Anda di halaman 1dari 36

Daftar Isi

Daftar Isi.................................................................................................................................................. 1
1.1 Kasus ................................................................................................................................................. 2
1.2 Istilah yang belum dipahami ............................................................................................................. 2
1.3 Analisa Masalah ................................................................................................................................ 2
1.4 Mind Map .......................................................................................................................................... 7
1.5 Learning Objective ............................................................................................................................ 7
1.6 Pembahasan Kasus Osteosarcoma .................................................................................................... 8
A. Pengertian ....................................................................................................................................... 8
B. Perbedaan Neoplasma..................................................................................................................... 9
C. Klasifikasi ..................................................................................................................................... 10
D. Manifestasi Klinis ........................................................................................................................ 11
E. Pemeriksaan Laboratorium ........................................................................................................... 12
F. Klasifikasi Stadium ....................................................................................................................... 14
G. Penatalaksanaan ........................................................................................................................... 14
H. Amputasi ...................................................................................................................................... 18
I. Prognosis........................................................................................................................................ 20
J. Perawatan Luka ............................................................................................................................. 21
K. Asuhan Keperawatan.................................................................................................................... 27
L. Aspek Legal Etik .......................................................................................................................... 34
Referensi ............................................................................................................................................... 36

1
1.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 16 tahun dirawat di ruang bedah orthopedic karena ada benjolan
sebesar bola basket di distal femur. Hasil pengkajian pasien mempunyai riwayat trauma pada
area tersebut 6 bulan yang lalu, dan mengonsumsi obat peninggi badan. Pasien tampak lemas,
terdapat benjolan tampak terbungkus verban dan merembes cairan berwarna kuning disertai
bau, skala nyeri 9, atrofi otot, edema (+++), kakinya susah digerakan, tidak nafsu makan, TB
165 cm, BB 45 kg, TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 380C,
HB 8 g/DL. Pasien merasa putus asa karena penyakitnya. Hasil lab albumin 1,5 mg/DL,
serum calcium 16 mg/DL, pasien direncanakan amputasi tetapi saat diberikan inform consent
pasien menolaknya, selama ini pasien mendapat terapi doxorubicin 300 mg.

1.2 Istilah yang belum dipahami


1. Doxorubicin

2. Edema

3. Serum calcium

1.3 Analisa Masalah


1. Apakah konsumsi obat peninggi badan berpengaruh terhadap penyakit tersebut?

2. Nilai normal pemeriksaan lab?

3. Faktor pencetus penyakit?

4. Diagnosa medis?

5. Penyebab atrofi otot?

6. Efek ketika tidak dilakukan amputasi?

7. Pemeriksaan penunjang?

8. Cara inform consent yang baik mengenai amputasi pada pasien?

9. Gejala awal dari penyakit?

10. Penatalaksanaan selain amputasi apa saja?

11. Penyebab adanya cairan kuning?

12. Indikasi yang menentukan harus dilakukan amputasi?


2
13. Komplikasi apa saja yang mungkin terjadi dan apakah pasien sudah mengalami
komplikasi tersebut?

14. Dilema etik yang muncul, ketika pasien menolak dilakukan amputasi?

15. Peran perawat dalam mengatasi keputusasaan pasien?

16. Diagnosa keperawatan dan diagnosa utama?

17. Mengapa tinggi badan dan berat badan perlu dikaji?

18. Nilai normal berat badan dan tinggi badan?

19. Fungsi terapi doxorubicin?

20. Peran perawat dalam menangani pasien?

21. Prognosis penyakit?

22. Masalah keperawatan?

23. Apa yang menyebabkan pembengkakan?

24. Mengapa albumin dan serum calcium dikaji pada kasus ini?

25. Apakah keparahan dari penyakit terjadi karena delay treatment?

26. Trauma seperti apa yang menyebabkan penyakit ini?

27. Pendidikan kesehatan apa yang harus diberikan untuk pasien dan keluarga?

28. Sudah mencapai stadium berapa penyakitnya?

Jawaban :

14. Autonomy dan beneficence

6. Perkembangan sel ke jaringan lain

2. Albumin : 3,7-5,2 mg/DL, Hb laki-laki : 14-18 g/DL, sumber lain Hb laki-laki: 13-16
g/DL

22. Masalah keperawatan :

- Nyeri kronis

3
- Gangguan mobilitas fisik

- Harga diri rendah

- Gangguan citra tubuh

- Resiko penyebaran infeksi

- Berduka disfungsional

- Perubahan fungsi peran

- Gangguan ADL

16. Diagnosa Keperawatan :

- Nyeri kronis berhubungan dengan adanya pertumbuhan massa abnormal

- Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan adanya pembengkakan

- Harga diri rendah berhubungan dengan perubahan bentuk tubuh

- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan salah satu anggota tubuh

- Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya luka pada area kanker

- Berduka disfungsional berhubungan dengan kehilangan anggota tubuh

15. - Beritahu mengenai penyakitnya

- Dikenalkan dengan pasien lain yang mengalami kasus yang sama

- Beritahu terapi-terapi yang bisa dilakukan

- Memberi motivasi

- Pendidikan kesehatan untuk keluarga supaya terus mendukung pasien

13. - Sel kanker mengambil nutrisi di dalam darah sehingga bisa menyebabkan anemia

- Kematian

- Metastase ke kelenjar getah bening terdekat

10. - Operasi bedah

- Radiasi
4
- Kemoterapi

- Kombinasi

11. Cairan kuning timbul karena sudah terjadi infeksi di tulang

21. - Prognosisnya buruk

- Ada kemungkinan untuk sembuh

8. - Libatkan dengan keluarga

- Tunjukan empati

- Beritahu terkait prognosis penyakit

- Kekurangan dan kelebihan dari amputasi

- Memberi kesempatan untuk menyampaikan pendapat dan jangan memaksa.

23. - Adanya massa pada tulang

- Terjadi infeksi kemudian inflamasi yang menyebabkan adanya edema

9. - Nyeri pada saat aktivitas

- Pembengkakan di area kanker

- Terasa panas di area pembengkakan

17. - Menentukan status nutrisi, karena tidak nafsu makan

- Perencanaan pemenuhan nutrisi pasien

3. - Pencetus : kelainan kromosom, konsumsi peninggi badan, trauma

- Memperparah : kecelakaan

12. - Resiko penyebaran dan mengancam jiwa

- Tidak berfungsi organnya

- Adanya nekrotik yang memperparah

20. - Edukator : penjelasan mengenai penyakit

- Manajer : perantara dengan dokter


5
- Motivator : memberitahu tentang komunitas

- Sebagai care giver

5. Karena sakit, sehingga kaki jarang digerakan, akhirnya terjadi atrofi otot

7. - X-ray

- MRI

- CT scan

- Pemeriksaan laboratorium lengkap

28. - Stadium tumor : T, Tx, T1, T2, T3

- Kelenjar limfe : N, N0, N1

- Metastase : M, M0

25. Bisa jadi, selain itu bisa jadi juga karena keluarganya kurang pengetahuan tentang
penyakit tersebut, dan kankernya tumbuh dengan cepat, pasien pun menganggap
penyakitnya biasa saja

27. Pendidikan kesehatan :

- Mengajarkan alat bantu berjalan

- Menjaga pola makan dan status nutrisi

- Keluarganya membantu aktivitas

- Menjaga supaya tidak terjadi trauma

- Tidak mengonsumsi makanan yang mengandung karsinogen

- Modifikasi lingkungan

- Terus beri dukungan kepada pasien

24. - Fungsi dari albumin : pembentukan jaringan sel yang baru, berkaitan dengan protein

- Serum kalsium : berhubungan dengan tulang, kadar kalsium dalam darah

26. Benturan atau stress

6
1.4 Mind Map
Meminum obat
Manfes :nyeri,
peninggi badan,
bengkak, cairan
Trauma 6 bulan mengandung
kuning, edema, RR
yang lalu karsinogen
cepat, HR cepat

Pemeriksaan penunjang Darah


Komplikasi : lengkap : HB menurun, serum
anemia, Osteosarkoma calcium meningkat, X ray, CT
metastase scan, MRI

Pembengkakan Ada pertumbuhan Amputasi Metastase sel


pada kaki massa abnormal kanker

Perubahan bentuk
Nyeri kronis tubuh Resiko
Gangguan Gangguan
ADL penyebaran
immobilitas fisik
infeksi
Harga diri
rendah

1.5 Learning Objective


Step 1 nomor 1 sampai 3

Step 2 nomor 2, 18 dan 19

1. Identifikasi perbedaan neoplasma tulang yang jinak dan ganas

2. Manifestasi dari tumor tulang

3. Manajemen medis untuk mengatasi neoplasma tersebut

4. Asuhan keperawatan pada pasien

5. Perawatan luka kronis

6. Menjelaskan pasien dengan amputasi

7
7. Diagnosis psikososial

8. Dilema etik yang muncul pada kasus

1.6 Pembahasan Kasus Osteosarcoma

A. Pengertian
Osteosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel spindel neoplastic yang
menghasilkan tumor tulang osteoid dan/atau imatur.

Ada tiga lokasi, yaitu :

1. Osteosarkoma yaitu intraosseus/intrameduler, jika lesi terdapat di dalam tulang (91-


95% kasus)
2. Jukstakortikal/permukaan, jika lesi terdapat pada permukaan tulang (5-8% kasus)
3. Ekstraosseus/ekstraskeletal Osteosarkoma intraosseus/intrameduler, jika osteosarkoma
terdapat di luar sistema tulang(1% kasus), paling sering terjadi di jaringan lunak, paha
aspek profunda, anggota gerak atas dan retroperitoneum.

Pada beberapa kasus terjadi lesi osteosarkoma pada banyak tempat, yaitu sebagai berikut :

1. Osteosarkoma multifocal
2. Osteosarkomatosis

Osteosarkomatosis harus dibedakan dengan osteosarcoma yang meloncat (skip lesion).


Osteosarkomatosis adalah fokus osteosarcoma intraosseus multiple yang tampak pada saat
bersamaan, yang terjadi kemungkinankarena metastasis progresif.Teori ini masih
kontroversial namun adanyametastasis osteosarkoma pada paru dan osteosarkoma sisi tubuh
yang simetris mendukung teori ini. Osteosarkomatosis jarang terjadi, diperkirakan hanya 3-
4% dari kasus yang dilaporkan dengan osteosarkomatosis, pemeriksaan radiologi
osteosarkomatosis sebanyak 97% menunjukkan lesi berbatas tidak tegas, terdapat destruksi
korteks, reaksi periosteal agresif dengan perluasan massa ke jaringan lunak. Lesi biasanya
berisi osteoid seperti awan, tetapi ada juga yang berupa lesi litik Penelitian Hopper et al.
(1990) Osteosarkoma sklerotik multipel atau multisentrik sinkronos.

8
B. Perbedaan Neoplasma
Karakteristik Benigna Maligna
Karakteristik Sel Berdiferensiasi dengan baik Sel-sel biasanya mempunyai
yang menyerupai sel-sel sedikit kemiripan dengan sel-
jaringan normal darimana sel jaringan normal darimana
tumor tersebut berasal. jaringan tersebut berasal,
yaitu anaplasia.
Cara Pertumbuhan Tumor tumbuh dengan cara Tumbuh pada perifer dan
ekspansi dan tidak menyebarkan proses yang
menginfiltrasi jaringan menginfiltrasi dan merusak
sekitar, biasanya berkapsul. jaringan sekitar.
Kecepatan Pertumbuhan Laju pertumbuhan biasanya Laju pertumbuhan beragam
lambat dan bergantung pada tingkat
diferensiasi, makin bersifat
anaplastik, makin cepat laju
pertumbuhannya.
Metastasis Tidak menyebar dengan cara Memperoleh akses ke saluran
metastasis darah dan limfa serta
bermetastasis ke area tubuh
lainnya.
Efek Umum Mengganggu fungsi vital Sering menyebabkan efek
yang sama seperti anemia,
kelemahan dan penurunan
berat badan.
Pengrusakan Jaringan Biasanya tidak menyebabkan Sering menyebabkan
kerusakan jaringan kecuali kerusakan jaringan yang luas
bila letaknya mengganggu saat pertumbuhan tumor
aliran darah. melebihi pasokan darah atau
memotong aliran darah ke
area; juga dapat
menghasilkan substansi yang
menyebabkan kerusakan sel.
Kemampuan untuk Biasanya tidak menyebabkan Biasanya akan menyebabkan
menyebabkan kematian kematian kecuali bila karena kematian kecuali
letaknya mengganggu fungsi pertumbuhannya dapat

9
vital. dikendalikan.
Penatalaksanaan yang dapat Mudah diangkat dalam Residif, setelah diangkat
dilakukan pembedahan atau diradiasi dapat tumbuh
dan membesar membentuk
tumor di tempat yang sama

C. Klasifikasi
1. Histologi

Terdapat tiga jenis sub tipe secara histologi :

1. Intramedullary

a. High- grade intramedullary osteosarcoma

b. Low-grade intramedullary osteosarcoma

2. Surface

a. Parosteal osteosarcomas

b. Periosteal osteosarcomas

c. High –grade surface osteosarcoma

3. Extraskletal

Berdasarkan Committee for the Classification of Bone Tumors Organisasi Kesehatan


Dunia (WHO 2002) :

1. Osteosarkoma Konvensional

2. Osteosarkoma Telengiektatik

3. Osteosarcoma Sel Kecil

4. Osteosarkoma Sentral Tingkat Rendah

5. Osteosarkoma Sekunder

6. Osteosarkoma Parosteal

7. Osteosarkoma Periosteal

10
8. Osteosarkoma Highgrade

9. Surface.

2. Histopatologi :

Gambaran histopatologi ini merujuk pada komposisi sel penyusun

1. Osteoblastik

Osteosarkoma tipe osteoblastik memiliki matriks osteoid disusun oleh


plasmatoid ganas sampai osteoblas epiteloid dengan sebagian sel bulat kecilsampai
ovoid, sel spindel dan sel datia anaplastik mono atau multinuklear. Matriks osteoid
bervariasi dari lembaran padat, bergelombang, seperti rajutan trabekula, halus,
sampai seperti untaian. Berhubungan dengan gambaran radiologis, bila secara
histopatologi tipe osteoblastik maka gambaran radiologis cenderung sklerotik.

2. Kondroblastik

Osteosarkoma tipe kondroblastik jika sel dominan kondrosit sebesar


90%,osteoblastik jika sel dominan osteosit sebanyak 50-80%. Tipe kondroblastik
memiliki matrikskondroid biasanya mirip kartilago hialin dengan sel ganas dalam
lacuna. secara histopatologi tipe tipe kondroblastik cenderung litik.

3. Fibroblastik

Osteosarkoma tipe fibroblastik jika sel dominan fibrosit sebanyak 5-25%, dan
Osteosarkoma telengiektatik disusun oleh 90% ruangan berisi darah dengan
komposisi dominan Osteosarkoma fibroblastik disusun oleh sel spindel ganas dengan
sedikit sel Osteoid. Adanya sel osteoid membedakan osteosarcoma tipe osteoid
dengan kondrosarkoma, dan osteosarkoma tipe fibroblastik dengan fibrosarkoma
atau histiositoma fibrosa maligna (MFH). Gambaran radiologis, bila secara
histopatologi tipe fibroblastik cenderung campuran.

D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Adanyamassa abnormal
3. Status nutrisi menurun
4. Hb rendah
5. Demam

11
6. Fraktur tulang
7. Sesak karena nyeri
8. Adanya deformitas

E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Serum kalsium

Kadar kalsium darah dalam serum keadaan normal adalah 9-11 mg/dL. Tubuh
mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain, kalsium merupakan mineral
yang harus dipenuhi kurang lebih 2% dari berat tubuh manusia dewasa. (F.G.
Winarno, 2004).

Kebutuhan kalsium terbesar terjadi pada masa pertumbuhan, tetapi keperluan


kalsium masih diteruskan hingga dewasa. Dari seluruh kalsiumyang terdapat dalam
tubuh manusia 99% terdapat dalam tulang dan gigi (F.G. Winarno, 2004)

Nilai normal :

Dewasa : 9-11 mg/dl (di serum); <150 mg/24 jam (di urin dan diet rendah Ca);
200-300 mg/24 jam (di urin dan diet tinggi Ca)

Anak : 9-11,5 mg/dl

Bayi : 10-12 mg/dl

Bayi baru lahir: 7,4-14 mg/dl

Penurunan kalsium dapat terjadi pada kondisi malabsorpsi saluran cerna,


kekurangan asupan kalsium dan vitamin D, gagal ginjal kronis, infeksi yang luas, luka
bakar, radang pankreas, diare, pecandu alkohol, kehamilan. Selain itu penurunan
kalsium juga dapat dipicu oleh penggunaan obat pencahar, obat maag, insulin, dll.

Peningkatan kalsium terjadi karena adanya keganasan (kanker) pada tulang,


paru, payudara, kandung kemih, dan ginjal. Selain itu, kelebihan vitamin D, adanya
batu ginjal, olahraga berlebihan, dll juga dapat memacu peningkatan kadar kalsium
dalam tubuh.

2. Albumin

Nilai Normal : 3,5 – 5,0 g% SI: 35-50g/L

12
Albumin di sintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air
dalam tubuh tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport beberapa
komponen darah, seperti: ion, bilirubin, hormon, enzim, obat.

Implikasi Klinis:

• Nilai meningkat pada keadaan dehidrasi

• Nilai menurun pada keadaan: malnutrisi, sindroma absorpsi, hipertiroid,


kehamilan, gangguan fungsi hati, infeksi kronik, luka bakar, edema, asites, sirosis,
nefrotik sindrom, SIADH, dan perdarahan. Albumin dibentuk dari protein, kurang
konsumsi protein dapat menyebabkan kadar albumin turun. Mengakibatkan
tekanan onkotik koloid turun dan keseimbangan distribusi air dalam tubuh
terganggu. Lalu cairan pindah dari intrasel ke interstitial dan terjadilah edema.

Klasifikasi edema:

1) Edema cutaneous : terjadi ketika area yang sempit terkena tekanan dan kemerahan
akan berkelanjutan walaupun penekanan sudah tidak terjadi.

2) Edema Perifer : tipe ini terjadi karena terdapat retensi air dan bisa disebabkan
oleh kondisi lain seperti gagal jantung, kehamilan atau penyakit lain.

3) Non-pitting edema: tipe ini kemerahan bisa hilang dan bisa terjadi myxedema,
lipedema dan hymphedema.

Berdasarkan kedalaman dan waktunya (menurut Guelph General Hospital Heart


Failure Pathway) :

Derajat 1 : Dalamnya kurang dari 2mm, pitting tipis, menghilang dengan cepat.

Derajat 2 :Dalamnya 2-4mm, pitting agak dalam, tidak terlihat distorsi yang jelas,
menghilang dalam waktu 10-25 detik.

Derajat 3 : Dalamnya 4-6mm, pitting dalam, menghilang lebih dari 1 menit, dan
daerah yang terkena terlihat bengkak dan penuh.

Derajat 4 : Dalamnya 6-8mm, pitting sangat dalam, menghilang dalam waktu 2-5
menit, serta daerah yang terkena terlihat distorsi yang kotor.

13
F. Klasifikasi Stadium
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium :

1. Musculoskeletal Tumor Society (MSTS) untuk stratifikasi tumorberdasarkan derajat


dan ekstensi local :
a. IA derajat keganasan rendah, lokasi intrakompartemen, tanpametastasis
b. IB derajat keganasan rendah, lokasi ekstrakompartemen, tanpametastasis
c. IIA derajat keganasan tinggi, lokasi intrakompartemen, tanpametastasis
d. IIB derajat keganasan tinggi, lokasi ekstrakompartemen, tanpametastasis
e. III ditemukan adanya metastasis

2. American Joint Committee on Cancer (AJCC) edisi ke 7.


a. IA derajat keganasan rendah, ukuran ≤ 8
b. IB derajat keganasan rendah, ukuran > 8 atau adanya diskontinuitas
c. IIA derajat keganasan tinggi, ukuran ≤ 8
d. IIB derajat keganasan tinggi, ukuran > 8
e. III derajat keganasan tinggi, adanya diskontinuitas
f. IVA metastasis paru
g. IVB metastasis lain

G. Penatalaksanaan
Terapi pada osteosarkoma meliputi :

1. Terapi pembedahan ( limb -sparing surgery atau amputasi )


Terapi pembedahan merupakan terapi utama pada osteosarcoma yang masih
dapat dioperasi, dengan prinsip pembedahan reseksi en bloc komplit dengan preservasi
organ semaksimal mungkin.
Kontraindikasi untuk preservasi organ adalah bila ada keterlibatan pembuluh
darah ataupun struktur saraf, fraktur patologis, adanya hematoma besar terkait
tindakan biopsi. Limb sparing surgery dilakukan pada high grade osteosarcoma dan
respon baik terhadap kemoterapi ( sel viable < 10 % dan margin jaringan - ), serta tepi
bebas tumor. Setelah limb sparing surgery maka kemoterapi dilanjutkan sebanyak 2
siklus. Jika setelah 3 bulan dievaluasi terjadi relaps maka dilakukan amputasi.
Amputasi juga dilakukan pada osteosarcom yang letaknya secara anatomik tidak
menguntungkan dan tidak dapat dilakukan limbsparing dengan margin yang bersih.
2. Kemoterapi

14
Osteosarkoma dengan derajat keganasan tinggi, secara protokol diberikan
kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu di evaluasi/ restaging Jika setelah neo
ajuvan ukuran mengecil dan menjadi resectable maka dilanjutkan dengan terapi
pembedahan (wide excision ).
Terapi setelah pembedahan terbagi menjadi dua tergantung ada tidaknya
margin jaringan setelah operasi.
1) Pembedahan dengan margin (+) yang memberikan respon buruk maka
pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara lokal (
surgical resection ).
2) Pasien dengan margin jaringan (–) dilanjutkan dengan kemoterapi, 2 siklus.
Pada osteosarcoma derajat keganansan tinggi yang setelah restaging tetap
unresectable maka langsung lakukan radioterapi dan kemoterapi tanpa
pembedahan terlebih dahulu.
Pada pasien osteosarcoma yang sudah bermetastasis maka penatalaksanaan nya
terbagi juga menjadi dua :

i. Resectable
Pada yang resectable ( pulmonary, visceral, atau skeletal
metastasis) maka terapi untuk tumor primer nya sama dengan
penatalaksanaan osteosarcoma derajat keganasan tinggi dan didukung
dengan kemoterapi dan juga metastasectomy
ii. Unresectable
Pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah
kemoterapi, radioterapi, dan megevaluasi ulang tumor primer untuk
mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment.

First line therapy (primary/neoadjuvan/adjuvanttherapy or metastatic disease ) :

1) Cisplatin and doxorubicin


2) MAP ( High-dosemethotrexate, cisplatin, and doxorubicin )
3) Doxorubicin, cisplatin, ifosfamide , and high dose methotrexate
4) Ifosfamide, cisplatin, and epirubicin

Doxorubicin

Doxorubicin merupakan obat dari golongan anthracycline dan telah


digunakan untuk kemoterapi kuratif (Carlson, 2008). Doxorubicin adalah
15
antibiotik anthracycline yang mempunyai cincin tetrasiklin yang berikatan
dengan daunorubicin melalui ikatan glikosidik (Kwan, 2008)

Doxorubicin boleh digunakan sebagai obat tunggal atau dikombinasi


dengan obat kemoterapi yang lain seperti vinblastine, cyclophosphamide and
paclitaxel (Swisher, et.al, 2009). Doxorubicin harus diadminstrasi melalui
intravena karena obat ini menjadi tidak aktif jika diserap melalui saluran cerna
(Doroshow, 2010).

Persiapan sebelum pemberian obat doxorubicin adalah pemeriksaan


darah tepi, fungsi hepar, fungsi jantung, faal ginjal, audiogram,
elektrokardiografi (EKG). Hal ini penting dilakukan sebelum pemberian
doxorubicin karena untuk mengevaluasi efektivitas obat serta efek samping
doxorubicin (Robert, et.al, 2005).

Doxorubicin dapat menyebabkan terjadi perubahan kardiovaskuler


(Distefano, 2009) dan (Benjamin, et.al, 2006). Doxorubicin dapat
menyebabkan terjadinya aritmia dan penurunan fraksi ejeksi sistolik pada dosis
kumulatif kurang dari 550 mg/m2 (Gianni, et.al, 2003), (Carlson, 2008), dan
(Doroshow, 2010). Penyebab perubahan kardiovaskuler yang disebabkan oleh
doxorubicin adalah karena pembebasan radikel bebas sewaktu metabolisme
doxorubicin (Bugger, et.al, 2010).

Second line therapy ( relapsed/ refractory or metastatic disease )

1) Docetaxel and gemcitabine


2) Cyclophosphamide and etoposide
3) Gemcitabine
4) Ifosfamide and etoposide
5) Ifosfamide, carboplatin, and etoposide
6) High dose methotrexate, etoposide, and ifosfamide

Jadwal kontrol pasien dilakukan tiap :

1) 3 bulan pada tahun pertama dan kedua terapi


2) 4 bulan pada tahun ke 3
3) 6 bulan pada tahun ke 4 dan 5
16
4) follow up pada tahun berikutnya dilakukan setahun sekali

Jika terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan / atau reseksi jika
memungkinkan, targeted terapi ( mTOR inhibitor, sorafenib ), stem cell transplatasi (
HDT/SCT), atau terapi suportif.

jika setelah itu pasien memberikan respons yang baik maka lakukan kontrol
sesuai jadwal. Jika setelah kemoterapi dan reseksi ulang terjadi relaps atau penyakit
menjadi progresif maka terdapat beberapa pilihan penanganan yaitu: reseksi paliatif
(jika memungkinkan), kemoterapi second line, radioterapi paliatif ( radium – 223,
Samarium-1 , 153Sm-EDTMP). Dengan pendekatan tersebut, 60-70% pasien dapat
memiliki kesintasan hidup jangka panjang. Apabila sudah bermetastasis ke paru, tetapi
terisolasi di paru saja, maka didapatkan nilai 35-40% untuk angka kesintasan hidup.

Kemoterapi harus mencakup growth factor suportif yang sesuai. Osteosarkoma


yang disertai Metastatic disease 10% sampai dengan 20 % pasien osteosarkoma
terdiagnosis saat sudah terjadi metastasis. Walau kemoterapi menunjukan hasil yang
membaik pada pasien non metastatic, high grade, localized osteosarcoma kemoterapi
justru menunjukan hasil kurang memuaskan pada osteosarkoma yang disertai
metastasis. Pada yang resectable (pulmonary, visceral, atau skeletal metastasis ) maka
terapi untuk tumor primer nya sama dengan penatalaksanaan osteosarcoma derajat
keganasan tinggi dan didukung dengan kemoterapi dan juga metastasectomy.
Sedangkan pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah kemoterapi
, radioterapi , dan megevaluasi ulang tumor primer untuk mengontrol tumor secara
lokal.
3. Radioterapi yang diberikan konkuren ataupun sekuensial sesuai indikasi.
Kombinasi proton/photon atau proton beam radioterapi terbukti efektif untuk
kontrol lokal pada pasien dengan osteosarcoma yang unresectable atau osteosarcoma
resectable yang tidak komplit
4. Localized disease
Menurut rekomendasi guidelines wide excision merupakan terapiprimer pada
pasien dengan low grade ( intramedullary dansurface )oteosarcoma dan lesi periosteal.
Setelah wide excision mak  dilanjutkan dengan kemoterapi kategori 2b setelah
operasiyang direkomendasikan untuk pasien dengan low grade atausarcoma periosteal

17
dengan pathologic findings of high grade disease kemoterapi yang sama sebanyak
beberapa siklus.
Jika responnya buruk maka pertimbangkan untuk mengganti regimen. Operasi
re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi I perludipertimbangkan untuk pasien dengan
margin jaringan positif.

H. Amputasi
Secara definisi amputasi adalah hilangnya bagian tubuh seseorang. Operasi amputasi
sendiri merupakan suatu teknik operasi rekonstruksi dan plastik yang akan membentuk
sebuah alat gerak yang sesuai untuk fitting sebuah prostetik yang nyaman dan fungsional.

Amputasi dilakukan untuk :

1. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam
jiwa (perdarahan dan infeksi).

2. Limb saving (memanfaatkan kembali kegagalan fungsi ekstremitas secara maksimal),


seperti pada kelainan kongenital dan keganasan.

3. Menghilangkan gejala

4. Menyelamatkan atau memperbaiki kualitas hidup klien.

Komplikasi Amputasi

1. Masalah Kulit

Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan
jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk kulit dan
lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Hidroterapi dapat dilakukan selama
20-30 menit satu atau dua kali sehari. Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan
sebuah krim yang larut air atau preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut
pada jaringan lunak bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas
permukaan atau ujung tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak
sebanyak 4 kali sehari, dilakukan dengan ujung jari, dimulai dengan sentuhan ringan dan
kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit hingga timbul rasa tidak nyaman yang
ringan.

Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya dengan
mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga berbusa lalu basuh dengan

18
air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara ditekan dengan lembut, tidak digosok.
Pembersihan ini dilakukan setiap hari terutama pada sore hari.

2. Infeksi

Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.

3. Perubahan berat badan

Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum dan
atau setelah menjalani amputasi.

4. Kontraktur sendi/deformitas

5. Deformitas ini dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk
jangka waktu lama dalam kursi roda. Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan :

a. Positioning

Pasien berbaring selurus mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari
dan mulai secara bertahap berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila
kondisinya memungkinkan. Posisi ini mula-mula dipertahankan selama 10 menit
yang kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien
mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak
nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin.

b. Latihan

Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal
alat gerak yang diamputasi. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3
hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada ekstremitas yang
diamputasi. Pada awalnya akan sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha
mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai
mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.

6. Phantom Sensation

Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu sensasi yang
timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien mengalami sensasi seperti
19
dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan
perasaan tingling atau rasa baal yang tidak menyenangkan.

Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat mencoba untuk
berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom
sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa
dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal dari jari, jari telunjuk
atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih menempel pada ekstremitas yang telah
diamputasi.

7. Phantom Pain

Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian besar
phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara bertahap serta
menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga
sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien
amputasi. Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif.
Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong untuk
merawatnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya.

8. Edema

Edema pada ekstremitas yang telah diamputasi akan menyebabkan proses penyembuhan
yang lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit. Edema dapat dicegah
dengan berbagai macam cara seperti latihan pada daerah amputasi, penggunaan stump
board serta peninggian ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan
membantu mengontrol edema.

9. Komplikasi Respirasi dan Sirkulasi

Latihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang tidak diamputasi
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada fungsi respirasi dan sirkulasinya.
Diberikan pada hari-hari pertama paska operasi dan dilanjutkan sampai tidak terdapat
dahak dan pasien dapat berambulasi

I. Prognosis
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma :

1. Lokasi tumor
2. Ukuran tumor
20
3. Umur pasien
4. Metastasis ( ada/tidak, lokasi metastasis )
5. Respons histologi terhadap kemoterapi
6. Tipe dan margin operasi
7. BMI (Body Mass Index): tidak begitu related dengan osteosarcoma tetapi
berhubungan dengan prognosis
8. ALP dan LDH level: menggambarkan luasnya lesi

J. Perawatan Luka
Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka :

1. Perawatan luka yang memiliki jaringan nekrotik

Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus
neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan
jaringan yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong
pemulihan luka. Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan
nekrosis, luka terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen
harus berdasarkan karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien. Menurut
Suriadi (2004) ada beberapa cara debridemen diantaranya :

1) Debridemen mekanik, yaitu dengan kompres basah kering (wet to dry),


hidroterapi, dan irigasi luka. Metode debridemen mekanik ini diindikasikan
untuk luka dengan jumlah jaringan nekrotik yang banyak dan luka infeksi.
Dengan demikian pemantauaan untuk daerah yang terkena mudah untuk
dilakukan.

2) Debridemen pembedahan (surgical), yaitu dengan bedah insisi. Metode ini


merupakan cara yang paling cepat untuk membuang jaringan nekrotik dalam
jumlah banyak. Dampak negatif dari debridemen ini adalah peningkatan resiko
pasien terhadap perdarahan, anestesi, dan sepsis. Fakta yang sering terjadi adalah
banyak infeksi yang terjadi setelah operasi terutama pada orang-orang yang
memiliki status kesehatan yang tidak optimal.

3) Debridemen autolisis, yaitu lisisnya jaringan nekrotik dengan sendirinya oleh


enzim badan sel darah putih, yang memasuki daerah luka selama proses
inflamasi. Debridemen autolisis hanya digunakan pada klien yang tidak
terinfeksi dengan jumlah jaringan nekrotik yang terbatas. Debridemen autolisis

21
ini dapat dilakukan dengan menggunakan balutan yang dapat mempertahankan
kelembaban seperti hidrokoloid, hidrogel, alginat.

2. Penatalaksanaan luka yang terinfeksi

Kebanyakan luka kronis dikontaminasi oleh mikroorganisme yang sangat


banyak yang tampaknya tidak memperlambat proses penyembuhan.Pada luka infeksi
yang menghasilkan bau dapat menggunakan balutan arang aktif (Activatedcharcoal
dressing) sebagai penghilang rasa bau (deodoriser) yang efektif. Jika terdapat
eksudat dalam jumlah yang tidak terlalu banyak, maka balutan busa yang menyerap
dan dilapisi arang (Morrison, 2004).

3. Penatalaksanaan luka dengan banyak eksudat

Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat
dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang
dapat menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka.Volume
eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan
yang bisa menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004). Luka-luka yang bereksudat
dibagi ke dalam tiga kategori, tergantung kedalaman dan tingkat eksudat yang
dihasilkan (Morrison, 2004), antara lain :

1) Untuk luka-luka superfisial dengan eksudat sedikit sampai sedang, pemilihan


balutan meliputi: Lembaran hidrokoloid. Lembar balutan ini tidak memerlukan
balutan sekunder dan cukup mudah untuk melihat kapan balutan tersebut perlu
diganti.

2) Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan
seperti balutan alginat.

3) Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan
meliputi: granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan
alginat, balutan alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk
membungkus luka yang sempit, balutan busa.

4. Perawatan luka dalam yang bersih dengan sedikit eksudat

Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu
cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih

22
berbentuk cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas
didaerah sakrum. Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan,
dapat melakukan desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka
tersebut.

Pengkajian Luka

1. Status nutrisi pasien: BMI (body massindex), kadar albumin

2. Status vaskuler: Hb, TcO2

3. Status imunitas: terapi kortikosteroid atau obat-obatan imunosupresan yang lain

4. Penyakit yang mendasari: diabetes atau kelainan vaskulerisasi lainnya7

5. Kondisi luka:

a. Warna dasar luka Dasar pengkajian berdasarkan warna:slough (yellow),


necrotic tissue (black),infected tissue (green), granulating tissue(red),
epithelialising (pink).

b. Lokasi, ukuran, dan kedalaman luka

c. Eksudat dan bau

d. Tanda-tanda infeksi

e. Keadaan kulit sekitar luka: warna dankelembapan

f. Hasil pemeriksaan laboratorium yangmendukung

Perawatan luka kronis

Perawatan luka kronis meliputi pembersihan luka, memasang balutan, mengganti


balutan, pengisian (packing) luka, memfiksasi balutan, tindakan pemberian rasa nyaman
yang meliputi membersihkan kulit dan daerah drainase, irigasi, pembuangan drainase,
pemasangan perban (Briant, 2007).

Berikut ini adalah jenis balutan luka :

1. Balutan kering

Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan
mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada
23
keadaan seperti ini paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini
akan melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan.
Dengan demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan balutan tetap kering
(Schrock, 1995).

2. Balutan basah kering

Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau
kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut pertama
dan kedua, kasa tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus
kaki. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan
basah lembab normal salin. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal
salin, digunakan untuk debridemen non selektif (mengangkat debris atau jaringan yang
mati).

3. Balutan modern

Perawatan luka konvensional harus sering mengganti kain kasa pembalut


luka, sedangkan perawatan luka modern memiliki prinsip menjaga kelembapan luka
dengan menggunakan bahan seperti hydrogel.

Hydrogel berfungsi menciptakan lingkungan luka tetap lembap, melunakkan


serta menghancurkan jaringan nekrotik tanpa merusak jaringan sehat, yang kemudian
terserap ke dalam struktur gel dan terbuang bersama pembalut (debridemen autolitik
alami).

Balutan dapat diaplikasikan selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak
sering menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan.

Jenis modern dressing lain, yakni Ca Alginat, kandungan Ca-nya dapat


membantu menghentikan perdarahan. Kemudian ada hidroselulosa yang mampu
menyerap cairan dua kali lebih banyak dibandingkan Ca Alginat. Selanjutnya adalah
hidrokoloid yang mampu melindungi dari kontaminasi air dan bakteri, dapat
digunakan untuk balutanprimer dan sekunder. Penggunaan jenis modern dressing
disesuaikan dengan jenis luka.6,7 Untuk luka yang banyak eksudatnya dipilih bahan
balutan yang menyerap cairan seperti foam, sedangkan pada luka yang sudah mulai
tumbuh granulasi, diberi geluntuk membuat suasana lembap yang akan membantu

24
mempercepat penyembuhan luka.Jenis-jenis balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban antara lain (Briant, 2007) :

1) Alginat

Alginat banyak terkandung dalam rumput laut cokelat dan kualitasnya


bervariasi. Polisakarida ini digunakan untuk bahan regenerasi pembuluh darah,
kulit, tulang rawan, ikatan sendi dan sebagainya. Apabila pembalut luka dari
alginat kontak dengan luka, maka akan terjadi infeksi dengan eksudat,
menghasilkan suatu jel natrium alginat. Jel ini bersifat hidrofilik, dapat
ditembus oleh oksigen tapi tidak oleh bakteri dan dapat mempercepat
pertumbuhan jaringan baru. Selain itu bahan yang berasal dari alginat memiliki
daya absorpsi tinggi, dapat menutup luka, menjaga keseimbangan lembab
disekitar luka, mudah digunakan, bersifat elastis. antibakteri, dan nontoksik.

Balutan ini diindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai
banyak dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak
sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka pada
luka bakar derajat III.

2) Hidrogel

Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang
tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang
dapat menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak
kekompakkan atau struktur bahan.Indikasi balutan ini adalah digunakan pada
jenis luka dengan cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka
yang banyak mengeluarkan cairan

3) Foam Silikon Lunak

Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan
yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekat
pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka.Hasilnya
menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan
membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang
untuk luka dengan drainase dan luas.

4) Hidrokoloid
25
Balutan hidrokoloid bersifat ”water-loving” dirancang elastis dan merekat
yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben
atau penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel,
semipoliuretan padat mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang
atau membentuk jel karena menyerap cairan luka.Balutan hidrokoloid
digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis
ini biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode
aplikasinya, lokasi luka, derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-
potongan, dan inkontinensia. Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki,
luka bernanah, sedangkan kontraindikasi balutan ini adalah tidak digunakan
pada luka yang terinfeksi.

5) Hidrofiber

Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau
balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa
bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan
hidrokoloid.Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang
kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal
salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah
drainase pada luka (Briant, 2007).

6) Film Dressing

Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk
lukaluka superfi sial dan non-eksudatif atau untukluka post-operasi.Terbuat
dari polyurethane fi lm yang disertaiperekat adhesif; tidak menyerap eksudat.

Indikasi : luka dengan epitelisasi, low exudate, luka insisi.

Kontraindikasi : luka terinfeksi, eksudat banyak.

7) Dressing Antimikrobial

Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofi ber dengan spektrum luas
termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphylococcusaureus). Balutan
ini digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi.
Balutan antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama
dan tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.
26
8) Antimikrobial Hydrophobic

Terbuat dari diakylcarbamoil chloride, nonabsorben, non-adhesif. Digunakan


untuk luka bereksudat sedang – banyak, luka terinfeksi, dan memerlukan
balutan sekunder.

9) Medical Collagen Sponge

Terbuat dari bahan collagen dan sponge. Digunakan untuk merangsang


percepatanpertumbuhan jaringan luka dengan eksudatminimal dan memerlukan
balutan sekunder.

K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian

a. Identitas Klien
Nama : An. X
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : belum terkaji
Pendidikan : pelajar
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa : belum terkaji
Tanggal masuk RS : 29 Februari 2016
Tanggal Pengkajian : 29 Februari 2016
Diagnosa Medis : Osteosarcoma di distal femur
b. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Nyeri, klien merasakan nyeri yang terus menerus di bagian distal femur. Klien
menyatakan bahwa nyerinya ada pada skala 9 (0-10). Nyeri dirasakan dari 6 bulan
yang lalu.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dirawat di ruang bedah orthopaedic karena ada benjolan sebesar bola basket
di distal femur.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mempunyai riwayat trauma pada area distal femur
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Belum terkaji
27
5. Aktivitas Sehari-hari
Belum terkaji
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Terganggu karena merasa putus asa terkait penyakitnya

2. Pemeriksaan Fisik

a. Gambaran Umum

Keadaan umum pasien, baik buruknya klien. Hal-hal yang perlu dicatat adalah :

1) Kesadaran klien : komposmentis, karena klien masih sadar dan mampu


mengungkapkan keluhannya.

2) Tanda-tanda vital :

RR : 24 x/menit

HR : 100 x/menit

TD : 100/60 mmHg

Suhu : 38o C

TB : 165 cm

BB : 45 kg

b. Data Laboratorium

Hb : 8 g/DL

Albumin : 1,5 mg/DL

Serum Kalsium : 16 mg/DL

c. Keadaan Lokal

1) Inspeksi

- Terdapat benjolan sebesar bola basket di distal femur

- Terdapat benjolan terbungkus verban dan merembes cairan berwarna kuning


disertai bau

28
2) Palpasi

- terdapat benjolan di distal femur

3. Analisa Data

No Data Etiologi Masalah


1. Do : Inflamasi  mengeluarkan zat vasoaktif  Nyeri
- nyeri skala 9 merangsang reseptor nyeri  merangsang sel
- RR : 24x/menit saraf  medulla spinalis  ujung saraf bebas
- HR : 100  nyeri
x/menit
- suhu : 380 C
- Hb : 8 g/DL
Ds :
- pasien mengeluh
nyeri hebat skala
9 pada distal
femur
2. Do : Inflamasi  mengeluarkan zat vasoaktif  Gangguan
- Massa sebesar merangsang reseptor nyeri  merangsang mobilisasi
bola basket pada sel saraf aferen A delta dan C  medulla
distal femur spinalis  ujung saraf bebas  nyeri hebat
- albumin : 1.5  gangguan mobilisasi
mg/dl
- atrofi otot
- pasien tampak
lemas
- skala nyeri 9
- edema (+++)
Ds :
- klien
mengatakan
kakinya sulit
untuk
digerakkan

29
- klien mengeluh
nyeri pada kaki
skala 9
3. Do : Osteosarcoma  sel perlu nutrisi yang Nutrisi kurang
- BB : 45 kg banyak  hipermetabolisme sel kanker  dari kebutuhan
- TB : 165 cm sel kanker memakan nutrisi pada jaringan
- IMT : 16,5 yang sehat  nutrisi kurang dari kebutuhan
(kurus)
- klien tampak
lemas
Ds :
- klien
mengatakan tidak
nafsu makan
4. Do : Nyeri berkelanjutan  respon stress  Keputusasaan
- Pasien terlihat penyakit yang tak kunjung membaik 
kurus keputusasaan
Ds :
- Pasien merasa
putus asa
- Pasien tidak
nafsu makan
5. Do : Hyperplasia  hipertrofi sel kanker  Gangguan citra
- Massa sebesar massa sel kanker sebesar bola basket  diri
bola basket gangguan citra diri
Ds :
- klien merasa
putus asa karena
penyakitnya
- klien menolak
saat akan
diamputasi

4. Diagnosa dan Intervensi

30
a. Nyeri b.d proses patologis dari osteosarcoma d.d pasien mengeluh nyeri pada distal
femur dengan skala 9

Tujuan : mengurangi rasa nyeri yang dirasakan klien

Kriteria Hasil : skala nyeri klien berkurang

No Tindakan Rasional
1. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik dapat membantu mengurangi
nyeri pada klien
2. Bersihkan luka pada kaki klien Mengurangi resiko infeksi yang akan
terjadi
3. Ajarkan teknik distraksi, relaksasi, dan Membantu koping individu klien dalam
nafas dalam mengatasi nyeri yang timbul
4. Atur cahaya, suhu ruangan dan Lingkungan yang nyaman akan
posisikan klien dengan nyaman mengurangi stress pada klien yang akan
mempengaruhi manajemen nyeri yang
dirasakan

b. Gangguan mobilisasi b.d massa abnormal pada distal femur dan atrofi otot d.d
benjolan sebesar bola basket

Tujuan : tidak terjadi dekubitus pada klien dan melatih tonus otot klien yang
tidak terkena cedera

Kriteria Hasil : klien mampu merubah posisi dengan baik

No Tindakan Rasional
1. Kaji ketidakmampuan bergerak klien Dengan mengetahui ketidakmampuan
gerak klien maka kita dapat menentukan
aktivitas mana saja yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh klien
2. Latih klien untuk menggerakan Pergerakan akan meningkatkan aliran
anggota badan yang lain darah ke otot, memelihara pergerakan
sendi, serta mengurangi atrofi pada otot
3. Ganti posisi klien setiap 3-4 jam sekali Mencegah terjadinya dekubitus

31
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia d.d penurunan berat badan

Tujuan : nutrisi pasien dapat terpenuhi

Kriteria Hasil : nutrisi pasien terpenuhi dan berat badan meningkat

No Tindakan Rasional
1. Beri makan dengan diet TKTP. Porsi Dengan porsi kecil klien mampu
kecil tetapi sering menghabiskan makanannya, menjaga
supaya tetap ada asupan
2. Pantau input output cairan dan Menjaga agar asupan dan keluaran klien
makanan klien tetap seimbang
3. Sediakan makanan dalam keadaan Menambah nafsu makan klien
hangat
4. Timbang berat badan klien Mengetahui keefektifan pemberian
asupan menambah bb klien atau tidak
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang Membantu memperbaiki gizi klien
pemberian menu makanan yang tepat

d. Keputusasaan b.d perubahan penampilan dan peran

Tujuan : pasien tidak merasa putus asa

Kriteria Hasil : pasien mampu menerima keadaan penyakitnya dan tidak merasa putus
asa

No Tindakan Rasional
1. Mengingatkan dan memberikan Memberikan harapan bahwa masih ada
informasi kepada klien tentang terapi pengobatan yang dapat dijalani klien
2. Konseling tentang perasaan klien Menyalurkan perasaan klien dan member
jalan keluar
3. Pendidikan kesehatan kepada keluarga Keluarga memiliki peran penting bagi
untuk memberikan semangat kepada klien untuk memberikan support
klien
4. Evaluasi semangat hidup klien

e. Gangguan citra diri b.d perubahan fisik d.d benjolan pada distal femur
32
Tujuan : memperbaiki citra tubuh dan harga diri klien

Kriteria hasil : pasien tidak merasa rendah diri dan mampu menerima keadaannya

No Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan pasien tentang cintra Memberikan dasar pengkajian untuk
tubuh dan tingkat harga diri evaluasi perubahan dan mengkaji
keefektifitasan intervensi
2. Identifikasi ancaman potensial Mengantisipasi perubahan dan
terhadap harga diri pasien (misalnya memungkikan pasien untuk
perubahan penampilan, kerontokan mengidentifikasikan pentingnya area ini
rambut, penurunan energi, perubahan baginya
peran). Validasikan kekhawatiran
dengan pasien
3. Berikan dorongan untuk keikutsertaan Memberikan dorongan/memungkinkan
kontinu dalam aktivitas dan kontrol kontinu terhadap kejadian dan
pembuatan keputusan diri pasien
4. Berikan dorongan kepada pasien untuk Mengidentifikasi kekhawatiran adalah
. mengungkapkan kekhawatirannya suatu tahap penting dalam mengatasinya
5. Individualisasikan perawatan untuk Mencegah atau mengurangi
pasien depersonalisasi dan menekankan makna
diri pasien
6. Bantu pasien dalam perawatan diri Kesejahteraan fisik meningkatkan harga
ketika keletihan, letargi, mual, diri
muntah, dan gejala lainnya yang
menghambat kemandirian

33
L. Aspek Legal Etik
Tipe Etik

1. Bioetik

Merupakan ilmu yang mempelajari tentang kontroversi etik, masalah biologi dan
pengobatan yang berhubungan dengan ilmu kehidupan seperti : Biotekhnologi,
pengobatan, politik, hokum dan theology.

2. Clinical Etik

Merupakan bagian dari cabang bioetik yang focus terhadap maslaah etik selama
pelayanan kesehatan. (Persetujuan/penolakan terkait tindakan medis.

3. Nursing Ethics

Merupakan bagian dari cabang bioetik yang focus terhadap isu etik dan kemudian
dikembangkan dalam tindakan keperawatan.

Teori Etik

1. Utilitarisme (Manfaat)

2. Deontology (Kewajiban)

Prinsip Etik Keperawatan

1. Otonomy

Mengacu pada hak untuk membuat keputusan sendiri, hak untuk memilih apa atau
tujuan personal bagi pasien.

2. Beneficience

Melakukan yang baik atau tindakan yang menguntungkan pasien, disini bisa kita
jelaskan.

3. Justice

4. Nonmalifisience

34
5. Veracity

Kejujuran, mengatakn kebenaran dengan menjelaskan kergian dan keuntungan dari


tindakan tersebut.

6. Fidelity

7. Confidentiality

35
Referensi
Interpretasi Data Klinik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011

Mohan and Sand (2008) Phipps Medical-Surgical Nursing: Health and Illness Prespective,
United Kingdom: Elsevier

Port (2006) Essentials of Pathophysiology: Concepts of Altered Health States 2 edition,


Canadian: Lippincott Williams & Wilkins.

Megawati,VN. 2015. PENGETAHUAN PERAWAT TENTANG PENATALAKSANAAN


LUKA KRONIK DENGAN KONSEP LEMBAB DI RS MOJOKERTO. Mojokerto :
ejournal.wiraraja.ac.id

Suratun, h. S. (2008). Seri asuhan keperawatan klien gangguan sistem muskuloskeletal.


Jakarta : EGC.

Koenig, kathleen blais. (2006). Praktik Keperawatan Profesional konsep dan perspektif edisi
4. Jakarta : EGC.

Jong, win de. ( 2004). Kanker apakah itu? Pengobatan, Harapan hidup, dan Dukungan
keluarga. Jakarta : EGC.

Hogan, M (2007) Medical-Surgical Nursing (2nd ed.). Salt Lake City: Prentice Hall

Smeltzer,C.Suzanne. 2001. Keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth edisi 8.


Jakarta:EGC

Helmo, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika : Jakarta.

Judith M. 2013. Buku Saku Diagnosis Keperawatan Edisi 9. EGC : Jakarta.

Hoppenfeld Stanley. 2011. Terapi dan rehabilitasi fraktur. Jakarta : EGC

36

Anda mungkin juga menyukai