Disusun Oleh:
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Selawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini.
Makalah yang berjudul Kasus III CHF ( Congestif Heart Filure ) ini ditulis untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Dalam makalah ini,
kami akan membahas tentang Prevelensi CHF (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan
Pekerjaan), Pengertian dan Klasifikasi, Etiologi dan Faktor Risiko, Tanda dan Gejala,
Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan Medis, Asuhan Keperawatan CHF,
Telaah Jurnal, Materi Edukasi CHF, Proses Terjadinya Sesak Napas Berat disertasi Batuk
Berdahak, Proses Terjadinya Mudah Lelah, Proses Terjadinya Kardiomegali, Proses
Terjadinya Gelisah, Proses Terjadinya Edema Ekstremitas/ Piting Edema, Proses Terjadinya
PND, Proses Terjadinya Alkalosis Respiratori, dan Proses Terjadinya Overload.
Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnaan makalah kami.
Penulis
i
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
a. Simpulan ................................................................................................................. 50
b. Saran ....................................................................................................................... 50
ii
1
BAB I
PENDAHULUAN
1
11. Bagaimana proses terjadinya sesak napas berat disertai batuk berdahak pada
klien CHF?
12. Bagaimana proses terjadinya mudah lelah pada klien CHF?
13. Bagaimana proses terjadinya kardiomegali pada klien CHF?
14. Bagaimana proses terjadinya gelisah pada klien CHF?
15. Bagaimana proses terjadinya edema ekstremitas/ pitting edema pada klien
CHF?
16. Bagaimana proses terjadinya PND pada klien CHF?
17. Bagaimana proses terjadinya alkalosis respiratori pada klien CHF?
18. Bagaimana proses terjadinya overload pada klien CHF?
1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana prevelensi penyakit CHF di dunia dan
khususnya Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa pengertian CHF dan klasifikasinya.
3. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko dari penyakit CHF.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit CHF.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit CHF.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apa saja yang untuk klien dengan
penyakit CHF.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan media apa saja untuk klien penyakit
CHF.
8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
dengan penyakit CHF.
9. Untuk mengetahui telaah jurnal apa yang dapat dipelajari terkait penyakit
CHF.
10. Untuk mengetahui edukasi dalam hal apa saja yang dapat diberikan untuk
klien penyakit CHF.
11. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya sesak napas berat disertai
batuk berdahak pada klien CHF.
12. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya mudah lelah pada klien CHF.
13. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kardiomegali pada klien
CHF.
14. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya gelisah pada klien CHF.
15. Uuntuk mengetahui bagaimana proses terjadinya edema ekstremitas pada
klien CHF.
16. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya PND pada klien CHF.
17. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya alkalosis respiratori pada
klien CHF.
18. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya overload pada klien CHF.
2
BAB II
PEMBAHASAN
CHF (Congestive Heart Failure) adalah suatu keadaan dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh,
gagalnya aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan metabolic tubuh gagal.
Fungsi jantung secara keseluruhan tidak berjalan normal. (Sutanto, 2010,hlm 64).
CHF merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system kardiovaskuler, yang
angka kejadiannya terus meningkat.
3
Delapan provinsi tersebut adalah Aceh 1,6 persen, Sumatera Barat 1,6 persen,
DKI Jakarta 1,9 persen, Jawa Barat 1,6 persen, Jawa Tengah 1,6 persen, Kalimantan
Timur 1,9 persen, Sulawesi Utara 1,8 persen, dan Sulawesi Tengah 1,9 persen.
Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut data
dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderitaCHF
dan menjalani rawat inap Selain itu, penyakit yang paling sering memerlukan
perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal jantung ( readmission ), walaupun
pengobatan dengan rawat jalan telah diberikan secara optimal. Hal serupa juga
dibenarkan oleh Rubeinstein ( 2007 ) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang
dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.
Umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF
merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit ( usia
65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75% pasien yang dirawat dengan CHF ).
Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada
kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung
berat. Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF
tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun ( Kowalak, 2011 ).
4
Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti pegawai
pemerintahan, TNI-Polri, dan pegawai BUMN serta BUMD banyak yang menderita
penyakit jantung dengan prevalensi sebanyak 2,7 persen. Kesimpulan itu
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun
2018 yang dikutip dari Kementerian Kesehatan, Minggu (29/9/2019). Data
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia
yaitu sebesar 1,5 persen dari total penduduk. Selain itu, masyarakat kota juga
cenderung lebih banyak terserang penyakit jantung dengan prevalensi 1,6 persen
dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3 persen.
2.2 Pengertian dan Klasifikasi CHF
A. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF)
Gagal jantung adalah suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(ditentukan sebagai konsumsi oksigen. Gagal jantung kongestif adalah sindrom
klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al.,
2015).
B. Tipe Gagal Jantung
Gagal jantung dikategorikan menjadi :
1) Gagal Ventrikel Kanan atau Gagal Ventrikel Kiri
Teori LVF dan RVF berdasarkan pada fakta bahwa cairan terakumulasi di
belakang ruangan yang gagal terlebih dulu. Oleh karena sistem sirkulasi
merupakan sirkiut tertutup, gangguan pada salah satu ventrikel akan berlanjut
menjadi kegagalan pada ventrikel yang lain. Hal ini disebut sebagai
interdependensi ventrikel.
- Gagal ventrikel kiri. Gagal ventrikel kiri menyebabkan kongesti pulmonal dan
gangguan mekanisme pengendalian pernapasan. Masalah ini akhirnya akan
5
menyebabkan distress pernapasan. Derajat distress bervariasi dngan posisi,
aktivitas dan tingkat stres klien.
- Gagal ventrikel kanan. Jika terjadi penurunan fungsi ventrikel kanan, edema
perifer dan kongesti vena pada organ akan terjadi. Pembesaran hati
(hematomegali) dan nyeri abdomen dapat terjadi ketika hati mengalami
kongesti/terbendung dengan darah vena. Jika hal ini terjadi dengan cepat,
peregangan kapsul hati dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang parah.
Klien dapat mengalami rasa sakit yang menetap atau nyeri tajam di kuadran
kanan atas. Pada gagal jantung kronis, sakit perut biasanya menghilang.
2) Gagal Jantung ke Depan atau ke Belakang
Gambaran klinis gagal jantung timbul akibat curah jantung yang tidak adekuat,
pembendungan darah di belakang ruangan yang mengalami kegagalan atau
keduanya.
- Kegagalan ke belakang (backward failure) berfokus pada kemampuan ventrikel
untuk melakukan ejeksi dengan sempurna yang akan meningkatkan tekanan
pengisian ventrikel yang akan menyebabkan kongesti vena dan pulmonal.
- Kegagalan ke depan (forward failure) adalah masalah perfusi yang tidak
adekuat. Hal ini terjadi saat penurunan kontraksi menghasilkan penurunan
volume sekuncup dan curah jantung. Jika curah jantung menurun drastis, aliran
darah ke organ vital dan jaringan perifer berkurang. Hal ini menyebabkan
konfusi mental, kelemahan otot, dan retensi ginjal terhadap natrium dan air.
Tiap tipe kegagalan ini biasanya terjadi akibat beberapa derajat gagal jantung
klien.
3) Gagal Jantung Keluaran Tinggi atau Rendah
- Gagal jantung keluaran tinggi, Terjadi saat jantung (meskipun tingkat
keluarannya tinggi atau normal) tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh yang
meningkat. Penyebabnya meliputi sepsis, pnyakit paget, beri-beri, anemia,
tirotoksikosis, fistula artriovena dan kehamilan.
- Gagal jantung keluaran rendah terjadi pada kebanyakan bentuk penyakit
jantung, menyebabkan hipoperfusi sel jaringan. Gangguan yang mendasari tidak
berhubungan dngan kebutuhan metabolik yang meningkat tetapi berhubungan
dengan kerja pemompaan ventrikl yang buruk dan curah jantung yang rendah.
6
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala
dari gagal jantung tersebut. Stage B umumnya ditemukan pada pasien dengan
infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul dapat berupa napas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun
intrvensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan saat keadaan istirahat, serta
pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.
The New York Heart Association (Yanci et al., 2013) mengklasifikasikan gagal
jantung dalam empat kelas, meliputi :
Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan atau palpitasi.
Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspna, palpitasi serta angina pektoris (mild CHF)
Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (server
CHF).
7
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko CHF
Gagal jantung adalah kondisi yang terjadi ketika otot jantung rusak karena beberapa
alasan. Biasanya, perlemahan ini pada dasarnya disebabkan oleh jantung, atau
keadaan pembuluh darah, atau campuran dari keadaan berikut:
1. Penyakit Arteri Koroner (CAD). CAD adalah kondisi dimana arteri yang
membawa darah yang kaya oksigen tersumbat atau menyempit
2. Serangan jantung. Ketika arteri koronaria benar-benar tersumbat, darah yang
mengalir ke otot jantung juga berhenti, menyebabkan kerusakan fisik pada otot
jantung
3. Kardiomiopati. Sejenis kerusakan pada otot jantung yang diakibatkan oleh
infeksi, obat-obatan, penyalahgunaan alkohol, atau penyebab lain yang tidak
berhubungan dengan aliran darah
4. Kerja jantung berlebihan. Kondisi jantung seperti masalah tiroid, penyakit
ginjal, atau diabetes yang mengakibatkan jantung bekerja berlebihan dan pada
akhirnya berakibat pada gagal jantung.
5. Tekanan darah tinggi. Hipertensi (tekanan darah tinggi) meningkatkan jumlah
kerja jantung. Dalam waktu lama dapat merusak dan melemahkan otot jantung,
yang akan barakibat pada CHF penyakit jantung kongestif atau beberapa
penyakit genetic, Artimia serius berkepanjangan. Detak jantung yang tidak
normal dapat meningkatkan efektivitas jantung dalam memompa darah. Jantung
bekerja berlebihan dalam waktu yang lama untuk mengatasi kelainan detakan.
Terdapat daftar panjang dari penyebab yang tidak umum bagi kegagalan
jantung, termasuk paparan radiasi, kelainan endokrin, kecenderungan genetik,
dan komplikasi dari penyakit yang tidak berhubungan dengan jantung.
1. Kebiasaan yang tidak sehat, seperti merokok dan konsumsi alkohol berlebihan
2. Konsumsi garam berlebih
3. Kurang olah raga atau obesitas (yang menyertai berbagai penyakit koroner)
4. Ketidak patuhan pada pengobatan atau terapi bagi masalah jantung ringan
8
ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang menyebabkan curah
jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung
pada bermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas
miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadi gangguan
kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel
normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme untuk
meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung dan tekanan darah
dapat dipertahankan. Adapun mekanisme kompensasi jantung yaitu:
b. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) bertujuan untuk
mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Renin
merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari jaringan ginjal.
Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang mamiliki 2
efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang
produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas
simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban
akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan
natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan
pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah
jantung.
9
peningkatan kompensasi untuk menghasilkan energi dalam memompa darah,
hingga pada suatu saat kompensasi tidak lagi efektif untuk menghasilkan
kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya.
b. Mekanisme neurohormonal
10
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis
sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya
stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta
interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).
11
Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung
secara umum adalah:
1. Dispnea
Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas merupakan
manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea diakibatkan karena
terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta
meningkatnya tahanan aliran udara.
2. Ortopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea disebabkan
oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh ke jantung dan paru-paru.
Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan suatu faktor penyebab yang
penting.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur. Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND) terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika
sedang tidur dan merupakan manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
4. Batuk
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada malam hari,
yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi berbaring.
Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Hal ini
bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial dan berhubungan dengan adanya
peningkatan produksi mukus.
5. Rasa mudah lelah
Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan yang biasanya
tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan kurangnya perfusi pada
otot rangka karena menurunya curah jantung. Kurangnya oksigen membuat
produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energi untuk kontaksi otot
berkurang. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.
6. Gangguan pencernaan
Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan pada
pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut kembung, mual
dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus. Gejala ini
bisa diperburuk oleh edema organ intestinal, yang bisa menyertai peningkatan
menahun dalam tekanan vena sistemik.
7. Edema (pembengkakan)
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya pada
pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada penderita yang mengalami
kegagalan ventrikel kanan. Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh
dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi
cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin
terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal
12
di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah
melalui saluran limfe.
12
Tanda Gejala secara khusus
Gagal jantung kiri :
13
14
Hepatomegali
Pada keadaan gagal jantung akut karena ventrikal kanan tidak bisa
berkontraksi dengan optimal, terjadi bendungan di atrium kanan dan vena kava
superior dan inferior. Dalam keadaan ini gejala edema perifer, hepatomegaly,
splenomegaly belum sempat terjadi, tetapi yang mencolok adalah tekanan darah
akan menurun dengan cepat sebab darah balik bekurang.Pada gagal jantung
kanan yang kronis, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompakan
darah keluar, sehingga seperti pada gagal jantung kiri pada saat berikutnya
tekanan akhir diastole ventrikel kanan akan meninggi. Dengan demikian maka
tekanan di atrium kanan juga akan meninggi dan hal ini diikuti bendungan darah
di vena kava superior, vena kava inferior serta seluruh system vena. Hal ini
secara klinis dapat dilihat dengan adanya bendungan di vena hepatica, sehingga
menimbulkan hepatomegaly.
Bila kongesti pasif ini keras, maka sering menimbulkan pecahnya sinusoid
centrolobulus dan nekrosis sel hati sekitarnya, yang dinamai nekrosis hemoragik
sentral (CHN). Nekrosis hati mungkin disebabkan dan sebagian oleh tekanan
sinusoid yang meninggi. CHN sering ditemukan pada payah jantung yang cepat
menjadi progresif, insufisiensi katup jantung kanan, pericarditis
constrictive.CHN yang berlangsung lama dapat menimbulkan fibrosis disekitar
vena centralis yang kadang-kadang menjalar ke lobules sekelilingnya
membentuk trabekel jaringan ikat. Makrosopik hati menjadi lisut dengan
tonjolan-tonjolan kecil dikenal sebagai sclerosis/sirosis kardiak.Jadi
hepatomegaly merupakan slaah satu gejala yang timbul pada gagal jantung
kanan dan gagal jantung kongestif.
1. Proses terjadinya aritmia : Dimulai dari tekanan sistole yang meningkat dan
mengakibatkan beban kerja jantung juga meningkat, akibatnya terjadilah
hipertrofi otot jantung sehingga jantung melemah atau dinamakan kardiomiopati.
Setelah itu terjadilah peregangan jaringan atrium dan ventrikel yang membuat
kelistrikan jantung terganggu sehingga jantung berdetak dengan sangat cepat
dinamakan fibrilasi atrium. Akibat dari gangguan jantung berdetak cepat
terjadilah aritmia.
Tekanan sistole↑
15
Hipertrofi otot jantung
Kardiomiopati
Fibrilasi atrium
Aritmia
2. Proses terjadinya syok kardiogenik : Terjadi gagal jantung kiri yang membuat
ventrikel kiri tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan maksimal
sehingga terjadi pembesaran pada ventrikel kiri, akibatnya jantung mengalami
pembesaran (bendungan) yang membuat jumlah darah yang dipompa keluar dari
ventrikel kiri atau disebut curah jantung. Perfusi jaringan perifer atau terjadinya
penurunan oksigen sehingga jantung mengalami gangguan secara mendadak
(syok kardiogenik)
16
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan EKG adalah uji noninvasive dengan meletakkan keeping alat pada
dinding dada untuk melihat aktivitas listrik jantung.Elektrokardiogram
(EKG)adalahalat yang pentinguntukmengevaluasiritmejantungdantanda-
tandaiskemia (ketidak cukupan suplai darah kejaringan atau organ tubuh).
Gelombang impuls, yang tercatat mesin EKG pada kertas grafik ditunjukkan dengan
gelombang P, QRS, dan T.
17
Gambaran EKG jugamenunjukkan voltase gelombang dan durasi baik gelombang
maupun interval. Kertas grafik EKG dibagi menjadi garis horizontal dan vertikel,
kotak besar dan kotak kecil. Voltase menyediakan informasi tentang ada tidaknya
dan derajat hipertrofi bait atrium maupunventrikel.
18
2. CT Scan Jantung
19
Tujuan CT SCAN Jantung :
1. Plak yang terdapat di arteri jantung, yang dapat menentukan risiko terkena
penyakit jantung
3. Masalahdengankatupjantung
5. Tumor jantung
6. Masalahpadafungsipompajantung.
3. Kateterisasi Jantung
Prosedur yang kompleks meliputi pemasangan kateter ke dalam jantung, arteri
koroner dan pembuluh darah sekitar untuk memperoleh informasi tentang
struktur dan performa jantung, katup, dan sistem sirkulasi.
a. Kateterisasi Jantung Kanan
Kateterisasi jantung kanan dilakukan melalui vena femoralis yang berjalan
ke vena cava lalu masuk ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan dan
akhirnya masuk ke arteri pulmonalis. Kateter ini mempunyai beberapa
lubang di ujung sisi yang memungkinkan pengambilan darah untuk
analisis oksigen dari berbagai ruang jantung. Pada sisi kanan jantung,
normalnya darah mengalami desaturasi dari oksigen (70%) sedangkan
sirkulasi sistemik (99%). Tekanan darah dan sampel darah biasanya
didapatkan dari posisi berikut dengan bantuan skrining radiografi :
- Vena cava inferior dan superior
- Atrium kanan
- Ventrikel kanan
- Arteri pulmonalis utama
- Arteri pulmonalis kiri
- Arteri pulmonalis kanan
Jika terdapat peningkatan saturasi oksigen pada posisi mana pun di sirkulasi
pulmonal, hal ini menandakan adanya transfer atau ‘pirau’ darah sirkulasi
20
sistemik ke sirkulasi pulmonal. ‘Pirau’ darah biasanya dari kiri jantung ke
kanan jantung karena tekanan yang lebih tinggi pada sirkulasi sistemik
dibandingkan sirkulasi paru. Posisi peningkatan oksigen dapat diidentifikasi
dari posisi kateter pada skrining radiografi dan bentuk gelombang tekanan.
Pada kateterisasi jantung kanan sering ditemukan kelainan yaitu hipertensi
pulmonal. Hipertensi pulmonal sering dikaitkan dengan penyakit paru primer.
Pada keadaan ini, bentuk gelombang tidak berubah tetapi pengukuran tekanan
aktual meningkat. Pada awalnya, tekanan sistolik PA (atresia pulmonal) dan
ventrikel kanan meningkat namun jika ventrikel kanan mulai gagal dengan
afterload yang meningkat, maka tekanan diastol ventrikel dan atrium kanan
akan meningkat, dan ini menyebabkan regurgitasi trikuspid.
5. Rontgen Dada
Rontgen dada posterioranterior, lateral, dan oblik membantu mengkaji
jantung, paru, dan aorta. Rontgen dada dapat menunjukkan pembesaran jantung,
bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal. Padapemeriksaanfoto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti
vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura
horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari
25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan
adanya udema paru bermakna.
6. Enzim Jantung
21
Enzima dalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi kimia dalam sel
makhluk hidup. Enzim jantung dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam jaringan
miokardium. Kerusakan jaringan menyebabakan pelepasan enzim dari simpanan
intraseluler. Kebocoran enzim dapat dideteksi denganpeningkatannyadidalam
plasma.
7. Elektrolit Serum
Pengaturan cairan dan elektrolit dapat dipengaruhi oleh gangguan kardiovaskular.
Selain itu kadar elektrolit dapat memengaruhi kontraksi otot.
1. Kalium
Hipokalemia meningkatkan ketidakstabilan listrik jantung, disritmia ventrikel,
dan menimbulkan gelombang U pada EKG. Sedangkan hiperkalemia
menimbulkan gelombang T yang tinggi pada EKG, asistolik, dan disritmia
ventrikel.
2. Natrium
Kadar natrium serum menggambarkan keseimbangan cairan
3. Kalsium
Mediator yang penting pada fungsi jantung karena efeknya terhadap eksitabilitas
jantung, kontraktilitas jantung, dan tonus vaskular. Hipokalsemia menimbulkan
disritmia ventrikel yang serius, pemanjangan interval QT, dan henti jantung.
Sedangkan hiperkalsemia menimbulkan pemendekan interval QT dan
menyebabkan penyumbatan AV, takikardia, bradikardia, hipersensitivitas
digitalis, dan henti jantung.
4. Magnesium
Membantu mengatur metabolisme intraseluler, mengaktifkan enzim-enzim
sensual, dan membantu pengangkutan natrium dan kalium menembus membran
sel. Hipomagnesemia menyebabkan disritmia jantung yang berat termasuk
22
takikardia dan fibrilasi ventrikular. Sedangkan hipermagnesemia menyebabkan
bradikardia.
23
5. Glukosa serum
Kejadian jantung akut dapat meningkatkan kadar glukosa darah, yang
menyebabkan hiperglikemia.
1. Terapi Oksigen
24
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
b. Digitalisasi
1) Dosis Digitalis
a. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b. Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c. Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.
3. Diuretik
Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam dan air
dari dalam tubuh melalui urine. Diuretik umumnya digunakan untuk
mengobati penyakit yang menyebabkan terjadinya penumpukan cairan dalam
tubuh (edema). Selain itu, diuretik juga efektif dalam mengobati darah tinggi
atau hipertensi. Terapi deuritik : Diberikan untuk memacu ekskresi natrium
dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia. Pembatasan natrium untuk mencegah,
mengontrol, atau menghilangkan edema. Diuretik: untuk mengurangi
penimbunan cairan dan pembengkakan.
Terapi Lain:
25
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan
1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan
jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol
26
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti
4. Asering
Asering atau dikenal juga dengan Asering Infusion adalah salah satu
cairan infus yang mampu membantu mencukupi gizi dan nutrisi yang
diperlukan oleh penggunanya. Asering di produksi oleh Otsuka dan masuk ke
dalam golongan obat keras sehingga memerlukan pengawasan ketat dokter
atau tenaga ahli medis lainnya dalam menggunakan Asering. Selain itu, untuk
mendapatkannya harus disertai dengan resep atau anjuran dari dokter.
Fungsi Asering
Asering memiliki fungsi atau indikasi untuk bisa digunakan oleh penggunanya
yang memiliki kondisi dibawah ini:
27
j. Membantu meningkatkan kadar magnesium yang rendah
k. Sebagai penambah suplemen glukosa dalam darah
Kasus:
Seorang pasien berusia 63 tahun dirawat di ruang ICU di rumah sakit pemerintah.
Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas berat sejak 4 jam SMRS disertai dengan
batuk berdahak. Seorang perawat melakukan anamnesa, didapatkan hasil sebagai
berikut pasien mengatakan cepat capek bila melakukan aktivitas yang ringan, pasien
mempunyai riwayat hupertensi tidak terkontrol sejak 4 tahun lalu, pasien terlihat
gelisah, terdapat edema ektremitas (+), pitting edema (+), akral dingin (+), PND (+).
TTV: TD: 155/100 mmHg, HR : 120x/menit, RR: 32x/menit. Hasil pemeriksaan lab
diperoleh BNP 150 g/ml, AGD : pH : 7,50, PO2 : 85% PCO2 : 30% HCO3 : 26.
Hasil rontgen thorax menandakan terjadinya overload dan kardiomegali. Hasil
Echokardiografi menunjukkan fraksi ejeksi : 30% dengan status volume berlebih.
Pasien mendapatkan diuretic dan terapi oksigen dengan menggunakan NRM 10
liter/menit. Pasien mendapatkan terapi cairan asering 10 tetes/menit. Pasien dan
keluarga bertanya kenapa bisa terkena penyakit ini.
Diagnose medis pasien CHF, perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang
terkait melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari atau mengurangi
resiko komplikasi lebih lanjut.
I. ANALISA DATA
No Dx Data Fokus Masalah Etiologi
00029 Ds : Penurunan Curah 1. Perubahan
- Klien mengatakan Jantung Kontraktilitas
cepat capek bila 2. Perubahan
melakukan aktifitas Frekuensi
yang ringan. Jantung
Do : 3. Perubahan
- TTV : Volume
TD : 155/100mmHg Sekuncup
HR: 120x/menit
RR : 32x/menit
Hasil EKG fraksi
ejeksi : 30%
28
00032 Ds : Ketidakefektifan 1. Hiperventilasi
- Pasien mengeluh sesak Pola Napas 2. Keletihan
nafas berat sejak 4 jam
SMRS disertai dengan
batuk berdahak.
Do :
- TTV :
RR : 32x/menit
- Hasil lab :
AGD :
Ph 7,50
PO2 : 85%
PCO2 : 30%
HCO3 26%.
PND (+)
29
00029 Penurunan Curah 24 Oktober 2019
Jantung berhubungan
dengan Perubahan
Kontraktilitas,
Perubahan Frekuensi
Jantung, dan Perubahan
Volume Sekuncup
00032 Ketidakefektifan Pola 24 Oktober 2019
Napas berhubungan
dengan Hiperventilasi
dan Keletihan
00026 Kelebihan Volume 24 Oktober 2019
Cairanberhubungan
dengan Gangguan
Mekanisme Regulasi
00092 Intoleran 24 Oktober 2019
Aktivitasberhubungan
denganMasalah
Sirkulasi dan Gangguan
Pernapasan
III. INTERVENSI
Diagnosa 1
30
normal ditingkatkan
ke 5 (normal).
d. Ukuran jantung :
dipertahankan pada 3
(sedang) dari kisaran
normal ditingkatkan
ke 5 (normal).
Diagnosa 2
31
d. Monitor sianosis sentral dan perifer.
Diagnosa 3
32
banyak)
b. Strategi untuk
mengelola edema :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
c. Manfaat olahraga
teratur :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
d. Diet yang dianjurkan
: dipertahankan pada
2 (pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
e. Intake cairan yang
direkomendasikan :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
Diagnosa 4
33
dipertahankan pada
3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
c. Frekuensi systole
ketika beraktivitas :
dipertahankan pada
3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
d. Frekuensi diastole
ketika beraktivitas :
dipertahankan pada
3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
e. Temuan/hasil EKG :
dipertahankan pada
4 (sedikit terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
34
2.9 Telaah Jurnal
A. Ringkasan Artikel
B. Pembahasan
Data World Health Organization (WHO) tahun 2013, menunjukan 17,3
juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008.
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang mengganggu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Hampir semua penyakit yang mengganggu fungsi jantung pada
akhirnya akan berdampak pada munculnya penyakit Congestive Heart Failure
(CHF). CHF adalah suatu keadaan di mana jantung tidak mampu memompa
darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dan
menyebabkan timbulnya kongesti (Smeltzer & Bare, 2014).
Hasil survey kejadian CHF pada tanggal 20 Desember 2017 di RSUD
Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto diperoleh informasi bahwa pada tahun
2015 terdapat 1647 kasus dan pada tahun 2016 tercatat 1524 kasus dan dan
tahun 2017 terdapat 1493 pasien.
Adanya penyakit CHF dapat menimbulkan berbagai gejala klinis
diantaranya; dyspnea, ortopnea, dyspnea deffort, dan Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND), edema paru, asites, pitting edema, berat badan meningkat, dan
dan bahkan dapat muncul syok kardiogenik (Smeltzer & Bare, 2014).
Munculnya tanda gejala tersebut berhubungan dengan adanya bendungan cairan
pada system sirkulasi darah. Oleh karenanya dalam penanganan pasien CHF
salah satunya dasarnya adalah mengurangi terjadanya bendungan cairan pada
sirkulasi darah. Positioning merupakan salah satu tindakan keperawatan yang
dapat membantu meminimalkan bendungan sirkulasi.
a. Metode Penelitian
35
identitas responden menggunakan teknik study dokumentasi yaitu
menggunakan sumber dokumen rekam medik pasien. Metode analisis data
yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis univariat dan analisis
multivariate.
b. Hasil dan Pembahasan
36
Hasil penelitian menunjukan bahwa respirasi rate (RR)
cenderung menurun dan dari posisi semi fowler ke fowler RR
cenderung tetap (walaupun meningkat, namun peningkatan tersebut
sangat kecil dan hasil analisis multivarate menunjukan tidak ada
perbedaan bermakna nilai RR antar posisi.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan yang harus
diperhatikan dalam merawat pasien CHF, bahwa potitioning/
memposisikan pasien adalah hal penting yang harus diperhatikan
karena akan dapat memepengaruhi hemodinamik tekanan darah, nadi,
SaO2 dan RR. Posisi tidur semi fowler dan fowler pada pasien CHF
menunjukan haemodinak yang lebih baik daripada posisi head up. Hal
ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Smeltzer dan Bare (2014),
bahwa pada pasien CHF dengan udema paru maka posisi yang
direkomendasikan adalah fowler 900 dengan tangan bahu dan kaki
diberikan penyangga.
C. Rekomendasi
Jurnal ini direkomendasikan bagi Rumah Sakit agar hasil penelitian ini dapat
sebagai bahan masukan prosedur tetap untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat khususnya dalam penatalaksanaan perubahan posisi pada
pasien CHF. Kemudian sebagai tambahan skill atau keterampilan bagi perawat
dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di lahan praktik khususnya
penatalaksanaan perubahan posisi pada pasien CHF. Dan untuk masyarakat
dapat menambah pengetahuan tentang penyakit CHF sehingga lebih kooperatif.
D. Daftar Pustaka
Khasanah, S. Dkk. (2019).”Perbedaan Saturasi Oksigen dan Respirasi Rate
Pasien Congestive Heart Failure Pada Perubahan Posisi”.Jurnal Ilmu
Keperawatan Medial Bedah, Vol.2, No.1, Hal.1-9.
37
prognosis, penilaian kualitas hidup, dan latihan resusitasi jantung paru bagi
keluarga pasien.
38
menurunnya nafsu makan, disfungsi hati dan pencernaan, inflamasi sistemik,
dan mekanisme aktivasi neurohormonal.
Kakeksia kardiak didefinisikan sebagai penurunan berat badan >6%
dari berat badan stabil sebelumnya tanpa adanya bukti retensi cairan selama 6
bulan terakhir. Pada gagal jantung sedang hingga berat, pengurangan berat
badan sebaiknya tidak rutin direkomendasikan karena seringnya didapatkan
masalah anoreksia dan penurunan berat badan. Penurunan berat badan pada
pasien obese (BMI >30 kg/m2) dengan gagal jantung sebaiknya
dipertimbangkan untuk mencegah progresifitas gagal jantung, mengurang
gejala, dan memperbaiki kualitas hidup.
5. MEROKOK DAN ALKOHOL
Konsumsi alkohol dan merokok dikaitkan dengan berbagai penyakit
kardiovaskular. Efek samping yang ditimbulkan akibat merokok dan
konsumsi alkohol lebih dari tiga kali per hari antara lain peningkatan tekanan
darah, berpotensi terjadi aritmia, efek inotropik negatif, dan peningkatan
trigliserida sehingga resiko stroke dan gagal jantung kongestif meningkat.13
6. AKTIVITAS FISIK
Standar rekomendasi untuk latihan secara umum termasuk aktivitas
aerobik dilaksanakan minimal 20 menit, tiga kali / minggu, dengan parameter
spesifik yang mendefinisikan intensitas latihan, durasi dan frekuensi. Pada
kebanyakan seting klinis, intensitas 60-70% dari denyut jantung rmaksimal.
7. IMUNISASI
Gagal jantung berasosisasi dengan frekuensi dekompensasi dan admisi
pada pusat pelayanan emergensi yang bisa diakibatkan infeksi respirasi.
Vaksin untuk mencegah infeksi Influenza dan Pneumococcal
direkomendasikan untuk dilakukan setahun sekali pada pasien dengan gagal
jantung simtomatis. Belum ada studi randomisasi yang spesifik meneliti
imunisasi pada pasien gagal jantung. Namun studi lain menunjukkan efek
yang menguntungkan yaitu mengurang angka hospitalisasi, terutama pada
pasien tua yang menderita gagal jantung.14
8.AKTIVITAS SEKSUAL
Masalah seksual dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan
gagal jantung lanjut. Seperti aktivitas fisik lainnya, aktivitas seksual dapat
memicu eksaserbasi gejala. Kebutuhan metabolic aktivitas seksual sebanding
dengan latihan ringan (selama fase pre-orgasmik, kebutuhan respon seksual
ekuivalen dengan 2-3 metabolic equivalents of task (METs)), sedangkan
energi selama fase orgasmik adalah 3-4 METs. Konseling diperlukan pada
pasien gagal jantung wanita dan pria beserta pasangannya. Sebagai
tambahan, terapi dengan nitrogliserin sebagai profilaksis terhadap sesak dan
nyeri dada mungkin dapat diberikan.
39
9. DEPRESI
Gejala depresi sering didapatkan pada pasien dengan gagal jantung,
dan hal ini terkait dengan keluaran yang buruk. Beberapa gejala depresi
(misal lelah, gangguan fungsional, penurunan nafsu makan, dan sulit tidur)
mirip dengan gejala gagal jantung. Adanya overlap antara gejala yang
mencerminkan disfungsi ventrikel berat pada gagal jantung dan gejala yang
mencerminkan depresi menunjukkan adanya keterkaitan potensial antara
gejala depresi dengan kejadian sampingan.
Pengobatan depresi dapat bervariasi baik farmakologis maupun non
farmakologis. Adanya keterkaitan antara penggunaan serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) dengan hiponatremia, mengindikasikan pasien yang
mendapat terapi SSRI harus dimonitor tingkat sodiumnya selama terapi aktif.
11. BEPERGIAN
Pasien dengan gagal jantung kronis yang stabil dalam 6 minggu tanpa
perubahan gejala atau medikasi lebih dapat bertoleransi pada hipoksia ringan
pada lingkungan kabin pesawat meskipun pada kondisi gagal jantung lanjut.
Pada pasien dengan NYHA kelas III dan IV sebaiknya mempertimbangkan
pendamping dan meminta disediakannya oksigen dalam pesawat.
40
a. Data yang dilaporkan pasien : tanda dan gejala kongesti, berat badan
harian,. konsumsi garam, ketaatan terhadap pengobatan
b. Data laboratorium : INR, BNP dan NT pro BNP
c. Data yang langsung direkam : detak jantung, tekanan darah, aritmia
Pasien dihimbau untuk bertanya mengenai obat-obatan yang diberikan,
dan informasi mengenai kondisi tiap pasien dijelaskan oleh dokter.
Pentingnya gejala yang berhubungan dengan kondisi perburukan juga
didiskusikan dengan pasien. Pengukuran berat badan secara rutin, jumlah
garam yang dikonsumsi juga harus dicatat.
Edema paru
Kadar O2 ⬇️
41
Metabolisme Anaerob
Penurunan Energi
Mudah Lelah
Dx : intoleransi aktivitas
42
2. Penyebab Kardiomegali
Terdapat berbagai jenis penyebab kardiomegali atau pembesaran jantung, di
antaranya:
a. Tekanan darah tinggi. Kondisi tekanan darah tinggi bisa menyebabkan tekanan
yang berlebihan pada dinding jantung. Tekanan yang berlebihan ini dapat
menyebabkan pembesaran ruang jantung yang akan terlihat sebagai
pembesaran jantung.
b. Diabetes. Gangguan metabolik ini dapat menimbulkan masalah pada semua
organ tubuh manusia. Salah satunya dalam bentuk pembesaran jantung.
Pembesaran jantung pada penderita diabetes dikenal dengan istilah
kardiomiopati diabetik.
c. Gangguan katup jantung. Gangguan katup menyebabkan beban kerja yang
berlebihan pada jantung. Hal ini akan menyebabkan penebalan otot jantung
dan pada akhirnya ukuran jantung akan membesar.
d. Gangguan paru. Gangguan paru seperti penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), dapat menyebabkan peningkatan tahanan aliran darah dan
berpengaruh pada peningkatan kerja jantung. Peningkatan beban kerja jantung
akan menyebabkan pembesaran jantung.
e. Miokarditis viral, yaitu kondisi terjadinya peradangan pada otot jantung akibat
infeksi virus. Misalnya karena adenovirus dan enterovirus.
f. Gangguan lain-lain seperti gangguan tiroid, kehamilan, dan infeksi HIV.
43
3. Diagnosis Kardiomegali
Penentuan diagnosis kardiomegali atau pembesaran jantung dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan foto torak. Pada pemeriksaan foto torak dapat
dilihat siluet jantung dalam foto yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, dapat
pula dihitung rasio kardiotorak (perbandingan diameter jantung dan diameter torak)
yang akan menunjukkan angka lebih dari 0,50.
Untuk melihat kontraktilitas (kekuatan kontraksi jantung) dan dimensi
ruang jantung dapat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan adanya dilatasi atau pelebaran ruang jantung, gangguan katup
jantung dan gangguan kontraktilitas jantung.
4. Gejala Kardiomegali
Kardiomegali atau pembesaran jantung pada tahap awal tidak memberikan
keluhan yang nyata. Apabila jantung mengalami pembesaran yang signifikan
sehingga fungsinya terganggu, seseorang biasanya akan mengalami berbagai
keluhan.
Keluhan yang umumnya dirasakan penderita antara lain sesak napas, batuk,
pembengkakan tubuh dan mudah merasa lelah. Apabila terdapat sumbatan pada
pembuluh darah jantung, seseorang bisa memiliki keluhan nyeri dada.
5. Pengobatan Kardiomegali
Pengobatan kardiomegali atau pembesaran jantung adalah dengan
mengatasi penyebab pembesaran jantung. Apabila seseorang menderita tekanan
darah tinggi, maka pemberian obat tekanan darah tinggi diperlukan untuk mencapai
tekanan darah yang lebih aman dan optimal.
Diet rendah garam juga disarankan untuk penderita pembesaran jantung
dengan tekanan darah tinggi. Penanganan diabetes juga diperlukan segera agar gula
darah berada pada kisaran normal.
Apabila seorang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal jantung seperti
sesak napas dan penumpukan cairan tubuh, pemberian obat golongan diuretik dapat
diberikan. Beberapa obat yang umum digunakan pada penanganan pembesaran
jantung adalah obat golongan diuretik, ACE-inhibitor, dan penyekat beta.
44
6. Pencegahan Kardiomegali
Kardiomegali atau pembesaran jantung dapat dicegah dengan mengontrol
berbagai faktor risiko pembesaran jantung seperti melakukan pola hidup sehat agar
tekanan darah tinggi tak sampai terjadi. Begitu pula upaya untuk mencegah
terjadinya diabetes atau mengelola kondisi diabetes agar gula darah terjaga.
Seseorang dengan PPOK juga perlu dipantau secara berkala untuk mencegah
kejadian pembesaran ruang jantung ini.
45
2.15 Proses Terjadinya Edema Ekstremitas/ Pittinhg Edema
Penurunan Curah
Jantung
46
Darah yang
masuk ke ginjal
Ginjal merangsang
tubuh melakukan
mekanisme RAA
Ginjal mengeskresi
renin
Merangsang
timbulnya
angiotensin 1
Angiotensin 1
dikonversi menjadi
angiotensin 2
Angiotensin 2
merangsang
terbentuknya
hormone aldosteron
Cairan menumpuk
pindah ke
intertisiall
47
Edema
Menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri
terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah
jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban
atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan
akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam
atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari
vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan akan terjadi
juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan
dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Edema paru
adalah suatu keadaan dimana terjadinya penumpukan cairan di paru-paru. Hal ini
48
menyebabkan oksigen tidak dapat terserap dengan baik dialirkan ke darah. Sehingga
dapat menyebabkan hiperventilasi atau nafas cepat dan dalam, akibatnya terjadi
ekhalasi atau eksresi karbondioksida yang berlebih, karena eksresi berlebih maka
kadar karbondioksida dalam darah menurun , sehingga ph darah menjadi basa atau
Alkalosis Respiratorik. CHF
Beban volume
berlebihan
Preload
meningkat
49
BAB III
PENUTUP
a. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrien daan oksigen secara adekuat (Udjiyanti, 2010). CHF merupakan suatu kondisi
patofisiologi dicirikan oleh adanya bendungan (kengesti) diparu atau sirkulasi
sistemik yang disebabkan karena jantung tidak mampu memompa darah yang
beroksigen secara cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra,
2008).
b. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak
sekali kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.
50
DAFTAR PUSTAKA
https://rumahsakit.unair.ac.id/website/home-monitoring-for-heart-failure-management/
https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/gagal-jantung/edukasi-dan-promosi-
kesehatan
https://www.academia.edu/9895855/laporan_pendahuluan_CHF
Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius
Austaryani, Nessma Putri. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Congestive Heart
Failure (Chf) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (Icvcu) Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.
https://doktersehat.com/chf-gagal-jantung-kongestif/
https://hellosehat.com/penyakit/edema-paru/
Yulianti, Tri. (2017). Asuhan keperawatan Pada Ny. S Dengan Congestive Heart Failure
di RSUD Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Purwokerto:UMP
http://repository.ump.ac.id/3984/3/Tri%20Yulianti%20BAB%20II.pdf Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2019
Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FK UI. Jakarta:2004. Hal 120. Patologi. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta: 2006.Hal243.
51
52