Anda di halaman 1dari 14

Rekayasa Lingkungan

“Efek Rumah Kaca”

Dosen:

Dr. Nurhasan Syah, M.Pd

Disusun Oleh : Kelompok 2

Siska Hardiyanti 17061041

Esih Ernawati 17061004

Jamil Amar 17061093

PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TEKNIK BANGUNAN

JURUSAN TEKNIK SIPIL

FAKULTAS TEKNIK

Universitas Negeri Padang

2020
A. Pengertian Efek Rumah Kaca
Efek Rumah Kaca (ERK) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Fourier
pada tahun 1824, ia
mengungkapkan bahwa ERK
merupakan sebuah proses dimana
atmosfer memanaskan sebuah
planet. Istilah efek rumah kaca,
diambil dari cara tanam yang
digunakan para petani di daerah
iklim sedang (negara yang memiliki
empat musim). Para petani biasa
menanam sayuran atau bunga di
dalam rumah kaca untuk menjaga
suhu ruangan tetap hangat. Demikian halnya salah satu fungsi atmosfer bumi ialah
seperti rumah kaca.
Efek rumah kaca adalah suatu proses dimana radiasi termal dari
permukaan atmosfer yang diserap oleh gas rumah kaca, dan dipancarkan kembali
ke segala arah. Mekanisme ini pada dasarnya berbeda dari yang rumah kaca
sebenarnya, yang bekerja dengan mengisolasi udara hangat dalam struktur tersebut
sehingga panas yang tidak hilang oleh konveksi. Efek rumah kaca ditemukan
oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, dan pertama kali dilaporkan kuantitatif
oleh Svante Arrhenius pada tahun 1896, merupakan proses pemanasan permukaan
suatu benda langit (terutama planet atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi
dan keadaan atmosfernya.
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut berbentuk radiasi gelombang pendek,
termasuk cahaya tampak. Ketika energi ini tiba permukaan Bumi, ia berubah dari
cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas
ini berwujud radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya
jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon dioksida, sulfur
dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini
menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi
dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi.
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah
oleh awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang
dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk
dikembalikan ke permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca
diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan
malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang
ada di bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu
rata-rata sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F)
dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C
sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya,
apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan
pemanasan global.

Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca Dan Penyebabnya , efek rumah


kaca disebabkan karena naiknya gas karbondioksida ( CO2 ) dan gas-gas lainnya di
atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 disebabkan oleh kenaikan pembakaran
bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organic lainnya yang melampaui
kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk menyerapnya. Energi yang
masuk ke bumi, 25 % dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer, 25 %
diserap awan, 45 % diserap permukaan bumi, 5 % dipantulkan kembali oleh
permukaan bumi. Energy yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi
inframerah yang dipancarkan bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas
lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi. Selain gas CO2, yang dapat
menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang dioksida, nitrogen monoksida
(NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa senyawa organic seperti gas
metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut memegang peranan
penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang
antara lain berupa uap air atau H2O, CO2, metana (CH4), dan ozon (O3). Sinar
panas inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya
suhu udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik. Hal inilah yang
menyebabkan terjadinya Efek Rumah Kaca. Gas yang menyerap sinar inframerah
disebut Gas Rumah Kaca. Efek rumah kaca bisa terjadi karena berubahnya
komposisi GRK (Gas Rumah Kaca), yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara
global akibat kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran
bahan bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga
listrik, kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga
dihasilkan dari pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan
peternakan, GRK yang dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida,
metana, dan nitroksida. Hal tersebut di atas juga merupakan salah satu penyebab
pemanasan global yang terjadi saat ini.

Dunia memperoleh sebagian besar energi dari pembakaran bahan bakar


fosil yang berupa pembakaran minyak bumi, arang maupun gas bumi. Ketika
pembakaran berlangsung sempurna, seluruh unsur karbon dari senyawa ini diubah
menjadi karbon dioksida. Senyawa karbon dari bahan bakar fosil telah tersimpan
di dalam bumi selama beratus-ratus milliar tahun lamanya. Dalam jangka waktu
satu atau dua abad ini, senyawa karbon ini dieksploitasi dan diubah menjadi
karbon dioksida. Tidak semua karbon dioksida berada di atmosfir (sebagian
darinya larut di laut dan danau, sebagian juga diubah menjadi bebatuan dalam
wujud karbonat kalsium dan magnesium), tetapi hasil pengukuran menunjukkan
bahwa kadar CO2 di atmosfir perlahan-lahan meningkat tiap tahun dan terus
meningkat dekade-dekade terakhir. Peningkatan dari kadar CO2 di atmosfir
menimbulkan masalah-masalah penting yang disebabkan oleh alasan-alasan
berikut ini. Karbon dioksida memiliki sifat memperbolehkan cahaya sinar tampak
untuk lewat melaluinya tetapi menyerap sinar infra merah. Agar bumi dapat
mempertahankan temperatur rata-rata, bumi harus melepaskan energi setara
dengan energi yang diterima. Energi diperoleh dari matahari yang sebagian besar
dalam bentuk cahaya sinar tampak. Oleh karena CO2 di atmosfer memperbolehkan
sinar tampak untuk lewat, energi lewat sampai ke permukaan bumi. Tetapi energi
yang kemudian dilepaskan (dipancarkan) oleh permukaan bumi sebagian besar
berada dalam bentuk infra merah, bukan cahaya sinar tampak, yang oleh
karenanya disearap oleh atmosfer CO2. Sekali molekul CO2 menyerap energi dari
sinar infra merah, energi ini tidak disimpan melainkan dilepaskan kembali ke
segala arah, memancarkan balik ke permukaan bumi. Sebagai konsekuensinya,
atmosfer CO2 tidak menghambat energi matahari untuk mencapai bumi, tetapi
menghambat sebagian energi untuk kembali ke ruang angkasa. Fenomena ini
disebut dengan Efek Rumah Kaca.
Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang terpenting dalam kasus
efek rumah kaca atau ERK. Sekitar 35% dari radiasi matahari tidak sampai ke
permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang bergelombang pendek (sinar alpha,
beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan teratas. Yang lainnya dihamburkan
dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh molekul gas, awan dan partikel.
Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di dalam troposfir ini, 14 % diserap
oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga hanya sekitar 51% yang sampai
ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan radiasi langsung dan 14%
radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam lapisan troposfir oleh
molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi, sebagian diserap
sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali dalam bentuk
sinar inframerah. Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh
molekul gas yang antara lain berupa uap air atau H2O, CO2, metan (CH4), dan
ozon (O3). Sinar panas inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan
oleh karenanya suhu udara di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik.
Terjadilah Efek Rumah Kaca.

B. Penyebab Terjadinya Efek Rumah Kaca


Efek rumah kaca yang berlebih disebabkan karena naiknya konsentrasi
gas-gas di atmosfer. Gas-gas tersebut disebut dengan Gas Rumah Kaca (GRK).
Gas rumah kaca adalah gas-gas yang ada di atmosfer yang menyebabkan efek
rumah kaca. Gas-gas tersebut sebenarnya muncul secara alami di lingkungan,
tetapi dapat juga timbul akibat aktivitas manusia. Gas rumah kaca yang paling
banyak adalah uap air yang mencapai atmosfer akibat penguapan air
dari laut, danau dan sungai.
Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana gas dalam rumah kaca. Dengan
semakin meningkatnya konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas
yang terperangkap di bawahnya. Berikut akan dipaparkan mengenai gas-gas yang
berperan dalam efek rumah kaca dengan persentase kontribusi mereka terhadap
efek rumah kaca :
1. Uap Air (36-70%)
Uap air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab
terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi
secara regional. Aktivitas manusia tidak secara langsung memengaruhi
konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal. Meningkatnya konsentrasi uap air
mengakibatkan meningkatnya efek rumah kaca yang mengakibatkan
meningkatnya temperatur dan semakin meningkatknya jumlah uap air di
atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai mencapai titik ekuilibrium
(kesetimbangan).
2. Karbondioksida (9-26%)
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer
ketika mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk
menghangatkan bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap
karbondioksida semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil
kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
3. Metana (4-9%)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah
kaca. Metana merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20
kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama
produksi dan transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga
dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah
(landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi,
sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri
pada pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu
setengah kali lipat.
4. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan
terutama dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen
oksida dapat menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida.
Konsentrasi gas ini telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-
industri.
5. Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-
22) terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk
insulasi, perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari
pendingin di beberapa negara berkembang masih
menggunakanklorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin yang selain
mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan yang
melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Komsumsi CFC tertinggi terdapat
pada Negara-negara maju. Amerika Serikat mengkomsumsi hampir sepertiga
komsumsi CFC dunia.
Negara-negara maju adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia.
Menurut data dari PBB, urutan beberapa negara penghasil emisi karbondioksida
per kepala per tahun sebagai berikut:
 Amerika Serikat 20 ton
 Kanada dan Australia 18 ton
 Jepang dan Jerman 10 ton
 China 3 ton
 India 1 ton

C. Akibat Efek rumah kaca


Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu
rata-rata bumi 1-5 °C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap
seperti sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-
4,5 °C sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di
atmosfer, maka akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari
permukaan bumi diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan
bumi menjadi meningkat.
Efek rumah kaca yang berlebih mengakibatkan meningkatkannya suhu
permukaan bumi. Sehingga terjadi perubahan iklim yang sangat ekstrim di bumi.
Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan, tumbuhan,
hewan dan ekosistem lainnya disekitar hutan, sehingga mengurangi
kemampuannya untuk menyerap karbondioksida di atmosfer. Pemanasan global
mengakibatkan mencairnya gunung-gunung es di daerah kutub yang dapat
menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek rumah kaca juga akan
mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut mengembang dan
terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara kepulauan akan
mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Perubahan iklim menimbulkan perubahan pada pola musim sehingga
menjadi sulit diprakirakan. Pada beberapa bagian dunia hal ini meningkatkan
intensitas curah hujan yang berpotensi memicu terjadinya banjir dan tanah longsor.
Sedangkan belahan bumi yang lain bisa mengalami musim kering yang
berkepanjangan, karena kenaikan suhu dan turunnya kelembaban. Selanjutnya
perubahan iklim akan berdampak pada segala sector. Meliputi:
1. Ketahanan Pangan Terancam
Produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan akan berkurang akibat
banjir, kekeringan, pemanasan dan tekanan air, kenaikan air laut, serta angin
yang kuat. Perubahan iklim juga akan mempengaruhi jadwal panen dan jangka
waktu penanaman. Peningkatan suhu 10C diperkirakan menurunkan panen padi
sebanyak 10%.
2. Dampak Lingkungan
Banyak jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan iklim dan
gangguan pada kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem).
Terumbu karang akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi rusak atau
bahkan mati karena suhu tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa 15%-37%
dari seluruh spesies dapat menjadi punah di enam wilayah bumi pada 2050.
Keenam wilayah yang dipelajari mewakili 20% muka bumi (Jhamtani, 2007).
3. Risiko Kesehatan
Cuaca yang ekstrim akan mempercepat penyebaran penyakit baru dan bisa
memunculkan penyakit lama. Badan Kesehatan PBB memperkirakan bahwa
peningkatan suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim sudah menyebabkan
kematian 150.000 jiwa setiap tahun. Penyakit seperti malaria, diare, dan demam
berdarah diperkirakan akan meningkat di negara tropis seperti Indonesia.
4. Air
Ketersediaan air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama di daerah
tropik kering. Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang di Asia Pasifik
akibat musim kemarau berkepanjangan dan intrusi air laut ke daratan.
5. Ekonomi
Kehilangan lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan kekeringan,
bencana, dan risiko kesehatan mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas
Stern, penasehat perdana menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20
tahun mendatang perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi.

Belum ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia.


Namun beberapa data menunjukkan bahwa:

1. Suhu rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,30C sejak tahun 1990.


2. Musim hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih
intensif sehingga meningkatkan risiko banjir.
3. Variasi musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran
hutan dan lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi
(CIFOR, 2004)
4. Perubahan pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak
pada sektor pertanian dan ketahanan pangan.
5. Kenaikan permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat pesisir.
Sebagai contoh air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun. Pada 2050,
diperkirakan 160 km2 dari kota jakarta akan terendam air, termasuk Kelapa
Gading, Bandara Sukarno-Hatta dan Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7 Maret
2007).
6. Di Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang panti sekitar
430 km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 Km per tahun dengan
erosi ke daratan 50-100 meter per tahun (Bali Membangun, 2004). Kerusakan
ini ditambah potensi dampak dari perubahan iklim diduga akan menyebabkan
muka air laut naik 6 meter pada 2030, sehingga Kuta dan Sanur akan tergenang
(Bali Post, 16 Agustus 2007). Hal ini mengancam keberlangsungan pendapatan
dari pariwisata yang mengandalkan kekayaan dan keindahan pantai dan laut di
Bali.
7. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi risiko
kehilangan banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan kawasan pesisir akibat
kenaikan permukaan air laut. Wilayah Indonesia akan berkurang dan akan ada
pengungsi dalam negeri.
8. Dampak kenaikan muka air laut akan mengurangi lahan pertanian dan
perikanan yang pada akhirnya akan menurunkan potensi pendapatan rata-rata
masyarakat petani dan nelayan. Kerusakan pesisir dan bencana yang terkait
dengan hal itu akan mengurangi pendapatan negara dan masyarakat dari sektor
pariwisata. Sementara itu, negara harus menaikkan anggaran untuk
menanggulangi bencana yang meningkat, mengelola dampak kesehatan, dan
menyediakan sarana bagi pengungsi yang meningkat akibat bencana. Industri di
kawasan pesisir juga kemungkinan besar akan menghadapi dampak ekonomi
akibat permukaan air laut naik. Kesemuanya ini akan meningkatkan beban
anggaran pembangunan nasional dan daerah.

D. Solusi atau penanganan dari Efek Rumah Kaca / Globalisasi


1. Jadilah Vegetarian
Memproduksi daging sarat CO2 dan metana dan membutuhkan banyak air.
Hewan ternak seperti sapi atau kambing merupakan penghasil terbesar metana
saat mereka mencerna makanan mereka. Food and Agriculture Organization
(FAO) PBB menyebutkan produksi daging menyumbang 18%pemanasan
global, lebih besar daripada sumbangan seluruh transportasi di dunia (13,5%).
Lebih lanjut, dalam laporan FAO, “Livestock’s Long Shadow”, 2006
dipaparkan bahwa peternakan menyumbang 65% gas nitro oksida dunia (310
kali lebih kuat dari CO2) dan 37% gas metana dunia (72 kali lebih kuat dari
CO2). Selain itu, United Nations Environment Programme (UNEP), dalam
buku panduan “Kick The Habit”, 2008, menyebutkan bahwa pola makan
daging untuk setiap orang per tahunnya menyumbang 6.700 kg CO2,
sementara diet vegan per orangnya hanya menyumbang190 kg CO2! Tidak
mengherankan bila ahli iklim terkemuka PBB, yang merupakan Ketua
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) PBB, Dr. Rajendra
Pachauri, menganjurkan orang untuk mengurangi makan daging.
2. Tanam Pohon
Satu pohon berukuran agak besar dapat menyerap 6 kg CO2 per tahunnya.
Dalam seluruh masa hidupnya, satu batang pohon dapat menyerap 1 ton
CO2. United Nations Environment Programme (UNEP) melaporkan bahwa
pembabatan hutan menyumbang 20% emisi gas rumah kaca. Seperti kita
ketahui, pohon menyerap karbon yang ada dalam atmosfer. Bila mereka
ditebang atau dibakar, karbon yang pernah mereka serap sebagian besar justru
akan dilepaskan kembali ke atmosfer. Maka, pikir seribu kali sebelum
menebang pohon di sekitar Anda. Pembabatan hutan juga berkaitan dengan
peternakan. Tahukah Anda area hutan hujan seukuran 1 lapangan sepak bola
setiap menitnya ditebang untuk lahan merumput ternak? Bila Anda berubah
menjadi seorang vegetarian, Anda dapat menyelamatkan 1 ha pohon per
tahunnya.
3. Bepergian yang Ramah Lingkungan
Cobalah untuk berjalan kaki, menggunakan telekonferensi untuk rapat, atau
pergi bersama-sama dalam satu mobil. Bila memungkinkan, gunakan kendaraan
yang menggunakan bahan bakar alternatif. Setiap 1 liter bahan bakar fosil yang
dibakar dalam mesin mobil menyumbang 2,5 kg CO2. Bila jaraknya dekat dan
tidak terburu waktu, anda bisa memilih kereta api daripada pesawat. Menurut
IPCC, bepergian dengan pesawat menyumbang 3-5% gas rumah kaca.
4. Kurangi Belanja
Industri menyumbang 20% gas emisi rumah kaca dunia dan kebanyakan berasal
dari penggunaan bahan bakar fosil. Jenis industri yang membutuhkan banyak
bahan bakar fosil sebagai contohnya besi, baja, bahan-bahan kimia, pupuk,
semen, gelas, keramik, dan kertas. Oleh karena itu, jangan cepat membuang
barang, lalu membeli yang baru. Setiap proses produksi barang menyumbang
CO2.
5. Beli Makanan Organik
Tanah organik menangkap dan menyimpan CO2 lebih besar dari pertanian
konvensional. The Soil Association menambahkan bahwa produksi secara
organik dapat mengurangi 26% CO2 yang disumbang oleh pertanian.
6. Gunakan Lampu Hemat Energi
Bila Anda mengganti 1 lampu di rumah Anda dengan lampu hemat energi,
Anda dapat menghemat 400 kg CO2 dan lampu hemat energi 10 kali lebih tahan
lama daripada lampu pijar biasa.
7. Gunakan Kipas Angin
AC yang menggunakan daya 1.000 Watt menyumbang 650 gr CO2 per jamnya.
Karena itu, mungkin Anda bisa mencoba menggunakan kipas angin.
8. Jemur Pakaian Anda di bawah Sinar Matahari
Bila Anda menggunakan alat pengering, Anda mengeluarkan 3 kg CO2.
Menjemur pakaian secara alami jauh lebih baik: pakaian Anda lebih awet dan
energi yang dipakai tidak menyebabkan polusi udara.
9. Daur Ulang Sampah Organik
Tempat Pembuangan Sampah (TPA) menyumbang 3% emisi gas rumah kaca
melalui metana yang dilepaskan saat proses pembusukan sampah. Dengan
membuat pupuk kompos dari sampah organik (misal dari sisa makanan, kertas,
daun-daunan) untuk kebun Anda, Anda bisa membantu mengurangi masalah
ini!
10. Pisahkan Sampah Kertas, Plastik, dan Kaleng agar Dapat Didaur Ulang
Mendaur ulang aluminium dapat menghemat 90% energi yang dibutuhkan
untuk memproduksi kaleng aluminium yang baru – menghemat 9 kg CO2 per
kilogram aluminium! Untuk 1 kg plastik yang didaur ulang, Anda menghemat
1,5 kg CO2, untuk 1 kg kertas yang didaur ulang, Anda menghemat 900 kg
CO2.

E. Daftar Pustaka
Abdullah dan Khairuddin. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca dan Pemanasan

Global.Biocelebes, 3, 1, hlm 10-19.

Adibroto, Tusy A. dkk. 2011. Iptek Untuk Adaptasi Perubahan Iklim: Kajian

Kebutuhan Tema Riset Prioritas. Jakarta: Dewan Riset Nasional.


Adirachman.2011. Perubahan Iklim dan Efek Rumah

Kaca.ciptakarya.pu.go.id/dok/bulletin/bulletinCK_sep11.pdf. (Diakses

pada 20 September 2012).

Aldrian, Edvinn dan Dian Nur Ratri. 2011. Pertanyaan Yang Sering Diajukan

Mengenai Perubahan Iklim Disarikan Dari IPCC Report 2007.Jakarta

Pusat: BMKG, Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara.

Anonim.2011. Pemanasan Global dan Perubahan Iklim.http://geografi-

geografi.blogspot.com/2011/12/pemanasan-global-dan-perubahan-

iklim.html. (Diakses pada 17 April 2013).

Anonim.2010. Energi Matahari dan Radiasi

Matahari.repository.usu.ac.id/bitstream/.../20743/.../Chapter%20II.pdf

. Medan: Universitas Sumatera.

Astra, I Made.2010. Energi dan Dampaknya Terhadap

Lingkungan.Meterologi dan Ilmu Fisika 11,2, hlm 127.

BMKG.2012. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di

Indonesia. Jakarta Pusat: Badan Meteorologi Klimatologi dan

Geofisika.

Boer, Rizaldi. Tanpa Tahun. Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko

Bencana. Bogor: Laboratorium Klimatologi Institut Pertanian Bogor.

Anda mungkin juga menyukai