Anda di halaman 1dari 30

PROPOSAL SKRIPSI

ANALISA REPOWERING DAN ENGINE PROPELLER


MATCHING PADA KRI X

MUHAMMAD KHOIRUL ANWAR


NIM 2016.02.1.0017

JURUSAN TEKNIK PERKAPALAN


FAKULTAS TEKNIK DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS HANG TUAH
SURABAYA
2020
PROPOSAL SKRIPSI

Judul : Analisa Repowering dan Engine Propeller Matching Pada


Kapal KRI X
Oleh :
NIM :
Jurusan /Prodi :

Telah diseminarkan pada :


Hari :
Tanggal :
Tempat :

Menyetujui :

Dosen Pembimbing Tanda Tangan

1. ……………..……………….…….. 1. ……….…...………….

2. ……………..……………….…….. 2. …………....………….

Mengetahui,
Ketua Program Studi Teknik Sistem Perkapalan

URIP PRAYOGI S.T.,M.T.


NIK

i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
ABSTRAK ........................................................................................................................ 4
I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
II RUMUSAN MASALAH ............................................................................................. 5
III TUJUAN PENELITIAN ............................................................................................. 6
IV BATASAN MASALAH ............................................................................................. 6
V TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................................... 6
VI METODE PENELITIAN ......................................................................................... 26
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................... 28

ii
iii
ANALISA REPOWERING DAN ENGINE PROPELLER MATCHING PADA KRI X

MUHAMMAD KHOIRUL ANWAR


2016.022.0017

DOSEN PEMBIMBING:

ABSTRAK

KRI X adalah salah satu dari empat kapal perang logistik jenis Landing Platform Dock (LPD)
yang dimiliki TNI AL. Dikarenakan kecepatan kapal ini tidak bisa mencapai kecepatan
maksimalnya yaitu 16 knot menyebabkan kapal ini harus dilakukan repowering. Tujuan
penelitian ini adalah untuk melakukan analisa pemilihan main engine serta pemilihan propeller
yang sesuai untuk mesin yang baru agar bisa mendapatkan kecepatan yang di inginkan.
Penulis pada tahap pertama akan menghitung ulang tahanan kapal dilakukan dengan
menggunakan perhitungan dengan metode Holtrop dan Software Maxsurf. Setelah dilakukan
perhitungan tahanan kapal maka didapatkan harga tahanan dan daya yang dibutuhkan. Setelah
mendapatkan berapa daya yang dibutuhkan maka dilakukan pemilihan main engine sesuai
yang dibutuhkan, kemudian dilakukan perhitungan efficiency hull dan propeller untuk
pemilihan tipe propeller. Kemudian dilakukan engine propeller matching menggunakan
perhitungan numerik dan menggunakan software Navmatch. Penelitian ini diharapkan dapat
memberikan masukan untuk pihak galangan dalam pemilihan main engine dan propeller yang
sesuai.
Kata kunci: repowering, engine propeller matching, main engine.

4
I PENDAHULUAN
KRI X adalah kapal ke-3 jenis LPD yang dua kapal jenis ini sebelumnya dibuat di
Daesun Shipbuildings & Engineering Co. Ltd, Korea Selatan, dan sekarang dibuat di PT. PAL
Indonesia, Surabaya. Kapal ini difungsikan sebagai pengangkut kapal pendarat pasukan,
operasi amfibi, pengangkut tank, pengangkut personel, juga untuk operasi kemanusiaan dan
penanggulangan bencana serta pengangkut helikopter. Dikarenakan kecepatan kapal ini tidak
bisa mencapai kecepatan maksimalnya yaitu 16 knot menyebabkan kapal ini harus dilakukan
repowering. Setelah dilakukannya repowering diharapkan performance kapal yang stabil
(kecepatan dinas terpenuhi, operasional kapal yang ekonomis, kinerja kapal tidak terganggu).
Repowering merupakan proses pembaharuan tenaga utama (sistim penggerak), pada
suatu kapal adalah pembaharuan motor penggerak utamanya. Secara engineering, repowering
merupakan hal yang tidak menjadi pilihan utama, meskipun tidak menjadi pilihan utama,
namun repowering masih kerap kali dilakukan. Alasan utama tentunya permintaan akan
performance kapal yang stabil (kecepatan dinas terpenuhi, operasional kapal yang ekonomis,
kinerja kapal tidak terganggu) sementara budget yang dimiliki oleh operator kapal minim
(tidak cukup untuk digunakan membangun kapal baru). Repowering kapal pada prinsipnya
adalah penggantian mesin kapal dengan melakukan perhitungan atau pengukuran ulang
terhadap tahanan kapalnya(Sc & Wibowo, 2017). Engine Maching Propeller adalah untuk
mendapatkan keselarasan kerja mesin penggerak kapal dan balingbaling untuk mencapai
efisiensi kerja dan laju kapal yang diperlukan dalam operasionalnya, dengan mendapatkan
keselarasan kerja mesin dan baling-baling diharapkan akan menekan biaya operasional.(Yudo,
Studi, Perkapalan, Teknik, & Diponegoro, 2012)
Pada penilitian ini penulis ingin melakukan analisa pemilihan main engine serta
pemilihan propeller yang sesuai untuk mesin yang baru agar bisa mendapatkan kecepatan
yang di inginkan. Penulis pada tahap pertama akan menghitung ulang tahanan kapal dilakukan
dengan menggunakan perhitungan dengan metode Holtrop dan Software. Setelah dilakukan
perhitungan tahanan kapal maka didapatkan harga tahanan dan daya yang dibutuhkan. Setelah
mendapatkan berapa daya yang dibutuhkan maka dilakukan pemilihan main engine sesuai
yang dibutuhkan. Kemudian dilakukan perhitungan kecepatan kapal dengan main engine yang
baru dan dapat ditentukan variasi besarnya pitch propeller untuk dilakukan engine propeller
matching.

5
II RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu :
1) Berapakah tahanan kapal KRI X berdasarkan dimensi kapal ?
2) Berapakah daya main engine kapal yang didapat dari perhitungan ?
3) Apa type propeller yang sesuai dengan main engine hasil repowering ?

III TUJUAN PENELITIAN


Adapun tujuan dari tugas akhir ini adalah merencanakan repowering main engine dan
mengetahui propeller yang sudah ada perlu dilakukan pergantian apakah tidak untuk
bisa mencapai kecepatan dinas kapal.

IV BATASAN MASALAH
Pada penelitian ini penulis hanya melakukan analisa terhadap repowering dan engine
propeller matching.

V TINJAUAN PUSTAKA
Repowering merupakan proses pembaharuan tenaga utama (sistem penggerak), pada
suatu kapal adalah pembaharuan motor penggerak utamanya. Secara engineering, repowering
merupakan hal yang tidak menjadi pilihan utama. Karena selain membutuhkan biaya yang
cukup besar, pengerjaan di lapangan-pun cukup rumit (dibandingkan dengan membuat kapal
baru). Meskipun tidak menjadi pilihan utama, namun repowering masih kerap kali dilakukan.
Alasan utama tentunya permintaan akan performance kapal yang stabil (kecepatan dinas
terpenuhi, operasional kapal yang ekonomis, kinerja kapal tidak terganggu) sementara budget
yang dimiliki oleh operator kapal minim (tidak cukup untuk digunakan membangun kapal
baru). (Sc & Wibowo, 2017)

5.1 Tahanan Kapal


Tahanan kapal (R) pada suatu kecepatan adalah gaya fluida yang bekerja berlawanan
dengan gerakan kapal tersebut. Tahanan tersebut akan sama dengan komponen gaya fluida
yang bekerja sejajar dengan sumbu gerakan kapal. Melihat bahwa kapal bergerak pada fluida
cair yang nilai kerapatan massanya lebih besar dari udara sehingga semakin besar kecepatan
dan dimensi suatu kapal maka semakin besar pula energi yang dibuang untuk menghasilkan
energi berupa gelombang (wave), gelombang inilah yang kemudian bergesekan dengan

6
lambung kapal dan arahnya melawan arah kapal sehingga menimbulkan gaya
berlawanan(Sholikhul, 2015). Gerakan kapal di fluida bekerja seperti sistem sumbu orthogonal
yaitu 3 (tiga) buah sumbu x, y, dan z, ditempatkan sedemikian rupa, pusat sumbu berimpit
dengan titik berat kapal. Bidang x, dan y satu bidang dengan permukaan bumi (sejajar).

Gambar 5.1 Gaya Yang Bekerja Pada Kapal


Gerakan kapal dibebani 4 (empat) gaya yang tidak tergantung satu sama lainnya :
a. Gaya hidrostatik yaitu massa kali percepatan grafitasi bumi (mg).
b. Hambatan hidrostatik (gaya apung) F∆ atau γv. Seperti halnya mg, tekanan atau gaya
ini selalu sejajar dengan Zo.
c. Resultante gaya hidrodinamik (F) yang didesakkan oleh air pada kapal sebagai akibat
gerakan menerjang air tersebut. Gaya F dapat diuraikan dalam 2 (dua) ; komponen
gaya angkat (L) dan komponen tahanan (atau drag) R (atau D). Dimana L tegak lurus
terhadap kecepatan kapal dan R (atau D) sejajar V.
d. Gaya dorong (T), yang di desakkan oleh air pada pendorong kapal, umumnya
berlawanan arah dengan R.

Gaya-gaya tersebut diatas timbul akibat adanya ;


a. Kecepatan kapal (V), relatif terhadap air dan udara atau yang dilintasi oleh kapal
tersebut.
b. Gaya gravitasi bumi yang bekerja baik pada kapal maupun pada air yang dibebani oleh
kapal itu.
c. Aksi yang dilakukan pendorong kapal (Propeller).

7
Pada dasarnya tahanan kapal dibagi menjadi dua yaitu tahanan yang berada di atas
permukaan air dan tahanan yang berasal dari bawah permukaan air. Tahanan yang di
atas permukaan air adalah yang bekerja pada bagian badan kapal. yang kelihatan di
atas permuakaan air, disini pengaruh adanya udara yang mengakibatkan timbulnya
hambatan.

Komponen tahanan yang bekerja pada kapal dalam gerakan mengapung di air adalah :
a. Tahanan gesek (Friction resistance)
Tahanan Gesek (friction resistance) timbul akibat kapal bergerak melalui fluida yang
memiliki viskositas seperti air laut, fluida yang berhubungan langsung dengan permukaan
badan kapal yang tercelup sewaktu bergerak akan menimbulkan gesekan sepanjang
permukaan tersebut, inilah yang disebut sebagai tahanan gesek. Tahanan gesek terjadi
akibat adanya gesekan permukaan badan kapal dengan media yang di lalulinya. Oleh
semua fluida mempuyai viskositas, dan viskositas inilah yang menimbulkan gesekan
tersebut. Penting tidaknya gesekan ini dalam suatu situasi fisik tergantung pada jenis
fluida dan konfigurasi fisik atau pola alirannya (flow pattern). Viskositas adalah ukuran
tahanan fluida terhadap gesekan bila fluida tersebut bergerak. Jadi tahanan Viskos (RV)
adalah komponen tahanan yang terkait dengan energi yang dikeluarkan akibat pengaruh
viskos.
Tahanan gesek ini dipengaruhi oleh beberapa hal berikut :
1) Angka Renold (Renold’s number, Rn)
V.L
Rn = ................................................................. (1)
𝒗

2) Koefisien gesek (friction coefficient, Cf )


0,75
Cf = ( log Rn-2,0) 2 (Merupakan formula dari ITTC) .. (2)

3) Rasio kecepatan dan panjang kapal (speed length ratio, Slr)


Vs
Slr = .................................................................... (3)
√L

Dimana L adalah panjang antara garis tegak kapal (length betwen perpendiculare).

b. Tahanan sisa (Residual Resistante)


Tahanan sisa didefenisikan sebagai kuantitas yang merupakan hasil pengurangan dari
hambatan total badan kapal dengan hambatan gesek dari permukaan kapal. Hambatan sisa
terdiri dari ;
8
1. Tahanan gelombang (Wake Resistance)
Tahanan gelombang adalah hambatan yang diakibatkan oleh adanya gerakan kapal
pada air sehingga dapat menimbulkan gelombang baik pada saat air tersebut dalam
keadaan tenang maupun pada saat air tersbut sedang bergelombang.
2. Tahanan udara (Air Resistance)
Tahanan udara diartikan debagai Tahanan yang di alami oleh bagian badan kapal
utama yang berada diatas air dan bangunan atas (Superstrukture) karena gerakan kapal
di udara. Tahanan ini tergantung pada kecepatan kapal dan luas serta bentuk bangunan
atas tersebut. Jika angin bertiup maka tahanan tersebut juga akan tergantung pada
kecepatan angin dan arah relatif angin terhadap kapal.
3. Tahanan bentuk
Tahanan ini erat kaitannya dengan bentuk badan kapal, dimana bentuk lambung kapal
yang tercelup di bawah air menimbulkan suatu tahanan karena adanya pengaruh dari
bentuk kapal tersebut.

c. Tahanan tambahan (Added Resistance)


Tahanan ini mencakup tahanan untuk korelasi model kapal. Hal ini akibat adanya
pengaruh kekasaran permukaan kapal, mengingat bahwa permukaan kapal tidak akan pernah
semulus permukaan model. Tahanan tambahan juga termasuk tahanan udara, anggota badan
kapal dan kemudi.
Komponen Tahanan tambahan terdiri dari :
1. Tahanan anggota badan (Appendages Resistance)
Tahanan anggota badan adalah tahanan dari bos poros, penyangga poros, lunas bilga, daun
kemudi dan sebagainya.
2. Tahanan kekasaran
Tahanan kekasaran adalah terjadi akibat kekasaran dari korosi air, pengotoran pada badan
kapal, dan tumbuhan laut.
3. Hambatan kemudi (Steering Resistance)
Hambatan kemudi terjadi akibat pemakaian kemudi.

5.2 Bentuk Sudut Masuk (Angle of Entrance)

Dalam membuat rencana garis harus diperhatikan bentuk dari garis air muat di bagian
depan karena hal ini akan mempengaruhi tahanan gelombang. Pada diagram menunjukkan
9
hubungan antara koeffisien prismatic bagian depan dengan sudut masuk dari garis muat. Garis
muat dan garis air di bawahnya harus dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak ada perubahan
yang mendadak. Sudut dari garis air pada stern kapal di depan baling-baling harus dibuat tidak
melebihi 20o untuk mencegah Eddy making. Bila lengkungan CSA dan bentuk dari garis air
muat sudah ditentukan yang berhubungan dengan Cp dan kecepatan kapal, ternyata masih
dapat dengan bebas menentukan bentuk dari penampang melintang kapal, yaitu bentuk
potongan U atau V.
Pemilihan bentuk U dan V di bagian belakang berhubungan juga dengan rpm baling-
baling. Pada rpm yang tinggi bentuk V lebih baik untuk memperoleh propulsi yang baik.
Faktor yang lain yang menentukan adalah lebar dari pondasi mesin, bila mesin induk kapal
terletak di bagian belakang kapal.

5.3 Bulbous Bow


Bulbous adalah suatu bentuk konstruksi haluan yang berbentuk bulat telur yang
ditempatkan pada linggi haluan bagian depan. Perbandingan model percobaan menunjukkan
bahwa sebuah kapal yang dilengkapi dengan Bulbous Bow dapat membutuhkan sedikit daya
pendorong dan memiliki ketahanan yang jauh lebih baik karakteristik dari kapal yang sama
tanpa menggunakan Bulbous Bow.
Bulbous Bows pertama kali diperkenalkan pada tahun 1912 oleh angkatan laut
Amerika Serikat, yang diperkenalkan oleh David Taylor. Namun hingga tahun 1950 tidak
memperlihatkan perkembangan yang berarti. Bahkan pada batas waktu tersebut tidak pernah
dijumpai pemakaiannya pada kapal-kapal barang.
Berdasarkan percobaan yang dilakukan oleh Wigley bahwa Bulbous Bows ini
cocok dan memberikan keuntungan bilamana:
1) Perbandingan antara kecepatan dan akar panjang berkisar antara 0,80 - 1,90
2) Posisi dari bulbous dan proyeksi ujungnya lebih panjang dari garis tegak depan
3) Bagian atas dari bulbous bow tidak boleh mendekati permukaan air.
Namun dari penelitian-penelitian lebih lanjut tepatnya pada tahun 1956 yang
dikembangkan dari Grena bahwa ternyata untuk kapal yang mempunyai harga froud 0.17 –
0.23 dapat dipakai bulbous bows.

10
Problem lain yang timbul pada kapal berkecepatan tinggi yang menggunakan

bulbous adalah terjadinya kavitasi pada permukaan bulbous bows yang menghasilkan erosi

dan kebisingan.

Teori dasar dari sistem penggunaan bulbous bow adalah merupakan aplikasi dari

asas Bernoully. Dari hasil penyelidikannya menunjukkan adanya perubahan kecepatan dan

tekanan cairan. Misalnya suatu cairan melewati suatu benda A misalnya (Gambar 2), bila

cairan mengalir dengan kecepatan Vo dan tekanan Po maka sampai pada batas A – A terjadi

pembelokan.Ternyata kecepatan P1 bertambah besar akibat adanya penyempitan permukaan

cairan disisi benda A.Sesuai dengan asas bernoully dengan membesarnya harga dari P 1 maka

akan diikuti dengan penurunan harga dari V1.

Po + ½ . ρ .Vo2 = P1 + ½ . ρ . V12 ............................................ (4)

P1
P0
Permukaan
V1 A

V0 Zat Cair

Gambar 5 2 Perubahan aliran fluida pada Hukum Bernoulli

v1
v0

po
p1

Gambar 5 3 Perubahan Aliran Gelombang Akibat Penggunaan Bulbous Bow

11
a. Bentuk – bentuk Bulbous Bows
Pemilihan bentuk untuk suatu kapal tergantung dari beberapa faktor, antar lain:
 Kondisi perairan
 Lebar kapal, panjang kapal, kelangsingan kapal.
Ir. Mansyur Hasbullah, M. Eng membagi bentuk Bulbous Bows yang berpengaruh
terhadap Terhadap Horse Power yaitu:
1. Bentuk titik air terbalik ; Bentuk ini sangat cocok untuk kapal-kapal yang
bergelombang.Bentuk ini sering dikombinasikan pada kapal-kapal yang bergading
“V” yang digunakan pada kapal-kapal berkecapatan tinggi.

Gambar 5 4 Bulbous Bow Bentuk Titik Air Terbalik

1. Bentuk titik air bergantung; Bentuk ini, sesuai dengan kapal-kapal yang berlayar pada
daerah yang kurang menghadapi hempasan gelombang yang besar.

Gambar 5 5 Bulbous Bow bentuk titik air bergantung

12
2. Bentuk Elips; Bentuk Bulbous yang ketiga ini lebih banyak digunakan pada kapal-
kapal yang bentuk gadingnya “U” atau kapal-kapal yang berukuran gemuk.

Gambar 5 6 Bulbous Bow bentuk elips

5.4 Perhitungan Tahanan Kapal


Berdasarkan data - data kapal yang diperoleh yang meliputi bentuk garis air,
displasement, type hull, serta ukuran utama kapal, dari hasil survey lapangan dan pengukuran
besamya lebar tiap jarak gading dan water line, maka perhitungan tahanan dan daya efektif
kapal ini menggunakan beberapa metode sebagai acuan, yaitu Metode Holtrop dan Metode
Yamagata, dalam perhitungan tahanan kapal menggunakan Metode Yamagata serta dilakukan
dengan bantuan Program maxsurfPro dan HullSpeed.
5.4.1 Metode Holtrop
Metode yang dikemukakan oleh J.Holtrop dan G.G.J.Mennen yang dituliskan dalam
jurnalnya yang berjudul “An Approximate Power Prediction Method”, mengungkapkan bahwa
metode Holtrop adalah pengembangan dari metode yang sebelumnya(Zulqurna, Santoso, &
Julianto, n.d.). Hanya menambahkan perhitungan-perhitungan yang mengikutsertakan faktor-
faktor sehingga menurutnya juga berperan penting dalam mempengaruhi tahanan kapal.
Menurut Holtrop & Mennen [3], tahanan total dari suatu kapal dirumuskan sebagai berikut :

 Perhitungan Luas Permukaan Basah Badan Kapal (Stot)


Menghitung luasan permukaan basah atau terendam oleh air. Notasi dari permukaan ini
dilambangkan dengan S,
Stot = S + Sapp
S = WSA dari hidrostatik atau

13
= Cs x ( ∇ x L )0.5

ABT = Cross sectional area of bulb in FP


= 0 (Tidak memakai bulb)
Sapp = luasan dari daerah tonjolan (kemudi, boss dan propeller).

 Perhitungan Koefisien Tahanan Gesek (CF)


Langkah berikutnya adalah penentuan angka Reynold dan angka Froude. Data yang
diperlukan untuk menghitung angka-angka ini meliputi kecepatan kapal (v atau Vs), panjang
garis air kapal (Lwl), grafitasi (g), dan koefisien viskositas kinematis (v). Data tersebut kita
masukkan dalam rumus:

Rn = v . Lwl / υ
υ = Kinematic viscosity
= 1.18831 . 106 m/s2
Fn = v / (g . Lwl) 1/2
Selanjutnya, dari data perhitungan tersebut dapat ditentukan besarnya koefisien gesek (CF),
yang dapat dinyatakan dengan rumus sebagai berikut:
CF = 0,075/(log Rn - 2)2

 Perhitungan Koefisien Faktor Bentuk (1+k)


Setelah menentukan besarnya Koefisien Tahanan Gesek, maka langkah berikutnya
adalah menentukan Koefisien Bentuk. Dalam buku Principles of Naval Architecture, vol.
II, hal. 91 diberikan rumusan baku dari perhitungan Koefisien Bentuk (1 + k), yaitu:
1+k = 1 + k1 + [ 1 + k2 – (1 + k1)] . Sapp/Stot
dimana :
1 + k1 = 0,93 + 0,4871.c.(B/L)1,0681.(T/L)0,4611.(L/LR)0,1216 .(L3/∇)0,364 .(1–CP)-0,6042.

Selanjutnya dapat ditentukan besarnya L/LR yaitu dengan cara memasukkan nilai-nilai yang
kita peroleh pada perhitungan sebelumnya kedalam rumus berikut:

L/LR = (4.CP – 1)/(1 – CP + 0,06.CP.LCB)

Dengan memasukkan data tersebut akan diperoleh besarnya notasi dari (1 + k1), yaitu sebesar:
14
1 + k1 = 0,93 + 0,4871.c.(B/L)1,0681.(T/L)0,4611.(L/LR)0,1216(L3/V)0,364(1–CP) -0,6042.
Setelah itu, kita menentukan besarnya kostanta c yang menunjukkan fungsi dari bentuk
buritan atau stern kapal. Menurut buku Principles of Naval Architecture, vol. II, hal. 91:
c = 1 + 0,011. Cstern
cstern = -25, untuk pram dengan gondola
cstern = -10, untuk potongan bentuk V
cstern = 0, untuk bentuk potongan normal
cstern = +10, untuk potongan bentuk U dengan stern Hogner
Untuk nilai dari (1 + k2), sesuai dengan data yang ada dalam Tabel 25 buku PNA Vol.2, hal.
92, merupakan fungsi dari tipe tonjolan atau tambahan pada badan kapal, adalah sebagai
berikut:

 Perhitungan Koefisien Tahanan Udara (CA)


Tahapan berikutnya adalah menentukan nilai dari Koefisien Tahanan Udara
yang dilambangkan dengan notasi CA , yang dapat dicari dengan persamaan
dibawah ini:

 untuk T/LWL > 0,04


CA = 0,006 (LWL + 100)-0,16 – 0,00205
 untuk T/LWL < 0,04
CA = 0,006 (LWL + 100)-0,16 – 0,00205 + 0.003 (LWL/7.5)0.5 CB4 C2 (0.04 –
T/LWL),

15
 Perhitungan Koefisien Tahanan Gelombang ( RW/W )
Setelah melakukan perhitungan tahanan gesek dan udara maka langkah, selanjutnya adalah
menentukan besarnya nilai Koefisien Tahanan Gelombang dari kapal. Besar nilai tersebut
dapat diperoleh sesuai dengan rumus pada Principles of Naval Architecture, vol. II hal. 92- 94
, sebagai berikut:
RW /W = C1 . C2 . C3 . em1Fn^d + m2 cos (λ . Fn-2)

Dimana :
Untuk kecepatan rendah [ Fn ≤ 0.4 ]

Dengan :
C4 = B/L untuk 0.11 ≤ B/L ≤ 0.25
d = 0.9
iE = Half angle of entrance at the load waterline

Ta = moulded draft at AP [ m ]
Tf = moulded draft at FP [ m ]
Ta & Tf = T [ m ]

Dengan :
γB = Effective bulb radius

i = Effective submergence of the bulb

Tf = Moulded draft at FP = T
hB = Height of the centroid of the area ABT above base line
= 85% D/2

Dengan :
AT = Immersed area of the transom at zero speed = 0
16
C5 = 8.0798.CP – 13.8673.CP2 – 6.9844.CP3 untuk Cp ≤ 0.8

C5 = 0.7301 – 0.7067 .CP untuk Cp ≥ 0.8

17
 Perhitungan Gaya Keatas pada Kapal atau Bouyancy ( W )
Salah satu unsur yang perlu dihitung dalam menentukan besarnya tahanan
total adalah gaya keatas yang ditimbulkan oleh fluida yang biasa dikenal dengan
sebutan Bouyancy. Besarnya gaya keatas tersebut di notasikan dalam W, dimana
rumusannya adalah sebagai berikut:
W = 1,025 . ∇ . g
Dimana:
W = Gaya keatas atau Bouyancy
∇ = Volume dari kapal
g = Grafitasi (9,81 m/s2)

 Perhitungan Tahanan Total Kapal ( RT )


Tahapan terakhir dalam penentuan besarnya Tahanan Total suatu kapal adalah
mensubtitusikan semua notasi yang kita peroleh dari perhitungan awal. Setelah
mendapatkan nilai dari notasi seluruhnya maka kita dapat menentukan besarnya
Tahanan Totalnya, yaitu dengan rumusan sebagai berikut:

Dimana:
ρ = massa jenis air laut
Daya efektif pada kapal dapat dicari dengan rumus ;
EHP = Rt x v
Dimana :
RT = Tahanan Total Kapal (KN)
v = Kecepatan Kapal (m/s)
Sehingga dengan memasukkannya ke dalam rumus akan didapatkan :
EHP = Rt x v (KW)

5.4 Penentuan Tipe Propeller


Harga relative rotative efficiency ηrr = 1,03
Harga hull efficiency ηh
w (wake fraction) = (0,5 . δ) – 0,05

18
t (thrust deduction fraction) = 0,6 . w

1−𝑡
ηh = 1−𝑤

Harga propeller efficiency ηp


𝑊0
S = 1−𝑡

Va = Vd (1 - w)

U = S . Va . 0,00677

Power coefficient
𝑈 0,5 .𝑁
Bu = 𝑉𝑎2,5

Harga Bu ditentukan dengan mengambil variasi harga putaran propeller N.


Namun yang digunakan adalah putaran propeller model.
Harga putaran N ditentukan sebagai berikut:
N propeller = 80, 90, 100, 110, 120, 130, 140, 150, . . .n RPM
N model = 97 % . N
Harga D ditentukan dari rumus:
𝛿0 .𝑉𝑎
D = 𝑁 𝑚𝑜𝑑𝑒𝑙 0,3048

Harga δ diambil sesuai dalam diagram Bu yang bersangkutan.


δ0 = 97 % . δ
Harga efisiensi propeller ηp, diambil sesuai dengan grafik.

Harga pitch propeller Ho/D, diambil sesuai dengan grafik.


Propeller yang dipakai adalah tipe B series, yaitu propeller dengan empat daun
B.4.40
Untuk mendapatkan dimensi propeller yang optimum, dibuatkan tabel
perhitungan dengan cara mengambil tiga atau empat tipe propeller yang ada
diatas. Tabel dibuat sebagai berikut:

19
TIPE N H0/D ɳp δ δ0 D
B 3.35 140 0,53 0,610 241 233,77 4,427362
B 3.50 150 0,53 0,580 251 243,47 4,303665
B 4.40 150 0,65 0,579 232 225,04 3,97789
B 4.55 140 0,7 0,549 225 218,25 4,133429

Dari hasil perhitungan diatas, diambil kesimpulan propeller yang memililki:


1. Efisiensi tertinggi.
2. Putaran Rpm terendah.
3. Diameter propeller yang paling mendekati diameter kapal dari ketentuan.
Dimensi propeller yang diambil, adalah yang mempunyai harga terbaik dari tabel
diatas. Propeller tersebut adalah :
Tipe : B.4.55
Putaran N : 140 rpm
Efisiensi ηp : 0,549
Diameter D : 4,133 m
Pitch Ho/D : 0,7
Bu : 24,78
δ : 225

 Pemeriksaan Terhadap Kavitasi


Kavitasi adalah peristiwa yang terjadi di alam dimana pada permukaan
daun propeller yang sedang berputar, timbul gelembung-gelembung udara yang
kemudian pecah. Pecahnya gelembung udara ini selalu disertai dengan kekuatan
yang cukup besar, yang pada akhirnya dapat membuat luka-luka kecil pada
permukaan daun propeller tersebut. Kavitasi selain dapat menurunkan kinerja
propeller, juga dapat membuat patahnya bagian propeller tersebut. Pemeriksaan
kavitasi dilakukan dengan menggunakan data kapal dan kemungkinan ketinggian
gelombang laut yang paling sering terjadi menerpa kapal tersebut.

Dari gambar Lines Plan didapatkan data sebagai berikut:


Sarat kapal T = 6,586 m
Tinggi poros propeller dari garis dasar E = 2,640 m

20
Tinggi gelombang diperhitungkan 0,75 % Lpp diatas sarat kapal
h’ = 0,75 % . Lpp
Water head diatas sumbu poros propeller
h = T - h’- E
Tekanan hydrostatic pada sumbu poros propeller
P0 = h’ . γair laut
Atmospheric pressure e = 10000 kg/m²
Mass dencity untuk air laut ρ = 1025 kg/m³ atau = 104,5 kg/dm³
Statistical pressure pada sumbu poros propeller
P = P0 + e
Angka kavitasi didapatkan dengan formula
𝑃
σ0 =
½ .ρ .Va

Perhitungan angka kavitasi ini perlu dibandingkan dengan peta kavitasi


sebagai berikut

Thrust propeller
THP adalah daya yang dikirimkan propeller ke air .
𝑊0 .𝑉𝑎
THP = 75

Pc = ηp . ηh . ηrr

21
𝐷𝐻𝑃 .75 .𝑃𝑐 .𝛾
S = 𝑉𝑎

Dari peta kavitasi diatas, untuk harga σ0 = 2,986 didapatkan harga 0,525
𝑆
FP = 0,525 .𝑃

Projected blade area Fp0 propeller terpilih B.4.55


Maka Fa = 0,55 . Fp
dimana: disc area Fp = π . ¼ .D²
diameter propeller terpilih D = 4,133
Fa = 0,55 . Fp
= 0,55 . π . ¼ .D²
= 0,55 . 3,14 . ¼ .4,133² = 7,375 m²

Fp0 = Fa (1,067 – 0,229) H0/D


= 7,375 (1,067 – 0,229 . 0,7) = 6,687 m²
Karena Fp0 > Fp, maka sesuai dengan kriteria kavitasi, propeller tidak mengalami
kavitasi. Perhitungan propeller memenuhi syarat. Bila ternyata hasil perhitungan
ini memenuhi syarat bahwa propeller tidak mengalami kavitasi, maka propeller
tersebut harus diperiksa terhadap kekuatannya.

5.5 Perhitungan Daya Mesin Induk


Setelah dimensi propeller didapatkan, maka ditemukan harga efisiensi propeller ηp
Harga relative rotative efficiency ηrr
Harga hull efisiensi ηh
Total propulsion efficiency Pc
EHP (Effective Horse Power)
𝐸𝐻𝑃
DHP = 𝑃𝑐

Untuk kapal ini posisi kamar mesin ada dibagian belakang. Karena antara
propeller shaft dengan kedudukan mesin utama cukup jauh, maka diperlukan
adanya intermediate shaft. Intermediate shaft ini disangga oleh dua buah bearing
yang mempunyai faktor gesekan terhadap shaft. Oleh karena itu diperlukan

22
adanya koreksi terhadap besarnya daya yang harus diterima propeller shaft dari
mesin utama sebesar 3 %. Maka besarnya daya mesin utama:
BHP’ = DHP + (3% . DHP)

Akibat cuaca buruk, ada kemungkinan sebagian dari propeller keluar masuk dari
permukaan air. Untuk menjaga agar putaran propeller selalu tetap, diperlukan
koreksi terhadap daya mesin utama sebesar 10 %. Dengan demikian besarnya
daya mesin induk menjadi:
BHP = BHP’ + (10% . BHP’)

Harga BHP ini digunakan sebagai pedoman untuk memilih mesin utama yang
akan digunakan dalam kapal ini. Mesin yang digunakan harus lebih besar dari
harga BHP yang didapatkan.

5.5 Software Maxsurf


Maxsurf for academic adalah software freeware dalam menganalis
pendesainan kapal yang dapat didownload langsung dari maxsurf provider
(formsys) dengan batas waktu yang ditentukan. Software ini satu paket dengan
hydromax, hull speed, seakeeper, workshop dan span. Pada maxsurf sendiri
digunakan untuk membuat lines plan dalam bentuk 3D, yang dapat
memperlihatkan potongan station, buttock, shear dan 3D-nya pada pandangan
depan, atas, samping dan prespektif. Selain digunakan untuk membuat lines plan
kapal juga dapat digunakan untuk membuat bentuk 3D-lain seperti: pesawat,
mobil dan produk industri lainya. Dasar pembuatan modelnya adalah Surface
yang merupakan bidang permukaan dan dapat dibuat menjadi berbagai bentuk
model 3D dengan jalan menambah, mengurangi, dan merubah kedudukan control
point. Pembuatan lines plan ini adalah merupakan bagian yang paling penting,
karena mengambarkan karekteristik kapal yang akan dibuat, sehingga bagian ini
harus dikuasai dengan baik.

23
5.6 Karakteristik Baling-Baling Kapal
Secara umum karakteristik dari baling-baling kapal pada kondisi open water test
adalah seperti yang direpresentasikan pada Diagram KT – KQ – J (lihat Gambar
4). Setiap tipe dari masing-masing baling-baling kapal, memiliki karakteristik
kurva kinerja yang berbeda-beda. Sehingga kajian terhadap karakteristik baling-
baling kapal tidak dapat di-generalised untuk keseluruhan bentuk atau tipe dari
baling-baling(Ir. Surjo W. Adji, 2005). Model persamaan untuk karakteristik
kinerja baling-baling kapal adalah sebagai berikut,

dimana :
KT = Koefisien Gaya Dorong (Thrust) Baling-baling
KQ = Koefisien Torsi Baling-baling
J = Koefisien Advanced Baling-baling
VA = Kec. Advanced dari fluida yg melintasi propeller disk
0O = Efisiensi Baling-baling pd kondisi open water
n = Putaran Baling-baling
D = Diameter Baling-baling
TProp = Gaya Dorong Baling-baling (Propeller Thrust)
QProp = Torsi Baling-baling (Propeller Torque)
D = Massa Jenis Fluida (Fluid Density)

24
Gambar 4 – Diagram Kt – Kq – J (Openwater Test )

25
VI METODE PENELITIAN

Gambar 6.1. Gambar Diagram Alir

26
6.1 Studi Literatur
Tahap ini, dilakukan proses literatur untuk dijadikan sebagai tinjauan
pustaka pada penelitian serta macam data yang diambil. Dalam hal ini yang
akan dijadikan sumber untuk tinjauan pustaka diambil dari skripsi,internet,
buku-buku penunjang pengujian, jurnal, serta para dosen pembimbing guna
untuk mengumpulkan data dan bahan yang dibutuhkan dalam melakukan
penelitian.
6.2 Pengumpulan Data
Pada tahap ini dilakukan persiapan sebelum pengambilan data dari Kapal
X ,data tersebut adalah mulai dari principle dimension, Lines plan . Data
tersebut membantu dalam proses melakukan perhitungan tahanan dan
simulasi.

6.3 Pembuatan Model Kapal


Pembuatan model badan kapal pada kali ini menggunakan software
maxsurf agar lebih mudah dengan bantuan lines plan. Model kapal ini
nantinya akan digunakan untuk proses simulasi tahanan.

6.4 Simulasi Terhadap Hull


Dalam proses mencari nilai tahanan pada hull penulis menggunakan dua
metode yaitu menggunakan metode simulasi dengan bantuan software maxsurf
dan menggunakan perhitungan dengan metode holltrop. Maka hasil dari kedua
metode tersebut nantinya akan dipilih salah satu yang lebih akurat untuk
sebagai acuan pehitungan pemilihan propeller dan main engine.

6.5 Perhitungan Pemilihan Propeller


Setelah dilakukanya perhitungan dan simulasi untuk mendapatkan nilai
tahanan tersebut maka selanjutnya akan dilakukan perhitungan dan pemilihan
propeller yang sesuai dan kemudian juga digunakan untuk perhitungan serta
pemilihan main engine.

27
6.6 Simulasi Engine Propeller Matching
Pada tahap ini penulis akan melakukan simulasi untuk mendaptkan
propeller yang sesuai dengan menggunakan software Hydrocomp Navcad.
Nantinya hasil dari perhitungan engine propeller matching akan di bandingkan
dengan hasil simulasi menggunakan Software Hydrocomp Navcad.

6.7 Analisa dan Pembahasan


Pada tahap ini penulis akan memberikan hasil serta pembahasan berupa
perhitungan dan grafik yang menunjukan berhasil dan tidaknya analisa
tersebut.

6.8 Kesimpulan
Memberikan uraian singkat tentang hasil analisa pengujian material yang
telah dilakukan pada bab sebelumnya serta perbandingan terhadap beberapa
variabel penelitian yang telah dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Ir. Surjo W. Adji, M. S. Ce. Fim. (2005). Engine-propeller matching. 1–31.

28
Sc, F., & Wibowo, H. N. (2017). Kajian Unjuk Kerja Mesin Induk Kapal Cepat
Pasca Re-Powering. (May).
Sholikhul, M. S. M. (2015. (2015). ANALYSIS OF ENGINE REPOWERING
EFFECT ON PROPELLER PENFORMANCE AND FUEL CONSUMPTION
OF KM . ORIENTAL SAMUDRA. (1).
Yudo, H., Studi, P., Perkapalan, T., Teknik, F., & Diponegoro, U. (2012). Engine
Matching Propeller Pada Kapal Untuk Mendapatkan Optimalisasi Pemakaian
Mesin Penggerak Kapal Dan Baling – Baling Sebagai Alat Pendorong Kapal.
Kapal, 4(1), 15–18. https://doi.org/10.12777/kpl.4.1.15-18
Zulqurna, R., Santoso, M., & Julianto, E. (n.d.). Analisa Pengaruh Variasi Bentuk
Buritan Kapal Terhadap Hambatan Total Pada Kapal Twin Screw Propeller
Menggunakan Metode CFD.

29

Anda mungkin juga menyukai