Abses Retroaurikuler
Abses Retroaurikuler
PENDAHULUAN
Komplikasi ekstrakranial dan intrakranial dari otitis media dapat terjadi pada
seluruh kelompok usia, namun lebih umum dijumpai pada anak dalam dua tahun
pertama kehidupan. Data penelitian di daerah pedalaman provinsi Natal, Afrika
Selatan menunjukkan 80% komplikasi ekstrakranial dan 70% komplikasi intrakranial
terjadi pada anak-anak yang berusia antara 1-2 tahun. Komplikasi otitis media akut
dan kronik dapat menyebabkan tingkat morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi.
Salah satu komplikasi ekstrakranial dari otitis media adalah abses retroaurikuler/abses
postaurikuler.1
Abses retroaurikuler merupakan abses yang paling sering terbentuk di
mastoid.1 Abses retroaurikuler merupakan komplikasi mastoiditis yang paling sering
terjadi.2 Dari penelitian di daerah pedalaman provinsi Natal, Afrika Selatan, abses
retroaurikuler merupakan komplikasi ekstrakranial yang paling sering terjadi pada
anak-anak di bawah 6 tahun yang mengidap otitis media.1
Pasien abses retroaurikuler mengeluh nyeri telinga, otorea, dan gangguan
pendengaran yang makin bertambah. Pada pemeriksaan otologik, akan tampak otorea
melalui perforasi membran timpani, kadang-kadang saging dinding posterior liang
telinga. Di daerah retroaurikular, akan terlihat gambaran sesuai dengan stadium
penyakit. Bila belum terbentuk abses, akan terlihat daerah yang hiperemis disertai
nyeri tekan. Bila telah teraba fluktuasi di daerah retroaurikular, menandakan abses
sudah terbentuk. Bila sulkus retroaurikular sudah hilang, menandakan bahwa
absesnya telah menembus periosteum menjadi abses subkutis. 3 Daun telinga akan
terdorong ke depan dan ke bawah.1-3
Walaupun insidens dan prevalensi kasus otitis media, termasuk abses
retroaurikuler telah menurun drastis, dokter tentunya harus mampu mendiagnosis dan
melakukan manajemen terhadap abses retroaurikuler terkait kegawatan kasus ini. 1
Oleh karena itu, dokter umum harus memiliki pemahaman secara menyeluruh tentang
abses retroaurikuler.
1
BAB II
PERTANYAAN
2
perselubungan pada pneumatisasi mastoid atau gambaran radiolusen akibat erosi
tulang bila terdapat kolesteatoma.3
Gambar 2. Daun telinga terdorong ke lateral dan inferior dijumpai pada kasus abses
retroaurikuler terkait dengan mastoiditis koalesens1,2
3
Gambar 3. Gambaran CT-scan menunjukkan abses retroaurikula/periaurikula yang
menutupi dehiscence korteks mastoid5
4
Pengobatan abses retroaurikular, meliputi pembersihan liang telinga untuk
menjamin drainase yang baik dari pus telinga tengah, medikamentosa, serta insisi
abses retroaurikular. Pembersihan liang telinga harus dilakukan secara teratur,
misalnya dengan memberikan larutan peroksida 3% tetes telinga, kemudian
membersihkan pus di liang telinga dengan kapas lidi steril atau dengan penghisap.3
Pengobatan medikamentosa meliputi antibiotika dosis tinggi dan analgetika.
Bila memungkinkan, sebaiknya diambil dulu sediaan untuk pemeriksaan
mikrobiologi sebelum pemberian antibiotik dapat langsung diberikan tanpa
menunggu hasil pemeriksaan tersebut. Antibiotika tahap awal dapat diberikan
ampisilin oral atau penisilin parenteral dosis tinggi. Pemberian antibiotik tergantung
pada berbagai keadaan, misalnya hipersensitivitas pasien terhadap preparat penisilin,
resistensi kuman, beratnya penyakit, dan sebagainya.3
Insisi abses retroaurikula biasanya perlu dilakukan sebelum mastoidektomi.
Insisi abses dilakukan untuk melepaskan tekanan pus di telinga tengah untuk
mencegah terjadinya komplikasi lebih lanjut. Pada pasien dengan prosesus mastoid
sudah berkembang, insisi dilakukan pada tempat fluktuasi paling nyata. Jika keluar
pus, sebaiknya diambil swab untuk pemeriksaan mikrobiologi, kemudian pus
dievakuasi sebaik-baiknya bila mungkin dengan alat penghisap. Di tempat insisi,
dipasangkan salir yang adekuat untuk menjamin kelancaran keluarnya pus. Pada anak
kecil dengan prosesus mastoid yang belum berkembang, insisi tersebut harus hati-hati
dengan mengingat bahwa letak nervus fasialis dangkal sehingga insisi dilakukan agak
tinggi dengan menghindari bagian bawah mastoid.3
Pada kasus mastoiditis dengan abses retroaurikuler, insisi dan drainase abses
diikuti dengan mastoidektomi sangat dianjurkan. Pada keadaan tertentu, terapi abses
retroaurikuler hanya meliputi pengunaan antibiotik jangka panjang dan drainase abses
tanpa mastoidektomi.1 Pada otitis media supuratif kronik dengan abses retroaurikuler,
terapi medikamentosa harus diiringi dengan tindakan mastoidektomi.3
BAB III
KESIMPULAN
5
Abses retroaurikuler merupakan abses yang paling sering terbentuk di
mastoid. Abses retroaurikuler merupakan komplikasi mastoiditis dan otitis media
kronik supuratif yang cukup sering terjadi. Pada mastoiditis, abses retroaurikuler
terjadi akibat perluasan langsung infeksi yang menyebabkan destruksi tulang atau
flebitis dan periflebitis vena-vena mastoid. Infeksi jaringan lunak menyebabkan
nekrosis jaringan dan pembentukan abses. Jaringan lunak sekitar akan mengalami
penebalan, inflamasi, eritema. Pada perabaan, dijumpai adanya nyeri tekan dan
fluktuasi. Pada kasus otitis media kronik supuratif, abses retroaurikuler terjadi akibat
perluasan proses erosi tulang ke posterior.
Abses retroaurikuler dapat menyertai otitis media supuratif kronik tipe
maligna yang disertai dengan kolesteatoma dan letak perforasi umumnya marginal
atau di atik. Pada kasus yang sudah lanjut, dapat terlihat abses atau fistel
retroaurikuler (belakang telinga), polip atau jaringan granulasi di liang telinga luar
yang berasal dari dalam liang telinga tengah, terlihat kolesteatoma (sering terlihat di
epitimpanum), sekret berbentuk nanah dan berbau khas (aroma kolesteatoma) atau
terlihat bayangan kolesteatoma pada foto rontgen mastoid.
Pengobatan abses retroaurikular, meliputi pembersihan liang telinga untuk
menjamin drainase yang baik dari pus telinga tengah, medikamentosa, serta insisi
abses retroaurikular. Pembersihan liang telinga harus dilakukan secara teratur,
misalnya dengan memberikan larutan peroksida 3% tetes telinga, kemudian
membersihkan pus di liang telinga dengan kapas lidi steril atau dengan penghisap.
Pengobatan medikamentosa meliputi antibiotika dosis tinggi dan analgetika.
Pada kasus mastoiditis dengan abses retroaurikuler, kasus eksisi dan drainase
abses diikuti dengan mastoidektomi sangat dianjurkan. Pada keadaan tertentu, terapi
abses retroaurikuler hanya meliputi pengunaan antibiotik jangka panjang dan drainase
abses tanpa mastoidektomi. Pada otitis media supuratif kronik dengan abses
retroaurikuler, terapi medikamentosa harus diiringi dengan tindakan mastoidektomi.
6
DAFTAR PUSTAKA
1. Harker LA. Postaurikular abscess. In: Snow JB, Ballenger JJ, eds. Ballenger’s
Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery. 16th Edition. Ontario; WBC
Decker: 2003. p. 303-304.
7
2. Dhingra PL. Abscesses in Relation to Mastoid Infection. In: Diseases of Ear,
Nose, and Throat. 4th Edition. London; ElSevier; 2008. p. 77
3. Helmi. Abses Mastoid. Dalam: Soepardi EA, Hadjat F, Iskandar N, editor.
Penatalaksanaan Penyakit dan Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Edisi 3.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2006. h. 52-
53.
4. Helmi, Djaafar ZA, Restuti RD. Komplikasi Otitis Media Supuratif. Dalam:
Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher, edisi 6. Jakarta: Balai
Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya; 2010. p. 80.
5. Benton C. Otomastoiditis Complicated by Retroauricular Abscess [homepage on
the internet]. 2012. [cited on 2014 Jan 5]. Available from
http://www.mypacs.net/cases/OTOMASTOIDITIS-COMPLICATED-BY-
RETROAURICULAR-ABSCESS-2221.html