Laporan Kasus Asfiksia Di Puskesmas Tajurhalang
Laporan Kasus Asfiksia Di Puskesmas Tajurhalang
DI PUSKESMAS TAJURHALANG
Dosen Pembimbing:
Disusun oleh:
UNIVERSITAS GUNADARMA
DEPOK
2020
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur sebanyak
675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar 32.400
(nomor 8 penyebab kematian di Indonesia).1 Dalam 10 tahun terakhir, Angka
Kematian Neonatal di Indonesia cenderung stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup
(SDKI 20022003) menjadi 19/1000 kelahiran hidup (SDKI 2012). Selain itu
proporsi kematian neonatal terhadap kematian anak balita cenderung meningkat
dari 43% (SDKI 20022003) menjadi 48% (SDKI 2012). Penyebab utama kematian
neonatal pada minggu pertama (0-6 hari) adalah asfiksia (36 %), BBLR/
Prematuritas (32%) serta sepsis (12%) sedangkan bayi usia 7-28 hari adalah sepsis
(22%), kelainan kongenital (19%) dan pneumonia (17 %). Upaya menurunkan
angka kematian bayi adalah perawatan antenatal dan pertolongan persalinan sesuai
standar yang harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat dan upaya
untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah, infeksi pasca lahir
(seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia. Gambar berikut
adalah menunjukkan tren angka kematian neonatal dan balita.
2
Dalam dekade terakhir pelayanan persalinan sudah lebih baik namun bayi baru
lahir masih banyak menderita asfiksia dan pada kasus asfiksia berat menyebabkan
Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE) dan bisa menyebabkan kerusakan neurologis
permanen. Prevalensi asfiksia pada persalinan adalah 25 tahun, per 1000 kelahiran
hidup di antaranya 15% adalah sedang atau berat. Pada bayi prematur, 73 per 1000
kelahiran hidup di antaranya 50% adalah sedang atau berat.
Di negara berkembang, sekitar 3% bayi lahir mengalami asfiksia derajat sedang
dan berat. Bayi asfiksia yang mampu bertahan hidup namun mengalami kerusakan
otak, jumlahnya cukup banyak. Hal ini disebabkan karena resusitasi tidak adekuat
atau salah prosedur. Pemerintah melalui Kementrian Kesehatan RI telah
menerbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 53 tahun
2014 tentang Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial untuk menangani asfiksia
bayi baru lahir yang tercantum pada pasal 4 ayat 2 menyatakan bahwa Pelayanan
Kesehatan Neonatal Esensial 0 (nol) sampai 6 (enam) jam.
Asfiksia dapat dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke
pelayanan kesehatan, kemampuan tenaga kesehatan, keadaan sosial ekonomi,
sistem rujukan yang belum berjalan dengan baik, terlambatnya deteksi dini
kehamilan risiko tinggi dan kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan
kesehatan.
Masalah utama bayi baru lahir pada masa perinatal dapat menyebabkan
kematian, kesakitan dan kecacatan. Hal ini merupakan akibat dari kondisi
kesehatan ibu yang jelek, perawatan selama kehamilan yang tidak adekuat,
penanganan selama persalinan yang tidak tepat dan tidak bersih, serta perawatan
neonatal yang tidak adekuat. Bila ibu meninggal saat melahirkan, kesempatan
hidup yang dimiliki bayinya menjadi semakin kecil. Kematian neonatal tidak
dapat diturunkan secara bermakna tanpa dukungan upaya menurunkan kematian
ibu dan meningkatkan kesehatan ibu. Perawatan antenatal dan pertolongan
persalinan sesuai standar, harus disertai dengan perawatan neonatal yang adekuat
dan upaya-upaya untuk menurunkan kematian bayi akibat bayi berat lahir rendah,
3
infeksi pasca lahir (seperti tetanus neonatorum, sepsis), hipotermia dan asfiksia.
Sebagian besar kematian neonatal yang terjadi pasca lahir disebabkan oleh
penyakit – penyakit yang dapat dicegah dan diobati dengan biaya yang tidak
mahal, mudah dilakukan, bisa dikerjakan dan efektif. Intervensi imunisasi Tetanus
Toxoid pada ibu hamil menurunkan kematian neonatal hingga 33-58% (The
Lancet Neonatal Survival 2005).
Di negara berkembang, sekitar 3% bayi mengalami asfiksia lahir tingkat sedang
dan berat. Bayi asfiksia yang mampu bertahan hidup namun mengalami kerusakan
otak, jumlahnya cukup banyak. Hal ini disebabkan karena resusitasi tidak adekuat
atau salah prosedur. Resusitasi yang dilaksanakan secara adekuat dapat mencegah
kematian dan kecacatan pada bayi karena hipoksia. Intervensi post natal terhadap
peningkatan ketrampilan resusitasi bayi baru lahir dapat menurunkan kematian
neonatal hingga 6-42% (The Lancet Neonatal Survival 2005).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
a. Memberikan Asuhan Kebidanan kepada bayi dengan asfiksia.
b. Mampu memberikan asuhan kebidanan secara menyeluruh kepada bayi
dengan asfiksia dengan manajemen Varney dan pendokumentasian dengan
metode SOAP.
2. Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada bayi Ny.A dengan asfiksia sedang.
b. Mampu melakukan interprestasi data dasar untuk menentukan
diagnosa, masalah dan kebutuhan pada bayi Ny.A dengan asfiksia sedang.
c. Mampu membuat rencana asuhan secara menyeluruh secara tepat dan
rasional pada bayi Ny.A dengan asfiksia sedang.
4
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
5
h. Rambut lanugo tidak terlihat, rambut kepala biasanya telah sempurna
i. Kuku agak panjang dan lemas
j. Genitalia
1). Perempuan labia mayora sudah menutupi labia minora
2). Laki – laki testis sudah turun, skrotum sudah ada
k. Reflek hisap dan menelan sudah terbentuk dengan baik
l. Reflek morrow atau gerak memeluk bila dikagetkan sudah baik
m. Reflek graps atau menggenggan sudah baik
n. 1Eliminasi baik, mekonium akan keluar dalam 24 jam pertama, mekonium
berwarna hitam kecoklatan
c. Metabolisme glukosa
Pada setiap bayi baru lahir, glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1
s/d 2 jam). Koreksi dapat dilakukan dengan cara:
1). Melalui penggunaan ASI.
6
2). Melalui penggunaan cadangan glikogen.
3). Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama lemak.
d. Perubahan gastrointestinal
Setelah lahir, bayi cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Namun
hubungan bagian bawah esophagus dan lambung belum sempurna sehingga
menyebabkan gumoh. Kapasitas lambung sangat sedikit dan sangat terbatas,
kurang dari 30 cc untuk bayi cukup bulan.Kapasitas lambung ini akan
bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi.
e. Perubahan kekebalan tubuh
Sistem Imunitas belum matang sehingga menyebabkan bayi baru lahir rentan
terhadap berbagai infeksi dan alergi. Kekebalan alami yang terdapat pada
tubuh bayi baru lahir antara lain :
1). Perlindungan oleh kulit membrane mukosa.
2). Fungsi saringan saluran nafas.
3). Pembentukan koloni mikroba oleh lingkungan asam lambung, juga sel
darah merah membantu membunuh mikroorganisme asing namun pada
bayi baru lahir system ini belum matang sehingga belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi.
a. Pencegahan Infeksi
1). Cuci tangan dengan saksama sebelum dan sesudah bersentuhan bayi
2). Pakai sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum
dimandikan
b. Melakukan Penilaian
7
1). Apakah bayi menangis kuat dan bernafas tanpa kesulitan
2). Apakah bayi bergerak aktif
c. Pencegahan Kehilangan Panas (Mekanisme Kehilangan Panas)
1). Evaporasi, Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas
tubuh bayi sendiri karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera
dikeringkan.
2). Konduksi, Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh
bayi dengan permukaan yang dingin, contoh meja, tempat tidur,
timbangan yang temperaturnya lebih rendah dari tubuh bayi akan
menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di atas benda – benda
tersebut
3). Konveksi, Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar
yang lebih dingin, contoh ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari
kipas angin, hembusan udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
4). Radiasi, Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat
benda – benda yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh
bayi, karena benda – benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi
(walaupun tidak bersentuhan secara langsung).
d. Membebaskan Jalan Nafas
Dengan cara sebagai berikut yaitu bayi normal akan menangis spontan
segera setelah lahir, apabila bayi tidak langsung menangis, penolong segera
membersihkan jalan nafas dengan cara sebagai berikut :
1). Letakkan bayi pada posisi terlentang di tempat yang keras dan hangat.
2). Gulung sepotong kain dan letakkan di bawah bahu sehingga leher bayi
lebih lurus dan kepala tidak menekuk. Posisi kepala diatur lurus sedikit
tengadah ke belakang.
3). Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokkan bayi dengan jari
tangan yang dibungkus kassa steril.
8
4). Tepuk kedua telapak kaki bayi sebanyak 2-3 kali atau gosok kulit bayi
dengan kain kering dan kasar.
5). Alat penghisap lendir mulut (De Lee) atau alat penghisap lainnya yang
steril, tabung oksigen dengan selangnya harus sudah ditempat
6). Segera lakukan usaha menghisap mulut dan hidung
7). Memantau dan mencatat usaha bernapas yang pertama (Apgar Score)
8). Warna kulit, adanya cairan atau mekonium dalam hidung atau mulut
harus diperhatikan.
e. Merawat tali pusat
1). Setelah plasenta dilahirkan dan kondisi ibu dianggap stabil, ikat atau
jepitkan klem plastik tali pusat pada puntung tali pusat.
2). Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan ke dalam
larutan klonin 0,5 % untuk membersihkan darah dan sekresi tubuh
lainnya.
3). Bilas tangan dengan air matang atau disinfeksi tingkat tinggi
4). Keringkan tangan (bersarung tangan) tersebut dengan handuk atau kain
bersih dan kering.
5). Ikat ujung tali pusat sekitar 1 cm dari pusat bayi dengan menggunakan
benang disinfeksi tingkat tinggi atau klem plastik tali pusat (disinfeksi
tingkat tinggi atau steril). Lakukan simpul kunci atau jepitankan secara
mantap klem tali pusat tertentu.
6). Jika menggunakan benang tali pusat, lingkarkan benang sekeliling ujung
tali pusat dan dilakukan pengikatan kedua dengan simpul kunci dibagian
tali pusat pada sisi yang berlawanan.
7). Lepaskan klem penjepit tali pusat dan letakkan di dalam larutan klonin
0,5%
8). Selimuti ulang bayi dengan kain bersih dan kering, pastikan bahwa
bagian kepala bayi tertutup dengan baik. (Dep. Kes. RI, 2002)
f. Mempertahankan suhu tubuh bayi
9
Pada waktu lahir, bayi belum mampu mengatur tetap suhu badannya, dan
membutuhkan pengaturan dari luar untuk membuatnya tetap hangat. Bayi
baru lahir harus di bungkus hangat. Suhu tubuh bayi merupakan tolok ukur
kebutuhan akan tempat tidur yang hangat sampai suhu tubuhnya sudah
stabil. Suhu bayi harus dicatat (Prawiroharjo, 2010).
Bayi baru lahir tidak dapat mengatur temperatur tubuhnya secara memadai
dan dapat dengan cepat kedinginan jika kehilangan panas tidak segera
dicegah. Bayi yang mengalami kehilangan panas (hipotermi) beresiko tinggi
untuk jatuh sakit atau meninggal, jika bayi dalam keadaan basah atau tidak
diselimuti mungkin akan mengalami hipoterdak, meskipun berada dalam
ruangan yang relatif hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah sangat
rentan terhadap terjadinya hipotermia.
Pencegah terjadinya kehilangan panas yaitu dengan :
1). Keringkan bayi secara seksama
2). Selimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan hangat
3). Tutup bagian kepala bayi
4). Anjurkan ibu untuk memeluk dan menyusukan bayinya
5). Lakukan penimbangan setelah bayi mengenakan pakaian
6). Tempatkan bayi di lingkungan yang hangat. (Dep. Kes. RI, 2002)
g. Pencegahan infeksi
1). Memberikan vitamin K
Untuk mencegah terjadinya perdarahan karena defisiensi vitamin K pada
bayi baru lahir normal atau cukup bulan perlu di beri vitamin K per oral
1 mg / hari selama 3 hari, dan bayi beresiko tinggi di beri vitamin K
parenteral dengan dosis 0,5 – 1 mg IM.
2). Memberikan obat tetes atau salep mata
10
Untuk pencegahan penyakit mata karena klamidia (penyakit menular
seksual) perlu diberikan obat mata pada jam pertama persalinan, yaitu
pemberian obat mata eritromisin 0.5 % atau tetrasiklin 1 %, sedangkan
salep mata biasanya diberikan 5 jam setelah bayi lahir. Perawatan mata
harus segera dikerjakan, tindakan ini dapat dikerjakan setelah bayi
selesai dengan perawatan tali pusat (Prawirohardjo, 2012)
h. Identifikasi bayi
1). Alat pengenal untuk memudahkan identifikasi bayi perlu di pasang
segera pasca persalinan. Alat pengenal yang efektif harus diberikan
kepada bayi setiap bayi baru lahir dan harus tetap ditempatnya sampai
waktu bayi dipulangkan.
2). Peralatan identifikasi bayi baru lahir harus selalu tersedia di tempat
penerimaan pasien, di kamar bersalin dan di ruang rawat bayi
3). Alat yang digunakan, hendaknya kebal air, dengan tepi yang halus tidak
mudah melukai, tidak mudah sobek dan tidak mudah lepas
4). Pada alat atau gelang identifikasi harus tercantum nama (bayi, nyonya),
tanggal lahir, nomor bayi, jenis kelamin, unit, nama lengkap ibu
5). Di setiap tempat tidur harus diberi tanda dengan mencantumkan nama,
tanggal lahir, nomor identifikasi. (Saifudin,, 2002)
11
B. ASFIKSIA
1. Definisi
Istilah asfiksia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang
berhenti (stopping of the pulse). Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan
pertukaran gas di organ, definisi asfiksia sendiri menurut WHO adalah
kegagalan bernapas secara spontan dan teratur segera setelah lahir. Asfiksia
perinatal adalah kondisi bayi yang ditandai dengan hipoksia dan hipercapnia
disertai asidosis metabolik. Menurut American College of Obstetrics and
Gynecology tahun 2002, diagnosis asfiksia didasarkan 4 kriteria utama dan 5
kriteria tambahan.
Kriteria utama tersebut adalah
(a) Asidosis metabolik (pH < 7.0 dan base deficit ≥ 12 mmol/L) pada arteri
umbilical,
(b) ensefalopati sedang atau berat,
(c) cerebral palsy tipe spastik quadriplegia atau dyskinetic,
(d) bukan penyebab lain,
sedangkan kriteria tambahan adalah
(a) sentinel event,
(b) perubahan mendadak detak jantung janin,
(c) Apgar score ≤ 3 kurang dari 5 menit,
(d) kegagalan sistem organ dalam 72 jam kehidupan,
(e) early imaging evidence.
Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan
asam darah. Klasifikasi klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik
untuk memastikan bahwa asfiksia telah terjadi dan didapatkan ensefalopati
neonatus serta komplikasi sistem organ lainnya untuk mengetahui derajat
asfiksia. Asfiksia dapat disebabkan oleh karena faktor ibu, bayi dan tali pusat
atau plasenta.
12
Terdapat lima hal yang menyebabkan terjadinya asfiksia pada saat persalinan
1. Interupsi aliran darah umbilicus.
2. Kegagalan pertukaran darah melalui plasenta (misalnya solutio plasenta)
3. Perfungsi plasenta sisi maternal yang inadekuat (misalnya hipotensi maternal
yang berat)
4. Kondisi janin yang tidak dapat mentoleransi hipoksia intermiten dan transien
yang terjadi pada pada persalinan normal (misalnya pada janin yang anemia
atau IUGR).
5. Gagal mengembangkan paru dan memulai ventilasi dan perfusi paru yang
seharusnya terjadi saat proses kelahiran.
Sedangkan faktor risiko terjadinya asfiksia adalah paritas, usia ibu dan
usia kehamilan, riwayat obstetri jelek, ketuban pecah dini dan berat lahir bayi.
Penelitian telah menunjukkan hubungan kompleks antara asfiksia janin dan
bayi baru lahir dengan kerusakan otak, keseimbangan antara derajat, durasi dan
sifat asfiksia dengan kualitas respons kompensasi kardiovaskular. Diagnosis
asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam darah.
Klasifikasi klinis asfiksia didasarkan pada asidosis metabolik untuk
memastikan bahwa asfiksia telah terjadi dan didapatkan ensefalopati neonatus
serta komplikasi sistem organ lainnya untuk mengetahui derajat asfiksia.
Skor Apgar adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk
mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak dan yang dinilai adalah
frekuensi jantung (heart rate), pernafasan (respiratory), tonus otot (muscle
tone), warna kulit (colour) dan refleks ransangan (reflex irritability). Berikut
adalah tabel skor Apgar.
13
Nilai Apgar adalah metode obyektf untuk menilai kondisi bayi baru
lahir dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi secara
umum, serta responnya terhadap resusitasi. Nilai Apgar ditentukan pada menit
ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir. Jika nilai Apgar pada menit ke-5 kurang dari
7 maka ada tambahan nilai setiap 5 menit sampai 20 menit. Nilai Apgar tidak
digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun menunda intervensi pada
bayi dengan depresi sampai penilaian menit ke-1. Akan tetapi resusitasi harus
segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung. Pada buku panduan manajemen
asfiksia bayi baru lahir untuk bidan dapat kita mengetahui apakah bayi tersebut
14
mempunyai resiko asfiksia, seperti contoh di lembar kerja. Pada peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 53 tahun 2014 tentang pelayanan
kesehatan neonatal esensial untuk menangani asfiksia bayi baru lahir sudah
dibuat alur bagan sebagai berikut
15
2. Etiologi
16
Hipoksia janin yang dapat menyebabkan asfiksia neonatorum terjadi
karena gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga
terjadi gangguan dalam persediaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.
Gangguan Ini dapat berlangsung secara menahun akibat kondisi atau kelainan
pada ibu selama kehamilan atau secara mendadak karena hal-hal yang diderita
ibu dalam persalinan. (Wiknjosastro, 2010, hal.709).
Hipoksia janin dapat merupakan akibat dari :
a. Oksigenasi darah ibu yang tidak mencukupi akibat hipoventilasi selama
anestesi, penyakit jantung sianosis gagal pernafasan, atau keracunan
karbonmonoksida
b. Tekanan darah ibu yang rendah akibat hipotensi, yang dapat merupakan
komplikasi anestesi spinal atau akibat kompresi vena cava dan aorta pada
uterus gravid
c. Relaksasi uterus tidak cukup memberikan pengisian plasenta akibat adanya
tetani uterus, yang disebabkan oleh pemberian oksitosin berlebih-lebihan
d. Pemisahan plasenta prematur
e. Sirkulasi darah melalui tali pusat terhalang akibat adanya kompresi atau
pembentukan simpul pada tali pusat
f. Vasokonstriksi pembuluh darah oleh kokain
g. Insufisiensi plasenta karena berbagai sebab, termasuk toksemia dan pasca
maturitas. (Nelson, 2000, hal 581)
3. Patofisiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta. Adanya
hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional dan
biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.
Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbulah rangsangan
terhadap nervus vagus sehingga DJJ (Denyut Jantung Janin) menjadi lambat.
Jika kekurangan O2 terus berlangsung maka nervus vagus tidak dapat
17
dipengaruhi lagi. Timbulah kini rangsangan dari nervus simpatikus sehingga
DJJ menjadi lebih cepat akhirnya ireguler dan menghilang.
Janin akan mengadakan pernafasan intrauterin dan bila kita periksa
kemudian terdapat banyak air ketuban dan mekonium dalam paru, bronkus
tersumbat dan terjadi atelektasis. Bila janin lahir, alveoli tidak berkembang.
Apabila asfiksia berlanjut, gerakan pernafasan akan ganti, denyut jantung mulai
menurun sedangkan tonus neuromuskuler berkurang secara berangsur-angsur
dan bayi memasuki periode apneu primer. Jika berlanjut, bayi akan
menunjukkan pernafasan yang dalam, denyut jantung terus menurun , tekanan
darah bayi juga mulai menurun dan bayi akan terluhat lemas
(flascid). Pernafasan makin lama makin lemah sampai bayi memasuki periode
apneu sekunder. Selama apneu sekunder, denyut jantung, tekanan darah dan
kadar O2 dalam darah (PaO2) terus menurun. Bayi sekarang tidak bereaksi
terhadap rangsangan dan tidak akan menunjukkan upaya pernafasan secara
spontan. Kematian akan terjadi jika resusitasi dengan pernafasan buatan dan
pemberian tidak dimulai segera. (Aziz, 2010)
18
2). Usaha napas lambat
3). Adanya pernapasan cuping hidung
4). Adanya retraksi dinding dada
5). Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
6). Bayi masih bisa bereaksi terhadap rangsangan yang diberikan namun
tampak lemah
7). Bayi tampak sianosis
8). Tidak terjadi kekurangn oksigen yang bermakna selama proses
persalinan
c. Asfiksia berat
1). Frekuensi jantung kecil, yaitu <40x/menit
2). Adanya retraksi dinding dada
3). Tonus otot lemah bahkan hamper tidak ada
4). Bayi tidak dapit memberikan reaksi jika diberi rangsangan
5). Bayi tampak pucat bahkan sampai berwarna kelabu
6). Terjadi kekurangan oksigen yang berlanjut sebelum atau sesudah
persalinan.
5. Klasifikasi
a. Asfiksia Ringan
Skor APGAR 7-10. Bayi dianggap sehat, dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.
b. Asfiksia Sedang
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat frekuensi detak
jantung lebih dari 100/menit, tonus otot kurang baik atau baik, sianosis,
reflek iritabilitas tidak ada.
c. Asfiksia Berat
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi jantung
kurang dari 100/menit, tonus otot buruk, sianosis berat, dan kadang-kadang
19
pucat, reflek iritabilitas tidak ada, pada asfiksia dengan henti jantung yaitu
bunyi jantung fetus menghilang tidak lebih dari 10 menit sebelum lahir
lengkap atau bunyi jantung menghilang post partum pemeriksaan fisik
sama asfiksia berat (Kamarullah, 2005).
Cara menilai tingkatan APGAR score menurut Utomo (2006) adalah
dengan :
1). Menghitung frekuensi jantung.
2). Melihat usaha bernafas.
3). Menilai tonus otot.
4). Menilai reflek rangsangan.
5). Memperlihatkan warna kulit.
Di bawah ini adalah tabel untuk menentukan tingkat derajat asfiksia yang
dialami bayi:
Tanda tanda
Nilai 0 Nilai 1 Nilai 2
vital
Tubuh
Seluruh
Appearance kemerahan Seluruh tubuh
tubuh biru
(warna kulit) Ekstermitas kemerah-merahan
atau putih
biru
Pulse
(Frekuensi < 100 x/
Tidak ada > 100 x/ menit
jantung) menit
Grimance
(reflek) Tidak ada Menyeringai Batuk/Bersin/Menangis
20
Activity Fleksi
Tidak Ada
(tonus otot) ekstremitas Fleksi kuat, gerak aktif
Gerakan
(Lemah)
Lambat
Respiration atau tidak Menangis kuat atau
Tidak ada
(pernapasan) teratur keras
(Merintih)
Pemantauan nilai apgar dilakukan pada menit ke-1 dan menit ke-5, bila
nilai apgar 5 menit masih kurang dari 7 penilaian dilanjutkan tiap 5 menit
sampai skor mencapai 7. Nilai Apgar berguna untuk menilai keberhasilan
resusitasi bayi baru lahir dan menentukan prognosis, bukan untuk memulai
resusitasi karena resusitasi dimulai 30 detik setelah lahir bila bayi tidak
menangis. (bukan 1 menit seperti penilaian skor Apgar) Sumber : Utomo,
(2006).
21
Nilai apgar tidak dipakai untuk menentukan kapan memulai resusitasi atau
membuat keputusan mengenai jalannya resusitasi. Apabila penilaian
pernafasan menunjukkan bahwa bayi tidak bernafas atau pernafasan tidak kuat,
harus segera ditentukan dasar pengambilan kesimpulan untuk tindakan vertilasi
dengan tekanan positif (VTP).
7. Penatalaksanaan Medis
Menurut Hidayat (2005), Cara pelaksanaan resusitasi sesuai tingkatan asfiksia,
antara lain :
a. Asfiksi Ringan (Apgar score 7-10)
1). Bayi dibungkus dengan kain hangat
2). Bersihkan jalan napas dengan menghisap lendir pada hidung kemudian
mulut.
3). Bersihkan badan dan tali pusat.
4). Lakukan observasi tanda vital dan apgar score dan masukan ke dalam
inkubator.
b. Asfiksia sedang (Apgar score 4-6)
1). Bersihkan jalan napas.
2). Berikan oksigen 2 liter per menit.
3). Rangsang pernapasan dengan menepuk telapak kaki apabila belum ada
reaksi,bantu pernapasan dengan melalui masker (ambubag).
4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
melalui vena umbilikus secara perlahan-lahan, untuk mencegah tekanan
intra kranial meningkat.
c. Asfiksia berat (Apgar skor 0-3)
1). Bersihkan jalan napas sambil pompa melalui lambubag.
2). Berikan oksigen 4-5 liter per menit.
3). Bila tidak berhasil lakukan ETT (Endotracheal Tube).
22
4). Bersihkan jalan napas melalui ETT (Endotracheal Tube).
5). Apabila bayi sudah mulai benapas tetapi masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5% sebanyak 6cc. Dextrosa 40% sebanyak 4cc.
8. Penatalaksanaan Asfiksia
a. Langkah awal
1). Mencegah kehilangan panas, termasuk menyiapkan tempat yang kering
dan hangat untuk melakukan pertolongan.
2). Memposisikan bayi dengan baik, (kepala bayi setengah
tengadah/sedikit ekstensi atau mengganjal bahu bayi dengan kain)
3). Bersihkan jalan nafas dengan alat penghisap yang tersedia Bersihkan
jalan nafas dengan ketentuan sebagai berikut :
a). Bila air ketuban jernih (tidak bercampur mekonium), hisap lendir
pada mulut baru pada hidung.
b). Bila air ketuban bercampur dengan mekonium, mulai mengisap
lendir setelah kepala lahir (berhenti seberi tar untuk menghisap
lendir di mulut dan hidung). Bila bayi menangis, nafas teratur,
lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi mengalami
depresi, tidak menangis, lakukan upaya maksimal untuk
membersihkan jalan nafas dengan jalan membuka mulut lebar-lebar
dan menghisap lendir lebih dalam secara hati-hati.
c). Menilai bayi dengan melihat usaha nafas, denyut jari tung dan warna
kulit kemerahan, lakukan asuhan bayi barn lahir normal. Bila bayi
tidak menangis atau megap-megap, warna kulit biru atau pucat
denyut jari tung kurang dan 100 xlme4it, lanjutkan langkah
resusitasi.
b. Langkah resusitasi
23
24
1). Sebelumnya periksa dan lakukan bahwa alat resusitasi (baton resusitasi
dan sungkup muka) telah tersedia dan berfungsi baik (lakukan test untuk
baton dan sungkup muka)
2). Cuci tangan dan gunakan sarung tangan sebelum memegang atau
memeriksa bayi
3). Selimuti bayi dengan kain yang kering dan hangat kecuali muka dan
dada bagian atas, kemudian letakkan pada alas dan lingkungan yang
hangat.
4). Periksa ulang posisi bayi dan pastikan kepala berada dalam posisi
tengadah
5). Letakkan sungkup melingkupi dagu, hidung dan mulut sehingga
terbentuk
6). semacam tautan sungkup dan wajah.
7). Tentukan balon resusitasi dengan dua jari atau dengan semua jari tangan
(tergantung pada ukuran balon resusitasi)
8). Lakukan pengujian pertautan dengan melakukan ventilasi sebanyak dua
kali dan periksa gerakan dinding dada
9). Bila pertautan baik ( tidak bocor) dan dinding dada mengembang maka
lakukan ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tidak ada atau
tersedia oksigen guna udara ruangan)
10). Perhatikan kecepatai ventilasi sekitar 40 kali per 60 detik, dengan
tekanan yang tepat sambil melihat gerakan dada (naik turun) selama
ventilasi
11). Bila dinding dada tidak naik-turun dengan baik berarti ventilasi berjalan
secara adekuat.
12). Bila dinding dada tidak naik, periksa ulang dan betulkan posisi bayi atau
terjadi kebocoran lekatan atau tekanan ventilasi kurang
Lakukan ventilasi selama 2 x 30 detik atau 60 detik kemudian lakukan
penilaian segera tentang upaya bernafas spontan dan warna kulit:
25
a). Bila frekwensi nafas normal (30-60 x/menit), hentikan ventilasi,
lakukan kontak kulit ibu-bayi, lakukan asuhan normal bayi barn
lahir (menjaga bayi tetap hangat, mulai memberikan ASI dm1 dan
mencegah infeksi dan imunisasi)
b). Bila bayi belum bernafas spontan ulangi lagi ventilasi selama 2 x 30
detik atau 60 detik kemudian lakukan penilaian ulang.
c). Bila frekwensi nafas menjadi normal (30-60 x/menit) hentikan
ventilasi lakukan kontak kulit it lakukan asuhan normal bayi barn
lahir.
d). Bila bayi bernafas, tetapi terlihat retraksi dinding dada, lakukan
ventilasi dengan menggunakan oksigen (bila tersedia)
e). Bila bayi tidak bernafas, megap-megap, teruskan bantuan
pernafasan dengan ventilasi.
f). Lakukan penilaian setiap 30 detik dengan menilai usaha bernafas
denyut jari tung dan warna kulit
g). Jika bayi tidak bernafas secara teratur setelah ventilasi 2-3 menit,
rujuk ke fasilitas pelayanan perawatan bayi resiko tinggi.
h). Jika tidak ada nafas sama sekali dan tidak ada perbaikan frekwensi
denyut jari tung bayi setelah ventilasi selama 20 menit, hentikan
ventilasi, bayi dinyatakan meninggal (jelaskan kepada keluarga
bahwa upaya pertolongan gagal) dan beri dukungan emosional pada
keluarga.
26
BAB III
TINJAUAN KASUS DAN PEMBAHASAN
A. TINJAUAN KASUS
FORMAT
No.Reg :......................................................................................................
Nama Pengkaji : Susiyana, Sisi Sadela, Amalia Fajar Riyani, Anissa Guntari
I.PENGKAJIAN
1. Data Subjektif
a. Identitas
Nama : Ny. A Nama Suami : Tn. V
Umur : 22 Tahun Umur : 25 Tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan : Karyawan Swasta
Agama : Islam Agama :Islam
Pendidikan : SMU Pendidikan : SMU
Suku / Bangsa : Jawa / Indonesia Suku / Bangsa :Jawa / Indonesia
Alamat : Kp. Bulak Rt 04 Rw 01Nanggerang
27
Alamat Kantor : Alamat Kantor : Jakarta
b. Keluhan Utama
Ibu mengatakan ingin memeriksa kehamilan
2.
Hamil
Ini
28
e. Riwayat Kesehatan / Penyakit
Riwayat Kesehatan yang diderita sekarang / dulu : Tidak ada
Riwayat Keturunan : Tidak ada
Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada
f. Riwayat Psikososial
Status Pernikahan - Suami yang ke :1
- Istri yang ke :1
- Lamanya Pernikahan : 3 Tahun
Respon ibu/ keluarga terhadap kehamilan : Bahagia
Jenis kelamin yang diharapkan : Perempuan
29
Perubahan porsi makan : Bertambah
2. Eliminasi
BAB - Frekuensi : 1×/ hari
-Konsistensi : Lunak
6. Hubungan Seksual
30
7. Personal Hygiene
2.Data Obyektif
- Tanda Vital
Nadi : 82 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36,5 ℃
b. Antropometri
- TB : 145 cm
- BB Sebelum Hamil : 45 kg
31
c. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Rambut : Bersih
2.Leher
3.Dada
32
Bunyi Jantung : Tidak dilakukan
4.Perut
TFU ( Mc Donald ) : 28 cm
Palpasi Leopold I : Pada fundus teraba besar, padat dan tidak melenting
Dapat digoyangkan
33
Leopold IV : Kovergen
5. Ektremitas
d. Pemeriksaan Genitalia
34
Kelenjar Batholin : Tidak dilakukan
Pemeriksaaan dalam
Pelvimetri Klinis
C. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
35
Darah Hb : 10 gr%
Gol. Darah :0
II. ANALISA
(.....................................) (................................)
36
FORMAT
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN
37
Frekuensi : 4x10’48’’
Lokasi Ketidaknyamanan : Perut bagian bawah hingga pinggang
c. Pengeluaran Pervaginam
Darah lendir : Ada
Air ketuban : warna: hijau bau: khas
Darah :
d. Riwayat Kehamilan Sekarang
HPHT : 20 April 2019
ANC : 17 Januari 2020
Kelainan / gangguan : Tidak ada kelainan
e. Riwayat Imunisasi
1. Hamil
Ini
38
2. Data Objektif
a. Keadaan Umum : Baik
- Kesadaran : Composmentis
- Keadaan emosional : Stabil
- Tanda vital
Tekanan Darah : 110/80 mmHg
Nadi : 88 x/menit
Pernafasan : 20 x/menit
Suhu : 36 ºc
b. Pemeriksaan Fisik
1. Kepala
Muka oedema : Tidak Oedema
Mata konjungtiva : Merah muda
Sklera : Tidak ikterik
2. Abdomen
Bekas luka operasi : Tidak ada bekas luka SC
HIS : 4x10’48’’ adekuat
TFU : 33
Palpasi
Leopold I: Pada fundus teraba bulat, padat, tidak melenting
Leopold II: Pada sisi kanan perut ibu teraba bagian kecil janin, Pada sisi
kiri perut ibu teraba panjang, keras seperti papan
Leopold III: Pada segmen bawah uteri teraba bulat, keras, tidak melenting
Leopold IV: Kepala sudah masuk PAP
Divergen: 4/5
39
Varices : Tidak ada varices
Reflek Patella : (+) kanan, (+) kiri
Oedema : Tidak ada oedema
c. Pemeriksaan Genitalia
1. Pemeriksaan Genitalia Eksternal
Vulva : varices Tidak ada kelainan oedema: Tidak ada
Vagina: pengeluaran: lender darah
Anus: Tidak ada hemoroid
2. Genitalia Interna
Pemeriksaan dalam
Dinding Vagina : Tidak ada kelainan
Portio : Tidak teraba
Pembukaan : 10
Selaput ketuban : Utuh
Presentasi : Kepala
Penurunan : Hodge 4
Posisi : Ubun ubun kecil
Moulage : Tidak ada penyusupan
d. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium : HBSAg negative, Hb
2. USG : Tidak dilakukan
3. NST/CTG : Tidak dilakukan
II. ANALISA
G2P0A1 uk 39 minggu dengan inpartu kala 1 fase aktif janin tunggal
Hidup intrauterine
40
-Memberikan ibu nutrisi dan hidrasi, ibu mengerti
-Menanyakan kepada ibu pendamping persalinan yang diinginkan, ibu
memilih suami sebagai pendamping
-Mengajarkan ibu untuk mobilisasi dengan cara miring ke kiri, ibu mau
melakukannya
-Mengajarkan ibu teknik relaksasi jika tidak ada his, ibu melakukannya
dengan baik
-Mengajarkan ibu cara meneran yang baik, ibu melakukannya dengan
baik
-Menganjurkan ibu untuk tidak menahan BAB dan BAK, ibu mengerti
-Menyiapkan alat partus set, alat sudah disiapkan
-Mengobservasi DJJ, kontraksi, dan nadi setiap 30 menit dan memantau
kemajuan persalinan
-Mendokumentasikan hasil pemeriksaan, hasil terlampir
KALA II
Subjektif: Ibu mengatakan mulas semakin sering dan keluar air-air, lendir dan
sudah ingin merasa meneran.
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 21x/menit,
Suhu : 36ºc
41
HIS : 4x10’48’’
DJJ : 130x/menit
Analisa :
Planning:
-Memberitahu hasil pemeriksaan bahwa ibu dan janin dalam keadaan baik,
pembukaan sudah lengkap dan ibu sudah boleh meneran, ibu mengerti yang
dijelaskan
-Mengajarkan ibu cara meneran yg baik saat ada his, ibu mengerti
-Bayi lahir spontan pervaginam, pukul 01:20 WIB jk: laki-laki, tidak menangis,
gerakan tidak aktif
42
-Menjepit, memotong, mengikat tali pusat, tali pusat bayi sudah terlepas dari
plasenta
KALA III
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 21x/menit,
Suhu : 36ºc
Kontraksi : Baik
Perdarahan :
-Mengecek ada atau tidaknya janin kedua, tidak ada janin kedua
43
-Melakukan manajemen aktif kala 3
-Melakukan hecting pada jalan lahir, sudah dihecting dengan hecting grade 2
KALA IV
Nadi : 88x/menit
Pernafasan : 21x/menit,
Suhu : 36ºc
Kontraksi : Keras
44
Perdarahan :
Planning : -Memberitahu ibu hasil pemeriksaan bahwa ibu dan janin dalam
keadaan baik, ibu mengerti
-Memberitahu ibu bahwa mulas yang dirasakan adalah keadaan normal karena
rahim berkontraksi untuk mengembalikan uterus ke keadaan sebelum hamil, ibu
mengerti
-Merendam alat bekas pakai selama 10 menit diklorin 0,5%, sudah direndam
-Menganjurkan keluarga memberikan minum dan makan, ibu sudah minum teh
manis hangat dan makan nasi sedikit-sedikit
-Memberitahu ibu tanda bahaya kala 4, ibu mengerti tanda bahaya seperti
pandangan kabur, pusing, darah mengalir banyak
45
FORMAT
No.Reg :
I. PENGKAJIAN
1.Data Subjektif
a. Identitas
Nama bayi :
Tanggal/ jam lahir: 22 Januari 2020
Jenis kelamin : Laki-laki
Nama ibu : Ny. Annisa Nama Ayah : Tn. Verdika
Umur : 22 tahun Umur : 25 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga Pekerjaan :Karyawan Swasta
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Suku/bangsa : Jawa/Indonesia Suku/bangsa : Jawa/Indonesia
Alamat : Kp. Bulak RT4/RW1- Alamat : Kp. Bulak RT4
Nanggerang RW1 Nanggerang
46
Alamat kantor : Alamat kantor:
47
Kala III: jam menit
Jumlah air ketuban :
Komplikasi persalinan : Tidak ada
2. Data Objektif
a. Pemeriksaan Khusus
N YANG NILAI JUMLAH
o DINILAI 0 1 2 MENIT MENIT
1 5
1 Warna Badan Anggota Merah jambu 1 2
Kulit pucat/biru badan biru
2 Denyut Tak teraba <100 >100 x/menit 1 2
jantung x/menit
3 Tonus Otot Terkulai Sikap Menggerakk 1 2
anggota an anggota
ditekuk
4 Reaksi Tak ada Muka Batuk 1 2
Pengisapa menyeringai dan bersin
n
5 Pernafasan Tak Lambat tak Teratur 1 2
bernafas teratur menangis
Jumlah 5 10
b. Pemeriksaan Umum
Suhu : 35,8 ºc
Pernafasan : 30×/menit
Nadi : 125×/menit
Keaktifan : Tidak aktif
48
Tangisan : Menangis merintih
c. Pemeriksaan Fisik Sistematis
Kepala : Tidak ada sussesdenum, cepal hematoma, moulage
Muka : Tidak oedema
Mata : Simetris, tidak ada ikterik, tidak ada secret, konjungtiva
merah muda
Hidung : Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada polip,
terdapat lendir
Mulut : Tidak ada labio, palato, gnatochizis, dan terdapat lendir
49
Reflek Babinsky : Negatif membuka jari-jari
e. Antropometri
Lingkar kepala : 32 cm
Lingkar dada : 34 cm
Lingkar lengan atas : 10 cm
Berat badan : 3000 gram
Panjang badan : 49 cm
f. Eliminasi
Miksi : 1 kali (kuning, jernih)
Meconium : 1 kali (hijau pekat)
II. ANALISA
Neonatus cukup bulan sesuai masa kehamilan usia 1 jam
50
7. Memberitahu ibu tentang tanda bahaya bayi baru lahir, seperti
tidak mau menyusui, bayi merintih atau tidak menangis terus-
menerus, demam, kulit kebiruan, ibu mengerti
8. Menunda memandikan bayi sampai 6 jam kemudian, ibu
mengerti
51
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari tinjauan kasus yang telah dibahas di atas tidak ditemukan perbedaan antara
teori dengan kasus bayi Ny. A. Diagnosa asfiksia sedang yang diberikan kepada bayi
Ny.A ditegakkan atas dasar kesamaan teori tentang asfiksia sedang dengan hasil
pemeriksaan terhadap bayi Ny.A yang telah dipaparkan dalam teori sebelumnya, yaitu
:
No. Kasus Teori
1 Pukul 01.20 WIB bayi lahir Asfiksia adalah keadaan bayi tidak
spontan tidak menangis menangis setelah lahir yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur, sehingga
dapat menurunkan O2 dan makin
meningkatkan CO2 yang menimbulkan
akibat buruk dalam kehidupan lebih lanjut.
(Manuaba, I. B. G, 2010 cetakan ke II, hal
421)
2 a. Keadaan bayi waktu lahir Tanda gejala Asfiksia Sedang (Skor
tidak menangis, warna APGAR 0-3)
kulit kebiruan, frekuensi 1. Frekuensi jantung menurun menjadi
jantung 80x/menit, reflek 60-80 kali permenit.
lemah, tonus otot lemah 2. Usaha napas lambat
dan pernapasan lambat. a/s 3. Adanya pernapasan cuping hidung
5. 4. Adanya retraksi sela iga
b. Pada pemeriksaan fisik 5. Tonus otot dalam keadaan baik/lemah
1). Bibir tampak sianosis
52
2). Hidung terdapat sekret 6. Bayi masih bisa bereaksi terhadap
dan terdapat rangsangan yang diberikan namun
pernapasan cuping tampak lemah
hidung 7. Bayi tampak sianosis
3). Dada terdapat retraksi 8. Tidak terjadi kekurangn oksigen yang
4). Ekstremitas tampak bermakna selama proses persalinan
sianosis (Dewi, 2011)
5). Reflex lemah
53
telapak kaki apabila belum ada 4). Bila bayi sudah mulai bernapas tetapi
reaksi, bantu pernapasan masih sianosis berikan natrium
dengan ambubag, bila bayi bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.
bernafas, tetapi terlihat retraksi Dextrosa 40% sebanyak 4cc disuntikan
dinding dada, lakukan ventilasi melalui vena umbilikus secara
dengan menggunakan oksigen perlahan-lahan, untuk mencegah
2liter/menit, dan bila bayi tekanan intra kranial meningkat.
sudah mulai bernapas tetapi
masih sianosis berikan natrium
bikarbonat 7,5%sebanyak 6cc.
Dextrosa 40% sebanyak 4cc
disuntikan melalui vena
umbilikus secara perlahan-
lahan, untuk mencegah
tekanan intra kranial
meningkat.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Asfiksia terjadi karena gangguan pertukaran antara O2 dan CO2, adapun
gangguan tersebut dapat terjadi selama prenatal, intranatal dan postnatal. Diagnosis
asfiksia tidak hanya dlihat dari pengkajian fisik dan pemeriksaan penunjang, namun
riwayat selama prenatal, intranatal dan postnatal pun perlu dikaji. Untuk perawatan
pada bayi dengan asfiksia perlu ditingkatkan karena bayi dengan asfiksia akan
54
mengalami penurunan fungsi organ karena hipoksemia, apalagi kondisi tersebut
dipengaruhi juga bahwa bayi masih dalam tahap adaptasi terhadap kehidupan
ekstrauterin yang tentunya organ – organnya pun masih belum berfungsi maksimal.
Asfiksia diklasikfikasikan menjadi 3 yaitu asfiksia ringan, asfiksia sedang, dan
asfiksia berat. Dari masing masing klasifikasi mempunyai tanda dan gejala yang
berbeda, namun kita juga dapat menentukan klasifikasinya berdasarkan apgar skor.
Kasus asfiksia harus ditangani dengan cepat dan tepat karena memberi dampak
yang sangat buruk terhadap kelangsungan hidup bayi, yang dapat dilakukan dengan
cara heart massage atau menekan dan melepas dada bayi dan resusitasi terhadap
asfiksia berat serta pemberian O2 secara hati-hati.
Dari kasus dapat disimpulkan bahwa bayi Ny. W didiagnosa asfiksia dengan
klasifikasi asfiksia sedang yang didasari dari tanda dan gelaja yang terdapat pada
bayi serta skor apgar yang didapatkan serta penyebabnya yaitu ketuban yang
bercampur mekonium. Maka dari itu dibutuhkan tindakan segera untuk menangani
bayi Ny. W yaitu dengan tindakan resusitasi untuk meningkatkan skor apgar.
Apabila tidak segera dilakukan tindakan terhadap bayi Ny. W maka akan
menyebabkan masalah potensial atau masalah yang lebih buruk lagi bagi kondisi
bayi yaitu asfiksia berat.
B. Saran
1. Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa dapat lebih memperdalam teori atau bahasan mengenai
asfiksia neonatorum, agar nantinya dapat dengan mudah memberi asuhan dan
melakukan penatalaksanaan terhadap kasus bayi dengan asfiksia di lahan
praktek.
2. Bidan/Tenanga Kesehatan
Dalam penanganan kasus asfiksia perlunya bidan dapat mengenal tanda-tanda
atau gejala asfiksia sedini mungkin dengan observasi yang lebih jelas pada
55
tanda-tanda vital agar dapat mengantisipasi kemungkinan yang terjadi pada ibu
dan janin sebelum ibu melahirkan.
3. Klien
Bagi ibu hamil agar memeriksakan dirinya secara dini dan teraturuntuk
mendeteksi adanya gangguan dalam kehamilan sehingga petugas dapat
melakukan tindakan yang tepat.
4. Institusi
Bagi institusi pendidikan khusunya institusi pendidikan kesehatan di harapkan
dapat meningkatkan mutu dan sarana pendidikan agar mendpatkan tenaga
kesehatan yang berkualitas dan professional.
5. Pemerintah
Pemerintah sebagai penentu kebijakan dalam pelayanan kesehatan masyarakat
di harapkan dapat menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan yang merata yang
dapat menjangkau seluruh lapisan masyarakat di pelosok misalnya penyediaan
bidan desa
56
Daftar Pustaka
Dewi, Vivian. 2011. Asuhan Neonatus Bayi dan Anak Balita. Jakarta: Salemba Medika
Rahayu, Sri Dedeh. 2009. Asuhan Keperawatan Anak dan neonatus. Jakarta: Salemba
Medika
57