
1. Identifikasi pengkajian keperawatan apa saja yang perlu dilakukan pada
kasus di atas !

Pengkajian:

1. Pemeriksaan Fisik 

• Dilakukan dengan pemeriksaan tekanan darah, nadi dan suhu. Nadi dapat
meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urin akut, dehidrasi sampai
syok pada retensi urin serta urosepsis sampai syok - septik.
• Pemeriksaan abdomen dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui
adanya hidronefrosis, dan pyelonefrosis. Pada daerah supra simfiser pada
keadaan retensi akan menonjol. Saat palpasi terasa adanya ballotemen dan
klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan untuk mengetahui ada
tidaknya residual urin.
2. Pemeriksaan Laboratorium
• Pemeriksaan darah lengkap, faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula
digunakan untuk memperoleh data dasar keadaan umum klien.
• Pemeriksaan urin lengkap dan kultur.
• PSA (Prostatik Spesific Antigen) penting diperiksa sebagai kewaspadaan
adanya keganasan

2. Masalah keperawatan apa yang mungkin muncul dari kasus di atas !

Diagnosa keperawatan

Diagnosa keperawatan yang mungkin timbul adalah sebagai berikut :

Pre Operasi :

1). Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,


 pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan kandung
kemih unmtuk berkontraksi secara adekuat.
2). Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli, distensi
kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
3). Resiko tinggi kekurangan cairan berhubungan dengan pasca obstruksi
diuresis.
4). Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau
menghadapi prosedur bedah
5). Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan
 pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
Post Operasi :
1) Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung
kemih dan insisi sekunder pada TUR-P
2) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur  
invasif: alat selama pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
3) Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan
dengan tindakan pembedahan
4) Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan
dengan ketakutan akan impoten akibat dari TUR-P.
5) Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan
dengan kurang informasi
6) Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri
sebagai efek pembedahan

3. Tindakan keperawatan apa yang bisa dilakukan berdasarkan kasus di atas !


Perencanaan

1. Sebelum Operasi
a. Obstruksi akut / kronis berhubungan dengan obstruksi mekanik,
pembesaran prostat,dekompensasi otot destrusor dan ketidakmapuan
kandung kemih untuk berkontraksi secara adekuat.
1) Tujuan : tidak terjadi obstruksi
3) Kriteria hasil :
Berkemih dalam jumlah yang cukup, tidak teraba distensi kandung kemih
4) Rencana tindakan dan rasional
1. Dorong pasien untuk berkemih tiap 2-4 jam dan bila tiba-
tiba dirasakan.
R/ Meminimalkan retensi urina distensi berlebihan pada kandung kemih
2. Observasi aliran urina perhatian ukuran dan kekuatan
 pancaran urina
R / Untuk mengevaluasi ibstruksi dan pilihan intervensi
3. Awasi dan catat waktu serta jumlah setiap kali berkemih
R/ Retensi urine meningkatkan tekanan dalam saluran perkemihan yang
dapat mempengaruhi fungsi ginjal
4. Berikan cairan sampai 3000 ml sehari dalam toleransi
 jantung.
R / Peningkatkan aliran cairan meningkatkan perfusi ginjal serta
membersihkan ginjal ,kandung kemih dari pertumbuhan bakteri
5. Berikan obat sesuai indikasi ( antispamodik)
R/ mengurangi spasme kandung kemih dan mempercepat penyembuhan

b. Nyeri ( akut ) berhubungan dengan iritasi mukosa buli – buli,


distensi kandung kemih, kolik ginjal, infeksi urinaria.
1). Tujuan
Nyeri hilang / terkontrol.
2). Kriteria hasil
Klien melaporkan nyeri hilang / terkontrol, menunjukkan ketrampilan
relaksasi dan aktivitas terapeutik sesuai indikasi untuk situasi individu.
Tampak rileks, tidur / istirahat dengan tepat.
3). Rencana tindakan dan rasional
a) Kaji nyeri, perhatikan lokasi, intensitas ( skala 0 -
10 ).
R / Nyeri tajam, intermitten dengan dorongan berkemih / masase urin
sekitar kateter menunjukkan spasme buli-buli, yang cenderung
lebih berat pada pendekatan TURP ( biasanya menurun dalam 48
 jam ).
 b) Pertahankan patensi kateter dan sistem drainase.
Pertahankan selang bebas dari lekukan dan bekuan.
R/ Mempertahankan fungsi kateter dan drainase sistem, menurunkan
resiko distensi / spasme buli - buli.
c). Pertahankan tirah baring bila diindikasikan
R/ Diperlukan selama fase awal selama fase akut.
d) Berikan tindakan kenyamanan ( sentuhan terapeutik, pengubahan
 posisi, pijatan punggung ) dan aktivitas terapeutik.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokusksn kembali perhatian dan
dapat meningkatkan kemampuan koping.
f) Berikan rendam duduk atau lampu penghangat bila
diindikasikan .
R/ Meningkatkan perfusi jaringan dan perbaikan edema serta
meningkatkan penyembuhan ( pendekatan perineal ).
f) Kolaborasi dalam pemberian antispasmodik 
R / Menghilangkan spasme

c. Resiko tinggi kekurangan cairan yang berhubungan dengan pasca obstruksi


diuresis .
1).Tujuan
Keseimbangan cairan tubuh tetap terpelihara.
2).Kriteria hasil
Mempertahankan hidrasi adekuat dibuktikan dengan: tanda -tanda vital
stabil, nadi perifer teraba, pengisian perifer baik, membran mukosa
lembab dan keluaran urin tepat.
3).Rencana tindakan dan rasional
a). Awasi keluaran tiap jam bila diindikasikan. Perhatikan keluaran
100-200 ml/.
R/ Diuresisi yang cepat dapat mengurangkan volume total karena ketidakl
cukupan jumlah natrium diabsorbsi tubulus ginjal.
 b). Pantau masukan dan haluaran cairan.
R/ Indikator keseimangan cairan dan kebutuhan penggantian.
c). Awasi tanda-tanda vital, perhatikan peningkatan nadi dan pernapasan,
 penurunan tekanan darah, diaforesis, pucat,
R/ Deteksi dini terhadap hipovolemik sistemik 
d). Tingkatkan tirah baring dengan kepala lebih tinggi
R/ Menurunkan kerja jantung memudahkan hemeostatis sirkulasi.
g). Kolaborasi dalam memantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi,
contoh:
Hb / Ht, jumlah sel darah merah. Pemeriksaan koagulasi, jumlah
trombosi
R/ Berguna dalam evaluasi kehilangan darah / kebutuhan penggantian.
Serta dapat mengindikasikan terjadinya komplikasi misalnya
 penurunan faktor pembekuan darah,

b. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan atau


menghadapi prosedur bedah.
1). Tujuan
Pasien tampak rileks.
2). Kriteria hasil
Menyatakan pengetahuan yang akurat tentang situasi, menunjukkan rentang
yang yang tepat tentang perasaan dan penurunan rasa takut.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dampingi klien dan bina hubungan saling percaya
R/ Menunjukka perhatian dan keinginan untuk membantu
 b). Memberikan informasi tentang prosedur tindakan yang akan
dilakukan.
R / Membantu pasien dalam memahami tujuan dari suatu tindakan.
c). Dorong pasien atau orang terdekat untuk menyatakan masalah
atau perasaan.
R/ Memberikan kesempatan pada pasien dan konsep solusi pemecahan
masalah

c. Kurang pengetahuan tentang kondisi ,prognosis dan kebutuhan


pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi
1). Tujuan : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit dan
 prognosisnya.
2). Kriteria hasil
Melakukan perubahan pola hidup atau prilasku ysng perlu, berpartisipasi
dalam program pengobatan.
3). Rencana tindakan dan rasional
a). Dorong pasien menyatakan rasa takut persaan dan perhatian.
R / Membantu pasien dalam mengalami perasaan.
b) Kaji ulang proses penyakit,pengalaman pasien
R/ Memberikan dasar pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan
informasi terapi.

II. Sesudah operasi

1. Nyeri berhubungan dengan spasmus kandung kemih dan insisi sekunder


pada TUR-P
Tujuan: Nyeri berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien mengatakan nyeri berkurang / hilang.
- Ekspresi wajah klien tenang.
- Klien akan menunjukkan ketrampilan relaksasi.
- Klien akan tidur / istirahat dengan tepat.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal.
Rencana tindakan :
1. Jelaskan pada klien tentang gejala dini spasmus kandung kemih.
R/ Kien dapat mendeteksi gajala dini spasmus kandung kemih.
2. Pemantauan klien pada interval yang teratur selama 48 jam, untuk 
mengenal gejala – gejala dini dari spasmus kandung kemih.
R/ Menentukan terdapatnya spasmus sehingga obat – obatan bisa diberikan
3. Jelaskan pada klien bahwa intensitas dan frekuensi akan berkurang dalam
24 sampai 48 jam.
R/ Memberitahu klien bahwa ketidaknyamanan hanya temporer.
4. Beri penyuluhan pada klien agar tidak berkemih ke seputar kateter.
R/ Mengurang kemungkinan spasmus.
5. Anjurkan pada klien untuk tidak duduk dalam waktu yang lama sesudah
tindakan TUR-P.
R / Mengurangi tekanan pada luka insisi
6. Ajarkan penggunaan teknik relaksasi, termasuk latihan nafas dalam,
visualisasi.
R / Menurunkan tegangan otot, memfokuskan kembali perhatian dan dapat
meningkatkan kemampuan koping.
7. Jagalah selang drainase urine tetap aman dipaha untuk mencegah
 peningkatan tekanan pada kandung kemih. Irigasi kateter jika terlihat bekuan
 pada selang.
R/ Sumbatan pada selang kateter oleh bekuan darah dapat menyebabkan
distensi kandung kemih dengan peningkatan spasme.
8. Observasi tanda – tanda vital
R/ Mengetahui perkembangan lebih lanjut.
9. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat – obatan (analgesik atau
anti spasmodik )
R / Menghilangkan nyeri dan mencegah spasmus kandung kemih.

2. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan prosedur invasif: alat selama


pembedahan, kateter, irigasi kandung kemih sering.
Tujuan: Klien tidak menunjukkan tanda – tanda infeksi .
Kriteria hasil:
- Klien tidak mengalami infeksi.
- Dapat mencapai waktu penyembuhan.
- Tanda – tanda vital dalam batas normal dan tidak ada tanda – tanda shock.
Rencana tindakan:
1. Pertahankan sistem kateter steril, berikan perawatan kateter dengan steril.
R/ Mencegah pemasukan bakteri dan infeksi
2. Anjurkan intake cairan yang c ukup ( 2500 – 3000 ) sehingga dapat
menurunkan potensial infeksi.
R/ . Meningkatkan output urine sehingga resiko terjadi ISK dikurangi dan
mempertahankan fungsi ginjal.
3. Pertahankan posisi urobag dibawah.
R/ Menghindari refleks balik urine yang dapat memasukkan bakteri ke
kandung kemih.
4. Observasi tanda – tanda vital, laporkan tanda – tanda shock dan demam.
R/ Mencegah sebelum terjadi shock.
5. Observasi urine: warna, jumlah, bau.
R/ Mengidentifikasi adanya infeksi.
6. Kolaborasi dengan dokter untuk memberi obat antibiotik.
R/ Untuk mencegah infeksi dan membantu proses penyembuhan.
3. Resiko tinggi cidera: perdarahan berhubungan dengan tindakan
pembedahan .
Tujuan: Tidak terjadi perdarahan.
Kriteria hasil:
- Klien tidak menunjukkan tanda – tanda perdarahan .
- Tanda – tanda vital dalam batas normal .
- Urine lancar lewat kateter .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien tentang sebab terjadi perdarahan setelah pembedahan
dan tanda – tanda perdarahan .
R/ Menurunkan kecemasan klien dan mengetahui tanda – tanda
 perdarahan
2. Irigasi aliran kateter jika terdeteksi gumpalan dalm saluran kateter 
R/ Gumpalan dapat menyumbat kateter, menyebabkan peregangan dan
 perdarahan kandung kemih
3. Sediakan diet makanan tinggi serat dan memberi obat untuk 
memudahkan defekasi .
R/ Dengan peningkatan tekanan pada fosa prostatik yang akan
mengendapkan perdarahan .
4. Mencegah pemakaian termometer rektal, pemeriksaan rektal atau huknah,
untuk sekurang – kurangnya satu minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan prostat .
5. Pantau traksi kateter: catat waktu traksi di pasang dan kapan traksi
dilepas.
R/ Traksi kateter menyebabkan pengembangan balon ke sisi fosa prostatik,
menurunkan perdarahan. Umumnya dilepas 3 – 6 jam setelah
 pembedahan .
6. Observasi: Tanda – tanda vital tiap 4 jam,masukan dan haluaran dan
warna urine
R/ Deteksi awal terhadap komplikasi, dengan intervensi yang tepat
mencegah kerusakan jaringan yang permanen .

4. Resiko tinggi disfungsi seksual berhubungan dengan ketakutan akan impoten


akibat dari TUR-P.
Tujuan: Fungsi seksual dapat dipertahankan
Kriteria hasil:
- Klien tampak rileks dan melaporkan kecemasan menurun .
- Klien menyatakan pemahaman situasi individual .
- Klien menunjukkan keterampilan pemecahan masalah .
- Klien mengerti tentang pengaruh TUR – P pada seksual.
Rencana tindakan :
1 . Beri kesempatan pada klien untuk memperbincangkan tentang pengaruh TUR – 
P terhadap seksual .
R/ Untuk mengetahui masalah klien .
2 . Jelaskan tentang : kemungkinan kembali ketingkat tinggi seperti semula dan
kejadian ejakulasi retrograd (air kemih seperti susu)
R/ Kurang pengetahuan dapat membangkitkan cemas dan berdampak disfungsi
seksual
3 . Mencegah hubungan seksual 3-4 minggu setelah operasi .
R/ Bisa terjadi perdarahan dan ketidaknyamanan
4 . Dorong klien untuk menanyakan kedokter salama di rawat di rumah sakit dan
kunjungan lanjutan .
R / Untuk mengklarifikasi kekhatiran dan memberikan akses kepada
 penjelasan yang spesifik.

5. Kurang pengetahuan: tentang TUR-P berhubungan dengan kurang informasi


Tujuan: Klien dapat menguraikan pantangan kegiatan serta kebutuhan berobat
lanjutan .

Kriteria hasil:
- Klien akan melakukan perubahan perilaku.
- Klien berpartisipasi dalam program pengobatan.
-Klien akan mengatakan pemahaman pada pantangan kegiatan dan kebutuhan
 berobat lanjutan .
Rencana tindakan:
1. Beri penjelasan untuk mencegah aktifitas berat selama 3-4 minggu .
R/ Dapat menimbulkan perdarahan .
2. Beri penjelasan untuk mencegah mengedan waktu BAB selama 4-6 minggu;
dan memakai pelumas tinja untuk laksatif sesuai kebutuhan.
R/ Mengedan bisa menimbulkan perdarahan, pelunak tinja bisa mengurangi
kebutuhan mengedan pada waktu BAB
3. Pemasukan cairan sekurang–kurangnya 2500-3000 ml/hari.
R/ Mengurangi potensial infeksi dan gumpalan darah .
4. Anjurkan untuk berobat lanjutan pada dokter.
R/. Untuk menjamin tidak ada komplikasi .
5. Kosongkan kandung kemih apabila kandung kemih sudah penuh .
R/ Untuk membantu proses penyembuhan .

6. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri / efek pembedahan


Tujuan: Kebutuhan tidur dan istirahat terpenuhi.
Kriteria hasil:
- Klien mampu beristirahat / tidur dalam waktu yang cukup.
- Klien mengungkapan sudah bisa tidur .
- Klien mampu menjelaskan faktor penghambat tidur .
Rencana tindakan:
1. Jelaskan pada klien dan keluarga penyebab gangguan tidur  
dan kemungkinan cara untuk menghindari.
R/ meningkatkan pengetahuan klien sehingga mau kooperatif dalam tindakan
 perawatan .
2. Ciptakan suasana yang mendukung, suasana tenang
dengan mengurangi kebisingan .
R/ Suasana tenang akan mendukung istirahat
3. Beri kesempatan klien untuk mengungkapkan penyebab
gangguan tidur.
R/ Menentukan rencana mengatasi gangguan
4. Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian obat yang
dapat mengurangi nyeri ( analgesik ).
R/ Mengurangi nyeri sehingga klien bisa istirahat dengan cukup .
BAB III
KESIMPULAN

Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa urin
atau bowel (feses). Kebutuhan eliminasi terdiri dari atas dua, yakni eliminasi urine
(kebutuhan buang air kecil) dan eliminasi alvi (kebutuhan buang air besar). Organ yang
 berperan dalam eliminasi urine adalah: ginjal, kandung kemih dan uretra. Dalam
 pemenuhan kebutuhan eliminasi urine terjadi proses berkemih. Berkemih merupakan
 proses pengosongan vesika urinaria (kandung kemih). Faktor-faktor yang mempengaruhi
eliminasi urine adalah diet, asupan, respon keinginan awal untuk berkemih kebiasaan
seseorang dan stress psikologi. Gangguan kebutuhan eliminasi urine adalah retensi urine,
inkontinensia urine dan enuresis.
Sedangkan system tubuh yang berperan dalam proses eliminasi alvi atau buang air 
 besar adalah system gastrointestinal bawah yang meliputi usus halus dan usus besar.
Dalam pemenuhan kebutuhan eliminasi alvi terjadi proses defekasi. Defekasi adalah
 proses pengosongan usus yang sering disebut buang air besar. Faktor-faktor yang
mempengaruhi eliminasi alvi antara lain: usia, diet, asupan cairan, aktifitas, gaya hidup
dan penyakit. Gangguan eliminasi alvi adalah konstipasi, diare, kembung dan
hemorrhoid.
Eliminasi yang teratur dari sisa-sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh
yang normal. Perubahan pada eliminasi dapat menyebabkan masalah pada
gastrointestinal dan bagian tubuh yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada
keseimbangan beberapa faktor, pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang
 berbeda.
DAFTAR PUSTAKA

Guyton & Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC


Perry & Potter. 1999. Fundamental Keperawatan edisi 4 volume 2. Jakarta : EGC.
Isselbacher,dkk.1999.Harrison Prinsip-prinsip of internal medicine 13/E .
Jakarta:Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Doenges, M.E., Marry, F..M and Alice, C.G., 2000. Rencana Asuhan Keperawatan :
 Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Long, B.C., 1996.  Perawatan Medikal Bedah : Suatu Pendekatan Proses


 Keperawatan. Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Lab / UPF Ilmu Bedah, 1994.  Pedoman Diagnosis Dan Terapi. Surabaya, Fakultas
Kedokteran Airlangga / RSUD. dr. Soetomo.

Hardjowidjoto S. (1999). Benigna Prostat Hiperplasia. Airlangga University Press.


Surabaya

Soeparman. (1990). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. FKUI. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai