Anda di halaman 1dari 58

KASUS III CHF

( Congestive Heart Failure )

Makalah disusun guna memenuhi tugas


mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah I

Dosen Pengampu: Ns. Santi Herlina., M.Kep, Sp.MB.

Disusun Oleh:

Diana Agustina 18107110021


Faradilla Azzahra 18107110023
Anasya Firmansyah 18107110024
Rizki Nur Azizah 18107110033
Aulia Khairunisa 18107110034
Murni 18107110040
Nabilla Adyatrin 18107110043
Gilang dermawan 18107110046
Siti Nur Khasanah 18107110047
Fitria Magfiroh 18107110055
Nurul Septianti 18107110060
Angel Sri Yuliningtias 18107110062
Afdila 18107110063
Gabriell Regina S. M. 18107110064
Della yunita 18107110066
NaomI Gracya S.R.N 18107110074
Nisrina Puspaningrum 18107110079
Frida Anindita Yulianti 18107110081
Srimpi Pamulatsih 18107110082
Mutiara Novella 18107110097

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S-1 KEPERAWATAN
2019
ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat
dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktunya. Selawat serta salam kami curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW
yang telah membimbing kita dari zaman jahiliyah hingga saat ini.

Makalah yang berjudul Kasus III CHF ( Congestif Heart Filure ) ini ditulis untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah. Dalam makalah ini,
kami akan membahas tentang Prevelensi CHF (Usia, Kelamin, Wilayah, Negara, dan
Pekerjaan), Pengertian dan Klasifikasi, Etiologi dan Faktor Risiko, Tanda dan Gejala,
Komplikasi, Pemeriksaan Penunjang, Penatalaksanaan Medis, Asuhan Keperawatan CHF,
Telaah Jurnal, Materi Edukasi CHF, Proses Terjadinya Sesak Napas Berat disertasi Batuk
Berdahak, Proses Terjadinya Mudah Lelah, Proses Terjadinya Kardiomegali, Proses
Terjadinya Gelisah, Proses Terjadinya Edema Ekstremitas/ Piting Edema, Proses Terjadinya
PND, Proses Terjadinya Alkalosis Respiratori, dan Proses Terjadinya Overload.

Pada kesempatan yang baik ini, izinkanlah penyusun makalah menyampaikan rasa
hormat dan ucapakan terima kasih kepada semua pihak yang dengan tulus ikhlas telah
memberikan bantuan dan dorongan kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan makalah
ini dengan sebaik-baiknya. Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna.
Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk
menyempurnaan makalah kami.

Jakarta, 25 Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... i

DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1

1.1 Latar Belakang ............................................................................................... 1


1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................... 1
1.3 Tujuan ............................................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................... 3

2.1 Prevelensi CHF ............................................................................................... 3


2.2 Pengertian dan Klasifikasi CHF ................................................................... 5
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko CHF .................................................................. 8
2.4 Tanda dan Gejala CHF ................................................................................. 8
2.5 Komplikasi pada CHF ................................................................................... 15
2.6 Pemeriksaan Penunjang CHF....................................................................... 17
2.7 Penatalaksaan Medis CHF ............................................................................ 24
2.8 Asuhan Keperawatan pada klein CHF ........................................................ 28
2.9 Telaah Jurnal.................................................................................................. 35
2.10 Materi Edukasi pada klien CHF................................................................... 37
2.11 .... Proses terjadinya sesak napas disertai batuk berdahak ............................ 41
2.12 .... Proses terjadinya Mudah lelah ..................................................................... 41
2.13 .... Proses terjadinya Kardiomegali ................................................................... 42
2.14 .... Proses terjadinya gelisah ................................................................................ 45
2.15 .... Proses terjadinya edema ekstremitas/ pitting edema ................................. 46
2.16 Proses terjadinya PND.................................................................................... 48
2.17 Proses terjadinya Alkalosis Respiratori ........................................................ 48
2.18 Proses terjadinya Overload ............................................................................ 49

BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 50

a. Simpulan ................................................................................................................. 50
b. Saran ....................................................................................................................... 50

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 51

ii
1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung adalah salah satu organ vital manusia yang terletak di dalam rongga
dada. Organ ini memiliki fungsi yang sangat besar bagi kelangsungan hidup manusia.
Jantung berperan dalam sistem sirkulasi dan berfungsi sebagai alat pemompa darah.
Kontraksi dan relaksasi yang teratur dari otot-otot jantung memungkinkan darah yang
mengadung banyak oksigen dipompakan ke dalam paru-paru pada saat bersamaan.
Mekanisme ini berlangsung terus-menerus dan memungkinkan jaringan tubuh kita
mendapatkan asupan oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah untuk proses
metabolisme tubuh (Putri & Wijaya, 2013). Penyakit kardiovaskular yang perlu
diwaspadai salah satunya adalah Congestive Heart Failure (CHF). Congestive Heart
Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrien daan oksigen
secara adekuat (Udjiyanti, 2010). CHF merupakan suatu kondisi patofisiologi
dicirikan oleh adanya bendungan (kengesti) diparu atau sirkulasi sistemik yang
disebabkan karena jantung tidak mampu memompa darah yang beroksigen secara
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra, 2008).
World Health Organization (WHO) memperkirakan 57 juta kematian
diseluruh dunia pada tahun 2008, 36 juta atau 63% disebabkan oleh penyakit tidak
menular (PTM) terutama penyakit kardiovaskular. Hampir 80% dari kematian akibat
penyakit tidak menular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,
kecuali afrika (Irianto, 2014). Peningkatan kasus gangguan kardiovaskular di
Indonesia juga semakin nyata hingga ke daerah-daerah dengan menunjukkan data
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebebar 0,13% dan yang
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3%. Prevalensi gagal jantung berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan
Jawa tengah (0,18%). Prevalensi berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi tengah (0,7%0, sementara Provinsi Jambi
0,1 (Kemenkes RI, 2013).

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana prevalensi penyakit CHF di dunia khususnya Indonesia?
2. Apa pengertian dan klasifikasi CHF?
3. Apa saja etiologi dan faktor resiko dari CHF?
4. Apa saja tanda dan gejala dari penyakit CHF?
5. Apa saja komplikasi dari penyakit CHF?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang untuk mengetahui penyakit CHF?
7. Apa saja penatalaksanaan medis untuk klien dengan penyakit CHF?
8. Bagaimana asuhan keperawatan untuk klien dengan penyakit CHF?
9. Bagaimana telaah jurnal CHF?
10. Apa saja edukasi yang perlu diberikan kepada klien dengan penyakit CHF?

1
11. Bagaimana proses terjadinya sesak napas berat disertai batuk berdahak pada
klien CHF?
12. Bagaimana proses terjadinya mudah lelah pada klien CHF?
13. Bagaimana proses terjadinya kardiomegali pada klien CHF?
14. Bagaimana proses terjadinya gelisah pada klien CHF?
15. Bagaimana proses terjadinya edema ekstremitas/ pitting edema pada klien
CHF?
16. Bagaimana proses terjadinya PND pada klien CHF?
17. Bagaimana proses terjadinya alkalosis respiratori pada klien CHF?
18. Bagaimana proses terjadinya overload pada klien CHF?

1.1 Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana prevelensi penyakit CHF di dunia dan
khususnya Indonesia.
2. Untuk mengetahui apa pengertian CHF dan klasifikasinya.
3. Untuk mengetahui etiologi dan faktor resiko dari penyakit CHF.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala dari penyakit CHF.
5. Untuk mengetahui komplikasi dari penyakit CHF.
6. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang apa saja yang untuk klien dengan
penyakit CHF.
7. Untuk mengetahui penatalaksanaan media apa saja untuk klien penyakit
CHF.
8. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan yang tepat untuk klien
dengan penyakit CHF.
9. Untuk mengetahui telaah jurnal apa yang dapat dipelajari terkait penyakit
CHF.
10. Untuk mengetahui edukasi dalam hal apa saja yang dapat diberikan untuk
klien penyakit CHF.
11. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya sesak napas berat disertai
batuk berdahak pada klien CHF.
12. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya mudah lelah pada klien CHF.
13. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya kardiomegali pada klien
CHF.
14. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya gelisah pada klien CHF.
15. Uuntuk mengetahui bagaimana proses terjadinya edema ekstremitas pada
klien CHF.
16. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya PND pada klien CHF.
17. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya alkalosis respiratori pada
klien CHF.
18. Untuk mengetahui bagaimana proses terjadinya overload pada klien CHF.

2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Prevelensi CHF (Usia, Jenis Kelamin, Wilayah, Pekerjaan)

CHF (Congestive Heart Failure) adalah suatu keadaan dimana jantung sebagai
pompa tidak mampu memenuhi kebutuhan darah untuk metabolisme tubuh,
gagalnya aktivitas jantung terhadap pemenuhan kebutuhan metabolic tubuh gagal.
Fungsi jantung secara keseluruhan tidak berjalan normal. (Sutanto, 2010,hlm 64).
CHF merupakan salah satu masalah kesehatan dalam system kardiovaskuler, yang
angka kejadiannya terus meningkat.

WHO (2016), mencatat 17,5 juta orang di dunia meninggal akibatgangguan


kardiovaskular. Lebih dari 75% penderita kardiovaskular terjadi dinegara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah, dan 80% kematiankardiovaskuler disebabkan
oleh serangan jantung dan stroke. Jumlah kejadianpenyakit jantung di Amerika
Serikat pada tahun 2012 adalah 136 per 100.000orang, di negara-negara Eropa
seperti Italia terdapat 106 per 100.000 orang,Perancis 86 per 100.000. Selanjutnya
jumlah kejadian penyakit jantung diAsia seperti di China ditemukan sebanyak 300
per 100.000 orang, Jepang 82per 100.000 orang, sedangkan di Asia Tenggara
menunjukkan Indonesiatermasuk kelompok dengan jumlah kejadian tertinggi yaitu
371 per 100.000orang lebih tinggi dibandingkan Timur Leste sebanyak 347 per
100.000 orangdan jauh lebih tinggi dibandingkan Thailand yang hanya 184 per
100.000orang (WHO, 2016).

Data Riskesdas 2018 mengungkapkan tiga provinsi dengan prevalensi penyakit


jantung tertinggi yaitu Provinsi Kalimantan Utara 2,2 persen, DIY 2 persen, dan
Gorontalo 2 persen. Selain ketiga provinsi tersebut, terdapat delapan provinsi
lainnya dengan prevalensi yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan prevalensi
nasional.

3
Delapan provinsi tersebut adalah Aceh 1,6 persen, Sumatera Barat 1,6 persen,
DKI Jakarta 1,9 persen, Jawa Barat 1,6 persen, Jawa Tengah 1,6 persen, Kalimantan
Timur 1,9 persen, Sulawesi Utara 1,8 persen, dan Sulawesi Tengah 1,9 persen.
Penderita gagal jantung atau CHF di Indonesia pada tahun 2012 menurut data
dari Departemen Kesehatan mencapai 14.449 jiwa penderita yang menjalani rawat
inap di rumah sakit. Pada tahun 2012 di Jawa Tengah terdapat 520 penderitaCHF
dan menjalani rawat inap Selain itu, penyakit yang paling sering memerlukan
perawatan ulang di rumah sakit adalah gagal jantung ( readmission ), walaupun
pengobatan dengan rawat jalan telah diberikan secara optimal. Hal serupa juga
dibenarkan oleh Rubeinstein ( 2007 ) bahwa sekitar 44 % pasien Medicare yang
dirawat dengan diagnosis CHF akan dirawat kembali pada 6 bulan kemudian.

Prevalensi penyakit gagal jantung meningkat seiring denganbertambahnya umur,


tertinggi pada umur 65-74 tahun (0,5%), untuk yangterdiagnosis dokter, sedikit
menurun >75 tahun (0,4%)

Umumnya CHF diderita lansia yang berusia lebih dari 50 tahun, CHF
merupakan alasan yang paling umum bagi lansia untuk dirawat di rumah sakit ( usia
65 – 75 tahun mencapai persentase sekitar 75% pasien yang dirawat dengan CHF ).
Resiko kematian yang diakibatkan oleh CHF adalah sekitar 5-10 % per tahun pada
kasus gagal jantung ringan, dan meningkat menjadi 30-40% pada gagal jantung
berat. Menurut penelitian, sebagian besar lansia yang didiagnosis menderita CHF
tidak dapat hidup lebih dari 5 tahun ( Kowalak, 2011 ).

Tetapi untuk yang terdiagnosis dokter prevalensi lebih tinggi daripada


perempuan (0,2%)dibanding laki-laki (0,1%) berdasarkan diagnosis dokter atau
gejalaprevalensi sama banyaknya antara laki-laki dan perempuan (Riskesdas,2013).

4
Aparatur Sipil Negara (ASN) atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) seperti pegawai
pemerintahan, TNI-Polri, dan pegawai BUMN serta BUMD banyak yang menderita
penyakit jantung dengan prevalensi sebanyak 2,7 persen. Kesimpulan itu
berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Kementerian Kesehatan tahun
2018 yang dikutip dari Kementerian Kesehatan, Minggu (29/9/2019). Data
menunjukkan prevalensi penyakit jantung berdasarkan diagnosis dokter di Indonesia
yaitu sebesar 1,5 persen dari total penduduk. Selain itu, masyarakat kota juga
cenderung lebih banyak terserang penyakit jantung dengan prevalensi 1,6 persen
dibandingkan penduduk perdesaan yang hanya 1,3 persen.
2.2 Pengertian dan Klasifikasi CHF
A. Pengertian Congestive Heart Failure (CHF)
Gagal jantung adalah suatu kondisi fisiologis ketika jantung tidak dapat
memompa darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh
(ditentukan sebagai konsumsi oksigen. Gagal jantung kongestif adalah sindrom
klinis progresif yang disebabkan oleh ketidakmampuan jantung dalam
memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh (Dipiro et al.,
2015).
B. Tipe Gagal Jantung
Gagal jantung dikategorikan menjadi :
1) Gagal Ventrikel Kanan atau Gagal Ventrikel Kiri
Teori LVF dan RVF berdasarkan pada fakta bahwa cairan terakumulasi di
belakang ruangan yang gagal terlebih dulu. Oleh karena sistem sirkulasi
merupakan sirkiut tertutup, gangguan pada salah satu ventrikel akan berlanjut
menjadi kegagalan pada ventrikel yang lain. Hal ini disebut sebagai
interdependensi ventrikel.
- Gagal ventrikel kiri. Gagal ventrikel kiri menyebabkan kongesti pulmonal dan
gangguan mekanisme pengendalian pernapasan. Masalah ini akhirnya akan

5
menyebabkan distress pernapasan. Derajat distress bervariasi dngan posisi,
aktivitas dan tingkat stres klien.
- Gagal ventrikel kanan. Jika terjadi penurunan fungsi ventrikel kanan, edema
perifer dan kongesti vena pada organ akan terjadi. Pembesaran hati
(hematomegali) dan nyeri abdomen dapat terjadi ketika hati mengalami
kongesti/terbendung dengan darah vena. Jika hal ini terjadi dengan cepat,
peregangan kapsul hati dapat menyebabkan rasa tidak nyaman yang parah.
Klien dapat mengalami rasa sakit yang menetap atau nyeri tajam di kuadran
kanan atas. Pada gagal jantung kronis, sakit perut biasanya menghilang.
2) Gagal Jantung ke Depan atau ke Belakang
Gambaran klinis gagal jantung timbul akibat curah jantung yang tidak adekuat,
pembendungan darah di belakang ruangan yang mengalami kegagalan atau
keduanya.
- Kegagalan ke belakang (backward failure) berfokus pada kemampuan ventrikel
untuk melakukan ejeksi dengan sempurna yang akan meningkatkan tekanan
pengisian ventrikel yang akan menyebabkan kongesti vena dan pulmonal.
- Kegagalan ke depan (forward failure) adalah masalah perfusi yang tidak
adekuat. Hal ini terjadi saat penurunan kontraksi menghasilkan penurunan
volume sekuncup dan curah jantung. Jika curah jantung menurun drastis, aliran
darah ke organ vital dan jaringan perifer berkurang. Hal ini menyebabkan
konfusi mental, kelemahan otot, dan retensi ginjal terhadap natrium dan air.
Tiap tipe kegagalan ini biasanya terjadi akibat beberapa derajat gagal jantung
klien.
3) Gagal Jantung Keluaran Tinggi atau Rendah
- Gagal jantung keluaran tinggi, Terjadi saat jantung (meskipun tingkat
keluarannya tinggi atau normal) tidak dapat memenuhi kebutuhan tubuh yang
meningkat. Penyebabnya meliputi sepsis, pnyakit paget, beri-beri, anemia,
tirotoksikosis, fistula artriovena dan kehamilan.
- Gagal jantung keluaran rendah terjadi pada kebanyakan bentuk penyakit
jantung, menyebabkan hipoperfusi sel jaringan. Gangguan yang mendasari tidak
berhubungan dngan kebutuhan metabolik yang meningkat tetapi berhubungan
dengan kerja pemompaan ventrikl yang buruk dan curah jantung yang rendah.

C. Klasifikasi Gagal Jantung


Berdasarkan American Heart Association (Yancy et al., 2013), klasifikasi dari
gagal jantung kongestif yaitu sebagai berikut:
a. Stage A
Stage A merupakan klalsifikasi dimana pasien mempunyai resiko tinggi, tetapi
belum ditemukannya kerusakan struktural pada jantung serta tanpa adanya tanda
dan gejala dari gagal jantung tersebut. Pasien yang didiagnosa gagal jantung
stage A umumnya terjadi pada pasien dengan hipertensi, penyakit jantung
koroner, diabetes melitus, atau pasien yang mengalami keracunan pada
jantungnya (cardiotoxins).

6
b. Stage B
Pasien dikatakan mengalami gagal jantung stage B apabila ditemukan adanya
kerusakan struktural pada jantung tetapi tanpa menunjukkan tanda dan gejala
dari gagal jantung tersebut. Stage B umumnya ditemukan pada pasien dengan
infark miokard, disfungsi sistolik pada ventrikel kiri ataupun penyakit valvular
asimptomatik.
c. Stage C
Stage C menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan struktural pada jantung
bersamaan dengan munculnya gejala sesaat ataupun setelah terjadi kerusakan.
Gejala yang timbul dapat berupa napas pendek, lemah, tidak dapat melakukan
aktivitas berat.
d. Stage D
Pasien dengan stage D adalah pasien yang membutuhkan penanganan ataupun
intrvensi khusus dan gejala dapat timbul bahkan saat keadaan istirahat, serta
pasien yang perlu dimonitoring secara ketat.

The New York Heart Association (Yanci et al., 2013) mengklasifikasikan gagal
jantung dalam empat kelas, meliputi :

 Kelas I
Aktivitas fisik tidak dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal tidak
menyebabkan dyspnea, kelelahan atau palpitasi.
 Kelas II
Aktivitas fisik sedikit dibatasi, melakukan aktivitas fisik secara normal
menyebabkan kelelahan, dyspna, palpitasi serta angina pektoris (mild CHF)
 Kelas III
Aktivitas fisik sangat dibatasi, melakukan aktivitas fisik sedikit saja mampu
menimbulkan gejala yang berat (moderate CHF).
 Kelas IV
Pasien dengan diagnosa kelas IV tidak dapat melakukan aktivitas fisik apapun,
bahkan dalam keadaan istirahat mampu menimbulkan gejala yang berat (server
CHF).

Klasifikasi gagal jantung baik klasifikasi menurut AHA maupun NYHA


memiliki perbedaan yang tidak signifikan. Klasifikasi menurut AHA berfokus
pada faktor resiko dan abnormalitas struktural jantung, sedangkan klasifikasi
menurut NYHA berfokus pada pembatasan aktivitas dan gejala yang
ditimbulkan yang pada akhirnya kedua macam klasifikasi ini menentukan
seberapa berat gagal jantung yang dialami oleh pasien.

7
2.3 Etiologi dan Faktor Resiko CHF
Gagal jantung adalah kondisi yang terjadi ketika otot jantung rusak karena beberapa
alasan. Biasanya, perlemahan ini pada dasarnya disebabkan oleh jantung, atau
keadaan pembuluh darah, atau campuran dari keadaan berikut:
1. Penyakit Arteri Koroner (CAD). CAD adalah kondisi dimana arteri yang
membawa darah yang kaya oksigen tersumbat atau menyempit
2. Serangan jantung. Ketika arteri koronaria benar-benar tersumbat, darah yang
mengalir ke otot jantung juga berhenti, menyebabkan kerusakan fisik pada otot
jantung
3. Kardiomiopati. Sejenis kerusakan pada otot jantung yang diakibatkan oleh
infeksi, obat-obatan, penyalahgunaan alkohol, atau penyebab lain yang tidak
berhubungan dengan aliran darah
4. Kerja jantung berlebihan. Kondisi jantung seperti masalah tiroid, penyakit
ginjal, atau diabetes yang mengakibatkan jantung bekerja berlebihan dan pada
akhirnya berakibat pada gagal jantung.
5. Tekanan darah tinggi. Hipertensi (tekanan darah tinggi) meningkatkan jumlah
kerja jantung. Dalam waktu lama dapat merusak dan melemahkan otot jantung,
yang akan barakibat pada CHF penyakit jantung kongestif atau beberapa
penyakit genetic, Artimia serius berkepanjangan. Detak jantung yang tidak
normal dapat meningkatkan efektivitas jantung dalam memompa darah. Jantung
bekerja berlebihan dalam waktu yang lama untuk mengatasi kelainan detakan.
Terdapat daftar panjang dari penyebab yang tidak umum bagi kegagalan
jantung, termasuk paparan radiasi, kelainan endokrin, kecenderungan genetik,
dan komplikasi dari penyakit yang tidak berhubungan dengan jantung.

Faktor Resiko CHF

Selanjutnya, risiko dari gagal jantung dapat meningkat dengan:

1. Kebiasaan yang tidak sehat, seperti merokok dan konsumsi alkohol berlebihan
2. Konsumsi garam berlebih
3. Kurang olah raga atau obesitas (yang menyertai berbagai penyakit koroner)
4. Ketidak patuhan pada pengobatan atau terapi bagi masalah jantung ringan

2.4 Tanda dan Gejala CHF

Patofisiologi gagal jantung


Bila jantung tidak adekuat dalam memenuhi kebutuhan metabolik tubuh,
maka jantung gagal untuk melakukan tugasnya sebagai pompa yang
mengakibatkan terjadinya gagal jantung. Pada kebanyakan penderita gagal
jantung disfungsi sistolikdan disfungsi diastolik ditemukan bersama. Pada
disfungsi sistolik kekuatan kontraksi ventrikel kiri terganggu sehingga ejeksi
darah berkurang, menyebabkan curah jantung berkurang. Pada disfungsi diastolik
relaksasi dinding

8
ventrikel terganggu sehingga pengisian darah berkurang menyebabkan curah
jantung berkurang. Gangguan kemampuan jantung sebagai pompa tergantung
pada bermacam-macam faktor yang saling terkait. Menurunnya kontraktilitas
miokard memegang peran utama pada gagal jantung. Bila terjadi gangguan
kontraktilitas miokard atau beban hemodinamik berlebih diberikan pada ventrikel
normal, maka jantung akan mengadakan sejumlah mekanisme untuk
meningkatkan kemampuan kerjannya sehingga curah jantung dan tekanan darah
dapat dipertahankan. Adapun mekanisme kompensasi jantung yaitu:

1. Peningkatan Aktivitas Adrenergik Simpatis


Menurunnya volume sekuncup pada gagal jantung akan
membangkitkan respon simpatis kompensatorik. Meningkatnya aktivitas
adrenergik simpatis merangsang pengeluaran katekolamin dari saraf-saraf
adrenergik jantung dan medula adrenal. Denyut jantung dan kekuatan
kontraksi akan meningkat secara maksimal untuk mempertahankan curah
jantung. Selain itu terjadi vasokonstriksi arteri periferuntuk menstabilkan
tekanan arteri dan redistribusi volume darah dengan mengurangi aliran darah
ke organ-organ yang rendah metabolismenya (seperti kulit dan ginjal) agar
perfusi ke jantung dan otak dapat dipertahankan. Jantung akan semakin
bergantung pada katekolamin yang beredar dalam sirkulasi untuk
mempertahankan kerja ventrikel.

b. Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron
Aktivasi Rennin-Angiotensin-Aldosteron (RAA) bertujuan untuk
mempertahankan tekanan darah, keseimbangan cairan dan elektrolit. Renin
merupakan suatu enzim yang sebagian besar berasal dari jaringan ginjal.
Sekresi rennin akan menghasilkan angiotensin II (Ang II), yang mamiliki 2
efek utama yaitu sebagai vasokonstriktor kuat dan sebagai perangsang
produksi aldosteron di korteks adrenal. Efek vasokonstriksi oleh aktivitas
simpatis dan Ang II akan meningkatkan beban awal (preload) dan beban
akhir (afterload) jantung, sedangkan aldosteron menyebabkan retensi air dan
natrium yang akan menambah peningkatan preload jantung. Tekanan
pengisian ventrikel (preload) yang meningkat akan meningkatkan curah
jantung.

c. Hipertropi Miokardium dan Dilatasi Ventrikel


Jika ventrikel tidak mampu memompakan darah keseluruh tubuh maka
darah yang tinggal dalam ventrikel kiri akan lebih banyak pada akhir
diastole. Oleh karena itu kekuatan untuk memompa darah pada denyut
berikutnya akan lebih besar. Jantung akan melakukan kompensasi untuk
meningkatkan curah jantung yang berkurang berupa hipertropi miokardium
yaitu pembesaran otot-otot jantung sehingga dapat membuat kontraksi lebih
kuat dan dilatasi atau peningkatan volume ventrikel untuk meningkatkan
tekanan dinding ventrikel. Jika penyakit jantung berlanjut, maka diperlukan

9
peningkatan kompensasi untuk menghasilkan energi dalam memompa darah,
hingga pada suatu saat kompensasi tidak lagi efektif untuk menghasilkan
kontraksi yang lebih baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya.

Patofisiologi dari gagal jantung dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :

a. Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan (failure)


1) Gagal jantung kiri (Left-Sided Heart Failure)
Bagian ventrikel kiri jantung kiri tidak dapat memompa dengan baik
sehingga keadaan tersebut dapat menurunkan aliran dari jantung sebelah
kiri keseluruh tubuh. Akibatnya, darah akan mengalir balik ke dalam
vaskulator pulmonal (Berkowitz, 2013). Pada saat terjadinya aliran balik
darah kembali menuju ventrikular pulmonaris, tekanan kapiler paru akan
meningkat (>10 mmHg) melebihi tekanan kapiler osmotik (>25 mmHg).
Keadaan ini akan menyebabkan perpindahan cairan intravaskular ke
dalam interstitium paru dan menginisiasi edema (Porth, 2007).
2) Gagal jantung kanan (Right-Sided Heart Failure)
Disfungsi ventrikel kanan dapat dikatakan saling berkaitan dengan
disfungsi ventrikel kiri pada gagal jantung apabila dilihat dari kerusakan
yang diderita oleh kedua sisi jantung, misalnya setelah terjadinya infark
miokard atau tertundanya komplikasi yang ditimbulkan akibat adanya
progresifitas pada bagian jantung sebelah kiri. Pada gagal jantung kanan
dapat terjadi penumpukan cairan di hati dan seluruh tubuh terutama di
ekstermitas bawah (Acton, 2013).

b. Mekanisme neurohormonal

Istilah neurohormon memiliki arti yang sangat luas, dimana


neurohormon pada gagal jantung diproduksi dari banyak molekul yang
diuraikan oleh neuroendokrin (Mann, 2012). Renin merupakan salah satu
neurohormonal yang diproduksi atau dihasilkan sebagai respon dari
penurunan curah jantung dan peningkatan aktivasi sistem syaraf simpatik.

c. Aktivasi sistem Renin Angiotensin Aldosteron (RAAS)


Pelepasan renin sebagai neurohormonal oleh ginjal akan
mengaktivasi RAAS. Angiotensinogen yang diproduksi oleh hati dirubah
menjadi angiotensin I dan angiotensinogen II.Angiotensin II berikatan
dengan dinding pembuluh darah ventrikel dan menstimulasi pelepasan
endotelin sebagai agen vasokontriktor. Selain itu, angiotensin II juga dapat
menstimulasi kelenjar adrenal untuk mensekresi hormon aldosteron. Hormon
inilah yang dapat meningkatkan retensi garam dan air di ginjal, akibatnya
cairan didalam tubuh ikut meningkat. Hal inilah yang mendasari timbulnya
edema cairan pada gagal jantung kongestif (Mann, 2012)

10
d. Cardiac remodeling
Cardiac remodeling merupakan suatu perubahan yang nyata secara klinis
sebagai perubahan pada ukuran, bentuk dan fungsi jantung setelah adanya
stimulasi stress ataupun cedera yang melibatkan molekuler, seluler serta
interstitial (Kehat dan Molkentin, 2010).

11
Gejala Gagal Jantung
Beberapa gejala atau keluhan yang sering ditemukan pada penderita gagal jantung
secara umum adalah:

1. Dispnea
Dispnea atau perasaan sulit bernapas pada saat beraktivitas merupakan
manifestasi gagal jantung yang paling umum. Dispnea diakibatkan karena
terganggunya pertukaran oksigen dan karbon dioksida dalam alveoli serta
meningkatnya tahanan aliran udara.
2. Ortopnea
Yaitu kesulitan bernafas apabila berbaring telentang. Ortopnea disebabkan
oleh redistribusi aliran darah dari bagian-bagian tubuh ke jantung dan paru-paru.
Penurunan kapasitas vital paru-paru merupakan suatu faktor penyebab yang
penting.
3. Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND)
Yaitu dispnea yang timbul secara tiba-tiba pada saat tidur. Paroxysmal
Nocturnal Dyspnea (PND) terjadi karena akumulasi cairan dalam paru ketika
sedang tidur dan merupakan manifestasi spesifik dari gagal jantung kiri.
4. Batuk
Penderita gagal jantung dapat mengalami keluhan batuk pada malam hari,
yang diakibatkan bendungan pada paru-paru, terutama pada posisi berbaring.
Batuk yang terjadi dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Hal ini
bisa terjadi karena bendungan mukosa bronkial dan berhubungan dengan adanya
peningkatan produksi mukus.
5. Rasa mudah lelah
Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan yang biasanya
tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan kurangnya perfusi pada
otot rangka karena menurunya curah jantung. Kurangnya oksigen membuat
produksi adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energi untuk kontaksi otot
berkurang. Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
sehingga dapat disertai kegelisahan dan kebingungan.
6. Gangguan pencernaan
Gagal jantung dapat menimbulkan gejala-gejala berupa gangguan pada
pencernaan seperti kehilangan napsu makan (anoreksia), perut kembung, mual
dan nyeri abdomen yang disebabkan oleh kongesti pada hati dan usus. Gejala ini
bisa diperburuk oleh edema organ intestinal, yang bisa menyertai peningkatan
menahun dalam tekanan vena sistemik.
7. Edema (pembengkakan)
Pada penderita gagal jantung dapat ditemukan edema, misalnya pada
pergelangan kaki. Edema kaki dapat terjadi pada penderita yang mengalami
kegagalan ventrikel kanan. Edema paru timbul bila cairan yang difiltrasi oleh
dinding mikrovaskuler lebih banyak dari yang bisa dikeluarkan. Akumulasi
cairan ini akan berakibat serius pada fungsi paru oleh karena tidak mungkin
terjadi pertukaran gas apabila alveoli penuh terisi cairan. Dalam keadaan normal

12
di dalam paru terjadi suatu aliran keluar yang kontinyu dari cairan dan protein
dalam pembuluh darah ke jaringan interstisial dan kembali ke sistem aliran darah
melalui saluran limfe.

12
Tanda Gejala secara khusus
Gagal jantung kiri :

1. Sesak napas saat berbaring & beraktivitas


2. Batuk
3. Mudah lelah
4. Bengkak pada kaki
5. Perut membuncit
6. Kegelisahan atau kecemasan
7. Penurunan kapasitas aktifitas
8. Dipsnea
9. Batuk ( hemoptisis )
10. Letargi dan kelelahan
11. Penurunan nafsu makan dan berat badan
12. Kulit lembab
13. Tekanan darah ( tinggi, rendah, atau normal )
14. Denyut nadi ( volume normal atau rendah ) (alternans/takikardia/aritmia )
15. Pergeseran apeks
16. Regurgitasi mitral fungsional
17. Krepitasi paru
18. Efusi pleura Gagal jantung kanan :

a. Hepatomegali atau pembesaran pada hati


b. Sering kencing di malam hari
c. Kelemahan
d. Tidak nafsu makan dan mual
e. Pembengkakan pergelangan kaki
f. Dispnea
g. Penurunan kapasitas aktivitas
h. Nyeri dada
i. Denyut nadi ( aritmia takikardia )
j. Peningkatan JVP
k. Edema

13
14
Hepatomegali

Pada keadaan gagal jantung akut karena ventrikal kanan tidak bisa
berkontraksi dengan optimal, terjadi bendungan di atrium kanan dan vena kava
superior dan inferior. Dalam keadaan ini gejala edema perifer, hepatomegaly,
splenomegaly belum sempat terjadi, tetapi yang mencolok adalah tekanan darah
akan menurun dengan cepat sebab darah balik bekurang.Pada gagal jantung
kanan yang kronis, ventrikel kanan pada saat sistol tidak mampu memompakan
darah keluar, sehingga seperti pada gagal jantung kiri pada saat berikutnya
tekanan akhir diastole ventrikel kanan akan meninggi. Dengan demikian maka
tekanan di atrium kanan juga akan meninggi dan hal ini diikuti bendungan darah
di vena kava superior, vena kava inferior serta seluruh system vena. Hal ini
secara klinis dapat dilihat dengan adanya bendungan di vena hepatica, sehingga
menimbulkan hepatomegaly.

Bila kongesti pasif ini keras, maka sering menimbulkan pecahnya sinusoid
centrolobulus dan nekrosis sel hati sekitarnya, yang dinamai nekrosis hemoragik
sentral (CHN). Nekrosis hati mungkin disebabkan dan sebagian oleh tekanan
sinusoid yang meninggi. CHN sering ditemukan pada payah jantung yang cepat
menjadi progresif, insufisiensi katup jantung kanan, pericarditis
constrictive.CHN yang berlangsung lama dapat menimbulkan fibrosis disekitar
vena centralis yang kadang-kadang menjalar ke lobules sekelilingnya
membentuk trabekel jaringan ikat. Makrosopik hati menjadi lisut dengan
tonjolan-tonjolan kecil dikenal sebagai sclerosis/sirosis kardiak.Jadi
hepatomegaly merupakan slaah satu gejala yang timbul pada gagal jantung
kanan dan gagal jantung kongestif.

2.5 Komplikasi pada CHF

1. Proses terjadinya aritmia : Dimulai dari tekanan sistole yang meningkat dan
mengakibatkan beban kerja jantung juga meningkat, akibatnya terjadilah
hipertrofi otot jantung sehingga jantung melemah atau dinamakan kardiomiopati.
Setelah itu terjadilah peregangan jaringan atrium dan ventrikel yang membuat
kelistrikan jantung terganggu sehingga jantung berdetak dengan sangat cepat
dinamakan fibrilasi atrium. Akibat dari gangguan jantung berdetak cepat
terjadilah aritmia.

Tekanan sistole↑

Beban kerja jantung↑

15
Hipertrofi otot jantung

Kardiomiopati

Peregangan jaringan atrium dan ventrikel

Kelistrikan jantung terganggu

Fibrilasi atrium

Aritmia

2. Proses terjadinya syok kardiogenik : Terjadi gagal jantung kiri yang membuat
ventrikel kiri tidak mampu mengosongkan peningkatan volume dengan maksimal
sehingga terjadi pembesaran pada ventrikel kiri, akibatnya jantung mengalami
pembesaran (bendungan) yang membuat jumlah darah yang dipompa keluar dari
ventrikel kiri atau disebut curah jantung. Perfusi jaringan perifer atau terjadinya
penurunan oksigen sehingga jantung mengalami gangguan secara mendadak
(syok kardiogenik)

Gagal jantung kiri



Ventrikel kiri tidak mampu mengosongkan
Peningkatan volume yang adekuat

Pembesaran ventrikel kiri

Bendungan

Curah jantung

Perfusi jaringan perifer

Syok kardiogenik

16
2.6 Pemeriksaan Penunjang

MenurutWijaya&Putri (2013), pemeriksaanpadagagaljantungadalahsebagaiberikut:

1. Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG)

Pemeriksaan EKG adalah uji noninvasive dengan meletakkan keeping alat pada
dinding dada untuk melihat aktivitas listrik jantung.Elektrokardiogram
(EKG)adalahalat yang pentinguntukmengevaluasiritmejantungdantanda-
tandaiskemia (ketidak cukupan suplai darah kejaringan atau organ tubuh).
Gelombang impuls, yang tercatat mesin EKG pada kertas grafik ditunjukkan dengan
gelombang P, QRS, dan T.

- gelombang P mewakili DEPOLARISASI ATRIUM


- gelombang kompleks QRS mewakili DEPOLARISASI VENTRIKEL
- gelombang T mewakili REPOLARISASI VENTRIKEL.

17
Gambaran EKG jugamenunjukkan voltase gelombang dan durasi baik gelombang
maupun interval. Kertas grafik EKG dibagi menjadi garis horizontal dan vertikel,
kotak besar dan kotak kecil. Voltase menyediakan informasi tentang ada tidaknya
dan derajat hipertrofi bait atrium maupunventrikel.

- Voltase digambarkan dengan sumbu vertikel kertas EKG


- Masing-masing kotak kecil mempunyai tinggi 1mm dengan menandai waktu
0,04 detik
- 5 kotak kecil = 5mm yang sama dengan 0,5 mV
- Masing-masingkotak besar menandakan waktu0,2 detik.

Durasi waktu normal gelombang dan interval :


- Gelombang P; kurang dari 0.,11detik
- Interval PR; 0,12 sampai dengan 0,2 detik
- Kompleks QRS; 0,004 sampai dengan 0,11 detik
- Interval QT; pada wanita lebih dari 0,43 detik dan paa pria lebih dari 0,42
detik

EKG standarmempunyai 12 sadapan , menyediakan 12


titiksebagaireferensipencatatanaktivitaslistrikjantung, berdasarkansumbuvertikeldan
horizontal. 6 sadapanekstremitas (meihatjantungpada frontal atausumbu vertical)
dan6 sadapan precordial (melihatjantungpadasumbu horizontal). Secarabersamaan
12 sadapanakanmemeriksadariberbagaiarahkelistrikandalamjantung.

18
2. CT Scan Jantung

Tes ini menggunakan sinar X yang digunakan untuk mendeteksi kalsium


yang menumpuk menjadi plakat erosklerotik di arteri jantung. Sinar X yang
memancar ke organ tubuh akan diterima oleh detektor yang mengubahnya
menjadi data elektrik lalu diteruskan kesistem komputer dan menghasilkan
tampilan tomografi (irisan) digital dengan 64 slice, 128 slice sampai 256 slice
dalam waktu 1 detik. Teknik pemeriksaan CT SCAN pasien dibaringkan pada
meja pemeriksaan, kemudian diberikan suntikan kontrasiodium non-ionic
secara intra vena dan langsung dimasukan kedalam gentri. Pemeriksaan
berlangsung kurang lebih 20 menit.

Kelebihan CT SCAN adalah teknik pemeriksaan ini tidak invasif (tidak


memasukkan kateter kedalam tubuh sehingga tidak menimbulkan komplikasi
perdarahan atau infeksi). Kelemahan CT SCAN memiliki dosis yang tidak
membahayakan. Namun efek samping dari sinar X diklasifikasi menjadi 2
efek, yaitu : efek stokastik dan non stokasik. Efek nonstokasik memiliki batas
ambang, dengan kata lain besarnya efek yang ditimbulkan tergantung dengan
dosis yang diterima. Jadi CT SCAN tidak berbahaya karena dosis radiasinya
kecil. Akan tetapi yang berbahaya disini, yaitu efek stokastik, karena sekecil
apapun dosis yang diberikan, akan memberi peluang adanya bahaya radiasi
tergantung sensitivitas individu yang terpapar. Efek radiasi yang paling
ditakuti yaitu kanker, leukimia dan efek genetis. Tetapi jika baru 1 kali
melakukan pemeriksaan CT SCAN maka efek tersebut lebih sedikit untuk
terjadi.

19
Tujuan CT SCAN Jantung :

1. Plak yang terdapat di arteri jantung, yang dapat menentukan risiko terkena
penyakit jantung

2. Penyakitjantungkongenital (masalahpadajantung yang terjadisejaklahir)

3. Masalahdengankatupjantung

4. Adanyamasalahpadaarteri yang memberi supply padajantung

5. Tumor jantung

6. Masalahpadafungsipompajantung.

3. Kateterisasi Jantung
Prosedur yang kompleks meliputi pemasangan kateter ke dalam jantung, arteri
koroner dan pembuluh darah sekitar untuk memperoleh informasi tentang
struktur dan performa jantung, katup, dan sistem sirkulasi.
a. Kateterisasi Jantung Kanan
Kateterisasi jantung kanan dilakukan melalui vena femoralis yang berjalan
ke vena cava lalu masuk ke dalam atrium kanan, ventrikel kanan dan
akhirnya masuk ke arteri pulmonalis. Kateter ini mempunyai beberapa
lubang di ujung sisi yang memungkinkan pengambilan darah untuk
analisis oksigen dari berbagai ruang jantung. Pada sisi kanan jantung,
normalnya darah mengalami desaturasi dari oksigen (70%) sedangkan
sirkulasi sistemik (99%). Tekanan darah dan sampel darah biasanya
didapatkan dari posisi berikut dengan bantuan skrining radiografi :
- Vena cava inferior dan superior
- Atrium kanan
- Ventrikel kanan
- Arteri pulmonalis utama
- Arteri pulmonalis kiri
- Arteri pulmonalis kanan
Jika terdapat peningkatan saturasi oksigen pada posisi mana pun di sirkulasi
pulmonal, hal ini menandakan adanya transfer atau ‘pirau’ darah sirkulasi

20
sistemik ke sirkulasi pulmonal. ‘Pirau’ darah biasanya dari kiri jantung ke
kanan jantung karena tekanan yang lebih tinggi pada sirkulasi sistemik
dibandingkan sirkulasi paru. Posisi peningkatan oksigen dapat diidentifikasi
dari posisi kateter pada skrining radiografi dan bentuk gelombang tekanan.
Pada kateterisasi jantung kanan sering ditemukan kelainan yaitu hipertensi
pulmonal. Hipertensi pulmonal sering dikaitkan dengan penyakit paru primer.
Pada keadaan ini, bentuk gelombang tidak berubah tetapi pengukuran tekanan
aktual meningkat. Pada awalnya, tekanan sistolik PA (atresia pulmonal) dan
ventrikel kanan meningkat namun jika ventrikel kanan mulai gagal dengan
afterload yang meningkat, maka tekanan diastol ventrikel dan atrium kanan
akan meningkat, dan ini menyebabkan regurgitasi trikuspid.

b. Kateterisasi Jantung Kiri


Kateterisasi jantung kiri dilakukan melau masuknya kateter ke
dalam arteri femoralis atau arteri radialis mengarah ke aorta dan arteri
koroner. Masing-masing arteri koroner dimasukkan kontras sehingga
cineangiography dapat diperoleh dan memperlihatkan kontras yang
melalui arteri koronia atau ventrikel kiri. Gambaran ini dapat dilihat baik
cepat maupun lambat sehingga dapat dipelajari dengan detail dan tidak
terbatas. Plak atau distensi terlihat dengan adanya penyempitan lumen
arteri.

4. Hitung Sel Darah Lengkap


Pengukuran volume packed cell atau hematokrit adalah cara termudah
untuk memastikan konsentrasi sel darah merah dalam darah. Klien dengan
anemia mengalami penurunan massa sel darah merah yang bermakna dan
penurunan kapasitas distribusi oksigen. Anemia merupakan manifestasi angina
atau dapat berlanjut menjadi gagal jantung dan menghasilkan bising jantung
(murmur).

5. Rontgen Dada
Rontgen dada posterioranterior, lateral, dan oblik membantu mengkaji
jantung, paru, dan aorta. Rontgen dada dapat menunjukkan pembesaran jantung,
bayangan mencerminkan dilatasi atau hipertropi bilik, atau perubahan dalam
pembuluh darah abnormal. Padapemeriksaanfoto dada dapat ditemukan adanya
pembesaran siluet jantung (cardio thoraxic ratio > 50%), gambaran kongesti
vena pulmonalis terutama di zona atas pada tahap awal, bila tekanan vena
pulmonal lebih dari 20mmHg dapat timbul gambaran cairan pada fisura
horizontal dan garis Kerley B pada sudut kostofrenikus. Bila tekanan lebih dari
25 mmHg didapatkan gambaran batwing pada lapangan paru yang menunjukkan
adanya udema paru bermakna.

6. Enzim Jantung

21
Enzima dalah protein khusus yang mengkatalisis reaksi kimia dalam sel
makhluk hidup. Enzim jantung dalam konsentrasi tinggi terdapat dalam jaringan
miokardium. Kerusakan jaringan menyebabakan pelepasan enzim dari simpanan
intraseluler. Kebocoran enzim dapat dideteksi denganpeningkatannyadidalam
plasma.

Enzim yang paling sering digunakan untuk mendeteksi kematian sel


jantung adalah troponin. Troponin memiliki 3 komponen: I,C, dan T. Troponin I
memodulasi konraksi, troponin C mengikat kalsium, dan troponin T mengikat
troponin I dan C. Gagal jantung menyebabkan kadar troponin meningkat.

7. Elektrolit Serum
Pengaturan cairan dan elektrolit dapat dipengaruhi oleh gangguan kardiovaskular.
Selain itu kadar elektrolit dapat memengaruhi kontraksi otot.
1. Kalium
Hipokalemia meningkatkan ketidakstabilan listrik jantung, disritmia ventrikel,
dan menimbulkan gelombang U pada EKG. Sedangkan hiperkalemia
menimbulkan gelombang T yang tinggi pada EKG, asistolik, dan disritmia
ventrikel.
2. Natrium
Kadar natrium serum menggambarkan keseimbangan cairan
3. Kalsium
Mediator yang penting pada fungsi jantung karena efeknya terhadap eksitabilitas
jantung, kontraktilitas jantung, dan tonus vaskular. Hipokalsemia menimbulkan
disritmia ventrikel yang serius, pemanjangan interval QT, dan henti jantung.
Sedangkan hiperkalsemia menimbulkan pemendekan interval QT dan
menyebabkan penyumbatan AV, takikardia, bradikardia, hipersensitivitas
digitalis, dan henti jantung.
4. Magnesium
Membantu mengatur metabolisme intraseluler, mengaktifkan enzim-enzim
sensual, dan membantu pengangkutan natrium dan kalium menembus membran
sel. Hipomagnesemia menyebabkan disritmia jantung yang berat termasuk

22
takikardia dan fibrilasi ventrikular. Sedangkan hipermagnesemia menyebabkan
bradikardia.

23
5. Glukosa serum
Kejadian jantung akut dapat meningkatkan kadar glukosa darah, yang
menyebabkan hiperglikemia.

2.7 Penatalaksanaan Medis

Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah:

A. Meningkatkan oksigenasi dengan terapi O2 dan menurunkan konsumsi oksigen


dengan pembatasan aktivitas.
B. Meningkatkan kontraksi (kontraktilitas) otot jantung dengan digitalisasi.
C. Menurunkan beban jantung dengan diet rendah garam, diuretik, dan vasodilator.

1. Terapi Oksigen

Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan


konsumsi O2 melalui istirahat/ pembatasan aktifitas. Teknik non-rebreathing
oxygen mask (NRM) yang benar meliputi pemasangan selang ke sumber
oksigen, memastikan kantung reservoir mengembang, dan memastikan
terdapat katup satu arah yang berfungsi baik. Ubah laju aliran oksigen menjadi
10-15 liter per menit dan letakkan sungkup pada wajah pasien, menutupi
hidung dan mulut. Gunakan tali elastis untuk menahan sungup. Teknik
pemberian NRM juga mencakup penilaian kondisi klinis pasien yang berisiko
mengalami hipoksia atau hipoksemia, disertai pencatatan bukti klinis yang
mendukung penilaian dokter (misalnya pencatatan kondisi di rekam medis
secara lengkap, hasil pengukuran oksimeter, dan analisis gas darah).
Pengamanan segala instrumen yang terhubung dengan NRM dan penghubung
ke suplai oksigen utama dan pemantauan perkembangan kondisi klinis berkala
juga harus dilakukan.

Non rebreathing mask mengalirkan oksigen konsentrasi oksigen sampai 80-


100% dengan kecepatan aliran 10-12 liter/menit. Pada prinsipnya, udara
inspirasi tidak bercampur dengan udara ekspirasi karena mempunyai 2 katup, 1
katup terbuka pada saat inspirasi dan tertutup saat pada saat ekspirasi, dan 1
katup yang fungsinya mencegah udara kamar masuk pada saat inspirasi dan
akan membuka pada saat ekspirasi. (Tarwoto&Wartonah, 2010:37). Indikasi :
klien dengan kadar tekanan CO2 yang tinggi. (Asmadi, 2009:34)

24
2. Memperbaiki kontraktilitas otot jantung
a. Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksikosis, miksedema,
dan aritmia.
b. Digitalisasi

1) Dosis Digitalis
a. Digoksin oral untuk digitalisasi cepat 0,5 mg dalam 4 - 6 dosis selama 24
jam dan dilanjutkan 2x0,5 mg selama 2-4 hari.
b. Digoksin IV 0,75 - 1 mg dalam 4 dosis selama 24 jam.
c. Cedilanid IV 1,2 - 1,6 mg dalam 24 jam.
2) Dosis penunjang untuk gagal jantung: digoksin 0,25 mg sehari. untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
3) Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg.

Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang


berat:

 Digoksin: 1 - 1,5 mg IV perlahan-lahan.


 Cedilamid 0,4 - 0,8 IV perlahan-lahan.

Sumber: Mansjoer dan Triyanti (2007)

3. Diuretik
Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk membuang kelebihan garam dan air
dari dalam tubuh melalui urine. Diuretik umumnya digunakan untuk
mengobati penyakit yang menyebabkan terjadinya penumpukan cairan dalam
tubuh (edema). Selain itu, diuretik juga efektif dalam mengobati darah tinggi
atau hipertensi. Terapi deuritik : Diberikan untuk memacu ekskresi natrium
dan air melalui ginjal. Penggunaan harus hati-hati karena efek samping
hiponatremia dan hipokalemia. Pembatasan natrium untuk mencegah,
mengontrol, atau menghilangkan edema. Diuretik: untuk mengurangi
penimbunan cairan dan pembengkakan.

Terapi Lain:

25
1. Koreksi penyebab-penyebab utama yang dapat diperbaiki antara lain: lesi
katup jantung, iskemia miokard, aritmia, depresi miokardium diinduksi
alkohol, pirau intrakrdial, dan keadaan output tinggi.
2. Edukasi tentang hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan.
3. Posisi setengah duduk.
4. Oksigenasi (2-3 liter/menit).
5. Diet: pembatasan natrium (2 gr natrium atau 5 gr garam) ditujukan untuk
mencegah, mengatur, dan mengurangi edema, seperti pada hipertensi dan
gagal jantung. Rendah garam 2 gr disarankan pada gagal jantung ringan dan
1 gr pada gagal jantung berat. Jumlah cairan 1 liter pada gagal jantung berat
dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.

Pembatasan natrium untuk mencegah, mengontrol, atau menghilangkan


edema.

a. Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah


dan mengurangi beban kerja jantung.
b. Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.
c. Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung.
d. Terapi nitrat dan vasodilator koroner: menyebabkan vasodilatasi perifer
dan penurunan konsumsi oksigen miokard.
e. Digitalis: memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi, peningkatan efisiensi jantung. Saat curah jantung meningkat,
volume cairan lebih besar dikirim ke ginjal untuk filtrasi dan ekskresi
dan volume intravaskuler menurun.
f. Penghambat ACE (ACE inhibitors): untuk menurunkan tekanan darah
dan mengurangi beban kerja jantung.
g. Penyekat beta (beta blockers): untuk mengurangi denyut jantung dan
menurunkan tekanan darah agar beban jantung berkurang.
h. Digoksin: memperkuat denyut dan daya pompa jantung.

6. Aktivitas fisik: pada gagal jantung berat dengan pembatasan aktivitas, tetapi
bila pasien stabil dianjurkan peningkatan aktivitas secara teratur. Latihan
jasmani dapat berupa jalan kaki 3-5 kali/minggu selama 20-30 menit atau
sepeda statis 5 kali/minggu selama 20 menit dengan beban 70-80% denyut
jantung maksimal pada gagal jantung ringan atau sedang.
7. Hentikan rokok dan alkohol

26
8. Revaskularisasi koroner
9. Transplantasi jantung
10. Kardoimioplasti

4. Asering

Asering atau dikenal juga dengan Asering Infusion adalah salah satu
cairan infus yang mampu membantu mencukupi gizi dan nutrisi yang
diperlukan oleh penggunanya. Asering di produksi oleh Otsuka dan masuk ke
dalam golongan obat keras sehingga memerlukan pengawasan ketat dokter
atau tenaga ahli medis lainnya dalam menggunakan Asering. Selain itu, untuk
mendapatkannya harus disertai dengan resep atau anjuran dari dokter.

Asering di setiap liternya mengandung beberapa nutrisi dan mineral seperti:

 Natrium 130 meq


 Kalium 4 meq
 Chloride 109 meq
 Calcium 3 meq
 Acetate 28 meq
 Anhydrous dextrose 50 gram.

Fungsi Asering

Asering memiliki fungsi atau indikasi untuk bisa digunakan oleh penggunanya
yang memiliki kondisi dibawah ini:

a. Digunakan untuk pengguna yang mengalami kehilangan cairan dan darah


dalam jumlah yang banyak
b. Sebagai kalsium tambahan untuk pengguna yang memiliki
kadar kalsium yang rendah
c. Dapat digunakan oleh penderita hipokalsemia
d. Dapat diberikan untuk pengguna yang mengalami defisiasi kalium
e. Mampu membantu menyeimbangkan jumlah elektrolit dalam tubuh
f. Membantu mengatasi inkonsistensi pH
g. Menambah jumlah natrium yang rendah di dalam darah
h. Digunakan untuk memenuhi kadar natrium yang rendah
i. Mampu menambah kadar kalium yang rendah

27
j. Membantu meningkatkan kadar magnesium yang rendah
k. Sebagai penambah suplemen glukosa dalam darah

2.8 Asuhan Keperawatan pada klien CHF

Kasus:

Seorang pasien berusia 63 tahun dirawat di ruang ICU di rumah sakit pemerintah.
Pasien dirawat dengan keluhan sesak nafas berat sejak 4 jam SMRS disertai dengan
batuk berdahak. Seorang perawat melakukan anamnesa, didapatkan hasil sebagai
berikut pasien mengatakan cepat capek bila melakukan aktivitas yang ringan, pasien
mempunyai riwayat hupertensi tidak terkontrol sejak 4 tahun lalu, pasien terlihat
gelisah, terdapat edema ektremitas (+), pitting edema (+), akral dingin (+), PND (+).
TTV: TD: 155/100 mmHg, HR : 120x/menit, RR: 32x/menit. Hasil pemeriksaan lab
diperoleh BNP 150 g/ml, AGD : pH : 7,50, PO2 : 85% PCO2 : 30% HCO3 : 26.
Hasil rontgen thorax menandakan terjadinya overload dan kardiomegali. Hasil
Echokardiografi menunjukkan fraksi ejeksi : 30% dengan status volume berlebih.
Pasien mendapatkan diuretic dan terapi oksigen dengan menggunakan NRM 10
liter/menit. Pasien mendapatkan terapi cairan asering 10 tetes/menit. Pasien dan
keluarga bertanya kenapa bisa terkena penyakit ini.

Diagnose medis pasien CHF, perawat dan dokter serta paramedic lainnya yang
terkait melakukan perawatan secara integrasi untuk menghindari atau mengurangi
resiko komplikasi lebih lanjut.

I. ANALISA DATA
No Dx Data Fokus Masalah Etiologi
00029 Ds : Penurunan Curah 1. Perubahan
- Klien mengatakan Jantung Kontraktilitas
cepat capek bila 2. Perubahan
melakukan aktifitas Frekuensi
yang ringan. Jantung
Do : 3. Perubahan
- TTV : Volume
 TD : 155/100mmHg Sekuncup
 HR: 120x/menit
 RR : 32x/menit
Hasil EKG fraksi
ejeksi : 30%

28
00032 Ds : Ketidakefektifan 1. Hiperventilasi
- Pasien mengeluh sesak Pola Napas 2. Keletihan
nafas berat sejak 4 jam
SMRS disertai dengan
batuk berdahak.
Do :
- TTV :
 RR : 32x/menit
- Hasil lab :
 AGD :
Ph 7,50
 PO2 : 85%
 PCO2 : 30%
 HCO3 26%.
 PND (+)

00026 Ds : - Kelebihan Volume Gangguan Mekanisme


Cairan Regulasi
Do :
- Pitting edema (+)
- Edema ekstrimitas (+)
- Terapi Diuretik
- terapi cairan asering 10
teter/menit
- Hasil Radiologi :
 Hasil Rongten
torax menandakan
terjadinya overload
dan kardiomegali

00092 Ds : Intoleran Aktivitas 1. Masalah Sirkulasi


- Klien mengatakan 2. Gangguan
cepat capek bila Pernapasan
melakukan aktifitas
yang ringan.
Do :
- TTV :
 TD : 155/100mmHg
 HR: 120x/menit
 RR : 32x/menit
- Hasil EKG fraksi
ejeksi : 30%

II. DIAGNOSA KEPERAWATAN


No Dx Diagnosa Keperawatan Tanggal Tanggal Teratasi Paraf &
Ditemukan Nama Jelas

29
00029 Penurunan Curah 24 Oktober 2019
Jantung berhubungan
dengan Perubahan
Kontraktilitas,
Perubahan Frekuensi
Jantung, dan Perubahan
Volume Sekuncup
00032 Ketidakefektifan Pola 24 Oktober 2019
Napas berhubungan
dengan Hiperventilasi
dan Keletihan
00026 Kelebihan Volume 24 Oktober 2019
Cairanberhubungan
dengan Gangguan
Mekanisme Regulasi
00092 Intoleran 24 Oktober 2019
Aktivitasberhubungan
denganMasalah
Sirkulasi dan Gangguan
Pernapasan

III. INTERVENSI

Diagnosa 1

00029 Setelah dilakukan tindakan 1. Perawatan Jantung


keperawatan selama 1x24 jam a. Monitor EKG, adakah perubahan
masalah penurunan curah segmen ST sebagaimana mestinya.
jantungdapat teratasi, dengan b. Lakukan penilaian komprehensif
kriteria hasil : pada sirkulasi perifer (misalnya cek
1. Keefektifan Pompa nadi perifer, dema, pengisian ulang
Jantung kapiler, warna dan suhu
a. Tekanan darah ekstremitas) secara rutin sesuai
systole : kebijakan agen.
dipertahankan pada 2 c. Catat tanda dan gejala penurunan
(cukup besar) dari curah jantung.
kisaran normal d. Monitor nilai laboratorium yang
ditingkatkan ke 4 tepat (enzim jantung dan nilai
(ringan). elektrolit).
b. Tekanan darah e. Monitor sesak napas, kelelahan,
diastole : takipneu, dan ortopneu.
dipertahankan pada 2 2. Monitor Tanda-Tanda Vital
(cukup besar) dari a. Monitor irama dan tekanan jantung.
kisaran normal
ditingkatkan ke 4
(ringan).
c. Fraksi ejeksi :
dipertahankan pada 3
(sedang) dari kisaran

30
normal ditingkatkan
ke 5 (normal).
d. Ukuran jantung :
dipertahankan pada 3
(sedang) dari kisaran
normal ditingkatkan
ke 5 (normal).

Diagnosa 2

No Dx Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Tindakan


(NOC) (NIC)
00032 Setelah dilakukan tindakan 1. Terapi Oksigen
keperawatan selama 1x24 jam a. Monitor aliran oksigen
masalah ketidakefektifan pola 2. Monitor pernapasan
napas dapat teratasi, dengan 4) Monitor pola napas (misalnya
kriteria hasil : bradipneu, takipneu, hiperventilasi,
1. Status Pernapasan : pernapasan kusmaul, pernapasan 1:1,
Kepatenan Jalan Napas apneustik, respirasi biot, dan pola
a. Frekuensi pernapasan ataxic)
: 5) Monitor peningkatan kelelahan,
b. Gangguan kesadaran kecemasan, dan kekurangan udara
c. Kemampuan untuk pada pasien.
mengeluarkan sekret 6) Monitor keluhan sesak napas pasien,
termasuk kegiatan yang
2. Status Pernapasan : meningkatkan atau memperburuk
Pertukaran Gas sesak napas tersebut.
1. Tekanan parsial 3. Bantuan ventilasi
oksigen di darah a. Posisikan untuk meminimalkan
arteri (P2O2) upaya bernapas (misalnya
2. Tekanan parsial mengangkat kepala tempat tidur
karbondioksida di dam memberikan overbed table
darah arteri (PaCO2) bagi pasien untuk bersandar).
3. pH arteri b. Monitor kelelahan otot pernapasan
4. Hasil rontgen dada c. Mulai dan pertahankan oksigen
tambahan, seperti yang ditentukan.
d. Beri obat (misalnya bronkodilator
dan inhaler) yang meningkatkan
patensi jalan napasdan pertukaran
gas.
4. Monitor Tanda-Tanda Vital
a. Monitor tekanan darah, nadi, suhu,
dan status pernapasan dengan tepat
b.Monitor tekanan darah, denyut
nadi, dan pernapasan sebelum,
selama, dan setelah beraktivitas
dengan tepat.
c. Monitor irama dan tekanan jantung.

31
d. Monitor sianosis sentral dan perifer.

Diagnosa 3

No Dx Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Tindakan


(NOC) (NIC)
00026 Setelah dilakukan tindakan 1. Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 1x24 jam a. Monitor status hemodinamik,
masalahkelebihan volume cairan meliputi denyut nadi, tekanan darah,
dapat teratasi, dengan kriteria MAP, CVP, PAP, PCWP, CO dan
hasil : CI, jika tersedia.
1. Status Jantung Paru b. Monitor edema perifer.
D. Pergerakan sputum : c. Berikan obat yang diresepkan untuk
dipertahankan pada 3 mengurangi preload (misalnnya
(sedang) dari kisaran morphine, spironolakton, dan
normal ditingkatkan nitroglicerin).
ke 5 (normal). d. Monitor adanya efek pengobatan
E. Somnolen : yang berlebihan (dehidrasi,
dipertahankan pada 3 hipotensi, takikardi, dan
(sedang) dari kisaran hipokalemia).
normal ditingkatkan e. Berikan infus IV (misalnya cairan,
ke 5 (normal). produk darah) secara perlahan untuk
2. Keparahan Cairan mencegah peningkatan preload yang
Berlebihan cepat.
a. Edema tangan :
dipertahankan pada 2
(cukup berat)
ditingkatkan ke 4
(ringan)
b. Edema pergelangan
kaki : dipertahankan
pada 2 (cukup berat)
ditingkatkan ke 4
(ringan)
c. Edema kaki :
dipertahankan pada 2
(cukup berat)
ditingkatkan ke 4
(ringan)
3. Pengetahuan :
Manajemen Gagal
Jantung
a. Tanda dan gejala
awal penyakit :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan

32
banyak)
b. Strategi untuk
mengelola edema :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
c. Manfaat olahraga
teratur :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
d. Diet yang dianjurkan
: dipertahankan pada
2 (pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)
e. Intake cairan yang
direkomendasikan :
dipertahankan pada 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
ke 4 (pengetahuan
banyak)

Diagnosa 4

No Dx Tujuan & Kriteria Hasil Rencana Tindakan


(NOC) (NIC)
00092 Setelah dilakukan tindakan - Manajemen Energi
keperawatan selama 1x24 jam a. Monitor system kardio respirasi pasien
masalah intoleran aktivitasdapat selama kegiatan (misalnya takikardia,
teratasi, dengan kriteria hasil : disritmia yang lain, dispneu, diaphoresis,
1. Toleransi Terhadap pucat, tekanan hemodinamik, frekuensi
Akivitas pernapasan).
a. Frekuensi nadi b. Bantu pasien memprioritaskan kegiatan
ketika beraktivitas : untuk mengakomodasi energy yang
dipertahankan pada diperlukan.
3 (cukup terganggu) c. Batasi jumlah dan gangguan pengunjung
ditingkatkan ke 5 dengan tepat.
(tidak terganggu) d. Evaluasi secara bertahap kenaikan level
b. Frekuensi aktivitas pasien.
pernapasan ketika
beraktivitas :

33
dipertahankan pada
3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
c. Frekuensi systole
ketika beraktivitas :
dipertahankan pada
3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
d. Frekuensi diastole
ketika beraktivitas :
dipertahankan pada
3 (cukup terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)
e. Temuan/hasil EKG :
dipertahankan pada
4 (sedikit terganggu)
ditingkatkan ke 5
(tidak terganggu)

34
2.9 Telaah Jurnal
A. Ringkasan Artikel

Penderita Congestive Heart Failure (CHF) mengalami peningkatan seiring


dengan meningkatnya kasus penyakit pada kardiovaskuler. Keluhan yang paling
menonjol pada pasien dengan CHF adalah sesak nafas. Keluhan ini
berhubungan dengan adanya edema paru akibat kegagalan jantung memompa
darah keseluruh tubuh. Beberapa literatur dan hasil penelitian menunjukan
bahwa potitioning dapat mempengaruhi status pernafasan pasien dengan CHF.

B. Pembahasan
Data World Health Organization (WHO) tahun 2013, menunjukan 17,3
juta orang meninggal akibat gangguan kardiovaskular pada tahun 2008.
Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang mengganggu fungsi jantung dan
pembuluh darah. Hampir semua penyakit yang mengganggu fungsi jantung pada
akhirnya akan berdampak pada munculnya penyakit Congestive Heart Failure
(CHF). CHF adalah suatu keadaan di mana jantung tidak mampu memompa
darah untuk mencukupi kebutuhan jaringan melakukan metabolisme dan
menyebabkan timbulnya kongesti (Smeltzer & Bare, 2014).
Hasil survey kejadian CHF pada tanggal 20 Desember 2017 di RSUD
Prof. dr. Margono Soekardjo Purwokerto diperoleh informasi bahwa pada tahun
2015 terdapat 1647 kasus dan pada tahun 2016 tercatat 1524 kasus dan dan
tahun 2017 terdapat 1493 pasien.
Adanya penyakit CHF dapat menimbulkan berbagai gejala klinis
diantaranya; dyspnea, ortopnea, dyspnea deffort, dan Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND), edema paru, asites, pitting edema, berat badan meningkat, dan
dan bahkan dapat muncul syok kardiogenik (Smeltzer & Bare, 2014).
Munculnya tanda gejala tersebut berhubungan dengan adanya bendungan cairan
pada system sirkulasi darah. Oleh karenanya dalam penanganan pasien CHF
salah satunya dasarnya adalah mengurangi terjadanya bendungan cairan pada
sirkulasi darah. Positioning merupakan salah satu tindakan keperawatan yang
dapat membantu meminimalkan bendungan sirkulasi.

a. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUD Prof DR Margono Soekarjo


Purwokerto. Besar sampel 38 responden pasien CHF yang dilakukan rawat
inap pada hari kedua di unit rawat inap. Dengan teknik sampling adalah
Consequtif sampling selama 1. Adapun perubah yang diamati meliputi
tekanan darah, nadi, SaO2 dan RR, pada setiap perubahan posisi yang
dimanipulasi penulis dari awal head up, semi fowler dan fowler. Adapun
desain yang digunakan adalah pre experiment dengan desain penelitian one
group pretest-posttest serial design. Untuk penentuan pasien CHF dan

35
identitas responden menggunakan teknik study dokumentasi yaitu
menggunakan sumber dokumen rekam medik pasien. Metode analisis data
yang digunakan pada penelitian ini meliputi analisis univariat dan analisis
multivariate.
b. Hasil dan Pembahasan

1) Karakteristik Usia Responden


Berdasarkan tabel 1 menunjukan bahwa menunjukan bahwa
rerata umur responden adalah 58,3 tahun, dengan umur paling rendah
adalah 40 tahun dan paling tinggi adalah 80 tahun, separoh lebih
responden berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 17 responden
(55,3%), Separoh lebih responden mengalami CHF Grade NYHA III
(57,9%), dan hampir seluruhnya tidak menggunakan oksigen (84,2%).

2) Perbedaan Status Pernafasan SaO2 dan RR Pada Posisi Head Up


(300), Semi Fowler (450) dan Fowler (900)
Hasil penelitian menunjukan bahwa rerata umur responden
adalah 58,3 tahun, dengan umur paling rendah adalah 40 tahun dan
paling tinggi adalah 80 tahun. Hasil penelitian ini sejalan dengan
penelitian Nurhayati (2009), Ulfa, Sadiyanto dan Khasanah (2017)
dan penelitian Wahyuningsih, Khasanah dan Irma (2017). Hasil
penelitian tersebut menunjukan bahwa paling banyak usia penderita
CHF berkisar pada umur 40-49 tahun.
Hasil penelitian menunjukan bahwa separoh lebih responden
berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 17 responden (55,3%).
Seorang wanita ketika sudah akan terjadi penurunan kadar esterogen,
juga penurunan HDL (High Density Lipoprotein) dan peningkatan
LDL (Low Density Lipoprotein), trigliserida, dan kolesterol total
yang meningkatkan resiko penyakit jantung koroner (Fachrunnisa,
2015). Pada penelitian ini rerata usia adalah 58,3 tahun, sehingga
tidak menutup kemungkinan mereka telah menopause yang dapat
berkontribusi munculnya CHF pada responden.
Keluhan sesak nafas (dispnea) yang muncul pada passien CHF
tersebut dapat disebabkan karena peningkatan darah dan cairan dalam
paru yang membuat paru menjadi berat, sehingga menyebabkan
dispnea. Dispnea hanya dapat terjadi bila pasien berbaring datar
(ortopnea) karena cairan terdistribusi ke paru, sehingga muncul
dispnea episodik yang menyebabkan pasien terbangun dimalam hari.
Mudah lelah dapat terjadi akibat cairan jantung yang kurang sehingga
menghambat sirkulasi cairan dan sirkulasi oksigen yang normal,
disamping menurunya pembuangan sisa hasil katabolisme.
Kegelisahan terjadi akibat gangguan oksigenasi jaringan, stres akibat
munculnya rasa sesak saat bernapas, dan karena penderita mengetahui
bahwa jantungnya tidak berfungsi dengan baik (Ardiansyah, 2012).

36
Hasil penelitian menunjukan bahwa respirasi rate (RR)
cenderung menurun dan dari posisi semi fowler ke fowler RR
cenderung tetap (walaupun meningkat, namun peningkatan tersebut
sangat kecil dan hasil analisis multivarate menunjukan tidak ada
perbedaan bermakna nilai RR antar posisi.
Dengan demikian dapat ditarik kesimpulan yang harus
diperhatikan dalam merawat pasien CHF, bahwa potitioning/
memposisikan pasien adalah hal penting yang harus diperhatikan
karena akan dapat memepengaruhi hemodinamik tekanan darah, nadi,
SaO2 dan RR. Posisi tidur semi fowler dan fowler pada pasien CHF
menunjukan haemodinak yang lebih baik daripada posisi head up. Hal
ini sejalan dengan yang disampaikan oleh Smeltzer dan Bare (2014),
bahwa pada pasien CHF dengan udema paru maka posisi yang
direkomendasikan adalah fowler 900 dengan tangan bahu dan kaki
diberikan penyangga.

C. Rekomendasi

Jurnal ini direkomendasikan bagi Rumah Sakit agar hasil penelitian ini dapat
sebagai bahan masukan prosedur tetap untuk meningkatkan kualitas pelayanan
kepada masyarakat khususnya dalam penatalaksanaan perubahan posisi pada
pasien CHF. Kemudian sebagai tambahan skill atau keterampilan bagi perawat
dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan di lahan praktik khususnya
penatalaksanaan perubahan posisi pada pasien CHF. Dan untuk masyarakat
dapat menambah pengetahuan tentang penyakit CHF sehingga lebih kooperatif.

D. Daftar Pustaka
Khasanah, S. Dkk. (2019).”Perbedaan Saturasi Oksigen dan Respirasi Rate
Pasien Congestive Heart Failure Pada Perubahan Posisi”.Jurnal Ilmu
Keperawatan Medial Bedah, Vol.2, No.1, Hal.1-9.

2.10 Materi Edukasi


Edukasi dan promosi kesehatan pada pasien dengan gagal jantung
merupakan salah satu komponen terapi yang penting serta berkaitan dengan
perbaikan kualitas hidup pasien dan penurunan frekuensi perawatan di RS.
Edukasi terhadap pasien dan keluarga yang terlibat dalam manajemen
gagal jantung pada pasien meliputi edukasi spesifik tentang pemberian obat dan
edukasi tentang aspek nonfarmakologi. Edukasi yang terkait dengan terapi
medikamentosa mencakup jadwal pemberian, dosis, cara konsumsi, dan
pengenalan gejala efek samping obat. Sementara itu, edukasi nonfarmakologi
meliputi modifikasi diet dan pembatasan cairan, pemantauan berat badan,
identifikasi tanda dan gejala perburukan gagal jantung, hasil penilaian risiko dan

37
prognosis, penilaian kualitas hidup, dan latihan resusitasi jantung paru bagi
keluarga pasien.

1. MANAJEMEN DAN PERAWATAN DIRI SENDIRI


Prognosis pasien dengan gagal jantung kronis (CHF) tidak hanya
tergantung dari terapi farmakologis namun juga aspek nonfarmakologis.
Program edukasi menyeluruh pada perawatan CHF meliputi pemahaman
penyebab CHF, gejala, diet, restriksi garam dan cairan, regimen pengobatan,
kepatuhan, aktivitas fisik, perubahan gaya hidup.

2. PENGENALAN TERHADAP GEJALA


Pasien dan keluarga yang merawat harus diberi penjelasan mengenai
seluruh gejala yang menandakan adanya perburukan. Pasien harus
memahami gejala mana yang dimaksud dan perburukan apa yang mungkin
timbul. Gejala perburukan mendadak seperti paroksismal nokturnal dispneu,
orthopnea, dan gejala lain yang harus segera dikomunikasikan ke dokter.

3. MANAJEMEN CAIRAN DAN SODIUM


Pedoman praktis untuk pasien gagal jantung juga mendemonstrasikan
untuk restriksi diet sodium. Pembatasan konsumsi sodium 2-3 gram per hari
direkomendasikan, berdasarkan konsensus ahli, untuk pasien gagal jantung
simtomatis dengan terapi medis optimal termasuk diuretik. Diet tinggi
sodium dikaitkan dengan keluaran pada populasi sehat, termasuk insiden
hipertensi dan terkait dengan keluaran stroke dan gagal jantung. The Dietary
Reference Intake merekomendasikan sodium untuk dewasa sehat ( usia 14-50
tahun ) yaitu 1.5 gram/ hari dan intake terbanyak yang masih bisa ditoleransi
sebesar 2.3 gram/ hari.
Pemantauan berat badan harian merupakan bagian yang penting dari
manajemen diri- sendiri. Pasien harus mengukur berat badan harian, pada
jam dan alat ukur yang sama, dan merespon apabila terdapat penambahan
berat badan mendadak >2 kilogram dalam 3 hari. Tidak disarankan adanya
restriksi cairan rutin pada pasien stabil dengan gagal jantung ringan hingga
sedang. Restriksi cairan sebesar 1,5-2 liter/hari dapat dipertimbangkan pada
pasien dengan gejala berat. Dari literatur disebutkan bahwa kepatuhan
terhadap pemantauan berat badan ≥6 dari 7 hari akan menurunkan angka
hospitalisasi dan kunjungan ke bagian emergensi terkait gagal jantung.

4. MANAJEMEN NUTRISI DAN BERAT BADAN


Obesitas dikaitkan dengan efek samping terhadap hemodinamik dan
fungsi serta struktur kardiak, termasuk hipertrofi ventrikel kiri eksentrik dan
abnormalitas sistolik dan diastolik, serta kemunginan aritmia ventricular dan
kematian mendadak. Di sisi lain, gagal jantung dapat menyebabkan body
wasting bahkan kakeksia. Intake nutrisi yang kurang bisa diakibatkan dari

38
menurunnya nafsu makan, disfungsi hati dan pencernaan, inflamasi sistemik,
dan mekanisme aktivasi neurohormonal.
Kakeksia kardiak didefinisikan sebagai penurunan berat badan >6%
dari berat badan stabil sebelumnya tanpa adanya bukti retensi cairan selama 6
bulan terakhir. Pada gagal jantung sedang hingga berat, pengurangan berat
badan sebaiknya tidak rutin direkomendasikan karena seringnya didapatkan
masalah anoreksia dan penurunan berat badan. Penurunan berat badan pada
pasien obese (BMI >30 kg/m2) dengan gagal jantung sebaiknya
dipertimbangkan untuk mencegah progresifitas gagal jantung, mengurang
gejala, dan memperbaiki kualitas hidup.
5. MEROKOK DAN ALKOHOL
Konsumsi alkohol dan merokok dikaitkan dengan berbagai penyakit
kardiovaskular. Efek samping yang ditimbulkan akibat merokok dan
konsumsi alkohol lebih dari tiga kali per hari antara lain peningkatan tekanan
darah, berpotensi terjadi aritmia, efek inotropik negatif, dan peningkatan
trigliserida sehingga resiko stroke dan gagal jantung kongestif meningkat.13

6. AKTIVITAS FISIK
Standar rekomendasi untuk latihan secara umum termasuk aktivitas
aerobik dilaksanakan minimal 20 menit, tiga kali / minggu, dengan parameter
spesifik yang mendefinisikan intensitas latihan, durasi dan frekuensi. Pada
kebanyakan seting klinis, intensitas 60-70% dari denyut jantung rmaksimal.

7. IMUNISASI
Gagal jantung berasosisasi dengan frekuensi dekompensasi dan admisi
pada pusat pelayanan emergensi yang bisa diakibatkan infeksi respirasi.
Vaksin untuk mencegah infeksi Influenza dan Pneumococcal
direkomendasikan untuk dilakukan setahun sekali pada pasien dengan gagal
jantung simtomatis. Belum ada studi randomisasi yang spesifik meneliti
imunisasi pada pasien gagal jantung. Namun studi lain menunjukkan efek
yang menguntungkan yaitu mengurang angka hospitalisasi, terutama pada
pasien tua yang menderita gagal jantung.14

8.AKTIVITAS SEKSUAL
Masalah seksual dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dengan
gagal jantung lanjut. Seperti aktivitas fisik lainnya, aktivitas seksual dapat
memicu eksaserbasi gejala. Kebutuhan metabolic aktivitas seksual sebanding
dengan latihan ringan (selama fase pre-orgasmik, kebutuhan respon seksual
ekuivalen dengan 2-3 metabolic equivalents of task (METs)), sedangkan
energi selama fase orgasmik adalah 3-4 METs. Konseling diperlukan pada
pasien gagal jantung wanita dan pria beserta pasangannya. Sebagai
tambahan, terapi dengan nitrogliserin sebagai profilaksis terhadap sesak dan
nyeri dada mungkin dapat diberikan.

39
9. DEPRESI
Gejala depresi sering didapatkan pada pasien dengan gagal jantung,
dan hal ini terkait dengan keluaran yang buruk. Beberapa gejala depresi
(misal lelah, gangguan fungsional, penurunan nafsu makan, dan sulit tidur)
mirip dengan gejala gagal jantung. Adanya overlap antara gejala yang
mencerminkan disfungsi ventrikel berat pada gagal jantung dan gejala yang
mencerminkan depresi menunjukkan adanya keterkaitan potensial antara
gejala depresi dengan kejadian sampingan.
Pengobatan depresi dapat bervariasi baik farmakologis maupun non
farmakologis. Adanya keterkaitan antara penggunaan serotonin reuptake
inhibitor (SSRI) dengan hiponatremia, mengindikasikan pasien yang
mendapat terapi SSRI harus dimonitor tingkat sodiumnya selama terapi aktif.

10. SLEEP DISORDERED BREATHING


Sleep apnea merupakan faktor yang meningkatkan resiko terjadinya
henti jantung mendadak nokturnal pada pasien gagal jantung kronis, karena
menginduksi ketidakstabilan elektrik kardiak yang bermanifestasi sebagai T
wave alternans (TWA). Pasien didiagnosa sleep apnea apabila terdapat >10-
15 episode apnea-hipopnea setiap jam selama tidur. Pedoman
merekomendasikan penurunan berat badan pada pasien yang kelebihan berat
badan, berhenti merokok, dan berhenti mengkonsumsi alkohol. Perawatan
dengan continuous positive airway pressure (CPAP) baik lewat nasal atau
facemask perlu dipertimbangkan pada obstructive sleep apnea (OSA) yang
sudah dikonfirmasi dengan polisomnografi.

11. BEPERGIAN
Pasien dengan gagal jantung kronis yang stabil dalam 6 minggu tanpa
perubahan gejala atau medikasi lebih dapat bertoleransi pada hipoksia ringan
pada lingkungan kabin pesawat meskipun pada kondisi gagal jantung lanjut.
Pada pasien dengan NYHA kelas III dan IV sebaiknya mempertimbangkan
pendamping dan meminta disediakannya oksigen dalam pesawat.

12. MONITORING PASIEN


Manajemen perawatan gagal jantung di rumah berpotensi
megungkapkan kondisi klinis pasien, kondisi psikis dan kemampuan untuk
merawat diri sendiri. Dari studi WHICH trial didapatkan kesimpulan bahwa
manajemen perawatan di rumah tidak lebih superior daripada perawatan di
klinik dalam hal mengurangi angka kematian dan hospitalisasi. Namun,
manajemen perawatan di rumah berkaitan dengan biaya perawatan yang lebih
rendah, juga lama hospitalisasi yang lebih pendek.
Parameter yang digunakan sebagai pemantauan pada pasien gagal
jantung antara lain

40
a. Data yang dilaporkan pasien : tanda dan gejala kongesti, berat badan
harian,. konsumsi garam, ketaatan terhadap pengobatan
b. Data laboratorium : INR, BNP dan NT pro BNP
c. Data yang langsung direkam : detak jantung, tekanan darah, aritmia
Pasien dihimbau untuk bertanya mengenai obat-obatan yang diberikan,
dan informasi mengenai kondisi tiap pasien dijelaskan oleh dokter.
Pentingnya gejala yang berhubungan dengan kondisi perburukan juga
didiskusikan dengan pasien. Pengukuran berat badan secara rutin, jumlah
garam yang dikonsumsi juga harus dicatat.

2.11 Proses Terjadinya Sesak Napas Berat disertai Batuk Berdahak


Gagal jantung kongestif (CHF) sebelah kanan lazimnya diawali oleh CHF
sebelah kiri. Nah, CHF sebelah kiri adalah gangguan kinerja jantung yang
diakibatkan oleh bilik kiri (ventrikel) jantung tidak dapat berfungsi sebagaimana
mestinya. Ventrikel adalah bagian jantung yang sejatinya berfungsi untuk
mengalirkan darah ke seluruh tubuh melalui saluran yang disebut aorta.
Akibat ventrikel tidak dapat bekerja secara maksimal, serambi kiri dan
pembuluh darah yang berada di sekitar ventrikel mengalami tekanan sehingga
terjadi edema paru atau penumpukan cairan di paru-paru. Normalnya, paru-paru
terisi oleh udara ketika Anda bernapas. Edema paru menyebabkan paru-paru malah
terisi dengan cairan.
Kondisi ini menyebabkan oksigen tidak dapat terserap dengan baik dan
dialirkan ke darah seperti seharusnya. Selain itu, cairan yang terakumulasi pada
kantung udara menyebabkan sulit bernapas(terutama malam hari saat berbaring)
dan batuk.
Saat batuk, paru mengkompensasi untuk mengeluarkan benda asing berupa
cairan sehingga terjadi rangsangan pada bronkhi mengeluarkan cairan dalam paru
berupa batuk yang disertai dahak.

2.12 Proses Terjadinya Mudah Lelah


Penderita gagal jantung akan merasa lelah melakukan kegiatan yang biasanya
tidak membuatnya lelah. Gejala mudah lelah disebabkan kurangnya perfusi pada otot
rangka karena menurunya curah jantung. Kurangnya oksigen membuat produksi
adenisin tripospat (ATP) sebagai sumber energi untuk kontaksi otot berkurang.
Gejala dapat diperberat oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit sehingga dapat
disertai

Edema paru

Kadar O2 ⬇️

41
Metabolisme Anaerob

ATP ⬇️ , Asam Laktat ⬆️

Penurunan Energi

Mudah Lelah

Dx : intoleransi aktivitas

2.13 Proses Terjadinya Kardiomegali


1. Pengertian Kardiomegali
Kardiomegali adalah suatu kondisi ketika ukuran jantung lebih besar
dari ukuran normal, yaitu 55 persen lebih besar dari rongga dada.
Pembesaran jantung merupakan kelainan yang umum ditemui.
Kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai hal –mulai dari tekanan
darah tinggi, diabetes, hingga gangguan katup. Apabila seseorang mengalami
pembesaran jantung yang disertai dengan gangguan fungsi pemompaan
jantung, maka bisa dikatakan ia telah menderita gagal jantung.
Kardiomegali biasanya disebabkan oleh pembesaran salah satu atau
lebih dari empat ruangan jantung. Namun, umumnya kardiomegali
diakibatkan oleh pembesaran bilik jantung kiri (ventrikel kiri).
Terdapat dua macam kardiomegali, yaitu:

42
2. Penyebab Kardiomegali
Terdapat berbagai jenis penyebab kardiomegali atau pembesaran jantung, di
antaranya:
a. Tekanan darah tinggi. Kondisi tekanan darah tinggi bisa menyebabkan tekanan
yang berlebihan pada dinding jantung. Tekanan yang berlebihan ini dapat
menyebabkan pembesaran ruang jantung yang akan terlihat sebagai
pembesaran jantung.
b. Diabetes. Gangguan metabolik ini dapat menimbulkan masalah pada semua
organ tubuh manusia. Salah satunya dalam bentuk pembesaran jantung.
Pembesaran jantung pada penderita diabetes dikenal dengan istilah
kardiomiopati diabetik.
c. Gangguan katup jantung. Gangguan katup menyebabkan beban kerja yang
berlebihan pada jantung. Hal ini akan menyebabkan penebalan otot jantung
dan pada akhirnya ukuran jantung akan membesar.
d. Gangguan paru. Gangguan paru seperti penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), dapat menyebabkan peningkatan tahanan aliran darah dan
berpengaruh pada peningkatan kerja jantung. Peningkatan beban kerja jantung
akan menyebabkan pembesaran jantung.
e. Miokarditis viral, yaitu kondisi terjadinya peradangan pada otot jantung akibat
infeksi virus. Misalnya karena adenovirus dan enterovirus.
f. Gangguan lain-lain seperti gangguan tiroid, kehamilan, dan infeksi HIV.

43
3. Diagnosis Kardiomegali
Penentuan diagnosis kardiomegali atau pembesaran jantung dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan foto torak. Pada pemeriksaan foto torak dapat
dilihat siluet jantung dalam foto yang lebih besar. Berdasarkan hal tersebut, dapat
pula dihitung rasio kardiotorak (perbandingan diameter jantung dan diameter torak)
yang akan menunjukkan angka lebih dari 0,50.
Untuk melihat kontraktilitas (kekuatan kontraksi jantung) dan dimensi
ruang jantung dapat dilakukan pemeriksaan ekokardiografi. Pemeriksaan ini dapat
memperlihatkan adanya dilatasi atau pelebaran ruang jantung, gangguan katup
jantung dan gangguan kontraktilitas jantung.

4. Gejala Kardiomegali
Kardiomegali atau pembesaran jantung pada tahap awal tidak memberikan
keluhan yang nyata. Apabila jantung mengalami pembesaran yang signifikan
sehingga fungsinya terganggu, seseorang biasanya akan mengalami berbagai
keluhan.
Keluhan yang umumnya dirasakan penderita antara lain sesak napas, batuk,
pembengkakan tubuh dan mudah merasa lelah. Apabila terdapat sumbatan pada
pembuluh darah jantung, seseorang bisa memiliki keluhan nyeri dada.

5. Pengobatan Kardiomegali
Pengobatan kardiomegali atau pembesaran jantung adalah dengan
mengatasi penyebab pembesaran jantung. Apabila seseorang menderita tekanan
darah tinggi, maka pemberian obat tekanan darah tinggi diperlukan untuk mencapai
tekanan darah yang lebih aman dan optimal.
Diet rendah garam juga disarankan untuk penderita pembesaran jantung
dengan tekanan darah tinggi. Penanganan diabetes juga diperlukan segera agar gula
darah berada pada kisaran normal.
Apabila seorang sudah menunjukkan tanda-tanda gagal jantung seperti
sesak napas dan penumpukan cairan tubuh, pemberian obat golongan diuretik dapat
diberikan. Beberapa obat yang umum digunakan pada penanganan pembesaran
jantung adalah obat golongan diuretik, ACE-inhibitor, dan penyekat beta.

44
6. Pencegahan Kardiomegali
Kardiomegali atau pembesaran jantung dapat dicegah dengan mengontrol
berbagai faktor risiko pembesaran jantung seperti melakukan pola hidup sehat agar
tekanan darah tinggi tak sampai terjadi. Begitu pula upaya untuk mencegah
terjadinya diabetes atau mengelola kondisi diabetes agar gula darah terjaga.
Seseorang dengan PPOK juga perlu dipantau secara berkala untuk mencegah
kejadian pembesaran ruang jantung ini.

2.14 Proses Terjadinya Gelisah


Kegelisahan berasal dari kata ”gelisah”. Gelisah artinya rasa yang tidak
tentram dihati atau selalu merasa khawatir, tidak dapat tenang, tidak sabar lagi,
cemas dan lain-lain. Gagal jantung kongestive atau congestive heart failure (CHF)
merupakan kondisi dimana fungsi jantung sebagai pompa untuk mengantarkan
darah yang kaya oksigen ke utbuh tidak cukup untuk memenuhi keperluan-
keperluan tubuh (Andra Saferi, 2013). Tanda dan gejala yang sering terjadi pada
pasien gagal jantung yaitu sesak nafas, batuk, mudah lelah, kegelisahan yang
timbul akibat gangguan oksigenasi, disfungsi ventrikel. Curah jantung yang
menurun menyebabkan kongesti jaringan yang terjadi akibat peningkatan tekanan
arteri atau vena. Kongesti paru terjadi karena ventrikel kiri gagal memompa darah
dari paru. Peningkatan tekanan dalam sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong
keparu, manifestasinya meliputi dispnea, batuk, mudah lelah, takikardi, bunyi
jantung S3, kecemasan dan kegelisahan. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat
gangguan oksigenisasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas, dan pengetahuan
bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah
jantung dapat disertai insomnia atau kebingungan. Kelainan kontraktilitas pada
gagal jantung akan mengganggu kemampuan pengosongan ventrikel. Kontraktilitas
ventrikel kiri yang menurun mengurangi cardiac output dan meningkatkan volume
ventrikel.
Dengan meningkatnya volume akhir diastolik ventrikel (EDV) maka terjadi
pula peningkatan tekanan akhir diastolik kiri (LEDV). Meningkatnya LEDV, akan
mengakibatkan pula peningkatan tekanan atrium (LAP) karena atrium dan
ventrikel berhubungan langsung kedalam anyaman vaskuler paru-paru
meningkatkan tekanan kapiler danvena paru-paru. Jika tekanan hidrostatik dari
anyaman kapiler paru-paru melebihi tekanan osmotik vaskuler, maka akan terjadi
transudasi cairan melebihi kecepatan draenase limfatik, maka akan terjadi edema
interstitial. Peningkatan tekanan lebih lanjut dapat mengakibatkan cairan merembes
ke alveoli dan terjadi edema paru.

45
2.15 Proses Terjadinya Edema Ekstremitas/ Pittinhg Edema

Edema merupakan terkumpulnya cairan di dalam jaringan interstisial lebih dari


jumlah yang biasa atau di dalam berbagai rongga tubuh mengakibatkan gangguan
sirkulasi pertukaran cairan elektrolit antara plasma dan jaringan interstisial. Jika
edema mengumpul di dalam rongga maka dinamakan efusi, misalnya efusi pleura
dan pericardium. Penimbunan cairan di dalam rongga peritoneal dinamakan asites.
Pada jantung terjadinya edema yang disebabkan terjadinya dekompensasi jantung
(pada kasus payah jantung), bendungan bersifat menyeluruh. Hal ini disebabkan oleh
kegagalan venterikel jantung untuk memopakan darah dengan baik sehingga darah
terkumpul di daerah vena atau kapiler, dan jaringan akan melepaskan cairan ke
intestisial (Syarifuddin, 2001). Edema pada tungkai kaki terjadi karena kegagalan
jantung kanan dalam mengosongkan darah dengan adekuat sehingga tidak dapat
mengakomodasi semua darah yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Edema ini di mulai pada kaki dan tumit (edema dependen) dan secara bertahap
bertambah keatas tungkai dan paha dan akhirnya ke genitalia eksterna dan tubuh
bagian bawah. Edema sakral jarang terjadi pada pasien yang berbaring lama, karena
daerah sakral menjadi daerah yang dependen. Bila terjadinya edema maka kita harus
melihat kedalaman edema dengan pitting edema. Pitting edema adalah edema yang
akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan pada ujung jari , baru jelas
terlihat setelah terjadinya retensi cairan paling tidak sebanyak 4,5 kg dari berat
badan normal selama mengalami edema (Brunner and Suddarth, 2002). Grading
edema

1+: pitting sedikit/ 2mm, menghilang dengan cepat


2+: pitting lebih dalam/ 4mm, menghilang dalam waktu 10-15 dtk
3+: lubang yang dalam/6mm, menghilang dalam waktu 1 mnt
4+: lubang yang sangat mendalam/ 8mm berlangsung 2-5 mnt, ekstremitas dep
terlalu terdistruksi.

Pengaruh posisi elevasi kaki ditinggikan terhadap pengurangan edema

Pengaruh posisi kaki ditinggikan 30 derajat terhadap pengurangan edema adalah


dapat membantu resusitasi jantung sehingga suplai darah keorgan-organ penting
seperti paru, hepar, ginjal dapat mengalir secara sempurna. Tujuan utama dari
peninggian posisi ini mencangkup peningkatan suplai darah arteri ke eksteremitas
bawah, pengurangan kongesti vena, mengusahakan vasodilatasi pembuluh darah,
pencegahan komperesi vaskuler (mencegah dekubitus), pengurangan nyeri,
pencapaian atau pemeliharaan integritas kulit.

Penurunan Curah
Jantung

46
Darah yang
masuk ke ginjal

Ginjal merangsang
tubuh melakukan
mekanisme RAA

Ginjal mengeskresi
renin

Merangsang
timbulnya
angiotensin 1

Angiotensin 1
dikonversi menjadi
angiotensin 2

Angiotensin 2
merangsang
terbentuknya
hormone aldosteron

> Natrium di tubuh


meningkatkan
permeabilitas kapiler

Cairan menumpuk
pindah ke
intertisiall

47
Edema

2.16 Proses Terjadinya PND

Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) menyebabkan nafas yang tiba-tiba


pendek pada saat tidur. CHF adalah Kondisi kronis ketika jantung tidak memompa
darah sebagaimana mestinya atau gagal jantung, gagal jantung itu terbagi menajadi
dua, yaitu gagal jantung kanan dan gagal jantung kiri, nah di PND ini adalah gagal
jantung sebelah kiri tepat nya pada ventrikel kiri. Gagal jantung kiri ini terjadi
karena ventrikel kiri tidak mampu mengosongkan peningkatan volume yang ade
kuat, akibatnya volume dan tekanan atrium menjadi meningkat, sehingga darah
kembali ke pulmonalis dan terjadilah suatu bendungan di area tersebut
(pulomanlis). Karena terjadinya bendungan pada area pulmonalis cairan pindah ke
interstisial yang dimana ada pembentukan jaringan parut (fibrosis) disekitar
alveoli. Karena terjadinya fibrosis menyebabkan edema pada paru dan terjadilah
dispneu karna aliran nafas terganggu, stelah terjadi sesak maka timbul rasa tidak
nyaman pada saat bernapas dalam keadaan berbaring (orthopnea) biasa nya
seseorag yang terkena orthopnea ini bisa di atasi dengan tidur menggunakan bantal
yang lebih tinggi, karena rasa tidak nyaman terjadilah nafas pendek pada malam
hari saat tidur (PND) biasanya ini terjadi cukup lama yang membuat seseorang
terbangun dari tidurnya.

2.17 Proses Terjadinya Alkalosis Respiratori

Menurut Smeltzer (2002), gagal jantung kiri atau gagal jantung ventrikel kiri
terjadi karena adanya gangguan pemompaan darah oleh ventrikel kiri sehingga curah
jantung kiri menurun dengan akibat tekanan akhir diastol dalam ventrikel kiri dan
volume akhir diastole dalam ventrikel kiri meningkat. Keadaan ini merupakan beban
atrium kiri dalam kerjanya untuk mengisi ventrikel kiri pada waktu diastolik, dengan
akibat terjadinya kenaikan tekanan rata-rata dalam atrium kiri. Tekanan dalam
atrium kiri yang meninggi ini menyebabkan hambatan aliran masuknya darah dari
vena-vena pulmonal. Bila keadaan ini terus berlanjut maka bendungan akan terjadi
juga dalam paru-paru dengan akibat terjadinya edema paru dengan segala keluhan
dan tanda-tanda akibat adanya tekanan dalam sirkulasi yang meninggi. Edema paru
adalah suatu keadaan dimana terjadinya penumpukan cairan di paru-paru. Hal ini

48
menyebabkan oksigen tidak dapat terserap dengan baik dialirkan ke darah. Sehingga
dapat menyebabkan hiperventilasi atau nafas cepat dan dalam, akibatnya terjadi
ekhalasi atau eksresi karbondioksida yang berlebih, karena eksresi berlebih maka
kadar karbondioksida dalam darah menurun , sehingga ph darah menjadi basa atau
Alkalosis Respiratorik. CHF

2.18 Proses Terjadinya Overload

Beban isian kedalam ventrikel yang berlebihan menyebabkan preload meningkat.


Preload yang berlebihan dan melampaui kapasitas ventrikel akan menyebabkan tekanan
dan volume pada akhir diastolik dalam ventrikel meningkat, maka curah jantung
meningkat sesuai Renggangan otot. Bila beban terus bertambah sampai melampaui batas
tertentu maka curah jantung akan menurun kembali.

Tekanan dan volume


akhir diastolik dalam
ventrikel meningkat

Curah jantung meningkat

Beban jantung meningkat


sampai melampaui batas

Curah jantung menurun

Beban volume
berlebihan

Preload
meningkat

49
BAB III

PENUTUP

a. Simpulan
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan
nutrien daan oksigen secara adekuat (Udjiyanti, 2010). CHF merupakan suatu kondisi
patofisiologi dicirikan oleh adanya bendungan (kengesti) diparu atau sirkulasi
sistemik yang disebabkan karena jantung tidak mampu memompa darah yang
beroksigen secara cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan (Saputra,
2008).

World Health Organization (WHO) memperkirakan 57 juta kematian


diseluruh dunia pada tahun 2008, 36 juta atau 63% disebabkan oleh penyakit tidak
menular (PTM) terutama penyakit kardiovaskular. Hampir 80% dari kematian akibat
penyakit tidak menular terjadi di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah,
kecuali afrika (Irianto, 2014). Peningkatan kasus gangguan kardiovaskular di
Indonesia juga semakin nyata hingga ke daerah-daerah dengan menunjukkan data
berdasarkan wawancara terdiagnosis dokter di Indonesia sebebar 0,13% dan yang
terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 0,3%. Prevalensi gagal jantung berdasarkan
terdiagnosis dokter tertinggi di Yogyakarta (0,25%), disusul Jawa Timur (0,19%), dan
Jawa tengah (0,18%). Prevalensi berdasarkan diagnosis dan gejala tertinggi di Nusa
Tenggara Timur (0,8%), diikuti Sulawesi tengah (0,7%0, sementara Provinsi Jambi
0,1 (Kemenkes RI, 2013). Tanda dan gejala yang muncul pada pasien CHF antara lain
dyspnea, fatigue dan gelisah.
Penatalaksanaan penunjang pada klien CHF antara lain yaitu EKG, CT Scan
Jantung, Kateterisasi Jantung, Rontgen Dada, dan Elektrolit Serum. Pemberian
edukasi pada klien dan keluarga juga diperlukan untuk memberitahukan perubahan
pada fungsi tubuh maupun gejala yang akan timbul ketika dirumah.

b. Saran
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini sangat banyak
sekali kesalahan. Besar harapan kami kepada para pembaca untuk bisa memberikan
kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi lebih sempurna.

50
DAFTAR PUSTAKA

Tinjauan Pustaka: Diakses pada tanggal 18 Oktober 2019, dari:


http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/24518/Chapter%20II.pdf?sequence=4
&isAllowed=y

https://rumahsakit.unair.ac.id/website/home-monitoring-for-heart-failure-management/

https://www.alomedika.com/penyakit/kardiologi/gagal-jantung/edukasi-dan-promosi-
kesehatan

https://www.academia.edu/9895855/laporan_pendahuluan_CHF

Mansjoer, A dkk. 2007. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid 1 edisi 3. Jakarta: Media
Aesculapius

Austaryani, Nessma Putri. 2012. Asuhan Keperawatan Pada Tn.J Dengan Congestive Heart
Failure (Chf) Di Ruang Intensive Cardio Vascular Care Unit (Icvcu) Rumah Sakit Dr.
Moewardi Surakarta. Surakarta: Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah.

https://doktersehat.com/chf-gagal-jantung-kongestif/

https://hellosehat.com/penyakit/edema-paru/

Al ma’arif, Fahlian W. (2013). Laporan Kasus Radiologi Congestive Heart Failure


(CHF). Yogyakarta: Universitasi Islam Indonesia.
https://www.academia.edu/6725840/Congestive_Heart_Failure_CHF_ Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2019

Yulianti, Tri. (2017). Asuhan keperawatan Pada Ny. S Dengan Congestive Heart Failure
di RSUD Dr. R Goeteng Taroenadibrata Purbalingga. Purwokerto:UMP
http://repository.ump.ac.id/3984/3/Tri%20Yulianti%20BAB%20II.pdf Diakses pada
tanggal 22 Oktober 2019

Buku Ajar Kardiologi. Balai Penerbit FK UI. Jakarta:2004. Hal 120. Patologi. Balai
Penerbit FK UI. Jakarta: 2006.Hal243.

Munandar, A. A. (2019). ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DEWASA


PENDERITA GAGAL JANTUNG DENGAN MASALAH PENURUNAN CURAH
JANTUNG Di Ruang Aster RSUD dr. Harjono Ponorogo (Doctoral dissertation,
Universitas Muhammadiyah Ponorogo).

51
52

Anda mungkin juga menyukai