Reowering & Matching
Reowering & Matching
Menyetujui :
1. ……………..……………….…….. 1. ……….…...………….
2. ……………..……………….…….. 2. …………....………….
Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Sistem Perkapalan
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................................ 4
I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
II RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 5
III TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................. 6
IV BATASAN MASALAH ............................................................................................. 6
V TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6
VI METODE PENELITIAN ......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28
ii
iii
ANALISA REPOWERING DAN ENGINE PROPELLER MATCHING PADA KRI X
DOSEN PEMBIMBING:
ABSTRAK
KRI X adalah salah satu dari empat kapal perang logistik jenis Landing Platform Dock (LPD)
yang dimiliki TNI AL. Dikarenakan kecepatan kapal ini tidak bisa mencapai kecepatan
maksimalnya yaitu 16 knot menyebabkan kapal ini harus dilakukan repowering. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melakukan analisa pemilihan main engine serta pemilihan propeller
yang sesuai untuk mesin yang baru agar bisa mendapatkan kecepatan yang di inginkan.
Penulis pada tahap pertama akan menghitung ulang tahanan kapal dilakukan dengan
menggunakan perhitungan dengan metode Holtrop dan Software Maxsurf. Setelah dilakukan
perhitungan tahanan kapal maka didapatkan harga tahanan dan daya yang dibutuhkan. Setelah
mendapatkan berapa daya yang dibutuhkan maka dilakukan pemilihan main engine sesuai
yang dibutuhkan, kemudian dilakukan perhitungan efficiency hull dan propeller untuk
pemilihan tipe propeller. Kemudian dilakukan engine propeller matching menggunakan
perhitungan numerik dan menggunakan software Navmatch. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan untuk pihak galangan dalam pemilihan main engine dan propeller yang
sesuai.
Kata kunci: repowering, engine propeller matching, main engine.
4
I PENDAHULUAN
KRI X adalah kapal ke-3 jenis LPD yang dua kapal jenis ini sebelumnya dibuat di
Daesun Shipbuildings & Engineering Co. Ltd, Korea Selatan, dan sekarang dibuat di PT. PAL
Indonesia, Surabaya. Kapal ini difungsikan sebagai pengangkut kapal pendarat pasukan,
operasi amfibi, pengangkut tank, pengangkut personel, juga untuk operasi kemanusiaan dan
penanggulangan bencana serta pengangkut helikopter. Dikarenakan kecepatan kapal ini tidak
bisa mencapai kecepatan maksimalnya yaitu 16 knot menyebabkan kapal ini harus dilakukan
repowering. Setelah dilakukannya repowering diharapkan performance kapal yang stabil
(kecepatan dinas terpenuhi, operasional kapal yang ekonomis, kinerja kapal tidak terganggu).
Repowering merupakan proses pembaharuan tenaga utama (sistim penggerak), pada
suatu kapal adalah pembaharuan motor penggerak utamanya. Secara engineering, repowering
merupakan hal yang tidak menjadi pilihan utama, meskipun tidak menjadi pilihan utama,
namun repowering masih kerap kali dilakukan. Alasan utama tentunya permintaan akan
performance kapal yang stabil (kecepatan dinas terpenuhi, operasional kapal yang ekonomis,
kinerja kapal tidak terganggu) sementara budget yang dimiliki oleh operator kapal minim
(tidak cukup untuk digunakan membangun kapal baru). Repowering kapal pada prinsipnya
adalah penggantian mesin kapal dengan melakukan perhitungan atau pengukuran ulang
terhadap tahanan kapalnya(Sc & Wibowo, 2017). Engine Maching Propeller adalah untuk
mendapatkan keselarasan kerja mesin penggerak kapal dan balingbaling untuk mencapai
efisiensi kerja dan laju kapal yang diperlukan dalam operasionalnya, dengan mendapatkan
keselarasan kerja mesin dan baling-baling diharapkan akan menekan biaya operasional.(Yudo,
Studi, Perkapalan, Teknik, & Diponegoro, 2012)
Pada penilitian ini penulis ingin melakukan analisa pemilihan main engine serta
pemilihan propeller yang sesuai untuk mesin yang baru agar bisa mendapatkan kecepatan
yang di inginkan. Penulis pada tahap pertama akan menghitung ulang tahanan kapal dilakukan
dengan menggunakan perhitungan dengan metode Holtrop dan Software. Setelah dilakukan
perhitungan tahanan kapal maka didapatkan harga tahanan dan daya yang dibutuhkan. Setelah
mendapatkan berapa daya yang dibutuhkan maka dilakukan pemilihan main engine sesuai
yang dibutuhkan. Kemudian dilakukan perhitungan kecepatan kapal dengan main engine yang
baru dan dapat ditentukan variasi besarnya pitch propeller untuk dilakukan engine propeller
matching.
5
II RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1) Berapakah tahanan kapal KRI X berdasarkan dimensi kapal ?
2) Berapakah daya main engine kapal yang didapat dari perhitungan ?
3) Apa type propeller yang sesuai dengan main engine hasil repowering ?
IV BATASAN MASALAH
Pada penelitian ini penulis hanya melakukan analisa terhadap repowering dan engine
propeller matching.
V TINJAUAN PUSTAKA
Repowering merupakan proses pembaharuan tenaga utama (sistem penggerak), pada
suatu kapal adalah pembaharuan motor penggerak utamanya. Secara engineering, repowering
merupakan hal yang tidak menjadi pilihan utama. Karena selain membutuhkan biaya yang
cukup besar, pengerjaan di lapangan-pun cukup rumit (dibandingkan dengan membuat kapal
baru). Meskipun tidak menjadi pilihan utama, namun repowering masih kerap kali dilakukan.
Alasan utama tentunya permintaan akan performance kapal yang stabil (kecepatan dinas
terpenuhi, operasional kapal yang ekonomis, kinerja kapal tidak terganggu) sementara budget
yang dimiliki oleh operator kapal minim (tidak cukup untuk digunakan membangun kapal
baru). (Sc & Wibowo, 2017)
6
lambung kapal dan arahnya melawan arah kapal sehingga menimbulkan gaya
berlawanan(Sholikhul, 2015). Gerakan kapal di fluida bekerja seperti sistem sumbu orthogonal
yaitu 3 (tiga) buah sumbu x, y, dan z, ditempatkan sedemikian rupa, pusat sumbu berimpit
dengan titik berat kapal. Bidang x, dan y satu bidang dengan permukaan bumi (sejajar).
7
Pada dasarnya tahanan kapal dibagi menjadi dua yaitu tahanan yang berada di atas
permukaan air dan tahanan yang berasal dari bawah permukaan air. Tahanan yang di
atas permukaan air adalah yang bekerja pada bagian badan kapal. yang kelihatan di
atas permuakaan air, disini pengaruh adanya udara yang mengakibatkan timbulnya
hambatan.
Komponen tahanan yang bekerja pada kapal dalam gerakan mengapung di air adalah :
a. Tahanan gesek (Friction resistance)
Tahanan Gesek (friction resistance) timbul akibat kapal bergerak melalui fluida yang
memiliki viskositas seperti air laut, fluida yang berhubungan langsung dengan permukaan
badan kapal yang tercelup sewaktu bergerak akan menimbulkan gesekan sepanjang
permukaan tersebut, inilah yang disebut sebagai tahanan gesek. Tahanan gesek terjadi
akibat adanya gesekan permukaan badan kapal dengan media yang di lalulinya. Oleh
semua fluida mempuyai viskositas, dan viskositas inilah yang menimbulkan gesekan
tersebut. Penting tidaknya gesekan ini dalam suatu situasi fisik tergantung pada jenis
fluida dan konfigurasi fisik atau pola alirannya (flow pattern). Viskositas adalah ukuran
tahanan fluida terhadap gesekan bila fluida tersebut bergerak. Jadi tahanan Viskos (RV)
adalah komponen tahanan yang terkait dengan energi yang dikeluarkan akibat pengaruh
viskos.
Tahanan gesek ini dipengaruhi oleh beberapa hal berikut :
1) Angka Renold (Renold’s number, Rn)
V.L
Rn = ................................................................. (1)
𝒗
Dimana L adalah panjang antara garis tegak kapal (length betwen perpendiculare).
Dalam membuat rencana garis harus diperhatikan bentuk dari garis air muat di bagian
depan karena hal ini akan mempengaruhi tahanan gelombang. Pada diagram menunjukkan
9
hubungan antara koeffisien prismatic bagian depan dengan sudut masuk dari garis muat. Garis
muat dan garis air di bawahnya harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak ada perubahan
yang mendadak. Sudut dari garis air pada stern kapal di depan baling-baling harus dibuat tidak
melebihi 20o untuk mencegah Eddy making. Bila lengkungan CSA dan bentuk dari garis air
muat sudah ditentukan yang berhubungan dengan Cp dan kecepatan kapal, ternyata masih
dapat dengan bebas menentukan bentuk dari penampang melintang kapal, yaitu bentuk
potongan U atau V.
Pemilihan bentuk U dan V di bagian belakang berhubungan juga dengan rpm baling-
baling. Pada rpm yang tinggi bentuk V lebih baik untuk memperoleh propulsi yang baik.
Faktor yang lain yang menentukan adalah lebar dari pondasi mesin, bila mesin induk kapal
terletak di bagian belakang kapal.
10
Problem lain yang timbul pada kapal berkecepatan tinggi yang menggunakan
bulbous adalah terjadinya kavitasi pada permukaan bulbous bows yang menghasilkan erosi
dan kebisingan.
Teori dasar dari sistem penggunaan bulbous bow adalah merupakan aplikasi dari
asas Bernoully. Dari hasil penyelidikannya menunjukkan adanya perubahan kecepatan dan
tekanan cairan. Misalnya suatu cairan melewati suatu benda A misalnya (Gambar 2), bila
cairan mengalir dengan kecepatan Vo dan tekanan Po maka sampai pada batas A – A terjadi
cairan disisi benda A.Sesuai dengan asas bernoully dengan membesarnya harga dari P 1 maka
P1
P0
Permukaan
V1 A
V0 Zat Cair
v1
v0
po
p1
11
a. Bentuk – bentuk Bulbous Bows
Pemilihan bentuk untuk suatu kapal tergantung dari beberapa faktor, antar lain:
Kondisi perairan
Lebar kapal, panjang kapal, kelangsingan kapal.
Ir. Mansyur Hasbullah, M. Eng membagi bentuk Bulbous Bows yang berpengaruh
terhadap Terhadap Horse Power yaitu:
1. Bentuk titik air terbalik ; Bentuk ini sangat cocok untuk kapal-kapal yang
bergelombang.Bentuk ini sering dikombinasikan pada kapal-kapal yang bergading
“V” yang digunakan pada kapal-kapal berkecapatan tinggi.
1. Bentuk titik air bergantung; Bentuk ini, sesuai dengan kapal-kapal yang berlayar pada
daerah yang kurang menghadapi hempasan gelombang yang besar.
12
2. Bentuk Elips; Bentuk Bulbous yang ketiga ini lebih banyak digunakan pada kapal-
kapal yang bentuk gadingnya “U” atau kapal-kapal yang berukuran gemuk.
13
= Cs x ( ∇ x L )0.5
Rn = v . Lwl / υ
υ = Kinematic viscosity
= 1.18831 . 106 m/s2
Fn = v / (g . Lwl) 1/2
Selanjutnya, dari data perhitungan tersebut dapat ditentukan besarnya koefisien gesek (CF),
yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
CF = 0,075/(log Rn - 2)2
Selanjutnya dapat ditentukan besarnya L/LR yaitu dengan cara memasukkan nilai-nilai yang
kita peroleh pada perhitungan sebelumnya kedalam rumus berikut:
Dengan memasukkan data tersebut akan diperoleh besarnya notasi dari (1 + k1), yaitu sebesar:
14
1 + k1 = 0,93 + 0,4871.c.(B/L)1,0681.(T/L)0,4611.(L/LR)0,1216(L3/V)0,364(1–CP) -0,6042.
Setelah itu, kita menentukan besarnya kostanta c yang menunjukkan fungsi dari bentuk
buritan atau stern kapal. Menurut buku Principles of Naval Architecture, vol. II, hal. 91:
c = 1 + 0,011. Cstern
cstern = -25, untuk pram dengan gondola
cstern = -10, untuk potongan bentuk V
cstern = 0, untuk bentuk potongan normal
cstern = +10, untuk potongan bentuk U dengan stern Hogner
Untuk nilai dari (1 + k2), sesuai dengan data yang ada dalam Tabel 25 buku PNA Vol.2, hal.
92, merupakan fungsi dari tipe tonjolan atau tambahan pada badan kapal, adalah sebagai
berikut:
15
Perhitungan Koefisien Tahanan Gelombang ( RW/W )
Setelah melakukan perhitungan tahanan gesek dan udara maka langkah, selanjutnya adalah
menentukan besarnya nilai Koefisien Tahanan Gelombang dari kapal. Besar nilai tersebut
dapat diperoleh sesuai dengan rumus pada Principles of Naval Architecture, vol. II hal. 92- 94
, sebagai berikut:
RW /W = C1 . C2 . C3 . em1Fn^d + m2 cos (λ . Fn-2)
Dimana :
Untuk kecepatan rendah [ Fn ≤ 0.4 ]
Dengan :
C4 = B/L untuk 0.11 ≤ B/L ≤ 0.25
d = 0.9
iE = Half angle of entrance at the load waterline
Ta = moulded draft at AP [ m ]
Tf = moulded draft at FP [ m ]
Ta & Tf = T [ m ]
Dengan :
γB = Effective bulb radius
Tf = Moulded draft at FP = T
hB = Height of the centroid of the area ABT above base line
= 85% D/2
Dengan :
AT = Immersed area of the transom at zero speed = 0
16
C5 = 8.0798.CP – 13.8673.CP2 – 6.9844.CP3 untuk Cp ≤ 0.8
17
Perhitungan Gaya Keatas pada Kapal atau Bouyancy ( W )
Salah satu unsur yang perlu dihitung dalam menentukan besarnya tahanan
total adalah gaya keatas yang ditimbulkan oleh fluida yang biasa dikenal dengan
sebutan Bouyancy. Besarnya gaya keatas tersebut di notasikan dalam W, dimana
rumusannya adalah sebagai berikut:
W = 1,025 . ∇ . g
Dimana:
W = Gaya keatas atau Bouyancy
∇ = Volume dari kapal
g = Grafitasi (9,81 m/s2)
Dimana:
ρ = massa jenis air laut
Daya efektif pada kapal dapat dicari dengan rumus ;
EHP = Rt x v
Dimana :
RT = Tahanan Total Kapal (KN)
v = Kecepatan Kapal (m/s)
Sehingga dengan memasukkannya ke dalam rumus akan didapatkan :
EHP = Rt x v (KW)
18
t (thrust deduction fraction) = 0,6 . w
1−𝑡
ηh = 1−𝑤
Va = Vd (1 - w)
U = S . Va . 0,00677
Power coefficient
𝑈 0,5 .𝑁
Bu = 𝑉𝑎2,5
19
TIPE N H0/D ɳp δ δ0 D
B 3.35 140 0,53 0,610 241 233,77 4,427362
B 3.50 150 0,53 0,580 251 243,47 4,303665
B 4.40 150 0,65 0,579 232 225,04 3,97789
B 4.55 140 0,7 0,549 225 218,25 4,133429
20
Tinggi gelombang diperhitungkan 0,75 % Lpp diatas sarat kapal
h’ = 0,75 % . Lpp
Water head diatas sumbu poros propeller
h = T - h’- E
Tekanan hydrostatic pada sumbu poros propeller
P0 = h’ . γair laut
Atmospheric pressure e = 10000 kg/m²
Mass dencity untuk air laut ρ = 1025 kg/m³ atau = 104,5 kg/dm³
Statistical pressure pada sumbu poros propeller
P = P0 + e
Angka kavitasi didapatkan dengan formula
𝑃
σ0 =
½ .ρ .Va
Thrust propeller
THP adalah daya yang dikirimkan propeller ke air .
𝑊0 .𝑉𝑎
THP = 75
Pc = ηp . ηh . ηrr
21
𝐷𝐻𝑃 .75 .𝑃𝑐 .𝛾
S = 𝑉𝑎
Dari peta kavitasi diatas, untuk harga σ0 = 2,986 didapatkan harga 0,525
𝑆
FP = 0,525 .𝑃
Untuk kapal ini posisi kamar mesin ada dibagian belakang. Karena antara
propeller shaft dengan kedudukan mesin utama cukup jauh, maka diperlukan
adanya intermediate shaft. Intermediate shaft ini disangga oleh dua buah bearing
yang mempunyai faktor gesekan terhadap shaft. Oleh karena itu diperlukan
22
adanya koreksi terhadap besarnya daya yang harus diterima propeller shaft dari
mesin utama sebesar 3 %. Maka besarnya daya mesin utama:
BHP’ = DHP + (3% . DHP)
Akibat cuaca buruk, ada kemungkinan sebagian dari propeller keluar masuk dari
permukaan air. Untuk menjaga agar putaran propeller selalu tetap, diperlukan
koreksi terhadap daya mesin utama sebesar 10 %. Dengan demikian besarnya
daya mesin induk menjadi:
BHP = BHP’ + (10% . BHP’)
Harga BHP ini digunakan sebagai pedoman untuk memilih mesin utama yang
akan digunakan dalam kapal ini. Mesin yang digunakan harus lebih besar dari
harga BHP yang didapatkan.
23
5.6 Karakteristik Baling-Baling Kapal
Secara umum karakteristik dari baling-baling kapal pada kondisi open water test
adalah seperti yang direpresentasikan pada Diagram KT – KQ – J (lihat Gambar
4). Setiap tipe dari masing-masing baling-baling kapal, memiliki karakteristik
kurva kinerja yang berbeda-beda. Sehingga kajian terhadap karakteristik baling-
baling kapal tidak dapat di-generalised untuk keseluruhan bentuk atau tipe dari
baling-baling(Ir. Surjo W. Adji, 2005). Model persamaan untuk karakteristik
kinerja baling-baling kapal adalah sebagai berikut,
dimana :
KT = Koefisien Gaya Dorong (Thrust) Baling-baling
KQ = Koefisien Torsi Baling-baling
J = Koefisien Advanced Baling-baling
VA = Kec. Advanced dari fluida yg melintasi propeller disk
0O = Efisiensi Baling-baling pd kondisi open water
n = Putaran Baling-baling
D = Diameter Baling-baling
TProp = Gaya Dorong Baling-baling (Propeller Thrust)
QProp = Torsi Baling-baling (Propeller Torque)
D = Massa Jenis Fluida (Fluid Density)
24
Gambar 4 – Diagram Kt – Kq – J (Openwater Test )
25
VI METODE PENELITIAN
26
6.1 Studi Literatur
Tahap ini, dilakukan proses literatur untuk dijadikan sebagai tinjauan
pustaka pada penelitian serta macam data yang diambil. Dalam hal ini yang
akan dijadikan sumber untuk tinjauan pustaka diambil dari skripsi,internet,
buku-buku penunjang pengujian, jurnal, serta para dosen pembimbing guna
untuk mengumpulkan data dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan
penelitian.
6.2 Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan persiapan sebelum pengambilan data dari Kapal
X ,data tersebut adalah mulai dari principle dimension, Lines plan . Data
tersebut membantu dalam proses melakukan perhitungan tahanan dan
simulasi.
27
6.6 Simulasi Engine Propeller Matching
Pada tahap ini penulis akan melakukan simulasi untuk mendaptkan
propeller yang sesuai dengan menggunakan software Hydrocomp Navcad.
Nantinya hasil dari perhitungan engine propeller matching akan di bandingkan
dengan hasil simulasi menggunakan Software Hydrocomp Navcad.
6.8 Kesimpulan
Memberikan uraian singkat tentang hasil analisa pengujian material yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya serta perbandingan terhadap beberapa
variabel penelitian yang telah dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
Ir. Surjo W. Adji, M. S. Ce. Fim. (2005). Engine-propeller matching. 1–31.
28
Sc, F., & Wibowo, H. N. (2017). Kajian Unjuk Kerja Mesin Induk Kapal Cepat
Pasca Re-Powering. (May).
Sholikhul, M. S. M. (2015. (2015). ANALYSIS OF ENGINE REPOWERING
EFFECT ON PROPELLER PENFORMANCE AND FUEL CONSUMPTION
OF KM . ORIENTAL SAMUDRA. (1).
Yudo, H., Studi, P., Perkapalan, T., Teknik, F., & Diponegoro, U. (2012). Engine
Matching Propeller Pada Kapal Untuk Mendapatkan Optimalisasi Pemakaian
Mesin Penggerak Kapal Dan Baling – Baling Sebagai Alat Pendorong Kapal.
Kapal, 4(1), 15–18. https://doi.org/10.12777/kpl.4.1.15-18
Zulqurna, R., Santoso, M., & Julianto, E. (n.d.). Analisa Pengaruh Variasi Bentuk
Buritan Kapal Terhadap Hambatan Total Pada Kapal Twin Screw Propeller
Menggunakan Metode CFD.
29