Anda di halaman 1dari 11

Efek Rumah Kaca (Green House effect)

Pengertian efek rumah kaca, Istilah efek rumah kaca atau dalam bahasa inggris
disebut dengan green house effect ini dulu berasal dari pengalaman para petani
yang tinggal di daerah beriklim sedang yang memanfaatkan rumah kaca untuk
menanam sayur mayur dan juga bunga bungaan. Mengapa para petani menanam
sayuran di dalam rumah kaca ? Karena di dalam rumah kaca suhunya lebih tinggi
dari pada di luar rumah kaca. Suhu di dalam rumah kaca bisa lebih tinggi dari pada
di luar, karena Cahaya matahari yang menembus kaca akan dipantulkan kembali
oleh benda benda di dalam ruangan rumah kaca sebagai gelombang panas yang
berupa sinar infra merah, tapi gelombang panas tersebut terperangkap di dalam
ruangan rumah kaca dan tidak bercampur dengan udara dingin di luar ruangan
rumah kaca tersebut. itulah gambaran sederhana mengenai terjadinya efek rumah
kaca atau disingkat dengan ERL.

kemudian dari pengalaman para petani di atas dikaitkan dengan apa yang terjadi
pada bumi dan atmosfir. Lapisan atmosfir yang terdiri dari, berturut-turut : troposfir,
stratosfir, mesosfir dan termosfer: Lapisan terbawah (troposfir) adalah bagian yang
terpenting dalam kasus efek rumah kaca atau ERK. Sekitar 35% dari radiasi
matahari tidak sampai ke permukaan bumi. Hampir seluruh radiasi yang
bergelombang pendek (sinar alpha, beta dan ultraviolet) diserap oleh tiga lapisan
teratas. Yang lainnya dihamburkan dan dipantulkan kembali ke ruang angkasa oleh
molekul gas, awan dan partikel. Sisanya yang 65% masuk ke dalam troposfir. Di
dalam troposfir ini, 14 % diserap oleh uap air, debu, dan gas-gas tertentu sehingga
hanya sekitar 51% yang sampai ke permukaan bumi. Dari 51% ini, 37% merupakan
radiasi langsung dan 14% radiasi difus yang telah mengalami penghamburan dalam
lapisan troposfir oleh molekul gas dan partikel debu. Radiasi yang diterima bumi,
sebagian diserap sebagian dipantulkan. Radiasi yang diserap dipancarkan kembali
dalam bentuk sinar inframerah.

Sinar inframerah yang dipantulkan bumi kemudian diserap oleh molekul gas yang
antara lain berupa uap air atau H20, CO2, metan (CH4), dan ozon (O3). Sinar panas
inframerah ini terperangkap dalam lapisan troposfir dan oleh karenanya suhu udara
di troposfir dan permukaan bumi menjadi naik. Terjadilah Efek Rumah Kaca. Gas
yang menyerap sinar inframerah disebut Gas Rumah Kaca disingkat dengan GRK.
Seandainya tidak ada ERK, suhu rata-rata bumi akan sekitar minus 180 derajat C
terlalu dingin untuk kehidupan manusia. Dengan adanya ERK, suhu rata-rata bumi
330 derajat C lebih tinggi, yaitu 150 derajat C. jadi dengan adanya efek rumah kaca
menjadikan suhu bumi layak untuk kehidupan manusia.
Namun, ketika pancaran kembali sinar inframerah terperangkap oleh CO2 dan gas
lainnya, maka sinar inframerah akan kembali memantul ke bumi dan suhu bumi
menjadi naik. Dibandingkan dengan pada tahun 50-an misalnya, saat ini suhu bumi
telah naik sekitar 0,20 derajat C lebih.

Hal tersebut bisa terjadi karena berubahnya komposisi GRK (gas rumah kaca), yaitu
meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia terutama
yang berhubungan dengan pembakaran bahan bakar fosil (minyak, gas, dan
batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik, kendaraan bermotor, AC,
komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari pembakaran dan
penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan, GRK yang dihasilkan
dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida. hal tersebut
di atas juga merupakan salah satu penyebab pemanasan global yang terjadi saat
ini.

Selain Pengertian di atas, ada pengertian lain dari wikipedia.org yang di copy
kembali ke blog ini.

Efek rumah kaca

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Langsung ke: navigasi, cari
Untuk grup musik bernama sama, lihat Efek Rumah Kaca (grup musik).
Efek rumah kaca, yang pertama kali diusulkan oleh Joseph Fourier pada 1824,
merupakan proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet
atau satelit) yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya.
Mars, Venus, dan benda langit beratmosfer lainnya (seperti satelit alami Saturnus,
Titan) memiliki efek rumah kaca, tapi artikel ini hanya membahas pengaruh di
Bumi. Efek rumah kaca untuk masing-masing benda langit tadi akan dibahas di
masing-masing artikel.
Efek rumah kaca dapat digunakan untuk menunjuk dua hal berbeda: efek rumah
kaca alami yang terjadi secara alami di bumi, dan efek rumah kaca ditingkatkan
yang terjadi akibat aktivitas manusia (lihat juga pemanasan global). Yang belakang
diterima oleh semua; yang pertama diterima kebanyakan oleh ilmuwan, meskipun
ada beberapa perbedaan pendapat.
Penyebab
Efek rumah kaca disebabkan karena naiknya konsentrasi gas karbon dioksida (CO2)
dan gas-gas lainnya di atmosfer. Kenaikan konsentrasi gas CO2 ini disebabkan oleh
kenaikan pembakaran bahan bakar minyak, batu bara dan bahan bakar organik
lainnya yang melampaui kemampuan tumbuhan-tumbuhan dan laut untuk
menyerapnya.
Energi yang masuk ke Bumi:
25% dipantulkan oleh awan atau partikel lain di atmosfer
25% diserap awan

45% diserap permukaan bumi


5% dipantulkan kembali oleh permukaan bumi
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh
awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan
bumi tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke
permukaan bumi. Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan
adanya efek rumah kaca perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak
terlalu jauh berbeda.
Selain gas CO2, yang dapat menimbulkan efek rumah kaca adalah belerang
dioksida, nitrogen monoksida (NO) dan nitrogen dioksida (NO2) serta beberapa
senyawa organik seperti gas metana dan klorofluorokarbon (CFC). Gas-gas tersebut
memegang peranan penting dalam meningkatkan efek rumah kaca.
Akibat
Meningkatnya suhu permukaan bumi akan mengakibatkan adanya perubahan iklim
yang sangat ekstrem di bumi. Hal ini dapat mengakibatkan terganggunya hutan dan
ekosistem lainnya, sehingga mengurangi kemampuannya untuk menyerap karbon
dioksida di atmosfer. Pemanasan global mengakibatkan mencairnya gunung-gunung
es di daerah kutub yang dapat menimbulkan naiknya permukaan air laut. Efek
rumah kaca juga akan mengakibatkan meningkatnya suhu air laut sehingga air laut
mengembang dan terjadi kenaikan permukaan laut yang mengakibatkan negara
kepulauan akan mendapatkan pengaruh yang sangat besar.
Menurut perhitungan simulasi, efek rumah kaca telah meningkatkan suhu rata-rata
bumi 1-5 C. Bila kecenderungan peningkatan gas rumah kaca tetap seperti
sekarang akan menyebabkan peningkatan pemanasan global antara 1,5-4,5 C
sekitar tahun 2030. Dengan meningkatnya konsentrasi gas CO2 di atmosfer, maka
akan semakin banyak gelombang panas yang dipantulkan dari permukaan bumi
diserap atmosfer. Hal ini akan mengakibatkan suhu permukaan bumi menjadi
meningkat.

Iklim Mulai Tidak Stabil


Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah bagian Utara dari
belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas lebih dari daerah-daerah
lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan mencair dan daratan akan mengecil.
Akan lebih sedikit es yang terapung di perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang
sebelumnya mengalami salju ringan, mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada
pegunungan di daerah subtropis, bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta
akan lebih cepat mencair. Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area.
Temperatur pada musim dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat.
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang menguap dari
lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut malah akan
meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal ini disebabkan
karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga keberadaannya akan
meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap air yang lebih banyak juga
akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga akan memantulkan cahaya
matahari kembali ke angkasa luar, dimana hal ini akan menurunkan proses pemanasan
(lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan meningkatkan curah hujan, secara ratarata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat Fahrenheit pemanasan. (Curah hujan di
seluruh dunia telah meningkat sebesar 1 persen dalam seratus tahun terakhir
ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain itu, air akan lebih cepat menguap dari
tanah. Akibatnya beberapa daerah akan menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin
akan bertiup lebih kencang dan mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai
(hurricane) yang memperoleh kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih
besar. Berlawanan dengan pemanasan yang terjadi, beberapa periode yang sangat
dingin mungkin akan terjadi. Pola cuaca menjadi tidak terprediksi dan lebih ekstrim.
2.

Peningkatan permukaan laut

Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan menghangat,


sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi permukaan laut.
Pemanasan juga akan mencairkan banyak es di kutub, terutama sekitar Greenland,
yang lebih memperbanyak volume air di laut. Tinggi muka laut di seluruh dunia telah
meningkat 10 25 cm (4 10 inchi) selama abad ke-20, dan para ilmuan IPCC
memprediksi peningkatan lebih lanjut 9 88 cm (4 35 inchi) pada abad ke-21.

Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di daerah pantai.
Kenaikan 100 cm (40 inchi) akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda, 17,5
persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau. Erosi dari tebing, pantai, dan bukit
pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai muara sungai, banjir akibat air
pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara kaya akan menghabiskan dana yang
sangat besar untuk melindungi daerah pantainya, sedangkan negara-negara miskin
mungkin hanya dapat melakukan evakuasi dari daerah pantai.Bahkan sedikit kenaikan
tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi ekosistem pantai. Kenaikan 50 cm (20
inchi) akan menenggelamkan separuh dari rawa-rawa pantai di Amerika Serikat. Rawarawa baru juga akan terbentuk, tetapi tidak di area perkotaan dan daerah yang sudah
dibangun. Kenaikan muka laut ini akan menutupi sebagian besar dariFlorida Everglades.
Stasiun cuaca pada awalnya, terletak dekat dengan daerah perkotaan sehingga
pengukuran temperatur akan dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan oleh bangunan
dan kendaraan dan juga panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak
1957, data-data diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari
perkotaan), serta dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat,
terutama pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih
akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi benarbenar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh tahun
terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga tahun
terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas.
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah meningkat 0,6
derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. Panel setuju bahwa pemanasan
tersebut terutama disebabkan oleh aktivitas manusia yang menambah gas-gas rumah
kaca ke atmosfer. IPCC memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan
meningkat 1.1 hingga 6.4 C (2.0 hingga 11.5 F) antara tahun 1990 dan 2100.
IPCC panel juga memperingatkan, bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak
bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode
tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan tetap
berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu
menyerapnya kembali.
Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli memprediksi, konsentrasi
karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga tiga kali lipat pada awal abad ke22 bila dibandingkan masa sebelum era industri. Akibatnya, akan terjadi perubahan
iklim secara dramatis. Walaupun sebenarnya peristiwa perubahan iklim ini telah terjadi
beberapa kali sepanjang sejarah Bumi, manusia akan menghadapi masalah ini dengan
risiko populasi yang sangat besar.

3.

Suhu global cenderung meningkat

Orang mungkin beranggapan bahwa Bumi yang hangat akan menghasilkan lebih
banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di beberapa
tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan mendapat keuntungan
dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa tanam. Di lain pihak, lahan
pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika mungkin tidak dapat tumbuh.
Daerah pertanian gurun yang menggunakan air irigasi dari gunung-gunung yang jauh
dapat menderita jika snowpack (kumpulan salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai
reservoir alami, akan mencair sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman
pangan dan hutan dapat mengalami serangan serangga dan penyakit yang lebih hebat.
4.
Gangguan ekologis
Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk hidup yang sulit menghindar dari efek
pemanasan ini karena sebagian besar lahan telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan
global, hewan cenderung untuk bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan.
Tumbuhan akan mengubah arah pertumbuhannya, mencari daerah baru
karena habitat lamanya menjadi terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia
akan menghalangi perpindahan ini. Spesies-spesies yang bermigrasi ke utara atau
selatan yang terhalangi oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati.
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju kutub
mungkin juga akan musnah.
5.

Dampak sosial dan politik

Perubahan cuaca dan lautan dapat mengakibatkan munculnya penyakit-penyakit


yang berhubungan dengan panas (heat stroke) dan kematian. Temperatur yang panas
juga dapat menyebabkan gagal panen sehingga akan muncul kelaparan danmalnutrisi.
Perubahan cuaca yang ekstrem dan peningkatan permukaan air laut akibat mencairnya
es di kutub utara dapat menyebabkan penyakit-penyakit yang berhubungan dengan
bencana alam (banjir, badai dan kebakaran) dan kematian akibat trauma. Timbulnya
bencana alam biasanya disertai dengan perpindahan penduduk ke tempat-tempat
pengungsian dimana sering muncul penyakit, seperti: diare, malnutrisi,defisiensi
mikronutrien, trauma psikologis, penyakit kulit, dan lain-lain.
Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air
(Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne
diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang
(ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim
ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri,
plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang target nya adala
organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksi kan bahwa ada beberapa spesies yang

secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perbuhan ekosistem yang
ekstreem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change)yang bisa
berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau
panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
Gradasi Lingkungan yang disebabkan oleh pencemaran limbah pada sungai juga
berkontribusi pada waterborne diseases dan vector-borne disease. Ditambah pula
dengan polusi udara hasil emisi gas-gas pabrik yang tidak terkontrol selanjutnya akan
berkontribusi terhadap penyakit-penyakit saluran pernafasan
seperti asma, alergi,coccidiodomycosis, penyakit jantung dan paru kronis, dan lain-lain.
6.
Hilangnya Lautan Es
Menurut WWF, bahkan pemanasan global kurang dari 2C dapat memicu hilangnya
lautan es kutub utara dan pencairan lapisan es di Greenland . Efek timbal balik
kekuatan yang tak terduga ini adalah penyebab terlampauinya titik-titik kritis tersebut.
Hal ini akan menyebabkan peningkatan permukaan laut beberapa meter secara global
yang akan mengancam puluhan juta manusia di dunia.
Kapasitas penyimpanan CO2 di lautan dan daratan penyerapan alami bumi telah
turun sekitar 5% selama lebih dari 50 tahun belakangan ini. Pada saat yang bersamaan,
emisi CO2 manusia yang berasal dari bahan bakar fosil terus meningkat empat kali
lipat lebih cepat di dekade ini daripada dekade sebelumnya. WWF mendesak para
pemerintah tersebut memanfaatkan konferensi Poznan sebagai titik balik untuk
menghindari arah kehancuran yang sedang dituju oleh dunia saat ini.
1. Gletser Menciut
Gletser adalah daratan yang terbuat dari es. Gletser bakal ikut meleleh dan menciut
seiring dengan bertambahnya suhu bumi. Suhu bumi meningkat karena tingginya emisi
gas rumah kaca di atmosfer. Selama tahun 1990- 2005 saja suhu bumi naik 0,15 0,3
derajat celcius. Gletser Himalaya yang memasok air ke sungai Gangga sekaligus
menyediakan irigasi dan suplai air minum untuk 500 juta penduduk,menyusut 37 meter
pertahun.Gletser di kutub semakin cepat mencair hingga membuat permukaan air laut
di bumi naik.
2. Pulau Tenggelam
Indonesia , Amerika Serikat, dan Bangladesh adalah beberapa negara yang paling
terancam tenggelam. Bahkan beberapa pulau di Indonesia sudah hilang tenggelam. Ini
disebabkan mencairnya permukaan gletser di kutub yang membuat volume air laut
meningkat drastis. Menyusutnya hutan bakau memperparah pasangnya air laut.

Sekarang saja pasang air laut Pantai Kuta telah membanjiri beberapa lobi hotel
disekitarnya. Pulau Jawa juga bernasib sama , sampai saat ini permukaan Teluk Jakarta
sudah naik 0,8 cm. Dan kalau suhu bumi terus naik , tahun 2050 derah-daerah Jakarta
dan Bekasi seperti Kosambi , Penjaringan , Cilincing , Muaragembong , dan Tarumajaya
akan terendam.
3. Badai
Badai memang bisa terjadi karena kehendak alam. Tapi suhu air yang menghangat
akibat global warming mendukung terjadinya badai yang jauh lebih kuat dan besar.
Beberapa tahun belakangan ini , negara-negara di Eropa, Amerika, dan Karibia telah
mengalami begitu banyak badai dibandingkan abad sebelumnya. Bahkan badai-badai
tersebut bukan cuma badai biasa, namun masuk kategori badai mematikan , seperti
badai katrina,badai ike, badai nargis, badai rita,dll.
4. Gelombang Panas
Tahun 2003 lalu, Eropa diserang gelombang panas alias heat wave , yang menewaskan
banyak orang. Mengejutkan ! Tapi bencana ini sudah diperkirakan ratusan tahun yang
lalu , tepatnya tahun 1900 oleh para ilmuwan di masa itu . Gelombang panas memang
pernah terjad beberapa kali di bumi , namun belakangan ini makin sering terjadi. Dan
diperkirakan 40 tahun lagi frekwensinya akan meningkat 100 kali lipat.
5. Kekeringan
Afrika, India, dan daerah-daerah kering lainnya bakal menderita kekeringan lebih
parah ! Air akan makin sulit di dapat dan tanah tak bisa ditanami apa-apa lagi, hingga
suplai makanan berkurang drastis. Ilmuwan memperkirakan hasil tani negara-negara
Afrika akan menurun 50 % di tahun 2020 , dan tingkat kekeringan di dunia meningkat
66 % . Tak terbayang kalau kekeringan ini sampai terjadi di bumi ini.
6.

Perang dan Konflik

Negara yang kekurangan air dan bahan pangan kemungkinan besar akan mengalami
panik dan berubah jadi agresif. Lalu bukan tak mungkin mereka berusaha saling
merebut lahan yang belum rusak.
7.

Penyakit Merajalela

Malaria, demam berdarah , ebola , dan banyak penyakit yang dulu cuma di anggap
sebagai penyakit negara tropis , bisa menyebar ke berbagai negara Eropa yang dikenal

dingin. Penyebabnya apalagi kalau bukan banjir atau kekeringan yang mengundang
banyak hewan pembawa penyakit bersarang disana!!!
8. Perekonomian Kacau
Ladang tani , perkebunan yang biasanya menghasilkan akan musnah ole banjir atau
kekeringan. Penduduk akan di buat makin menderita karena stok bahan pangan dan
kebutuhan pokok lainnya akan jauh berkurang dan harganya pasti akan melambung
naik. Pemerintah juga membutuhkan biaya yang banyak untuk membangun kembali
wilayah yang terkena bencana dan menanggulangi penyakit yang mewabah.
9. Ekosistem Hancur
Perubahan iklim yang terjadi akibat global warming akan menghancurkan ekosistem
yang ada. Setelah sebagian mahkluk hidup di bumi musnah akibat bencana kekeringan,
banjir , badai, atau ditenggelamkan air laut, mahkluk hidup yang tersisa bakal
mengalami kesulitan untuk bertahan hidup. Penyebabnya adalah berkurangnya sumber
air , udara bersih, bahan bakar , sumber energi , bahan makanan, obat-obatan yang
dibutuhkan untuk survive.
10. Mahkluk Hidup Punah
Sebanyak 30 % mahkluk hidup yang ada sekarang bakal musnah tahun 2050 kalau
temperatur bumi terus naik. Spesies yang punah ini kebanyakan yang habitatnya di
tempat dingin . Hewan-hewan laut diperkirakan banyak yang tak bisa bertahan setelah
suhu air laut jadi menghangat. Kalau tumbuhan dan hewan makin berkurang, jelas
manusia akhirnya terancam karena kekurangan bahan makanan.

Pertanyaan Iskandar Nugraha


Apa perbedaan dari UVA dan UVB?
Bagaimana reaksi pembentukan lapisan ozon?
Jawaban :
Dilihat dari panjang gelombangnya, UVB mempunyai panjang gelombang
antar 280-315 nm, sebagian diserap oleh lapisan ozon, dengan demikian
jumlaHBBBVBh UVB yang mencapai bumi jumlahnya sangat sedikit. Dampak
UV B terhadap manusia dapat mengakibatkan penyakit kanker, kulit, katarak
dan mengurangi system kekebalan tubuh, UV B juga dapat merusak
tanaman, organism bersel satu dan ekosistem perairan. Sedangkan UV A
mempunyai panjang gelombang antara 315-400 nm tidak diserap oleh

lapisan ozon. Radiasi UV A dari sinar matahari sangat bermanfaat bagi


kelangsungan hidup bagi makhluk hidup dipermukaan bumi.
Reaksi Pembentukan Ozon.
CFCl3
CFCl2 + Cl
Cl. + O2 ClO + O2
O2 + UV energy 2O
ClO + 2O O2 + Cl.
Cl. + O3 ClO + O2 1000x lebih cepat
2. Pertanyaan Sigit
Kita tahu bahwa peran industri sangat banyak, tapi dampak yang
diakibatkan dari industri tersebut juga sangat banyak. Lalu pakah industri
harus dihilangkan?
Jawaban
Industri memiliki peran penting dalam kehidupan kita, untuk itu industri tidak
mungkin dihilangkan dari kehidupan kita, akan tetapi yang harus kita
lakukan yaitu mengurangi dampak yang ditimbulkan dari industry seperti
pengolahan limbah yang baik, sehingga pencemaran-pencemaran yng
diakibatkan dapat berkurang. Kemudian kesadaran para pemilik industry
untuk tidak membuang limbah industry sembarangan.
3. Pertanyaan Junjun Junaedi
Telah dilakukan berbagai cara untuk mengurangi dampak global warming,
tapi semakin tahun dampak global warming semakin meningkat, apakah
upaya-upaya yang telah dilakukan tersebut sama sekali tidak ada
pengaruhnya? Lalu hal apa saja yang telah dilakukan pemerintah untuk
mencegah global warming?
Jawab
Dampak dari global warming setiap tahunnya terus meningkat, berbagai
upaya telah dilakukan untuk mengurangi hal tersebut. Sebagai contoh
pemerintah menggalakkan go clean go green, tanam 1000 pohon, seminar
lingkungan dan pendidikan mengenai lingkungan disetiap lembaga
pendidikan. Hal tersebut tentu saja bermanfaat untuk bumi kita. Akan tetapi,
hal tersebut belum dapat mengurangi global warming, karena tidak semua
manusia di bumi melakukan hal-hal yang dapat mengurangi global warming
tersebut, hanya sebagian orang saja, sehingga global warming terus
meningkat. Pada intinya, kesadaran dirilah yang paling utama dalam
menjaga lingkungan kita.

Anda mungkin juga menyukai