MAKALAH KASUS Muskuloskeletal
MAKALAH KASUS Muskuloskeletal
Daftar Isi.................................................................................................................................................. 1
1.1 Kasus ................................................................................................................................................. 2
1.2 Istilah yang belum dipahami ............................................................................................................. 2
1.3 Analisa Masalah ................................................................................................................................ 2
1.4 Mind Map .......................................................................................................................................... 7
1.5 Learning Objective ............................................................................................................................ 7
1.6 Pembahasan Kasus Osteosarcoma .................................................................................................... 8
A. Pengertian ....................................................................................................................................... 8
B. Perbedaan Neoplasma..................................................................................................................... 9
C. Klasifikasi ..................................................................................................................................... 10
D. Manifestasi Klinis ........................................................................................................................ 11
E. Pemeriksaan Laboratorium ........................................................................................................... 12
F. Klasifikasi Stadium ....................................................................................................................... 14
G. Penatalaksanaan ........................................................................................................................... 14
H. Amputasi ...................................................................................................................................... 18
I. Prognosis........................................................................................................................................ 20
J. Perawatan Luka ............................................................................................................................. 21
K. Asuhan Keperawatan.................................................................................................................... 27
L. Aspek Legal Etik .......................................................................................................................... 34
Referensi ............................................................................................................................................... 36
1
1.1 Kasus
Seorang laki-laki berusia 16 tahun dirawat di ruang bedah orthopedic karena ada benjolan
sebesar bola basket di distal femur. Hasil pengkajian pasien mempunyai riwayat trauma pada
area tersebut 6 bulan yang lalu, dan mengonsumsi obat peninggi badan. Pasien tampak lemas,
terdapat benjolan tampak terbungkus verban dan merembes cairan berwarna kuning disertai
bau, skala nyeri 9, atrofi otot, edema (+++), kakinya susah digerakan, tidak nafsu makan, TB
165 cm, BB 45 kg, TD 100/60 mmHg, frekuensi nadi 100x/menit, RR 24x/menit, suhu 380C,
HB 8 g/DL. Pasien merasa putus asa karena penyakitnya. Hasil lab albumin 1,5 mg/DL,
serum calcium 16 mg/DL, pasien direncanakan amputasi tetapi saat diberikan inform consent
pasien menolaknya, selama ini pasien mendapat terapi doxorubicin 300 mg.
2. Edema
3. Serum calcium
4. Diagnosa medis?
7. Pemeriksaan penunjang?
14. Dilema etik yang muncul, ketika pasien menolak dilakukan amputasi?
24. Mengapa albumin dan serum calcium dikaji pada kasus ini?
27. Pendidikan kesehatan apa yang harus diberikan untuk pasien dan keluarga?
Jawaban :
2. Albumin : 3,7-5,2 mg/DL, Hb laki-laki : 14-18 g/DL, sumber lain Hb laki-laki: 13-16
g/DL
- Nyeri kronis
3
- Gangguan mobilitas fisik
- Berduka disfungsional
- Gangguan ADL
- Gangguan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan salah satu anggota tubuh
- Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan adanya luka pada area kanker
- Memberi motivasi
13. - Sel kanker mengambil nutrisi di dalam darah sehingga bisa menyebabkan anemia
- Kematian
- Radiasi
4
- Kemoterapi
- Kombinasi
- Tunjukan empati
- Memperparah : kecelakaan
5. Karena sakit, sehingga kaki jarang digerakan, akhirnya terjadi atrofi otot
7. - X-ray
- MRI
- CT scan
- Metastase : M, M0
25. Bisa jadi, selain itu bisa jadi juga karena keluarganya kurang pengetahuan tentang
penyakit tersebut, dan kankernya tumbuh dengan cepat, pasien pun menganggap
penyakitnya biasa saja
- Modifikasi lingkungan
24. - Fungsi dari albumin : pembentukan jaringan sel yang baru, berkaitan dengan protein
6
1.4 Mind Map
Meminum obat
Manfes :nyeri,
peninggi badan,
bengkak, cairan
Trauma 6 bulan mengandung
kuning, edema, RR
yang lalu karsinogen
cepat, HR cepat
Perubahan bentuk
Nyeri kronis tubuh Resiko
Gangguan Gangguan
ADL penyebaran
immobilitas fisik
infeksi
Harga diri
rendah
7
7. Diagnosis psikososial
A. Pengertian
Osteosarkoma adalah tumor ganas yang berasal dari sel spindel neoplastic yang
menghasilkan tumor tulang osteoid dan/atau imatur.
Pada beberapa kasus terjadi lesi osteosarkoma pada banyak tempat, yaitu sebagai berikut :
1. Osteosarkoma multifocal
2. Osteosarkomatosis
8
B. Perbedaan Neoplasma
Karakteristik Benigna Maligna
Karakteristik Sel Berdiferensiasi dengan baik Sel-sel biasanya mempunyai
yang menyerupai sel-sel sedikit kemiripan dengan sel-
jaringan normal darimana sel jaringan normal darimana
tumor tersebut berasal. jaringan tersebut berasal,
yaitu anaplasia.
Cara Pertumbuhan Tumor tumbuh dengan cara Tumbuh pada perifer dan
ekspansi dan tidak menyebarkan proses yang
menginfiltrasi jaringan menginfiltrasi dan merusak
sekitar, biasanya berkapsul. jaringan sekitar.
Kecepatan Pertumbuhan Laju pertumbuhan biasanya Laju pertumbuhan beragam
lambat dan bergantung pada tingkat
diferensiasi, makin bersifat
anaplastik, makin cepat laju
pertumbuhannya.
Metastasis Tidak menyebar dengan cara Memperoleh akses ke saluran
metastasis darah dan limfa serta
bermetastasis ke area tubuh
lainnya.
Efek Umum Mengganggu fungsi vital Sering menyebabkan efek
yang sama seperti anemia,
kelemahan dan penurunan
berat badan.
Pengrusakan Jaringan Biasanya tidak menyebabkan Sering menyebabkan
kerusakan jaringan kecuali kerusakan jaringan yang luas
bila letaknya mengganggu saat pertumbuhan tumor
aliran darah. melebihi pasokan darah atau
memotong aliran darah ke
area; juga dapat
menghasilkan substansi yang
menyebabkan kerusakan sel.
Kemampuan untuk Biasanya tidak menyebabkan Biasanya akan menyebabkan
menyebabkan kematian kematian kecuali bila karena kematian kecuali
letaknya mengganggu fungsi pertumbuhannya dapat
9
vital. dikendalikan.
Penatalaksanaan yang dapat Mudah diangkat dalam Residif, setelah diangkat
dilakukan pembedahan atau diradiasi dapat tumbuh
dan membesar membentuk
tumor di tempat yang sama
C. Klasifikasi
1. Histologi
1. Intramedullary
2. Surface
a. Parosteal osteosarcomas
b. Periosteal osteosarcomas
3. Extraskletal
1. Osteosarkoma Konvensional
2. Osteosarkoma Telengiektatik
5. Osteosarkoma Sekunder
6. Osteosarkoma Parosteal
7. Osteosarkoma Periosteal
10
8. Osteosarkoma Highgrade
9. Surface.
2. Histopatologi :
1. Osteoblastik
2. Kondroblastik
3. Fibroblastik
Osteosarkoma tipe fibroblastik jika sel dominan fibrosit sebanyak 5-25%, dan
Osteosarkoma telengiektatik disusun oleh 90% ruangan berisi darah dengan
komposisi dominan Osteosarkoma fibroblastik disusun oleh sel spindel ganas dengan
sedikit sel Osteoid. Adanya sel osteoid membedakan osteosarcoma tipe osteoid
dengan kondrosarkoma, dan osteosarkoma tipe fibroblastik dengan fibrosarkoma
atau histiositoma fibrosa maligna (MFH). Gambaran radiologis, bila secara
histopatologi tipe fibroblastik cenderung campuran.
D. Manifestasi Klinis
1. Nyeri
2. Adanyamassa abnormal
3. Status nutrisi menurun
4. Hb rendah
5. Demam
11
6. Fraktur tulang
7. Sesak karena nyeri
8. Adanya deformitas
E. Pemeriksaan Laboratorium
1. Serum kalsium
Kadar kalsium darah dalam serum keadaan normal adalah 9-11 mg/dL. Tubuh
mengandung lebih banyak kalsium daripada mineral lain, kalsium merupakan mineral
yang harus dipenuhi kurang lebih 2% dari berat tubuh manusia dewasa. (F.G.
Winarno, 2004).
Nilai normal :
Dewasa : 9-11 mg/dl (di serum); <150 mg/24 jam (di urin dan diet rendah Ca);
200-300 mg/24 jam (di urin dan diet tinggi Ca)
2. Albumin
12
Albumin di sintesa oleh hati dan mempertahankan keseimbangan distribusi air
dalam tubuh tekanan onkotik koloid). Albumin membantu transport beberapa
komponen darah, seperti: ion, bilirubin, hormon, enzim, obat.
Implikasi Klinis:
Klasifikasi edema:
1) Edema cutaneous : terjadi ketika area yang sempit terkena tekanan dan kemerahan
akan berkelanjutan walaupun penekanan sudah tidak terjadi.
2) Edema Perifer : tipe ini terjadi karena terdapat retensi air dan bisa disebabkan
oleh kondisi lain seperti gagal jantung, kehamilan atau penyakit lain.
3) Non-pitting edema: tipe ini kemerahan bisa hilang dan bisa terjadi myxedema,
lipedema dan hymphedema.
Derajat 1 : Dalamnya kurang dari 2mm, pitting tipis, menghilang dengan cepat.
Derajat 2 :Dalamnya 2-4mm, pitting agak dalam, tidak terlihat distorsi yang jelas,
menghilang dalam waktu 10-25 detik.
Derajat 3 : Dalamnya 4-6mm, pitting dalam, menghilang lebih dari 1 menit, dan
daerah yang terkena terlihat bengkak dan penuh.
Derajat 4 : Dalamnya 6-8mm, pitting sangat dalam, menghilang dalam waktu 2-5
menit, serta daerah yang terkena terlihat distorsi yang kotor.
13
F. Klasifikasi Stadium
Terdapat 2 jenis klasifikasi stadium :
G. Penatalaksanaan
Terapi pada osteosarkoma meliputi :
14
Osteosarkoma dengan derajat keganasan tinggi, secara protokol diberikan
kemoterapi neoajuvan terlebih dahulu di evaluasi/ restaging Jika setelah neo
ajuvan ukuran mengecil dan menjadi resectable maka dilanjutkan dengan terapi
pembedahan (wide excision ).
Terapi setelah pembedahan terbagi menjadi dua tergantung ada tidaknya
margin jaringan setelah operasi.
1) Pembedahan dengan margin (+) yang memberikan respon buruk maka
pertimbangkan mengganti kemoterapi dan juga terapi tambahan secara lokal (
surgical resection ).
2) Pasien dengan margin jaringan (–) dilanjutkan dengan kemoterapi, 2 siklus.
Pada osteosarcoma derajat keganansan tinggi yang setelah restaging tetap
unresectable maka langsung lakukan radioterapi dan kemoterapi tanpa
pembedahan terlebih dahulu.
Pada pasien osteosarcoma yang sudah bermetastasis maka penatalaksanaan nya
terbagi juga menjadi dua :
i. Resectable
Pada yang resectable ( pulmonary, visceral, atau skeletal
metastasis) maka terapi untuk tumor primer nya sama dengan
penatalaksanaan osteosarcoma derajat keganasan tinggi dan didukung
dengan kemoterapi dan juga metastasectomy
ii. Unresectable
Pada yang unresectable penatalaksanaan yang dilakukan adalah
kemoterapi, radioterapi, dan megevaluasi ulang tumor primer untuk
mengontrol tumor secara lokal, paliatif treatment.
Doxorubicin
Jika terjadi relaps maka dilakukan kemoterapi dan / atau reseksi jika
memungkinkan, targeted terapi ( mTOR inhibitor, sorafenib ), stem cell transplatasi (
HDT/SCT), atau terapi suportif.
jika setelah itu pasien memberikan respons yang baik maka lakukan kontrol
sesuai jadwal. Jika setelah kemoterapi dan reseksi ulang terjadi relaps atau penyakit
menjadi progresif maka terdapat beberapa pilihan penanganan yaitu: reseksi paliatif
(jika memungkinkan), kemoterapi second line, radioterapi paliatif ( radium – 223,
Samarium-1 , 153Sm-EDTMP). Dengan pendekatan tersebut, 60-70% pasien dapat
memiliki kesintasan hidup jangka panjang. Apabila sudah bermetastasis ke paru, tetapi
terisolasi di paru saja, maka didapatkan nilai 35-40% untuk angka kesintasan hidup.
17
dengan pathologic findings of high grade disease kemoterapi yang sama sebanyak
beberapa siklus.
Jika responnya buruk maka pertimbangkan untuk mengganti regimen. Operasi
re-reseksi dengan atau tanpa radioterapi I perludipertimbangkan untuk pasien dengan
margin jaringan positif.
H. Amputasi
Secara definisi amputasi adalah hilangnya bagian tubuh seseorang. Operasi amputasi
sendiri merupakan suatu teknik operasi rekonstruksi dan plastik yang akan membentuk
sebuah alat gerak yang sesuai untuk fitting sebuah prostetik yang nyaman dan fungsional.
1. Live saving (menyelamatkan jiwa), contoh trauma disertai keadaan yang mengancam
jiwa (perdarahan dan infeksi).
3. Menghilangkan gejala
Komplikasi Amputasi
1. Masalah Kulit
Perawatan kulit merupakan hal yang penting karena adanya beberapa lapisan
jaringan yang berdekatan di ujung akhir tulang seperti jaringan parut, termasuk kulit dan
lapisan subkutan, yang mudah melekat pada tulang. Hidroterapi dapat dilakukan selama
20-30 menit satu atau dua kali sehari. Setelah insisi sembuh, lunakkan kulit dengan
sebuah krim yang larut air atau preparat lanolin tiga kali sehari. Massage secara lembut
pada jaringan lunak bagian distal akan membantu mempertahankan mobilitasnya di atas
permukaan atau ujung tulang. Tapping jaringan parut dan bagian distal jaringan lunak
sebanyak 4 kali sehari, dilakukan dengan ujung jari, dimulai dengan sentuhan ringan dan
kemudian tekanan ditingkatkan sekitar 5 menit hingga timbul rasa tidak nyaman yang
ringan.
Cara membersihkan kulit yang baik juga harus diajarkan, misalnya dengan
mempergunakan sabun yang bersifat ringan, cuci kulit hingga berbusa lalu basuh dengan
18
air hangat. Kulit dikeringkan dengan cara ditekan dengan lembut, tidak digosok.
Pembersihan ini dilakukan setiap hari terutama pada sore hari.
2. Infeksi
Jika terjadi infeksi pada puntung, jika sifatnya terbuka, memerlukan terapi
antibiotik. Jika sifatnya tertutup, harus dilakukan insisi serta terapi antibiotik.
Pasien dengan amputasi sering mengalami penurunan berat badan sebelum dan
atau setelah menjalani amputasi.
4. Kontraktur sendi/deformitas
5. Deformitas ini dapat timbul karena nyeri, kerja otot dan pasien yang duduk untuk
jangka waktu lama dalam kursi roda. Hal tersebut diatas dapat dicegah dengan :
a. Positioning
Pasien berbaring selurus mungkin untuk jangka waktu yang singkat selama satu hari
dan mulai secara bertahap berbaring telungkup saat drain telah diangkat bila
kondisinya memungkinkan. Posisi ini mula-mula dipertahankan selama 10 menit
yang kemudian ditingkatkan menjadi 30 menit selama 3 kali per hari. Jika pasien
mempunyai masalah jantung dan pernafasan atau jika posisi telungkup terasa tidak
nyaman, pertahankan posisi telentang selama mungkin.
b. Latihan
Latihan luas gerak sendi dilakukan sedini mungkin pada sendi di bagian proksimal
alat gerak yang diamputasi. Latihan ini dimulai saat drain telah dilepas dalam 2-3
hari paska operasi. Tingkatkan latihan mejadi aktif secara bertahap, dari latihan tanpa
tekanan kemudian menjadi latihan dengan tahanan pada ekstremitas yang
diamputasi. Pada awalnya akan sangat sensitif dan pasien didorong untuk berusaha
mengurangi sensitifitasnya. Hal ini juga akan membantu pasien untuk mulai
mengatasi keterkejutan menghadapi kenyataan bahwa alat geraknya sudah tidak ada.
6. Phantom Sensation
Normal terjadi setelah amputasi alat gerak. Didefinisikan sebagai suatu sensasi yang
timbul tentang keberadaan bagian yang diamputasi. Pasien mengalami sensasi seperti
19
dari alat gerak yang intak, yang saat ini telah hilang. Kondisi ini dapat disertai dengan
perasaan tingling atau rasa baal yang tidak menyenangkan.
Phantom sensation dapat juga terasa sangat nyata sehingga pasien dapat mencoba untuk
berjalan dengan kaki yang telah diamputasi. Dengan berlalunya waktu, phantom
sensation cenderung menghilang tetapi juga terkadang akan menetap untuk beberapa
dekade. Biasanya sensasi terakhir yang hilang adalah yang berasal dari jari, jari telunjuk
atau ibu jari, yang terasa seolah-olah masih menempel pada ekstremitas yang telah
diamputasi.
7. Phantom Pain
Dapat timbul lebih lambat dibandingkan dengan phantom sensation. Sebagian besar
phantom pain bersifat temporer dan akan berkurang intensitasnya secara bertahap serta
menghilang dalam beberapa minggu hingga kurang lebih satu tahun. Bagaimanapun juga
sejumlah ketidamampuan dapat timbul menyertai rasa nyeri pada beberapa pasien
amputasi. Phantom pain berat yang menetap dapat dikurangi dengan terapi non invasif.
Pasien sebaiknya diberikan analgesik yang adekuat preoperatif dan didorong untuk
merawatnya paska operasi untuk mengurangi sensitivitasnya.
8. Edema
Edema pada ekstremitas yang telah diamputasi akan menyebabkan proses penyembuhan
yang lambat dan akan membuat fitting prostetik menjadi sulit. Edema dapat dicegah
dengan berbagai macam cara seperti latihan pada daerah amputasi, penggunaan stump
board serta peninggian ujung tempat tidur hingga bersudut kurang lebih 300 juga akan
membantu mengontrol edema.
Latihan pernafasan dan kaki (brisk foot exercise) untuk bagian yang tidak diamputasi
dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi pada fungsi respirasi dan sirkulasinya.
Diberikan pada hari-hari pertama paska operasi dan dilanjutkan sampai tidak terdapat
dahak dan pasien dapat berambulasi
I. Prognosis
Beberapa faktor yang menentukan prognosis pada pasien osteosarkoma :
1. Lokasi tumor
2. Ukuran tumor
20
3. Umur pasien
4. Metastasis ( ada/tidak, lokasi metastasis )
5. Respons histologi terhadap kemoterapi
6. Tipe dan margin operasi
7. BMI (Body Mass Index): tidak begitu related dengan osteosarcoma tetapi
berhubungan dengan prognosis
8. ALP dan LDH level: menggambarkan luasnya lesi
J. Perawatan Luka
Perawatan luka berdasarkan karakteristik luka :
Jaringan nekrotik sering dijumpai pada luka kronis seperti ulkus iskemi, ulkus
neuropatik, ulkus vena, dan ulkus dekubitus. Debridemen adalah pengangkatan
jaringan yang sudah mengalami nekrosis yang bertujuan untuk menyokong
pemulihan luka. Indikasi debridemen adalah luka akut atau kronik dengan jaringan
nekrosis, luka terinfeksi dengan jaringan nekrotik. Pemilihan metode debridemen
harus berdasarkan karakteristik jaringan nekrotik yang ada pada luka klien. Menurut
Suriadi (2004) ada beberapa cara debridemen diantaranya :
21
ini dapat dilakukan dengan menggunakan balutan yang dapat mempertahankan
kelembaban seperti hidrokoloid, hidrogel, alginat.
Sekalipun jaringan nekrotik dan jaringan tampak jelas terinfeksi telah diangkat
dari bidang luka, luka dapat terus menghasilkan eksudat dalam jumlah banyak yang
dapat menembus balutan non-oklusif dan meningkatkan risiko infeksi luka.Volume
eksudat berkurang pada waktunya, tetapi sampai stadium tersebut diperlukan balutan
yang bisa menyerap dan tidak melekat. (Morrison, 2004). Luka-luka yang bereksudat
dibagi ke dalam tiga kategori, tergantung kedalaman dan tingkat eksudat yang
dihasilkan (Morrison, 2004), antara lain :
2) Untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan
seperti balutan alginat.
3) Untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak, pilihan balutan
meliputi: granula atau pasta hidrokoloid, hidrogel yang bergranulasi balutan
alginat, balutan alginat dalam bentuk pita atau tali sangat berguna untuk
membungkus luka yang sempit, balutan busa.
Bila jumlah eksudat sudah berkurang, maka silastic foam merupakan suatu
cara pembalutan yang sangat bermanfaat khususnya pada luka dalam yang bersih
22
berbentuk cawan, seperti sinus pilonidal yang sudah dieksisi, atau dekubitus luas
didaerah sakrum. Untuk luka yang lebih kecil, pasien atau yang memberi perawatan,
dapat melakukan desinfeksi dua kali sehari dengan foam stent atau menutup luka
tersebut.
Pengkajian Luka
5. Kondisi luka:
d. Tanda-tanda infeksi
1. Balutan kering
Luka-luka dengan kulit yang masih utuh atau tepi kulit yang dipertautkan
mempunyai permukaan yang kering sehingga balutan tidak akan melekat, maka pada
23
keadaan seperti ini paling sering digunakan kasa dengan jala-jala yang lebar, kasa ini
akan melindungi luka dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik melalui balutan.
Dengan demikian uap lembab dari kulit dapat menguap dan balutan tetap kering
(Schrock, 1995).
Balutan kasa terbuat dari tenunan dan serat non tenunan, rayon, poliester, atau
kombinasi dari serat lainnya. Kasa dari kapas digunakan sebagai pembalut pertama
dan kedua, kasa tersedia sebagai pembalut luka, spons, pembalut melingkar dan kaus
kaki. Kasa berlubang yang baik sering digunakan untuk membungkus, seperti balutan
basah lembab normal salin. Kasa katun kasar, seperti balutan basah lembab normal
salin, digunakan untuk debridemen non selektif (mengangkat debris atau jaringan yang
mati).
3. Balutan modern
Balutan dapat diaplikasikan selama tiga sampai lima hari, sehingga tidak
sering menimbulkan trauma dan nyeri pada saat penggantian balutan.
24
mempercepat penyembuhan luka.Jenis-jenis balutan luka yang mampu
mempertahankan kelembaban antara lain (Briant, 2007) :
1) Alginat
Balutan ini diindikasi untuk luka superfisial dengan eksudat sedang sampai
banyak dan untuk luka dalam dengan eksudat sedang sampai banyak
sedangkan kontraindikasinya adalah tidak dinjurkan untuk membalut luka pada
luka bakar derajat III.
2) Hidrogel
Hidrogel tersedia dalam bentuk lembaran (seperti serat kasa, atau jel) yang
tidak berperekat yang mengandung polimer hidrofil berikatan silang yang
dapat menyerap air dalam volume yang cukup besar tanpa merusak
kekompakkan atau struktur bahan.Indikasi balutan ini adalah digunakan pada
jenis luka dengan cairan yang sedikit sedangkan kontraindikasinya adalah luka
yang banyak mengeluarkan cairan
Balutan jenis ini menggunakan bahan silikon yang direkatkan, pada permukaan
yang kontak dengan luka. Silikon membantu mencegah balutan foam melekat
pada permukaan luka atau sekitar kulit pada pinggir luka.Hasilnya
menghindarkan luka dari trauma akibat balutan saat mengganti balutan, dan
membantu proses penyembuhan. Balutan luka silikon lunak ini dirancang
untuk luka dengan drainase dan luas.
4) Hidrokoloid
25
Balutan hidrokoloid bersifat ”water-loving” dirancang elastis dan merekat
yang mengandung jell seperti pektin atau gelatin dan bahan-bahan absorben
atau penyerap lainnya. Balutan hidrokoloid bersifat semipermiabel,
semipoliuretan padat mengandung partikel hidroaktif yang akan mengembang
atau membentuk jel karena menyerap cairan luka.Balutan hidrokoloid
digunakan pada luka dengan jumlah drainase sedikit atau sedang. Balutan jenis
ini biasanya diganti satu kali selama 5-7 hari, tergantung pada metode
aplikasinya, lokasi luka, derajat paparan kerutan-kerutan dan potongan-
potongan, dan inkontinensia. Balutan ini diindikasi kan pada luka pada kaki,
luka bernanah, sedangkan kontraindikasi balutan ini adalah tidak digunakan
pada luka yang terinfeksi.
5) Hidrofiber
Hidrofiber merupakan balutan yang sangat lunak dan bukan tenunan atau
balutan pita yang terbuat dari serat sodium carboxymethylcellusole, beberapa
bahan penyerap sama dengan yang digunakan pada balutan
hidrokoloid.Hidrofiber dapat juga digunakan pada luka yang kering sepanjang
kelembaban balutan tetap dipertahankan (dengan menambahkan larutan normal
salin). Balutan hidrofiber dapat dipakai selama 7 hari, tergantung pada jumlah
drainase pada luka (Briant, 2007).
6) Film Dressing
Jenis balutan ini lebih sering digunakan sebagai secondary dressing dan untuk
lukaluka superfi sial dan non-eksudatif atau untukluka post-operasi.Terbuat
dari polyurethane fi lm yang disertaiperekat adhesif; tidak menyerap eksudat.
7) Dressing Antimikrobial
Balutan mengandung silver 1,2% dan hydrofi ber dengan spektrum luas
termasuk bakteri MRSA (methicillin-resistant Staphylococcusaureus). Balutan
ini digunakan untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau berisiko infeksi.
Balutan antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama
dan tidak direkomendasikan bersama cairan NaCl 0,9%.
26
8) Antimikrobial Hydrophobic
K. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
Nama : An. X
Umur : 16 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : belum terkaji
Pendidikan : pelajar
Pekerjaan :-
Suku/Bangsa : belum terkaji
Tanggal masuk RS : 29 Februari 2016
Tanggal Pengkajian : 29 Februari 2016
Diagnosa Medis : Osteosarcoma di distal femur
b. Anamnesa
1. Keluhan Utama
Nyeri, klien merasakan nyeri yang terus menerus di bagian distal femur. Klien
menyatakan bahwa nyerinya ada pada skala 9 (0-10). Nyeri dirasakan dari 6 bulan
yang lalu.
2. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dirawat di ruang bedah orthopaedic karena ada benjolan sebesar bola basket
di distal femur.
3. Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien mempunyai riwayat trauma pada area distal femur
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Belum terkaji
27
5. Aktivitas Sehari-hari
Belum terkaji
6. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Terganggu karena merasa putus asa terkait penyakitnya
2. Pemeriksaan Fisik
a. Gambaran Umum
Keadaan umum pasien, baik buruknya klien. Hal-hal yang perlu dicatat adalah :
2) Tanda-tanda vital :
RR : 24 x/menit
HR : 100 x/menit
TD : 100/60 mmHg
Suhu : 38o C
TB : 165 cm
BB : 45 kg
b. Data Laboratorium
Hb : 8 g/DL
c. Keadaan Lokal
1) Inspeksi
28
2) Palpasi
3. Analisa Data
29
- klien mengeluh
nyeri pada kaki
skala 9
3. Do : Osteosarcoma sel perlu nutrisi yang Nutrisi kurang
- BB : 45 kg banyak hipermetabolisme sel kanker dari kebutuhan
- TB : 165 cm sel kanker memakan nutrisi pada jaringan
- IMT : 16,5 yang sehat nutrisi kurang dari kebutuhan
(kurus)
- klien tampak
lemas
Ds :
- klien
mengatakan tidak
nafsu makan
4. Do : Nyeri berkelanjutan respon stress Keputusasaan
- Pasien terlihat penyakit yang tak kunjung membaik
kurus keputusasaan
Ds :
- Pasien merasa
putus asa
- Pasien tidak
nafsu makan
5. Do : Hyperplasia hipertrofi sel kanker Gangguan citra
- Massa sebesar massa sel kanker sebesar bola basket diri
bola basket gangguan citra diri
Ds :
- klien merasa
putus asa karena
penyakitnya
- klien menolak
saat akan
diamputasi
30
a. Nyeri b.d proses patologis dari osteosarcoma d.d pasien mengeluh nyeri pada distal
femur dengan skala 9
No Tindakan Rasional
1. Kolaborasi pemberian analgetik Analgetik dapat membantu mengurangi
nyeri pada klien
2. Bersihkan luka pada kaki klien Mengurangi resiko infeksi yang akan
terjadi
3. Ajarkan teknik distraksi, relaksasi, dan Membantu koping individu klien dalam
nafas dalam mengatasi nyeri yang timbul
4. Atur cahaya, suhu ruangan dan Lingkungan yang nyaman akan
posisikan klien dengan nyaman mengurangi stress pada klien yang akan
mempengaruhi manajemen nyeri yang
dirasakan
b. Gangguan mobilisasi b.d massa abnormal pada distal femur dan atrofi otot d.d
benjolan sebesar bola basket
Tujuan : tidak terjadi dekubitus pada klien dan melatih tonus otot klien yang
tidak terkena cedera
No Tindakan Rasional
1. Kaji ketidakmampuan bergerak klien Dengan mengetahui ketidakmampuan
gerak klien maka kita dapat menentukan
aktivitas mana saja yang boleh dan tidak
boleh dilakukan oleh klien
2. Latih klien untuk menggerakan Pergerakan akan meningkatkan aliran
anggota badan yang lain darah ke otot, memelihara pergerakan
sendi, serta mengurangi atrofi pada otot
3. Ganti posisi klien setiap 3-4 jam sekali Mencegah terjadinya dekubitus
31
c. Nutrisi kurang dari kebutuhan b.d anoreksia d.d penurunan berat badan
No Tindakan Rasional
1. Beri makan dengan diet TKTP. Porsi Dengan porsi kecil klien mampu
kecil tetapi sering menghabiskan makanannya, menjaga
supaya tetap ada asupan
2. Pantau input output cairan dan Menjaga agar asupan dan keluaran klien
makanan klien tetap seimbang
3. Sediakan makanan dalam keadaan Menambah nafsu makan klien
hangat
4. Timbang berat badan klien Mengetahui keefektifan pemberian
asupan menambah bb klien atau tidak
5. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang Membantu memperbaiki gizi klien
pemberian menu makanan yang tepat
Kriteria Hasil : pasien mampu menerima keadaan penyakitnya dan tidak merasa putus
asa
No Tindakan Rasional
1. Mengingatkan dan memberikan Memberikan harapan bahwa masih ada
informasi kepada klien tentang terapi pengobatan yang dapat dijalani klien
2. Konseling tentang perasaan klien Menyalurkan perasaan klien dan member
jalan keluar
3. Pendidikan kesehatan kepada keluarga Keluarga memiliki peran penting bagi
untuk memberikan semangat kepada klien untuk memberikan support
klien
4. Evaluasi semangat hidup klien
e. Gangguan citra diri b.d perubahan fisik d.d benjolan pada distal femur
32
Tujuan : memperbaiki citra tubuh dan harga diri klien
Kriteria hasil : pasien tidak merasa rendah diri dan mampu menerima keadaannya
No Intervensi Rasional
1. Kaji perasaan pasien tentang cintra Memberikan dasar pengkajian untuk
tubuh dan tingkat harga diri evaluasi perubahan dan mengkaji
keefektifitasan intervensi
2. Identifikasi ancaman potensial Mengantisipasi perubahan dan
terhadap harga diri pasien (misalnya memungkikan pasien untuk
perubahan penampilan, kerontokan mengidentifikasikan pentingnya area ini
rambut, penurunan energi, perubahan baginya
peran). Validasikan kekhawatiran
dengan pasien
3. Berikan dorongan untuk keikutsertaan Memberikan dorongan/memungkinkan
kontinu dalam aktivitas dan kontrol kontinu terhadap kejadian dan
pembuatan keputusan diri pasien
4. Berikan dorongan kepada pasien untuk Mengidentifikasi kekhawatiran adalah
. mengungkapkan kekhawatirannya suatu tahap penting dalam mengatasinya
5. Individualisasikan perawatan untuk Mencegah atau mengurangi
pasien depersonalisasi dan menekankan makna
diri pasien
6. Bantu pasien dalam perawatan diri Kesejahteraan fisik meningkatkan harga
ketika keletihan, letargi, mual, diri
muntah, dan gejala lainnya yang
menghambat kemandirian
33
L. Aspek Legal Etik
Tipe Etik
1. Bioetik
Merupakan ilmu yang mempelajari tentang kontroversi etik, masalah biologi dan
pengobatan yang berhubungan dengan ilmu kehidupan seperti : Biotekhnologi,
pengobatan, politik, hokum dan theology.
2. Clinical Etik
Merupakan bagian dari cabang bioetik yang focus terhadap maslaah etik selama
pelayanan kesehatan. (Persetujuan/penolakan terkait tindakan medis.
3. Nursing Ethics
Merupakan bagian dari cabang bioetik yang focus terhadap isu etik dan kemudian
dikembangkan dalam tindakan keperawatan.
Teori Etik
1. Utilitarisme (Manfaat)
2. Deontology (Kewajiban)
1. Otonomy
Mengacu pada hak untuk membuat keputusan sendiri, hak untuk memilih apa atau
tujuan personal bagi pasien.
2. Beneficience
Melakukan yang baik atau tindakan yang menguntungkan pasien, disini bisa kita
jelaskan.
3. Justice
4. Nonmalifisience
34
5. Veracity
6. Fidelity
7. Confidentiality
35
Referensi
Interpretasi Data Klinik Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2011
Mohan and Sand (2008) Phipps Medical-Surgical Nursing: Health and Illness Prespective,
United Kingdom: Elsevier
Koenig, kathleen blais. (2006). Praktik Keperawatan Profesional konsep dan perspektif edisi
4. Jakarta : EGC.
Jong, win de. ( 2004). Kanker apakah itu? Pengobatan, Harapan hidup, dan Dukungan
keluarga. Jakarta : EGC.
Hogan, M (2007) Medical-Surgical Nursing (2nd ed.). Salt Lake City: Prentice Hall
Helmo, Zairin Noor. 2012. Buku Ajar Gangguan Muskuloskeletal. Salemba Medika : Jakarta.
36