Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KERJA PRAKTIK

DIVISI REKAYASA TEKNIK


PT. KRAKATAU STEEL

BAB IV
PROSES PENGECORAN (CASTING) BAJA SLAB DAN QUALITY CONTROL
(DESTRUCTIVE DAN NON DESTRUCTIVE TEST)

4.1 Proses Pengecoran Baja Slab


Baja slab merupakan baja yang di hasilkan oleh pabrik slab steel plant. Ada
beberapa teknologi dalam proses peleburan baja, yaitu rute teknologi proses blast
furnace dan rute teknologi proses electric arc furnace. Teknologi proses electric art
furnace mempunyai fleksibilitas dalam pemakaian bahan baku dibanding rute proses
blast furnace, proses tersebut digunakan oleh PT Krakatau Steel. Electric arc
furnace atau dapur busur listrik adalah dapur peleburan logam dengan sumber panas
yang berasal dari energi listrik yang di alirkan melalui elektroda listrik dan gas
panas yang membara.
PT Krakatau Steel mempunyai dua pabrik slab baja yaitu: Pabrik Slab Baja-1
dan Pabrik Slab Baja-2. Pabrik Slab Baja-1 mulai dioperasikan pada th.1983
mempunyai kapasitas terpasang 1.200.000 ton slab baja per tahun. Pabrik tersebut
pada awal operasinya mempunyai peralatan utama sbb:
1. 4 (empat) unit Electric Arc Furnace (EAF) dengan kapasitas masing-masing
130 ton baja cair serta transformer 60/66 Mva.
2. 2 (dua) unit single-strand casting machine (CCM).
3. Pada tahun 1995 ada tambahan 2 unit Ladle Furnace (LF).

Pabrik Slab Baja-2 mulai dioperasikan pada th. 1994 mempunyai kapasitas
terpasang 800.000 ton slab baja per tahun, mempunyai peralatan utama sbb :
1. 2 (dua unit Electric Arc Furnace (EAF) dengan kapasitas masing-masing 130
ton baja cair serta transformer 92/98 Mva
2. 1 (satu) unit single strand casting machine (CCM)
3. 1 (satu) unit Ladle Furnace 130 ton
4. 1 (satu) unit RH-Vacuum Degassing
Slab Baja merupakan salah satu produk setengah jadi yang diproduksi oleh
PT.Krakatau Steel, didalam industri baja biasanya disebut Crude Steel. Produk ini

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
43
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

mempunyai bentuk permukaan empat persegi panjang yang mempunyai ketebal


200mm, format lebar 900 ~ 2000mm dan panjang 6000 ~ 12000 meter, dibuat
melalui rangkaian proses di unit Slab Steel Plant (SSP). Bahan baku yang digunakan
untuk membuat Slab Baja di PTKS terdiri dari; Besi Sponge atau Direct Reduction
Iron (DRI) yang dihasilkan Pabrik Besi Sponge dan Scrap dengan berbagai
campuran yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Proses pembuatannya dimulai dengan memasukkan bahan baku berupa DRI dan
Scrap kedalam EAF (Electric Arc Furnace) untuk dilebur menjadi baja cair.
Selanjutnya baja cair yang dihasilkan dituang kedalam ladle yang telah disiapkan
dan dikirim ke Unit LF ( Ladle Furnace ) untuk diatur komposisi kimianya sesuai
yang diinginkan. Untuk membuat spesifikasi produk baja khusus seperti grade low
carbon, maka baja cair tsb perlu diproses lanjut di RH Vacuum Degasser untuk
menurunkan kadar unsur tertentu seperti C ( dekarburisasi ), H ( dehidrogenisasi ),
N ( denitrogenisasi ). Selanjutnya baja cair diproses di Continous Casting Machine
untuk dicor secara kontinu untuk menghasilkan slab baja.
Produk slab baja tersebut akan dilakukan proses lanjut di Pabrik Pengerolan baja
Lembaran Panas ( Hot Strip Mill ) sebagai bahan baku memproduksi Baja
Lembaran Panas ( Hot Rolled Coil ). Diagram proses Pabrik Slab Baja seperti dalam
gambar 1.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
44
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.1 proses produksi SS

4.1.1 Peleburan Baja di Electric Arc Furnace

Gambar 4.2 electric arc furnace

1. Bahan Baku
Pada proses peleburan di dapur Electric Arc Furnace (EAF) bahan baku
yang digunakan adalah :
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Universitas Mataram
45
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

1. Besi Sponge.
Besi sponge yang digunakan berasal dari pabrik besi sponge dengan proses
reduksi langsung.
2. Scrap.
Scrap merupakan besi-besi tua yang komposisinya sebagian besar dari Fe,
scrap dikelompokan atas beberapa sumber :
a. Home scrap.
Home scrap merupakan sisa hasil produk dari pabrik PT. Krakatau
Steel sendiri, yaitu bahan yang terbuang selama operasi karena tidak
memenuhi spesifikasi, misalnya potongan billet, slab, coil, dan lain-lain.
Home scrap merupakan jenis scrap terbaik karena komposisinya sudah
diatur terlebih dahulu.
b. Scrap-lokal.
Scrap lokal merupakan sisa hasil dari industri logam atau bahan-
bahan bekas logam yang berasal dari dalam negeri tetapi diluar PT.
Krakatau Steel.
c. Scrap Import.
Scrap Import merupakan scrap yang diimport dari luar negri. Scrap
import ini berkisar 80% dari seluruh konsumsi scrap di SSP.

3. Lime Stone (batu kapur)


CaCO3 ↔ CaO + CO2
CaO berfungsi sebagai fluks pembentuk slag (pengotor) dan mengikat
unsur-unsur pengotor seperti SiO2, MnO, S, dan P. Lapisan fluks (slag) ini
juga melindungi baja cair dari oksidasi langsung dengan udara.
Penambahan lime stone dapat di lakukan bersamaan dengan bahan baku
logam. Batu kapur yang ideal memiliki kandungan CaCO3 sebesar 95%
dengan kandungan S< 0,10%, porositas 1 ~ 5 dan ukuran 12,5 cm.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
46
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

4. Bahan – bahan lain.


Bahan – bahan lain terdiri dari preparasi dapur yang berupa bata tahan
api, bahan pelumas, pasir untuk menutupi bagian tertentu, dan yang lainnya
yang digunakan sebagai alat bantu pada waktu tapping (penuangan)

4.1.2 Bagian – bagian dari dapur


Secara garis besar dapur terdiri dari beberapa bagian meliputi :
1. Badan dapur bagian luar (Furnace Shell).
Furnace shell, terluar dari dapur yang berbentuk silinder dan terbuat dari
plat baja yang disambung dengan pengelasan (welding). Pada furnace shell ini
terdapat bagian slag door tempat keluarnya slag yang kemudian ditampung
dalam slag pot dan tap hole tempat mengeluarkan baja cair yang mengalir
yang melalui saluran penuangan (tapping spout). Posisi kedua bagian tersebut
diatas yakni slag door dan tap hole adalah berlawanan arah.
2. Roof.
Roof adalah tutup dapur bagian luar yang terbuat dari plat baja, bisa
dibuka dan ditutup dengan cara menggeser kesamping. Pada roof ini terdapat
beberapa lubang untuk electrode, off-gas main ducting dan material feeding.
Gerakan membuka roof ini disebut swaging yang pergerakannya digerakkan
oleh silinder hidrolik.
3. Gear (gigi penggerak).
Gear berfungsi untuk menggerakan atau menunggingkan badan dapur
sehingga dapur bisa melakukan aktivitas untuk membuang slag dan menuang
baja cair ke ladle. Tenaga untuk menggerakan sistem tersebut berasal dari
hidrolik sehingga dapat dihasilkan pergerakan yang halus.
4. Elektroda Karbon dan elektroda holder.
Elektroda Karbon terbuat dari grafit dan dapat menghasilkan arus listrik
yang dapat dikonversikan menjadi energi panas yang tinggi. Ukuran dari
elektroda tergantung dari kapasitas dapur. Elektroda dapat disambung satu
dengan yang lain melalui nipple pada ujung-ujungnya. Penyangga elektroda

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
47
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

terdiri dari tiang-tiang penyangga (electrode coulumn) dan lengan penyangga


(electrode arm). Diujung lengannya terdapat penjepit untuk menjepit
elektroda. Tiang dan lengan penyangga tersebut dapat bergerak naik dan turun
serta kesamping secara mekanik.

5. Batu tahan api (refraktori).


Batu tahan api yang digunakan pada dapur di SSP adalah bata tahan api
basa, yang sebagian besar terdiri dari MgO kurang lebih 80 % dan sisanya
alumina dan unsur – unsur lain. Penggunaan bata tahan api yang bersifat basa
ini sesuai material pengikat yaitu CaO yang bersifat basa. CaO yang bersifat
basa ini mampu mengikat unsur – unsur Phospor (P) dan Sulfur (S) yang
bersifat asam sehingga penggunaan CaO efisien hanya untuk mengikat
pengotor yang bersifat asam menjadi terak tanpa kecuali dengan bata tahan
api.
Pemilihan material refraktori dilakukan berdasarkan aspek mekanisme,
kimia maupun fisika pada bagian – bagian tertentu dari dapur. Syarat – syarat
refraktori yang harus diperhatikan adalah :
 Tahan terhadap reaksi kimia dengan baja cair dan slag pada temperatur
tinggi
 Tahan terhadap kerusakan dan keausan mekanik dengan baja cair dan
slag.
 Tahan terhadap radiasi.
 Tahan terhadap perubahan panas yang cepat.

4.1.3 Peralatan pendukung


Berfungsi sebagai penunjang dalam operasi. Peralatan pendukung ini terlibat
langsung dalam proses peleburan baja. Peralatan ini terdiri atas:
1. Ladle
Ladle merupakan tempat penampungan baja cair juga sebagai tempat
dilakukannya rinsing ( pengadukan ) dan alloying ( pemaduan ).
2. Slag pot.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
48
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Slag pot merupakan tempat penampungan slag yang dikeluarkan dari dapur.

3. Mesin injeksi grafit.


Mesin injeksi grafit berfungsi menyemprotkan grafit kedalam dapur bila
komposisi masih memerlukan karbon atau juga untuk pembuatan slag
membuih (foamy slag).
4. Mesin injeksi oksigen.
Mesin injeksi oksigen berfungsi untuk menyemprotkan oksigen ke dalam
dapur apabila kadar karbon kelebihan dan untuk mengoksidasi unsur agar
proses peleburan lebih cepat.
5. Gunning machine.
Gunning machine berfungsi untuk menyemprotkan material refraktori (
gunning material ) selama preparasi dinding dapur.
6. Sistem dedusting .
Sistem dedusting adalah suatu sistem yang berfungsi untuk membuang debu
agar aman rehadap lingkungan. Hal ini sesuai dengan program pemerintah
yaitu program hijau yang mengharuskan suatu pabrik aman terhadap
lingkungan sekitarnya. Ada beberapa bagian dari sistem Dedusting yaitu :
a. Water Elbow
Merupakan alat untuk mengekstraksi atau mengambil gas dan debu dari
dalam furnace. Alat ini berbentuk pipa dengan sudut belokan 90o yang
dindingnya terbuat dari tube – tube untuk sirkulasi air pendingin untuk
mendinginkan suhu gas tersebut.
b. Water Cooled Duct
Merupakan lanjutan dari Water Elbow, mempunyai fungsi yang sama
yaitu menyalurkan gas dan debu dari furnace ke sistem pengolahan
limbah serta menurunkan suhu dari gas tersebut.
c. Unjacket Hot Gas Duct
Pipa yang terbuat dari baja dimana pada dindingnya tidak terdapat tube –
tube untuk sirkulasi pendinginan air berfungsi menyalurkan gas dan debu
dari Water Cooled Duct menuju Force Draught Cooler.

d. Force Draught Cooler


Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Universitas Mataram
49
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Alat ini berfungsi untuk mengalirkan udara dari atmosfer kedalam saluran
Dedusting apabila temperatur gas masih diatas batas yang diperbolehkan
untuk memasuki Bag House Filter. Pada alat ini terdapat Fan yang
disusun bersamaan dengan sensor temperatur.
e. Fan Utama
Fan utama ini berfungsi sebagai penghisap utama gas dan debu buangan
pada setiap furnace. Fan ini terletak diluar bangunan pabrik agar tidak
menganggu kinerja dari furnace itu sendiri. Fan ini digerakkan oleh
motor, karena bekerja pada putaran tinggi alat ini juga dilengkapi sistem
sirkulasi pendingin oli pada bearing.
f. Baghouse Filter
Merupakan susunan dari beberapa filter – filter sehingga berbentuk
rumah. Baghouse ini terdiri dari 6 kompartemen tersusun atas satu baris
masing – masing kompartemen terdiri dari 264 kantong filter dengan
diameter 300 mm dan tinggi 10360 mm. Sistem pembersihan debu yang
menempel di filter dengan reverse air fan yaitu penembakan dengan
pneumatic ( udara bertekanan ) kemudian jatuh pada dust hopper.
Temperatur udara masuk filter tidak boleh melebihi 50oC karena filter
yang terbuat dari polyester akan terbakar.

4.1.4 Proses-proses yang terjadi selama proses peleburan


Tahap – tahap yang dilakukan di dapur EAF adalah sebagai berikut :
1. Preparasi.
a. Pemeriksaan perawatan dan perbaikan dari bagian – bagian dapur.
b. Pemeriksaan roof
c. Pemeriksaan dan perbaikan lubang penuangan
d. Pemeriksaan saluran penuangan
e. Mengatur panjang elektroda dan mengganti elektroda bila patah.
f. Pemeriksaan slag door dan slag line.
g. Pemeriksaan instalasi listrik dan peralatan mekanik lainnya.
2. Charging
Ada dua macam cara charging yang dilakukan di SSP, PT. Krakatau Steel,
yaitu convensional feeding dan continuous feeding. Convensional feeding

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
50
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

adalah proses pengumpanan dengan menggunakan bucket dimana


pengumpanan ini biasa untuk scrap maupun besi sponge. Pengumpanan
dilakukan dengan bucket yang dituangkan ke dalam furnace dengan bantuan
bridge crane. Continuous feeding, dilakukan melalui belt conveyor untuk
material seperti besi sponge, kapur bakar yang dilewatkan melalui lubang pada
tutup dapur. Continuous feeding dimulai setelah 40% material pada waktu
pemasukan pertama melebur. Kecepatan untuk continuous feeding dikontrol
secara otomatis berdasarkan temperatur baja cair. Untuk proses
pengumpanannya adalah sebagai berikut :
3. Melting
Setelah charging selesai maka elektroda diturunkan ke umpan didalam EAF
(borring). Kemudian dilakukan hubungan listrik dengan sistem kontak bintang
yang akan mengakibatkan nyala busur keumpan yang berasal dari ujung
elektroda.. Nyala busur terjadi akibat adanya partikel gas yang terdisosiasi
diantara elektroda.
4. Refining.
Dalam tahap ini biasanya dilakukan eliminasi elemen – elemen yang tidak
dikehendaki yaitu Phosphor (P), Sulfur (S), dan gas – gas lain, demikian pula
komposisi kimia dan temperature juga harus diatur. Selain itu dalam tahap ini
juga dilakukan foamy practice dengan injeksi grafit untuk meningkatkan
perolehan baja cair.
5. Pouring (penuangan) / Tapping
Pouring adalah proses penuangan baja cair dari dalam dapur ke ladle. Proses
ini dilakukan dengan memiringkan dapur. Gerakan miring dari dapur ini
dilakukan dengan bantuan silinder hidrolik pada kedua sisi samping furnace. :

4.1.5 Secondary Metallurgi di Ladle Furnace


4.1.5.1 Proses-proses yang terjadi pada Ladle Furnace
Proses diladle furnace bertujuan untuk :
1. Homogenitas temperatur dan komposisi kimia baja cair.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
51
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

2. Koreksi akhir komposisi kimia untuk mencapai spesifikasi yang diinginkan


3. Pengaturan temperatur target sebelum dikirim ke continues casting.
4. Mendapatkan komposisi slag yang baik
Proses yang dilakukan di ladle furnace adalah meliputi :
1. Pengadukan (stirring) yang bertujuan untuk melarutkan dan
mendistribusikan alloy, additive dan deoksidan untuk mendapatkan
komposisi kima baja yang homogen dan juga homogenisasi temperature dan
kebersihan baja. Pengadukan dilakukan dengan menginjeksikan gas Ar dari
bottom melalui poros plug sehingga baja teraduk.
2. Pemanasan, bertujuan untuk memanaskan baja cair dengan mengatur
temperatur berdasarkan grade-baja yang dibuat serta meningkatkan stabilitas
baja cair.
3. Pengukuran temperature, bertujuan untuk mengetahui temperature baja cair
guna mengatur proses desulfurisasi, alloying dan deoksidasi. Selain itu
pengukuran temperature juga dilakukan sebagai acuan dari pergerakan dari
telescopic wire feeding.
4. Pengukuran ppm oksigen, dilakukan dengan tujuan mengetahui
kandungan/aktivitas oksigen dalam baja cair.
5. Proses alloying, dilakukan dengan tujuan mendapatkan komposisi kimia baja
cair sesuai target. Proses alloying dilakukan pada saat refining atau juga pada
saat baja sudah berada di ladle. Penambahan alloying didalam ladle
dilakukan dengan tujuan menghindari terjadinya reaksi didalam ladle dan
untuk memaksa keluar gas-gas yang bereaksi. Perhitungan kebutuhan alloy
secara manual adalah :
Alloy (kg) = 10 x TLS tapping x %A x %B x %C
(A) = Kandungan unsure dalam baja yang diinginkan.
(B) = Kadar unsur dalam alloy.
(C) = Efisiensi unsur dalam alloy.
6. Pengambilan sample, dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui analisa
kima baja cair secara tepat dan representative. Cara pengiriman ke
laboratorium adalah dengan menggunakan sistem pneumatic tube.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
52
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.3 laddle

4.1.5.2 Peralatan Pada Ladle Furnace


Adapun peralatan – peralatan yang digunakan untuk menunjang proses pada
Ladle Furnace adalah :
1. Silinder Hidraulik
Ada 3 fungsi dari silinder hidrolik pada ladle furnace. Yang pertama
digunakan untuk mengangkat dan menurunkan roof dari ladle furnace
ketika proses akan dilaksanakan ataupun proses telah selesai, terdapat tiga
buah cylinder hidraulic. Yang kedua untuk digunakan untuk menaikkan dan
menurunkan tiga buah elektroda, masing – masing digerakkan oleh satu
buah cylinder hydaulic. Yang ketiga digunakan untuk menjepit elektroda
tersebut.
2. Conveyor
Digunakan untuk mengangkut material yang dibutuhkan pada proses ladle
furnace.

3. Dedusting
Sama seperti pada Electric Arc Furnace fungsi dari dedusting adalah untuk
mengolah gas dan debu yang dihasilkan pada proses ladle furnace.
4. Ladle Transfer Car
Berfungsi untuk mengangkut ladle setelah penuangan dari EAF untuk di
proses pada ladle furnace.

4.2 Proses Pengecoran Di Continous Casting Machine

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
53
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.4 skema continues casting machine

Continous casting adalah proses pengecoran logam kedalam mould dari ladle
sehingga terbentuk slab baja secara kontinu dimana proses pencetakan baja cair
berlangsung secara terus menerus sampai baja cair habis. Dengan mengunakan
metode ini akan mendapatkan tingkat produktifitas yang tinggi juga ditujukan untuk
mendapatkan kualitas baja yang baik,khususnya untuk baja dengan karbon rendah.
Dalam proses casting yang perlu diperhatikan adalah bagaimana caranya
mendapatkan kualitas bentuk slab sesuai keinginan dengan kualitas permukaan dan
internal yang baik. Proses pencetakan baja cair menjadi batang baja yang dikenal
dengan slab baja. Mesin continous casting terdiri atas beberapa bagian yaitu :
1. Mould, yaitu alat untuk membentuk atau mencetak baja cair menjadi slab yang
lebarnya bervariasi (800 mm – 1400 mm) dan tebalnya tetap (200 mm). pada
bagian dalam mould (narrow side, loose side maupun fixed side) terdapat sistem
pendingin tertutup (primary cooling).
2. Cooling chamber / daerah pendingin stand, merupakan ruang pendingin tertutup
yang terdiri atas zone-zone 1 sampai 7 dimana :
- Zone 1 : lateral strand guide dan foot roll
- Zone 2 : bender bagian atas,
- Zone 3 : bender bagian bawah

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
54
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Bender zone terdiri dari 25 roll fixed side, 15 roll side dengan
masing-masing diameternya adalah 150 mm dan roll pitch 181 mm
yang berfungsi untuk menahan dan mengarahkan strand dari posisi
vertikal ketika keluar dari mould ke posisi radius dibawah segmen.
- Zone 4 : Casting bow segmen 1
- Zone 5 : Casting bow segmen 2
- Zone 6 : Casting bow segmen 3 dan 4
Casting bow segmen terdiri atas 4 segmen masing-masing segmen
terdiri atas 8 roll fixed side, 8 roll loose side dan 1 driven roll pada
sisi loose side yang berfungsi untuk menahan, mengarahkan dan
menarik strand antara bending dan straightening zone dan untuk
mendapatkan juga memasukkan DBH (Dummy Bar Head) pada saat
preparasi casting.
- Zone 7 : Straightener dan horizontal segmen
Straightener zone segmen terdiri atas 2 segmen masing-masing
terdiri atas 6 roll fixed side, 6 roll loose side, dan masing-masing
mempunyai 1 driven roll di fixed side dan loose side yang berfungsi
untuk menahan, mengarahkan dan menarik strand dari posisi radius
horizontal dengan seminimal mungkin terjadi strand interface dan
memasukkan DBH pada saat preparasi casting.
Horizontal strand guide segmen terdiri atas 5 segmen, masing-
masing terdiri atas 6 roll fixed side, 6 roll loose side dan masing-
masing 1 driven roll di fixed side dan loose side yang berfungsi
untuk menahan dan mengarahkan dan menarik strand membeku
sempurna, dan juga memasukkan DBH pada saat preparasi casting.
Sistem pendingin yang dipakai adalah system air mist (campuran
dengan rasio tertentu antara air dan udara) yang disemprotkan
melalui nozzle langsung ke permukaan strand.
3. Ladle untuk menampung baja cair dari LF.
Ladle mempunyai kapasitas 130 ton
4. Nozzle Ladle slide gate, untuk mengatur aliran baja cair dari ladle ke tundish

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
55
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

ladle turret, untuk mentransfer atau memutar ladle dari posisi casting bay ke
posisi casting.
5. Tundish, untuk menampung baja cair dari ladle sebelum baja cair mengalir
kedalam mould melalui pouring tube. Tundish mempunyai kapasitas 20 ton
6. Tundish car, yaitu dudukan tundish yang digunakan untuk mentransfer tundish
dari posisi preheating ke posisi casting dan sebaliknya juga mengatur posisi
tundish sehingga posisi pouring tube dapat diatur kelurusan dan kedalamannya
di mould.
7. Pemanas tundish, untuk memanaskan tundish sampai 900-1000oC bahan bakar
yang digunakan adalah gas alam dan udara. Komponen utama alat ini adalah
burner dan blower udara.
8. Pemanas pouring tube, digunakan untuk memanaskan pouring tube. Terdiri dari
pipa baja dengan diameter 200 mm dilapis refraktori pada bagian dalamnya
dengan panjang sekitar 700 mm terbagi menjadi dua bagian sama besar,
dilengkapi engsel pada salah satu sisinya sehingga bias dibuka dan ditutup.
Bahan baker yang digunakan untuk memanaskan adalah gas alam.
9. Slag box / emergency box, untuk menampung overflow baja cair dari tundish
pada saat casting.
10. Runner, untuk menampung baja cair dari ladle bila terjadi nozzle ladle bocor dan
diputar dari posisi casting ke posisi emergency.
11. Crop box, untuk menampung first crop dan end crop.
12. Unit dummy bar, terdiri atas rantai dan DBH, digunakan untuk menyumbat
mould pada awal casting dan juga untuk menaruh strand baja panas keluar dari
mould sampai keluar dari cooling chamber.
13. Dummy bar storage, alat ini merupakan dudukan dummy bar setelah terlepas
dari hot strand dan alat ini disimpan selama proses casting atau apabila tidak ada
casting.
14. Crane, alat untuk handling.
15. Oksigen injector, untuk menginjeksi nozzle ladle jika baja cair tidak mengalir
dari ladle.
16. Emergency cutter, untuk memotong strand secara manual. Jika mesin potong
tidak bekerja maka mesin ini yang digunakan, bahan bakar yang digunakan
adalah gas alam dan oksigen. Alat ini ditempatkan di area mesin potong terdiri
atas torch sepanjang 3,9 m, selang oksigen dengan diameter 0,75 inchi dan
selang gas alam dengan diameter 0,5 inchi dan panjang 24 m.
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Universitas Mataram
56
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

17. Blender potong, untuk persiapan casting seperti memotong pipa ¼ inchi fishing
slag rod dan membersihkan rug ladle shroud.
18. Emergency ladle, untuk menampung baja cair pada keadaan emergency misal
slide gate ladle tidak bisa ditutup/bocor dan ladle bocor.

Gambar 4.5 pemotongan slab di continues casting mamachine

4.3 Quality Control Pada proses pembuatan Baja Slab


PT. Krakatau Steel memiliki berbagai macam divisi yang di bentuk untuk
menunjang kelancaran proses produksi. Divisi Laboraturium Mekanik dan
Pengendalian kualitas adalan divisi yang menangani proses Quality Control proses
produksi PTKS. Quality Control adalah proses untuk pengecekan kualitas baja yang
di produksi oleh PTKS. Quality Coontrol adalah proses yang di lakukan untuk
megeluarkan sertifikat produk yang di berikan kepada konsumen sebagai jaminan
bahwa produk yang di produksi sesuai dengan yang di inginkan oleh konsumen.
Proses Quality Control mulai di lakukan pada saat penentuan komposisi produk
(baja) yang akan di buat. Dalam proses pengendalian kualitas, terdapat berbagai
macam proses yang di antaranya Destructive dan Non Destructive Test yang akan di
paparkan sebagai berukut.

4.3.1 Destructive Test


Pengujian merusak atau Destructive test merupakan pengujian yang di
lakukan untuk mengetahui kekuatan yang di miliki oleh produk baja yang di
hasilkan oleh PTKS. PTKS sendiri menggunakan standard produk sesuai dengan

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
57
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

produk pesanan konsumen yang antara lain standard JIS, ASTM, BRITISH, dan
untuk produk dalam negeri di gunakan SNI ( Standad Nasional Indonesia).proses
pengambilan sampel uji di lakukan petugas lapangan dalam satu kali Heat atau
satu kali proses peleburan furnace. Proses pengambilan sampel juga dapat di
lakukan dalam tiap 50 ribu ton baja yang di hasilkan.sampel uji di tentukan pula
berdasarkan nomor kelahiran baja.
Uji destructive meliputi uji tarik, uji charpy (Impact), uji tekuk, dan uji
kekerasan (Hrdness). Pengujian ini di awali dengan pengambilan sampel produk
yang akan di uji kemudian sampel tersebut akan di bentuk sesuai dengan standard
yang di gunakan. Setelah sampel uji di bentuk oleh bagian preparasi, maka
peengujian di lakuka oleh bagian tester. Setelah data pengujian di dapat, kemudian
data tersebut di input ke dalam computer mechanical test, lalu data tersebut di olah
dan dip roses. Jika pengujian pertama di anggap gagal, maka pengujian kedua di
persiakan. Hal ini di lakukan untuk menghindari tejadinya human error saata
pengambilan data pengujian. Bila pengujian kedua di anggap belum memuaskan,
maka di lakukan Resampling dan bila hasil pengujian yang di lakukan masih tetap
sama yaitu tidak sesua dengan standard produk pemesanan, maka produk yang
sudah di produksi di anggap gagal dan tidak dapat di pasarkan agar tidak terjadi
complain konsumen.bila produk di anggap gagal, akan di lakukan riset ulang dari
awal pembuatan komposisi kimia produk sampai proses produksi dan produk yang
di anggap gagal atau cacat akan di simpan dalam gudang produk atau di pasarkan
dalam negeri. Hal ini di lakukan agar proses produksi tetap berjalan lancar dan
produk tidak terbuang sia-sia.
4.3.2 Non Destructive Test
Uji Tidak Merusak (NDT) adalah suatu cara pengujian yang tidak akan
merusak/mempengaruhi kemampuan atau kegunaan dari suatu
komponen/peralatan. Uji tidak merusak ini mampu untuk mengukur atau
mengevaluasi ketidaksempurnaan suatu material, serta untuk mengetahui kondisi
geometrisnya sebelum atau sesudah peralatan dioperasikan pada jangka waktu
tertentu. Cacat pada produk biasanya tidak dapat di ketahui seluruhya hanya
dengan pemeriksaan secara fisik. Untuk mencegah terjadinya kegagalan produksi,

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
58
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

perlu dilakukan pemeriksaan secara non destructive atau tidak merusak produk
yang di hasilkan.

4.3.2.1 JENIS-JENIS NDT


Metode NDT yang sudah baku dan umum digunakan terdiri dari :
a) Pemeriksaan Kondisi Permukaan
1. Visual Check
2. Ultrasonic Test
3. Eddy Current
4. Industrial X-ray & gamma-ray
b) Pemeriksaan Kedalaman cacat
1. Potential Probe Test

1. Visual Check
Teknik pemeriksaan visual check adalah pemeriksaan langsung dengan
indra penglihat tanpa menggunakan peralatan khusus untuk memperjelas
adanya indikasi suatu cacat.

Gambar 4.6 Metode Visual Check

 Evaluasi Indikasi
Evaluasi indikasi diperlukan untuk menentukan lokasi diskontuinitas
(dipermukaan atau di bawah permukaan) dan jenis diskontuinitasnya.
Diskontuinitas dapat secara makro digolongkan menjadi :
1. Diskontuinitas permukaan, pola indikasinya tajam dan rapat.
Khususnya untuk retakan yang halus dan rapat.
2. Diskontuinitas di bawah permukaan, indikasinya tidak begitu jelas,
polanya lebih acak.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
59
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

POLA
No DISKONTUINITAS PENJELASAN
INDIKASI
DISKONTUINITAS
Terjadi saat proses furnace
PRODUK

Tidak tegas,
bergerigi dan
a) Inklusi
bentuknya tidak

1. beraturan
Yang dapat dideteksi pada dekat
b) Porositas
permukaan
c) Shrinkage-crack Akibat pendinginan yang tidak
(cacat sudut) benar
d) Incomplete fusion
Akibat pengisian bahan yang tidak Polanya lemah,
(pengisian tidak
penuh tidak jelas
penuh)
e) Retak Bisa terjadi di seluruh bagian
Bahan non-logam (oksida sulfide)
ada pada billet/ingot. Ada pada
INKLUSI
jenis baja tertentu, sejajar dengan
arus butir
Lurus dan
2.
Relative
Titik lelehnya lebih rendah
a) Non metal panjang, baik
daripada billet
putus-putus
maupun kontinu
b) Non plastic Tetap padat ketika billet meleleh Lebih lebar
Berjajar pendek-
Distribusi elemen paduan secara
3. SEGREGASI pendek dan
tidak merata
halus
Karena jauh di
Rongga yang memusat terbentuk
dalam, tidak
4. PIPING pada saat casting akibat kurangnya
dapat diamati
logam panas yang tersedia
(dg. MPI)
5. MIKROPOROSITAS Terbentuk waktu pendinginan Ada pada bahan

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
60
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

logam, bergabungnya bentuk-


non besi. Tak
bentuk cabang membentuk lubang-
dapat diamati
lubang kecil. Ada pada bahan non
(dg. MPI)
besi
Terperangkapnya gas selama Di bawah
pemadatan menghasilkan permukaan :
6. POROSITAS lubang/pori-pori yang halus disebut lebar, tersebar,
porositas (bila di dalam bahan) atau dan arahnya tak
hole (bila di permukaan) tertentu
Terjadi bila pendinginan tidak
merata selama casting, sehingga
Garis-garis
sebagian bahan mulai menyusut
7. HOT TEARS bergerigi dan
sementara sebagian lain masih
berkelompok
panas sehingga permukaan bahan
terobek
Bila penuangan lelehan logam pada
cetakan terlalu cepat. Logam akan
8. COLD SHOTS memercik. Pada saat pendinginan
mengakibatkan bagian-bagian yang
tidak penuh.
Cacat-cacat yang melebar ketika
proses rolling yang berasal dari Tajam, lurus,
9. SEAM
retak/tears, panjang, lurus, sejajar dan halus
dengan sumbu longitudinal
10. LAPS
Tajam, tipis,
Rongga yang berkembang pada
terkelompok
temperature proses tertentu (roll,
11. BURST (garis-garis agak
forging). Rongga sejajar dengan
bergarigi) dan
butiran-butiran
kecil
12. MACHINING Terjadi akibat alat potong kurang Garis-garis
TEARS tajam atau terlalu banyak logam pendek, tidak
yang dipotong untuk satu kali kerja. beraturan

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
61
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Jenis cacat permukaan


Heat treating dapat menimbulkan
Tajam, tipis,
internal stress, khususnya pada
garis-garis
daerah yang penampang
pendek,
HEAT TREAT permukaannya lain. Bila internal
13. bergerigi,
CRACK stress cukup besar akan
terkelompok
menimbulkan cacat bahan
membentuk
(memecah) yang disebut cacat heat
sederet kurva
treat
Penggerindaan dapat menyebabkan
over heating pada permukaan,
menimbulkan cacat pada arah arah
Orientasinya
14. GRINDING CRACK gerinda berbentuk goresan-goresan
tidak tentu
kecil yang dangkal. Akar cacat
sangat tajam seperti takik. Jenis
cacat permukaan.
Terjadi bila ada tekanan residu pada
PLATING/ETCHING proses sebelumnya, bila daerah
15.
CRACK tersebut dilapisi, tekanan tersebut
akan menyebabkan lapisan retak

Tabel 4.1 Jenis-jenis Diskontuinitas dan Hubungannya dengan Pola Indikasi

2. Uji Ultrasonik (Ultrasonic Test)


Seperti halnya pemeriksaan kondisi permukaan, suatu material perlu
juga diketahui kondisi bagian dalamnya. Kondisi bagian dalam suatu
material merupakan hal yang paling sulit dideteksi dengan visual biasa.
Banyak hal yang berhubungan dengan kualitas suatu material ditentukan
oleh kondisi bagian dalamnya.
Diskontinuitas yang terjadi di bagian dalam suatu material misalnya
pada benda coran adalah porositas. Diskontinuitas yang ada di bagian dalam
material mempunyai potensi ancaman yang besar untuk merusakkan atau

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
62
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

menggagalkan fungsi suatu alat. Hal tersebut terjadi karena diskontinuitas


pada bagian dalam material kerap kali terjadi dan sulit untuk dideteksi
dengan cara konvensional.
Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kondisi bagian dalam
material untuk mengetahui ada tidaknya diskontinuitas di dalam material,
yaitu dengan Ultrasonic Test (UT).

Gambar 4.7 Pesawat Ultrasonik Divisi Lab. Mekanik dan Pengawasan Kualitas
PT. Krakatau Steel

 Prinsip Dasar
Uji ultrasonik merupakan suatu teknik pemeriksaan NDT yang dapat
digunakan pada pemeriksaan material logam maupun non logam seperti
plastik dan keramik. Uji ultrasonik mempunyai kelebihan dapat mendeteksi
cacat pada daerah sub permukaan dan di dalam material. Adapun cacat-
cacat yang mudah diperiksa oleh ultrasonic adalah cacat-cacat yang
permukaannya tegak lurus terhadap arah rambatan gelombang.
Gelombang ultrasonic adalah gelombang mekanik seperti gelombang
suara yang mempunyai frekuensi lebih besar dari 20 Khz. Gelombang ini
dapat dihasilkan oleh probe yang bekerja berdasarkan perubahan energi
listrik menjadi energi mekanik. Probe tersebut sebaliknya juga dapat
mengubah energi mekanik menjadi energi listirk.
Selama perambatannnya di dalam material, gelombang ini dipengaruhi
oleh sifat-sifat bahan yang dilalui, misalnya : masa jenis, homogenitas,
besar butiran, kekerasan, dan sebagainya.
Gelombang ultrasonik yang dipakai bersumber pada gelombang mekanik
yang berasal dari Kristal pizoelektrik, karena pengaruh tegangan listrik.
Bila suatu Kristal pizoelektrik diberi tegangan listrik maka kristal akan

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
63
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

bergetar dengan frekuensi tergantung pada dimensi kristal, sedang


amplitudo getarannya tergantung pada besarnya tegangan yang diberikan
pada kristal tersebut.
Kristal pizoelektrik yang telah diberi wadah, lengkap dengan kontak-
kontak listrik yang dapat mengeluarkan dan menerima gelombang
ultrasonic kita sebut sebagai probe ultrasonik.
 Geometri Gelombang
Gelombang yang keluar dari probe akan menyebar ke semua arah tetapi
amplitudo terbesar terletak pada arah sumbu kristal. Dua daerah yang keluar
dari probe dapat diklasifikasikan sebagai near field dan far field.

Gambar 4.8 Konfigurasi Gelombang yang Keluar dari Probe

Di daerah medan dekat (N), gelombang merambat secara silindris (tidak


menyebar) dimana arah dan intensitas gelombang tidak teratur. Pada
daaerah ini pengukuran tidak dapat dilakukan secara teliti. Sedangkan di
daerah medan jauh (F), gelombang menyebar secara konus. Arah dan
intensitasnya telah teratur sehingga pengukuran dapat dilakukak secara
teliti.

Batas medan dekat dan medan jauh serta sudut penyebaran dapat
dihitung berdasarkan rumus :

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
64
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

dimana, N = medan dekat (near field)


D = diameter efektif Kristal
F = frekuensi
v = kecepatan rambat
λ = panjang gelombang
γ = sudut penyebaran

 Metode Pengukuran
a) Metode Transmisi
Dimana bahan yang diberiksa diletakkan diantara dua probe. Salah satu
probe bekerja sebagai pengirim gelombang (transmitter/T) dan lainnya
sebagai penerima(receiver/R). Ada atau tidaknya cacat terlihat dari getaran
yang diterima oleh probe penerima.

Gambar 4.9 Teknik Metode Transmisi

b) Metode Gema atau Pantulan


Dalam teknik ini probe secara bergantian mengeluarkan/menerima
getaran. Tebal bahan dan letak cacat dapat ditentukan dari letak
getaran/gema pada layar CRT (Cathode Ray Tube). Sedangkan besarnya
ditentukan dari simpangan tinggi getaran yang diterima kembali.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
65
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

c) Metode Resonansi
Tebal bahan dapat diukur dengan cara mengukur frekuensi atau panjang
gelombang ultrasonic yang dapat menimbulkan resonansi maksimum pada
bahan tersebut. Adanya cacat dapt dideteksi dengan terjadinay perubahan
resonansi karena jarak bahan yang beresonansi berubah.

Gambar 4.10 Kerja Pesawat Ultrasonik

 Refraksi dan Refleksi


Bila gelombang ultrasonic merambat dari bahan satu ke bahan dua tegak
lurus pada permukaan batas kedua bahan tersebut, maka sebagian
gelombang akan direfraksikan dan sebagian lagi direfleksikan. Intensitas
yang direfraksikan atau direfleksikan tergantung pada koefisien
refraksi/refleksinya.

dimana, R = koefisien refleksi


T = koefisien refraksi
Z = impendansi akustik
Ρ = masa jenis
V = kecepatan ramba

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
66
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Misalnya bahan 1 adalah oli (kuplan) dengan impendansi akustik 1,5 x


106 kg/m²s. Sedangkan bahan 2 adalah baja dengan impendansi akustik
sebesar 46,5 kg/m²s. Maka harga R-nya adalah sebagai berikut :

R = ((1,5-46,5) / (1,5+46,5)) ²
R = 0,94 atau 94 %
T = 1-0,94
T = 0,06 atau 6 %

Hal ini berarti bahwa 94% dari gelombang yang datang dari oli akan
direfleksikakan kembali oleh permukaan baja, dan hanya 6% yang
direfraksikan ke dalam baja.

 Atenuasi
Dalam perambatannya, gelombang ulrasonik mengalami pengurangan
intensitas, baik karena penyebarannya, absorbsi, maupun hamburan oleh
butiran, yang dipengaruhi oleh frekuensi gelombang yang melalui bahan.
Besi tuang lebih banyak mengatenuasi galombang ultrasonic
dibandingkan dengan baja atau aluminium, terutama bila digunakan
frekuensi yang lebih tinggi. Hal ini dikarenakan ukuran butiran besi tuang
jauh lebih besar bila dibandingkan dengan baja / aluminium. Ukuran butiran
yang lebih besar akan lebih banyak menghamburkan gelombang kea rah
lain, lebih-lebih bila frekuensinya lebih tinggi.

 Pemantulan dan Pembiasan


Gelombang ultrasonic yang datang pada permukaan batas akan
dipantulkan dan dibiaskan mengikuti hokum Snellius.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
67
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.11 Diagram Pantul dan Bias Snellius

Pantulan
a. Gelombang Longitudinal :

b. Gelombang Transversal :

Pembiasan
a. Gelombang Longitudinal :

b. Gelombang Transversal :

Dimana

Bila sudut datang terus diperbesar, maka pada suatu posisi sudut

datang tertentu akan menyebabkan harga mempunyai harga 90°, artinya

gelombang longitudinal yang dibiaskan merambat pada permukaan batas


antara dua materi.

 Pengaaruh Kuplan
Fungsi kuplan adalah mempermudah merambatnya gelombang dari
probe ke dalam benda uji karena bila antara probe dan benda uji terdapat
udara maka hampir 100% gelombang akan dipantulkan kembali ke dalam
probe.
Kuplan yang umum dipakai dalam pangujian ultra sonic adalah :
glycerin, oli, grease (gemuk), dan suspense biang sabun (CMC).

 Sensitivitas dan Resolusi


Sensitivitas adalah kemampuan sistem untuk mendeteksi pemantulan
kecil gelombang yang letaknya jauh dari permukaan. Resolusi adalah
kemampuan sistem untuk membedakan 2 permukaan pemantul yang sangat

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
68
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

berdekatan. Sensitivitas dan resolusi dari sistem pesawat UT tergantung pada


alat atau rangkaian elektronik dan jenis probe-nya.
Sensitivitas dan resolusi merupakan dua factor yang saling
mempengaruhi, artinya bila sensitivitas baik, akan menyebabkan resolusinya
kurang menguntungkan, dan sebaliknya.

 Probe Sudut
Probe sudut hanya digunakan untuk menentukan lokasi dan besar cacat
yang memiliki permukaan yang membentuk sudut terhadap permukaan
benda uji. Penentuan lokasi cacat dengan probe sudut memerlukan ketelitian
yang lebih baik dibandingkan dengan probe normal, karena dituntut suatu
kondisi dimana indikasi yang timbul pada layar CRT harus maksimum, agar
dapat diyakini bahwa cacat berada pada center beam. Oleh karenanya probe
ini harus digerakkan agar diperoleh amplitudo maksimum

Gambar 4.12 Pulsa dengan Amplitudo Maksimum

Setelah dapat dicapai amplitude maksimum lokasi indikasi pada layar


CRT dibaca (missal Sk1) dan lokasi cacat ditentukan dengan rumus :

Sc = (SK1/10) x range Keterangan :


Pc = Sc sin β Sk1 = lokasi indikasi
t 1 = dc
Sc = lokasi cacat
= Sc cos β

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
69
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Sebagai contoh, misalnya digunakan probe 45° dan tebal plat 50 mm


dengan range 100 mm. setelah diperiksadperoleh pulsa pada skala 5,5 maka :

Sc = (5,5/10) x 100 mm = mm
Pc = 55 sin 45° = 38,9 mm
Dc = 55 cos 45° = 38,9 mm

 Kalibrasi
a) Kalibrasi Probe Normal
Setiap kali pesawat UT akan digunakan, probe harus dikalibrasi dengan
bantuan blok kalibrasi. Macam blok kalibrasi adalah V1, V2, Step Wedge,
dan lain sebagainya.
Kalibrasi dimaksudkan untuk menyesuaikan sakla 0 – 10 pada layar
CRT dengan jangkauan dari gelombang UT dalam benda uji/blok
kalibrasi.jarak kalibrasi adalah jarak yang harus dilalui oleh gelombang-
gelombang dalam benda uji/kalibrasi. Misalnya untuk mengkalibrasi dengan
range 100 mmm, maka probe diletakkan pada blok kalibrasi VI pada
ketebalan 25 mm, indikasi yang muncul pada layar CRT ada 4 buah dan
harus terletak masing-masing pada skala :

Indikasi I = (25/100)x10 = 2,5


Indikasi II = (50/100)x10 = 5,0
Indikasi III = (75/100)x10 = 7,5
Indikasi IV = (100/100)x10 = 10,0

b) Kalibrasi Probe Normal Kembar (TR)


Untuk range lebiih dari 20 mm kalibrasi jarak probe normal kembar
dapat dilakukan seperti pada kalibrasi probe normal, sedangkan untuk range
kurang dari 20 mm kalibrasi dapat dilakukan seperti sebagai berikut.
Misal range yang akan digunakan 10 mm, set range pada pesawat UT di
posisi 10 mm, gunakan blok kalibrasi step wedge, lemudian probe diletakkan
Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik
Universitas Mataram
70
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

pada blok tersebut di ketebalan misalnya 4 mm, atur letak pulsa pada CRT
pada posisi skala 4,0 dengan menggunakan tombol penggeser pulsa. Probe
kemudian diletakkan pada posisi ketebalan 8 mm, dan dengan memutar
tombol penggeser range halus tempatkan pulsa yang muncul pada skala 8,0
layar CRT. Lakukan kedua hal tersebut berulang-ulang sehingga dipeeroleh
kadaan indikasi tepat pada skala 4,0 dan 8,0.
Kelebihan pengurangan probe normal kembar dengan probe normal
adalah bahwa medan dekat probe normal kembar berada di dalam probe itu
sendiri sehingga pada layar CRT tidak terdapat daerah mati (dead zone).

c) Kalibrasi Probe Sudut


Pelaksanaan kalibrasi probe sudut lebih sult dibandingkan dengan
kalibrasi probe normal. Hal ini disebabkan karena pososo probe harus tepat
pada titik kalibrasi blok kalibrasi V2, ketidaktepatan posisi dapat diketahui
dari amplitude indikasi yang timbul pada layar CRT.
Posisi probe yang tepat akan menghasilkan indikasi yang amplitudonya
maksimum. Bila amplitude belum maksimum maka posisi probe belum
benar dan hasil kalibrasi maupun pengukurannyajuga tidak benar.
Titik indeks dan sudut juga harus diperiksa karena kesalahan dalam
menentukan titik indeks maupun sudut akan menyebabkan kesalahan hasil
pengukuran. Pengukuran dengan probe sudut memungkinkan 3 macam
pengukuran jarak, yaitu :
a. Jarak tempuh (s)
b. Jarak proyeksi diukur dari titik indeks (P)
c. Jarak proyeksi diukur dari titik probe (a)

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
71
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.13 Diagram Jarak Kalibrasi Probe Sudut

Bila salah satu jarak telah diketahui, maka jarak yang lain dapat
ditentukan melalui rumus :

Sin β = p/s
P = 2.d.tg β
= s.sin β
Cos β = 2.d/s
s = 2.d/cos β
= p/sin β

tg β = p/2.d
Sc = (Sk1 / 10) x range
t1 = Sc. cos β
= Pc/tg β
t2 = 2.d – (Sc.cos β)
= 2.d – (Pc / tg β)

d) Kalibrasi Jarak Tempuh

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
72
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Blok kalibrasi dapat digunakan juga untuk mengkalibrasi jarak tempuh,


dimana sebagai bidang pemantul biasanya digunakan bidang lengkung agar
diperoleh indikasi yang tajam dan tidak tergantung pada sudut.
1. Kalibrasi dengan blok kalibrasi VI
Porbe diletakkan pada pusat lengkungan dari blok VI dan usahakan
memperoleh indikasi maksimum.

Gambar 4.14 Kalibrasi Jarak Tempuh Menggunakan Blok Kalibrasi VI


Karena lengkungan berjari-jari 100 mm, maka range yang diperoleh
adalah kelipatan 100 mm. missal untuk range 200 mm indikasi harus
berjumlah 2 buah dan harus diletakkan pada skala :

Indikasi = 100/200 x 10 = 5,0


Indikasi = 200/200 x 10 = 10,0

2. Kalibrasi dengan Blok Kalibrasi V2


Blok V2 mempunyai 2 lengkungan konsentris berjari-jari 25 mm
dan 50 mm. bila probe diletakkan menghadap lengkungan 25 mm, maka
indikasi yang timbul mewakili jarak-jarak : 25 mm, 100 mm, 175 mm,
250 mm, dan seterusnya. Bila probe menghadap lengkungan 50 mm,
maka indikasi yang timbul mewakili jarak-jarak : 50 mm, 125 mm, 200
mm, 275 mm, dan seterusnya.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
73
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.15 Blok Kalibrasi V2

3. Kalibrasi Jarak Proyeksi


Kalibrasi Jarak Proyeksi digunakan pada probe sudut. Misal
kalibrasi probe sudut 45° dengan range 200 mm, jarak tempuhnya 100
mm. Jarak proyeksinya adalah = 100 x sin 45° = 70,70 mm, maka
indikasi pulsa harus diletakkan pada skala :
Indikasi I = (70,70/200) x 10 = 3,5
Indikasi II = (141,40/200) x 10 = 7,1

Dengan menempatkan indikasi pada skala 3,5 dan 7,1 diperoleh


range 200 mm jarak proyeksi dari titik indeks.

Gambar 4.16 Skala Kalibrasi Range 200 menggunakan probe sudut 45°

Dari letak pulsa seperti gambar tersebut maka tebal suatu benda uji
dapat ditentukan, missal :
Indikasi muncul pada skala 1,9
Tebal ukur = 1.9 / 10 x 200 x 1 mm = 38 mm
Indikasi muncul pada skala 3,0
Tebal ukur = 3,0 / 10 x 200 x 1 mm = 60 mm
Penentuan lokasi cacat, dapat dilakukan seperti pada pengukuran
tebal, misal pada layar muncul pulsa indikasi sebagai berikut :

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
74
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Gambar 4.17 Pulsa pada Layar CRT

Maka tebal bahan :


d = (6/10) x 200 x 1 mm = 120 mm.
Lokasi cacat :
dc 1 = (4,5/10) x 200 x 1 mm = 90 mm atau
dc 2 = (9/(2.10) x 200 x 1 mm = 90 mm
Jadi bahan mempunyai tebal 120 mm dan terdapat cacat pada
kedalaman 90 mm dari permukaan benda uji.

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
75
LAPORAN KERJA PRAKTIK
DIVISI REKAYASA TEKNIK
PT. KRAKATAU STEEL

Jurusan Teknik Mesin


Fakultas Teknik
Universitas Mataram
29

Anda mungkin juga menyukai