Anda di halaman 1dari 7

Tugas Akhir MAKAB

Go-Jek in Indonesia: Seizing Digital Opportunities


at The Bottom of The Pyramid

Ainun Nisa Fitri


1706059025
MAKAB C

Universitas Indonesia
Depok
2019
Statement Of Authorship

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Ainun Nisa Fitri
NPM : 1706059025
Jenis Tugas : Tugas Akhir Mata Kuliah MAKAB
Tanggal : 17 Desember 2019

Menyatakan bahwa tugas akhir terlampir adalah murni hasil pekerjaan sendiri. Tidak ada
pekerjaan orang lain yang digunakan tanpa menyebutkan sumbernya. Materi ini belum pernah
disajikan/digunakan sebagai bahan untuk makalah/tugas pada mata ajaran lain kecuali
dinyatakan dengan jelas bahwa saya menggunakannya. Saya memahami bahwa tugas ini dapat
diperbanyak untuk tujuan mendeteksi adanya plagiarisme.

Depok, 17 Desember 2019

Ainun Nisa Fitri


NPM 1706059025
Go-Jek in Indonesia: Seizing Digital Opportunities
at The Bottom of The Pyramid

Pada kasus “Go-Jek in Indonesia: Seizing Digital Opportunities at The Bottom of The
Pyramid”, terdapat sebuah unicorn startup di Indonesia bernama Go-Jek yang memberikan
layanan perantara transportasi (Go-Ride dan Go-Car), pembayaran (Go-Pay), pengiriman
makanan (Go-Food), pengiriman barang (Go-Send), pembelian tiket (Go-Tix), dan layanan
kebutuhan sehari-hari lainnya melalui aplikasi. Memanfaatkan teknologi digital dan data, Go-
Jek berkembang dengan sangat pesat. Dibandingkan dengan pertama kali Go-Jek memulai
layanan berbasis aplikasi selulernya pada 1 Januari 2015 yang hanya didukung oleh 800
pengemudi ojek, di tahun 2016 perusahaan yang didirikan oleh Nadiem Makariem tersebut
telah berhasil merekrut lebih dari 200.000 pengemudi ojek. Valuasinya mencapai 1,3 milyar
dolar di tahun 2017, menjadikannya unicorn startup bergengsi yang sangat diminati oleh para
investor. Bahkan, Go-Jek juga diklaim sebagai startup dengan pendanaan terbesar di Indonesia.
Banyak prestasi yang diraih oleh Go-Jek. Namun, Go-Jek menyadari bahwa
perkembangannya yang begitu pesat selama beberapa tahun terakhir akan segera memasuki
fase pendewasaan (maturity stage). Tidak hanya itu, hadirnya kompetitor seperti GrabBike dan
UberBike juga membuat Go-Jek harus segera mengambil langkah strategis sebagai fokus
perkembangannya. Alternatif pertama, mengembangkan Go-Life menjadi platform yang
menawarkan on-demand services untuk segala hal. Kedua, mengembangkan bisnis Go-Jek ke
kota-kota lain di Indonesia. Atau yang ketiga, memperluas fokus geografis di luar Indonesia,
seperti ke negara-negara tetangga di Asia Tenggara.
Melihat kondisi Go-Jek saat ini yang telah sukses dengan layanannya di Jakarta dan 14
kota lainnya, saya merokemendasikan bahwa Go-Jek sebaiknya memilih untuk fokus
mengembangkan bisnis Go-Jek ke kota-kota lain di Indonesia. Alasannya adalah pertama,
pasar lokal masih sangat potensial untuk dieksplor lebih lanjut. Kedua, perusahaan memiliki
pengetahuan dan informasi yang memadai mengenai pasar lokal, sehingga tidak dibutuhkan
banyak riset dan studi lebih lanjut untuk mengeksekusi rencana tersebut. Ketiga, strategi ini
memiliki ketidakpastian yang lebih rendah dibanding pilihan yang lainnya.
Dalam membuat keputusan tersebut, ada beberapa kriteria yang perlu diperhatikan.
Pertama, pilihan tersebut harus memaksimalkan pasar yang ada. Fokus dengan apa yang
dimiliki sekarang dan berusaha memperluas pangsa pasar yang tersedia akan menjadi strategi
yang efektif dan efisien untuk mencapai tingkat pertumbuhan yang diinginkan.
Kedua, perusahaan sebaiknya memilih langkah yang tidak membutuhkan banyak sumber
daya dan riset lebih, sebab pada fase pertumbuhan ini, Go-Jek membutuhkan langkah yang
cepat dan tepat untuk menjaga tingkat pertumbuhannya. Menghabiskan banyak waktu dalam
melakukan riset dan mempelajari pasar yang lain atau pengembangan layanan akan memakan
banyak waktu, dan dapat menghilangkan momentum pertumbuhan, dan memberikan ruang
bagi kompetitor untuk masuk.
Ketiga, perusahaan harus memilih strategi dengan tingkat ketidakpastian yang rendah.
Ketidakpastian yang tinggi menanggung risiko yang besar. Apabila strategi yang diambil gagal,
perusahaan akan merasakan dampak yang signifikan, seperti kerugian finansial, kerugian
waktu, tenaga, dan teknologi, serta kerugian-kerugian lainnya. Memastikan bahwa strategi ini
akan sukses sangatlah penting, sebab strategi ini akan menjadi langkah kunci untuk ekspansi
berikut-berikutnya. Lantas, mengapa pilihan untuk melakukan ekspansi lokal akan menjadi
pilihan yang terbaik? Berikut penjelasannya.
Pertama, potensi pasar lokal masih sangat besar. Seperti yang diketahui, Indonesia
memiliki 88,1 milyar pengguna internet aktif. Selain itu, 36% dari populasi menggunakan
ponsel pintar –hal dasar yang dibutuhkan bagi pelanggan Go-Jek, sehingga bisa dikatakan
masyarakat Indonesia sebenarnya potensial untuk dijadikan target pasar. Dari 93 kota dan 416
kabupaten di Indonesia (Kemendagri, 2018), Go-Jek masih menyasar 14 kota saja. Hal ini
mengonfirmasi bahwa pasar lokal masih sangat potensial untuk dieksplor lebih lanjut.
Kedua, perusahaan telah memiliki pengetahuan dan informasi yang memadai mengenai
pasar lokal, sehingga tidak dibutuhkan banyak riset dan studi lebih lanjut untuk mengeksekusi
rencana tersebut. Saat ini, Go-Jek telah menjangkau 14 kota di Indonesia, seperti Jakarta,
Surabaya, Medan, Malang, dan sebagainya. 14 kota tersebut setidaknya dapat memberikan
gambaran awal mengenai kondisi lapangan, gambaran usaha, dan potensi-potensi lain yang ada.
Hal ini akan membantu Go-Jek saat melakukan ekspansi nanti, sebab karakteristik umum
pelanggan seharusnya tidak jauh berbeda dengan kota-kota yang telah disasar oleh Go-Jek.
Langkah-langkah penetrasi untuk setiap kota mungkin berbeda, tetapi penyesuaian dan riset
yang dibutuhkan tidak akan sebanyak apabila melakukan ekspansi ke luar negeri.
Ketiga, strategi ini memiliki ketidakpastian yang lebih rendah dibanding pilihan yang
lainnya. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Go-Jek telah memiliki pengetahuan dan
informasi yang memadai tentang pasar lokal. Berbekal dengan pengetahuan pasar tersebut,
perusahaan dapat mengantisipasi lebih dini risiko-risiko yang mungkin terjadi, serta
mempersiapkan langkah-langkah eksekusi yang efektif, efisien, dan tepat sasaran. Terlebih,
seperti apa yang dikatakan oleh salah satu Co-Founder Go-Jek, Dayu Dara Permata, Go-Jek
telah mendapat kepercayaan masyarakat. Kepercayaan masyarakat terhadap layanan Go-Jek
akan mempermudah proses ekspansi ini.
Kemudian, langkah apa saja yang harus dilakukan oleh Go-Jek setelah memilih untuk
melakukan ekspansi lokal? Langkah-langkah yang diambil Go-Jek terbagi menjadi dua, yaitu
langkah jangka pendek, dan langkah jangka panjang. Langka jangka pendek yang pertama
adalah meneliti dan memilih kota-kota prioritas ekspansi. Dalam memilih kota prioritas ini,
Go-Jek dapat membuat kriteria kota mana yang paling potensial, misalkan dari segi tingkat
penetrasi teknologi di kota tersebut, dan apakah mayoritas masyarakat digital savvy. Dalam
melakukan pemilihan kota prioritas, penting bagi Go-Jek untuk mempelajari kondisi geografis,
sosial, dan budaya di kota-kota tersebut, kemudian merancang langkah strategis yang adaptif
untu masing-masing kota. Untuk ekspansi tahun pertama, jumlah kota priortias sebaiknya 10-
15 kota (dua kali lipat dari yang dimiliki saat ini). Dengan kondisi kesiapan Go-Jek baik dari
segi teknologi yang dimiliki maupun sumber daya manusia (jumlah karyawan sebanyak 1.600
orang), jumlah ini merupakan jumlah yang optimal. Kota-kota lainnya dapat menyusul 4-8
bulan setelah eksekusi ekspansi yang pertama berhasil.
Selanjutnya, Go-Jek harus fokus dalam mengalokasikan pendanaan yang didapat untuk
ekspansi ke kota-kota prioritas ini. Seperti yang tertera pada kasus, pada 4 Agustus 2016 Go-
Jek mendapat modal usaha lebih dari 50 milyar dolar dari investor-investor sebelumnya. Go-
Jek setidaknya mengalokasikan sepuluh persen dari dana tersebut untuk melakukan ekspansi.
Pendanaan ekspansi ini dapat difokuskan untuk tiga hal, yaitu rekruitmen pengemudi ojek
(termasuk di dalamnya pelatihan dasar dan belanja fasilitas seperti jaket dan helm), pendirian
kantor operasional di masing-masing kota (termasuk penugasan karyawan dari kantor pusat ke
daerah dan rekruitmen karyawan), dan pemasaran (termasuk pendanaan untuk strategi referral,
voucher, diskon, dan sebagainya).
Namun, selain dua langkah tersebut, penting juga bagi Go-Jek untuk mengatasi
permasalahan yang muncul di 14 kota pertama. Mengapa penting? Sebab dengan mengatasi
permasalahan-permasalahan tersebut, Go-Jek dapat meningkatkan best practice dari
pelayanannya dan juga dapat mengetahui langkah apa yang harus diambil jika terjadi masalah
yang sama saat ekspansi nanti. Pertama, mengatasi konflik dengan ojek tradisional. Jalan untuk
menyelesaikannya salah satunya adalah dengan melakukan mediasi. Salah satu contoh mediasi
yang berhasil adalah di Universitas Indonesia, dimana untuk keadilan, Go-Jek dilarang
“mangkal” di spot-spot strategis seperti halte stasiun KRL dan halte-halte fakultas. Tidak hanya
itu, Go-Jek juga dapat memberikan edukasi kepada pengemudi ojek tradisional. Sebelumnya,
cara ini dilakukan untuk merekrut pengemudi Go-Ride. Cara ini juga dapat diterapkan dalam
mengatasi permasalahan dengan ojek tradisional. Sebenarnya, mediasi ini akan berbeda-beda
untuk setiap situasi, Go-Jek perlu menyesuaikan dan mencari win-win solution untuk setiap
situasi tersebut.
Kedua, mengatasi ekspektasi pengemudi ojek (lihat Section “Managing Driver’s
Expectations). Seperti yang telah dijelaskan pada kasus, banyak masalah teknis yang di luar
kendali pengemudi yang mengganggu performa pengemudi tersebut. Untuk mengatasi hal ini,
pihak Go-Jek dapat melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang melibatkan pengemudi
ojek, pengguna Go-Jek, dan juga pihak terkait lainnya seperti pemilik merchants. Melalui FGD
yang dilakukan diharapkan Go-Jek dapat menemukan akar permasalahan dari berbagai sudut
pandang. Bahkan jika memungkinkan, menemukan solusi bersama. Jika tidak ditemukan solusi
pada tahap FGD tersebut, pihak Go-Jek dapat melakukan brainstorming ideas untuk
menemukan solusi, kemudian melakukan market validation atas solusi tersebut untuk
memastikan apakah kira-kira solusi dapat diterapkan.
Sedangkan di jangka panjang, baru kemudian Go-Jek mulai mempertimbangkan untuk
melakukan ekspansi ke luar negeri dan mengembangkan aplikasi Go-Life menjadi aplikasi
yang on-demand. Ekspansi ke luar negeri ini penting dilakukan di jangka panjang, sebab pasar
Asia Tenggara sangatlah potensial untuk ojek ekspansi. Apalagi hingga saat ini, belum banyak
usaha serupa yang dapat menyaingi Go-Jek. Namun, perlu diingat bahwa kondisi pasar luar
negeri akan sangat berbeda dengan Indonesia, sehingga diperlukan banyak riset dan studi yang
mendalam. Go-Jek juga harus merencanakan hal ini dari jauh-jauh hari, sebab akan dibutuhkan
perencanaan eksekusi dan perencanaan pendanaan yang matang.
Kedua adalah mengembangkan aplikasi Go-Life. Alasan mengapa pengembangan
aplikasi ini tidak menjadi hal yang mendesak untuk dilakukan adalah karena untuk saat ini
performa Go-Life sudah cukup baik. Rata-rata tingkat kepuasan pelanggan atas layanan Go-
Life mencapai 90%, dimana artinya pengembangan dan perluasan layanan dapat menjadi
prioritas ke-sekian. Namun, untuk mencapai visi perusahaan di jangka panjang yaitu menjadi
perusahaan dengan layanan on-demand, Go-Jek juga perlu mengambil langkah untuk
mengembangkan aplikasi Go-Life menjadi aplikasi yang memberikan banyak layanan, sesuai
dengan kebutuhan pengguna Go-Jek. Pengembangan ini juga harus dirancang dengan baik,
seperti mempelajari jenis layanan apa saja yang ingin diberikan, mempersiapkan penyedia
layanan yang berkualitas dan terpercaya, serta mendesain interface aplikasi yang user friendly.
REFERENSI

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia. (2018). “Pembentukan Daerah-Daerah di


Indonesia Sampai dengan Tahun 2014”.
Tempo. (2015). “Begini Cara Go-Jek Agar Tak Konflik dengan Ojek Pangkalan”. diakses dari
https://metro.tempo.co/read/692120/begini-cara-go-jek-agar-tak-konflik-dengan-ojek-
pangkalan pada 16 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai