Bima Sakti
NPM:1913032049
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring bertambahnya populasi manusia di muka bumi, maka semakin
bertambah pula kebutuhan manusia. Demi kemudahan dalam pemenuhan kebutuhan hidup
sehari-hari manusia menciptakan alat-alat yang dapat membantu memenuhi kebutuhan
mereka. Akan tetapi setiap alat yang diciptakan manusia memiliki efek positif dan efek
negatif yang ditimbulkannya. Tanpa disadari dampak buruk yang akan terjadi bagi
kehidupan di bumi terjadi seperti timbulnya pemanasan global dan perubahan iklim yang
ekstrim. Pemanasan Global (Global Warming) adalah fenomena peningkatan temperatur
rata-rata atmosfer, laut dan daratan bumi dari tahun ke tahun yang digambarkan seperti
terjadinya efek rumah kaca (greenhouse effect) yang disebabkan oleh meningkatnya emisi
gas-gas seperti karbondioksida (CO2) yang berasal dari kendaraan bermotor, metana
(CH4), dinitrooksida (N2O) dan klorofluokarbon (CFC) sehingga energi matahari
terperangkap dalam atmosfer bumi. Telah kita ketahui bersama bahwa konsentrasi gas
rumah kaca (GRK) yang meningkat di atmosfer menyebabkan suhu bumi semakin
memanas. Perubahan tekanan udara akibat memanasnya bumi menyebabkan iklim secara
keseluruhan juga ikut berubah.
Perubahan iklim global mengakibatkan iklim di utara dan selatan zona iklim
sedang akan bergeser ke arah kutub. Diperkirakan lebih dari 10% tumbuhan di berbagai
daerah di Amerika Serikat tidak dapat bertahan hidup terhadap kondisi iklim baru yang
lebih hangat. Jika mereka tidak dapat bermigrasi ke lokasi baru, maka mereka akan punah.
Fragmentasi habitat akibat kegiatan manusia dapat memperlambat dan mencegah berbagai
spesies untuk bermigrasi ke daerah baru yang lebih sesuai habitatnya. Tidak diragukan
lagi akan banyak spesies yang terbatas distribusinya atau kemampuan menyebarnya
rendah, akan punah di kemudian hari. Cuaca di bumi sangat dipengaruhi oleh radiasi
1
matahari. Radiasi matahari yang mencapai bumi mencapai 342 Wm-2.Sekitar 30% dari
radiasi tersebut dipancarkan kembali ke angkasa luar karena adanya awan dan permukaan
bumi. Permukaan bumi akan menyerap radiasi matahari sebesar 168 Wm-2, sedangkan
atmosfer menyerap 67 Wm-2. Atmosfer mempunyai beberapa lapis gas, termasuk gas
rumah kaca dan awan yang akan mengemisikan kembali sebagian radiasi infra merah yang
diterima ke permukaan bumi. Dengan adanya lapisan ini maka panas yang ada di
permukaan bumi akan bertahan dan proses ini dinamakan Efek Rumah Kaca. Untuk
jangka panjang akan terjadi keseimbangan antara radiasi yang masuk dan keluar sehingga
suhu di bumi mencapai nilai tertentu.
Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian
besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek termasuk cahaya tampak.
Ketika energimengenai permukaan bumi, ia akan berubah dari cahaya menjadi panas.
Kemudian permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memancarkan kembali
sisanya sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian
panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca
yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini menyerap dan radiasi
gelombang yang dipancarkan kembali oleh bumi dan sebagai akibatnya panas tersebut
akan tersimpan di permukaan bumi. Hal ini terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan
suhu rata-rata bumi terus meningkat.
Perubahan iklim juga akan membawa bencana yang berlangsung secara
perlahan-perlahan seperti kenaikan permukaan air laut dan intrusi ke delta-delta sungai
yang merusak ekosistem pesisir serta menghancurkan mata pencaharian masyarakat. Hal
ini menyebabkan lebih banyak korban jiwa, penderitaan, kemiskinan, gangguan pelayanan
sosial, porak-porandanya harta benda dan infrastruktur, kemunduran dalam pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan, serta kerusakan lingkungan hidup.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca?
2. Apa penyebab terjadinya Efek Rumah Kaca?
3. Bagaimana dampak dari Efek Rumah Kaca?
4. Apa keterkaitan antara Efek Rumah Kaca , Global Warming dan Perubahan Iklim?
5. Bagaimana Mekanisme Terjadinya Efek Rumah Kaca Dan Penyebabnya?
6. Bagaimana Solusi atau penanganan dari Efek Rumah Kaca / Globalisasi
2
C. Tujuan
1. Agar siswa mampu mengetahui yang dimaksud dengan Efek Rumah Kaca
2. Agar siswa mampu mengetahui penyebab terjadinya Efek Rumah Kaca
3. Agar siswa mampu mengetahui dampak dari Efek Rumah Kaca
4. Agar siswa mampu mengetahui keterkaitan antara Efek Rumah Kaca , Global Warming
dan Perubahan Iklim
5. Agar siswa mampu mengetahui mekanisme terjadinya Efek Rumah Kaca dan
penyebabnya
6. Agar siswa mampu mengetahui solusi atau penanganan dari Efek Rumah Kaca
3
BAB II
4
memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini berwujud radiasi infra
merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun sebagian panas tetap terperangkap di
atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbon
dioksida, sulfur dioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-
gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi
dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi.
Energi yang diserap dipantulkan kembali dalam bentuk radiasi inframerah oleh
awan dan permukaan bumi. Namun sebagian besar inframerah yang dipancarkan bumi
tertahan oleh awan dan gas CO2 dan gas lainnya, untuk dikembalikan ke permukaan bumi.
Dalam keadaan normal, efek rumah kaca diperlukan, dengan adanya efek rumah kaca
perbedaan suhu antara siang dan malam di bumi tidak terlalu jauh berbeda.
Efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di
bumi, karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata
sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C (59 °F) dari suhunya
semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan
menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah
berlebihan di atmosfer, akan mengakibatkan pemanasan global.
2. Karbondioksida (9-26%)
Manusia telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika
mereka membakar bahan bakar fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan
bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik. Pada saat yang sama,
jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida semakin berkurang akibat
perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk perluasan lahan pertanian.
3. Metana (4-9%)
Metana yang merupakan komponen utama gas alam juga termasuk gas rumah kaca.
Metana merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap panas 20 kali lebih
banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan selama produksi dan
transportasi batu bara, gas alam, dan minyak bumi. Metana juga dihasilkan dari
pembusukan limbah organik di tempat pembuangan sampah (landfill), bahkan dapat
keluarkan oleh hewan-hewan tertentu, terutama sapi, sebagai produk samping dari
pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada pertengahan 1700-an, jumlah
metana di atmosfer telah meningkat satu setengah kali lipat.
4. Nitrogen Oksida
Nitrogen oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama
dari pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat
menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini telah
meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
5. Gas lainnya
Gas rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22)
terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi, perabotan
(furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di beberapa negara
berkembang masih menggunakanklorofluorokarbon (CFC) sebagai media pendingin
yang selain mampu menahan panas atmosfer juga mengurangi lapisan ozon (lapisan
yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet). Komsumsi CFC tertinggi terdapat pada
Negara-negara maju. Amerika Serikat mengkomsumsi hampir sepertiga komsumsi
CFC dunia.
6
Negara-negara maju adalah penghasil emisi gas rumah kaca terbesar di dunia. Menurut
data dari PBB, urutan beberapa negara penghasil emisi karbondioksida per kepala per
tahun sebagai berikut:
Amerika Serikat 20 ton
Kanada dan Australia 18 ton
Jepang dan Jerman 10 ton
China 3 ton
India 1 ton
7
Produksi pertanian tanaman pangan dan perikanan akan berkurang akibat banjir,
kekeringan, pemanasan dan tekanan air, kenaikan air laut, serta angin yang kuat.
Perubahan iklim juga akan mempengaruhi jadwal panen dan jangka waktu penanaman.
Peningkatan suhu 10C diperkirakan menurunkan panen padi sebanyak 10%.
2. Dampak Lingkungan
Banyak jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan iklim dan
gangguan pada kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem). Terumbu
karang akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi rusak atau bahkan mati
karena suhu tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa 15%-37% dari seluruh spesies
dapat menjadi punah di enam wilayah bumi pada 2050. Keenam wilayah yang
dipelajari mewakili 20% muka bumi (Jhamtani, 2007).
3. Risiko Kesehatan
Cuaca yang ekstrim akan mempercepat penyebaran penyakit baru dan bisa
memunculkan penyakit lama. Badan Kesehatan PBB memperkirakan bahwa
peningkatan suhu dan curah hujan akibat perubahan iklim sudah menyebabkan
kematian 150.000 jiwa setiap tahun. Penyakit seperti malaria, diare, dan demam
berdarah diperkirakan akan meningkat di negara tropis seperti Indonesia.
4. Air
Ketersediaan air berkurang 10%-30% di beberapa kawasan terutama di daerah tropik
kering. Kelangkaaan air akan menimpa jutaan orang di Asia Pasifik akibat musim
kemarau berkepanjangan dan intrusi air laut ke daratan.
5. Ekonomi
Kehilangan lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan kekeringan, bencana,
dan risiko kesehatan mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas Stern, penasehat
perdana menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang
perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi.
Belum ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia. Namun
beberapa data menunjukkan bahwa:
8
3. Variasi musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan dan
lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (CIFOR, 2004)
4. Perubahan pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak pada
sektor pertanian dan ketahanan pangan.
5. Kenaikan permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat pesisir. Sebagai
contoh air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun. Pada 2050, diperkirakan 160 km2 dari
kota jakarta akan terendam air, termasuk Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta dan
Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7 Maret 2007).
6. Di Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang panti sekitar 430 km.
Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 Km per tahun dengan erosi ke daratan
50-100 meter per tahun (Bali Membangun, 2004). Kerusakan ini ditambah potensi
dampak dari perubahan iklim diduga akan menyebabkan muka air laut naik 6 meter
pada 2030, sehingga Kuta dan Sanur akan tergenang (Bali Post, 16 Agustus 2007). Hal
ini mengancam keberlangsungan pendapatan dari pariwisata yang mengandalkan
kekayaan dan keindahan pantai dan laut di Bali.
7. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia menghadapi risiko kehilangan
banyak pulau-pulau kecilnya dan penciutan kawasan pesisir akibat kenaikan permukaan
air laut. Wilayah Indonesia akan berkurang dan akan ada pengungsi dalam negeri.
8. Dampak kenaikan muka air laut akan mengurangi lahan pertanian dan perikanan yang
pada akhirnya akan menurunkan potensi pendapatan rata-rata masyarakat petani dan
nelayan. Kerusakan pesisir dan bencana yang terkait dengan hal itu akan mengurangi
pendapatan negara dan masyarakat dari sektor pariwisata. Sementara itu, negara harus
menaikkan anggaran untuk menanggulangi bencana yang meningkat, mengelola
dampak kesehatan, dan menyediakan sarana bagi pengungsi yang meningkat akibat
bencana. Industri di kawasan pesisir juga kemungkinan besar akan menghadapi dampak
ekonomi akibat permukaan air laut naik. Kesemuanya ini akan meningkatkan beban
anggaran pembangunan nasional dan daerah.
D. Keterkaitan Antara Efek Rumah Kaca , Global Warming dan Perubahan Iklim
Keterkaitan antara Efek Rumah Kaca, Global Warming, dan Perubahan Iklim
yaitu Secara umum iklim merupakan hasil interaksi proses-proses fisik dan kimiafisik
dimana parameter-parameternya adalah seperti suhu, kelembaban, angin, dan pola curah
hujan yang terjadi pada suatu tempat di muka bumi. Iklim merupakan suatu kondisi rata-
rata dari cuaca, dan untuk mengetahui kondisi iklim suatu tempat, diperlukan nilai rata-
9
rata parameter - parameternya selama kurang lebih 10 sampai 30 tahun. Iklim muncul
setelah berlangsung suatu proses fisik dan dinamis yang kompleks yang terjadi di atmosfer
bumi.
Kompleksitas proses fisik dan dinamis di atmosfer bumi ini berawal dari
perputaran planet bumi mengelilingi matahari dan perputaran bumi pada porosnya.
Pergerakan planet bumi ini menyebabkan besarnya energi matahari yang diterima oleh
bumi tidak merata, sehingga secara alamiah ada usaha pemerataan energi yang berbentuk
suatu sistem peredaran udara, selain itu matahari dalam memancarkan energi juga
bervariasi atau berfluktuasi dari waktu ke waktu. Perpaduan antara proses-proses tersebut
dengan unsur-unsur iklim dan faktor pengendali iklim menghantarkan kita pada kenyataan
bahwa kondisi cuaca dan iklim bervariasi dalam hal jumlah, intensitas dan distribusinya.
Secara alamiah sinar matahari yang masuk ke bumi, sebagian akan dipantulkan
kembali oleh permukaan bumi ke angkasa. Sebagian sinar matahari yang dipantulkan itu
akan diserap oleh gas-gas di atmosfer yang menyelimuti bumi –disebut gas rumah kaca,
sehingga sinar tersebut terperangkap dalam bumi. Peristiwa ini dikenal dengan efek rumah
kaca (ERK) karena peristiwanya sama dengan rumah kaca, dimana panas yang masuk
akan terperangkap di dalamnya, tidak dapat menembus ke luar kaca, sehingga dapat
menghangatkan seisi rumah kaca tersebut.
Efek rumah kaca, Peristiwa alam ini menyebabkan bumi menjadi hangat dan
layak ditempati manusia, karena jika tidak ada ERK maka suhu permukaan bumi akan 33
derajat Celcius lebih dingin. Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 (Karbon
dioksida),CH4(Metan) dan N2O (Nitrous Oksida), HFCs (Hydrofluorocarbons), PFCs
(Perfluorocarbons) and SF6 (Sulphur hexafluoride) yang berada di atmosfer dihasilkan
dari berbagai kegiatan manusia terutama yang berhubungan dengan pembakaran bahan
bakar fosil (minyak, gas, dan batubara) seperti pada pembangkitan tenaga listrik,
kendaraan bermotor, AC, komputer, memasak. Selain itu GRK juga dihasilkan dari
pembakaran dan penggundulan hutan serta aktivitas pertanian dan peternakan. GRK yang
dihasilkan dari kegiatan tersebut, seperti karbondioksida, metana, dan nitroksida,
menyebabkan meningkatnya konsentrasi GRK di atmosfer. Berubahnya komposisi GRK
di atmosfer, yaitu meningkatnya konsentrasi GRK secara global akibat kegiatan manusia
menyebabkan sinar matahari yang dipantulkan kembali oleh permukaan bumi ke angkasa,
sebagian besar terperangkap di dalam bumi akibat terhambat oleh GRK tadi.
Meningkatnya jumlah emisi GRK di atmosfer pada akhirnya menyebabkan meningkatnya
suhu rata-rata permukaan bumi, yang kemudian dikenal dengan Pemanasan Global. Sinar
10
matahari yang tidak terserap permukaan bumi akan dipantulkan kembali dari permukaan
bumi ke angkasa. Setelah dipantulkan kembali berubah menjadi gelombang panjang yang
berupa energi panas. Namun sebagian dari energi panas tersebut tidak dapat menembus
kembali atau lolos keluar ke angkasa, karena lapisan gas-gas atmosfer sudah terganggu
komposisinya.
Akibatnya energi panas yang seharusnya lepas keangkasa (stratosfer) menjadi
terpancar kembali ke permukaan bumi (troposfer) atau adanya energi panas tambahan
kembali lagi ke bumi dalam kurun waktu yang cukup lama, sehingga lebih dari dari
kondisi normal, inilah efek rumah kaca berlebihan karena komposisi lapisan gas rumah
kaca di atmosfer terganggu, akibatnya memicu naiknya suhu rata-rata dipermukaan bumi
maka terjadilah pemanasan global. Karena suhu adalah salah satu parameter dari iklim
dengan begitu berpengaruh pada iklim bumi, terjadilah perubahan iklim secara global.
Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu,
mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim
kemarau yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat, namun
semakin tinggi intensitasnya, dan anomaly-anomali iklim seperti El Nino – La Nina dan
Indian Ocean Dipole (IOD). Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya
beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal panen,
krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dan lain-lainnya.
15
BAB III
B. Saran
Dunia yang kita huni ini bukan hanya untuk beberapa tahun saja. Bukan hanya untuk kita
saja. Generasi kita jugalah yang akan menikmati kehidupan di dunia ini. Kalau bukan kita
yang akan menjaga dan merawat bumi ini siapa lagi. Sejak dini mulailah kita memperbaiki
sikap kita, mulailah kita ramah terhadap lingkungan, mulailah kita bersikap arif terhadap
bumi. Bila tidak dari sekarang, kita akan merasakan dampak yang sangat besar untuk
generasi-generasi mendatang. Pemanasan global bukanlah disebabkan oleh alam,
pemanasan global sebenarnya karena ulah manusia yang semakin serakah telah nampak
kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia.
16
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah dan Khairuddin. 2009. Emisi Gas Rumah Kaca dan Pemanasan Global.Biocelebes,
3, 1, hlm 10-19.
Adibroto, Tusy A. dkk. 2011. Iptek Untuk Adaptasi Perubahan Iklim: Kajian Kebutuhan
September 2012).
Aldrian, Edvinn dan Dian Nur Ratri. 2011. Pertanyaan Yang Sering Diajukan Mengenai
Perubahan Iklim Disarikan Dari IPCC Report 2007.Jakarta Pusat: BMKG, Pusat
geografi.blogspot.com/2011/12/pemanasan-global-dan-perubahan-iklim.html.
Matahari.repository.usu.ac.id/bitstream/.../20743/.../Chapter%20II.pdf. Medan:
Universitas Sumatera.
BMKG.2012. Buku Informasi Perubahan Iklim dan Kualitas Udara di Indonesia. Jakarta
Boer, Rizaldi. Tanpa Tahun. Perubahan Iklim dan Pengurangan Resiko Bencana. Bogor:
17