Anda di halaman 1dari 42

FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Bab 4 - Aspek Muamalah


A. Perawatan Jenazah
1. Hal yang Harus Diperhatikan Terhadap Kondisi Jenazah:
• Pejamkanlah matanya dan mohonkanlah ampun kepada Allah Swt. atas segala dosanya.
• Tutuplah seluruh badannya dengan kain sebagai penghormatan dan agar tidak kelihatan auratnya.
• Ditempatkan di tempat yang aman dari jangkauan binatang.
• Bagi keluarga dan sahabat-sahabat dekatnya tidak dilarang mencium si mayat.
2. Syarat Wajib Memandikan Jenazah:
• Jenazah itu orang Islam. Apa pun aliran, mazhab, ras, suku, dan profesinya.
• Didapati tubuhnya walaupun sedikit.
• Bukan mati syahid (mati dalam peperangan untuk membela agama Islam seperti yang terjadi pada
masa Nabi Muhammad saw.).
3. Orang yang Berhak Memandikan Jenazah:
• Apabila jenazah itu laki-laki, yang memandikannya hendaklah laki-laki pula. Perempuan tidak boleh
memandikan jenazah laki-laki, kecuali istri dan mahram-nya.
• Apabila jenazah itu perempuan, hendaklah dimandikan oleh perempuan pula, laki-laki tidak boleh
memandikan kecuali suami atau mahram-nya.
• Apabila jenazah itu seorang istri, sementara suami dan mahram-nya ada semua, suami lebih berhak
untuk memandikan istrinya.
• Apabila jenazah itu seorang suami, sementara istri dan mahram-nya ada semua, istri lebih berhak
untuk memandikan suaminya.
• Jika mayat anak laki-laki masih kecil, perempuan boleh memandikannya. Juga jika mayat anak
perempuan masih kecil, laki-laki boleh memandikannya.
4. Kain kafan paling tidak satu lapis. Sebaiknya tiga lapis bagi mayat laki-laki dan lima lapis bagi mayat
perempuan. Setiap satu lapis di antaranya merupakan kain basahan. Cara membungkusnya adalah
hamparkan kain kafan helai demi helai dengan menaburkan kapur barus pada tiap lapisnya. Kemudian,
si mayat diletakkan di atasnya. Kedua tangannya dilipat di atas dada dengan tangan kanan di atas tangan
kiri. Mengafaninya pun tidak boleh asal-asalan.
5. Cara Menyolatkan Jenazah:
• Jenazah diletakkan paling muka. Apabila mayat laki-laki, hendaknya imam berdiri menghadap dekat
kepala mayat. Jika mayat wanita, imam menghadap dekat perutnya.
• Letak imam paling muka diikuti oleh para makmum. Jika yang menyalati sedikit, usahakan dibuat 3
baris/ṡaf.
• Mula-mula semua jamaah berdiri dengan berniat melakukan ṡalat jenazah dengan empat takbir. Niat
tersebut jika dilafalkan sebagai berikut: “Aku berniat ṡ alat atas jenazah ini empat takbir fardu kifayah
sebagai makmum karena Allah ta’ala.”
• Kemudian takbiratul ihram yang pertama, dan setelah takbir pertama itu selanjutnya membaca surat al-
Fātihah.
• Takbir yang kedua, dan setelah itu, membaca salawat atas Nabi Muhammad saw.
• Takbir yang ketiga, kemudian membaca doa untuk jenazah. Bacaan doa bagi jenazah adalah sebagai
berikut: “Ya Allah, ampunilah ia, kasihanilah ia, sejahterakanlah ia, maafkanlah kesalahannya.”

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Takbir yang keempat, dilanjutkan dengan membaca doa sebagai berikut: “Ya Allah, janganlah Engkau
menjadikan kami penghalang dari mendapatkan pahalanya dan janganlah engkau beri kami tnah
sepeninggalnya, dan ampunilah kami dan dia.” (HR Hakim)
• Membaca salam sambil menoleh ke kanan dan ke kiri.
6. Bacaan Sholat Jenazah:
• Niat sholat jenazah

• Bacaan setelah
takbir pertama: Al-Fatihah
• Bacaan setelah takbir kedua: salawat atas Nabi
Muhammad saw.

• Bacaan setelah takbir


ketiga: doa untuk jenazah

• Bacaan setelah takbir keempat: doa

7. Cara Penguburan Jenazah:


• Jenazah dikubur dalam sebuah lubang dengan kedalaman setinggi orang berdiri dengan tangan
melambai ke atas dan dengan lebar seukuran satu dzira’ lebih satu jengkal.
• Wajib memiringkan jenazah ke sebelah kanan dan menghadapkannya ke arah kiblat. Sekiranya
jenazah tidak dihadapkan ke arah kiblat dan telah diurug tanah maka liang kubur wajib digali kembali
dan menghadapkan jenazahnya ke arah kiblat bila diperkirakan belum berubah. Disunahkan untuk
menempelkan pipi jenazah ke bumi.
• Bila tanahnya keras disunahkan liang kubur berupa liang lahat. Yang dimaksud liang lahat di sini
adalah lubang yang dibuat di dinding kubur sebelah kiblat seukuran yang cukup untuk menaruh
jenazah. Jenazah diletakkan di lubang tersebut kemudian ditutup dengan menggunakan batu pipih agar
tanahnya tidak runtuh mengenai jenazah.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Setelah jenazah diletakkan secara pelan di dasar kubur disunahkan pula untuk melepas tali ikatannya
dimulai dari kepala.
8. Etika Berta’ziyyah:
• Menyampaikan doa untuk kebaikan dan ampunan terhadap orang yang meninggal serta kesabaran bagi
orang yang ditinggal.
• Hindarilah pembicaraan yang menambah sedih keluarga yang ditimpa musibah.
• Hindarilah canda-tawa apalagi sampai terbahak-bahak.
• Usahakan turut menyalati mayat dan mengantarkan ke pemakaman sampai selesai.
• Membuatkan makanan bagi keluarga yang ditimpa musibah.
9. Hikmah Ziarah Kubur:
• Mengingat kematian.
• Dapat bersikap zuhud (menjauhkan diri dari sifat keduniawian).
• Selalu ingin berbuat baik sebagai bekal kelak di alam kubur dan hari akhir.
• Mendoakan si mayat yang muslim agar diampuni dosanya dan diberi kesejahteraan di akhirat.
10. Etika Ziarah Kubur:
• Memahami tujuan utama berziarah kubur
• Mengucapkan salam ketika masuk
• Tidak duduk dan menginjak atas kuburan
• Mendoakan mayit
• Tidak berbicara kasar atau hal yang batil
• Tidak menangis meratapi mayit
B. Khutbah, Tabligh, dan Dakwah
1. Khutbah: berasal dari kata: khataba - yakhtubu - khutbah, bermakna memberi nasihat dalam suatu
kegiatan ibadah seperti; shalat, wukuf, dan nikah. Menurut istilah, khutbah berarti kegiatan ceramah
kepada sejumlah orang muslim dengan syarat dan rukun tertentu yang berkaitan langsung dengan
keabsahan atau kesunahan ibadah.
Tabligh: berasal dari kata: ballagha - yuballighu - tabliighan yang berarti menyampaikan, atau
memberitahukan dengan lisan. Menurut istilah, tabligh adalah kegiatan menyampaikan ‘pesan' Allah
Swt. secara lisan kepada satu atau lebih orang Islam untuk diketahui dan diamalkan isinya. Misalnya,
Rasulullah saw. memerintahkan kepada sahabat yang datang di majlisnya untuk menyampaikan suatu
ayat kepada sahabat lain yang tidak hadir. Dalam pelaksanaan tabligh, seorang mubaligh (yang
menyampaikan tabligh) biasanya menyampaikan tabligh-nya dengan gaya dan retorika yang menarik.
Ada pula istilah tabligh akbar yang sering kita dengar, yaitu kegiatan menyampaikan “pesan” Allah Swt.
dalam jumlah pendengar yang cukup banyak.
Dakwah: berasal dari kata: da'aa - yad'uu - da'watan (da'wah) yang berarti memanggil, menyeru, atau
mengajak pada sesuatu hal. Menurut istilah, dakwah adalah kegiatan mengajak orang lain, seseorang
atau lebih ke jalan Allah Swt. secara lisan atau perbuatan. Di sini dikenal adanya da'wah billisan dan
da'wah bilhal. Kegiatan dakwah bukan hanya ceramah, tetapi juga aksi sosial yang nyata. Misalnya,
santunan kepada anak yatim, sumbangan untuk membangun fasilitas umum, membersihkan lingkungan,
dan lain sebagainya.
2. Fungsi Khutbah:
• Memberi pengajaran kepada jamaah mengenai bacaan dalam rukun khotbah, terutama bagi jamaah
yang kurang memahami bahasa Arab.
• Mendorong jamaah untuk meningkatkan ketakwaan kepada Allah Swt.
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Mengajak jamaah untuk selalu berjuang menggiatkan dan membudayakan Syariat Islam dalam
masyarakat.
• Mengajak jamaah untuk selalu berusaha meningkatkan amar makruf nahi munkar.
• Menyampaikan informasi mengenai perkembangan ilmu pengetahuan dan hal-hal lain yang bersifat
aktual kepada jamaah.
Fungsi Tabligh:
• Menanamkan pemahaman tentang urusan agama.
• Membantu mablug dalam pemehaman akidah yang benar.
• Membantu mablug untuk melaksanakan ibadah sesuai yang disyariatkan Allah Swt.
• Membantu mablug dalam bermuamalah dan beretika atau berakhlak baik.
• Mengembangkan dan meningkatkan jiwa, hati, akal, dan jasmani.
Fungsi Dakwah:
• Dakwah berfungsi untuk menyebarkan islam kepada manusia sebagai individu dan
masyarakat sehingga mereka merasakan rahmat islam sebagai rahmat bagi seluruh alam.
• Dakwah berfungsi melestarikan nilai-nilai islam dari generasi ke generasi kaum muslimin berikutnya
sehingga kelangsungan ajaran islam beserta pemeluknya dari generasi ke generasi berikutnya tidak
putus.
• Dakwah berfungsi korektif, artinya meluruskan akhlak yang bengkok, mencegah kemungkaran dan
mengeluarkan manusia dari kegelapan rohani.
3. Syarat Khutbah Jumat:
• Khutbah Jum’at di baca harus sudah masuk waktu dhuhur.
• Khutbah harus dibaca sebelum sholat.
• Membaca khutbah dengan berdiri jika mampu.
• Diantara dua khutbah harus di pisah (duduk) dengan tuma’ninah.
• Membaca khutbah dengan suara keras supaya terdengar oleh para ahli jum’ah.
• Membaca khutbah dengan sambung menyambung antara kalimat yang satu dengan kalimat berikutnya,
begitu juga dengan khutbah kedua.
• Orang yang membaca khutbah harus menutup aurat, suci badannya, pakaiannya, tempatnya dan suci
dari hadats dan najis.
• Orang yang berkhutbah harus laki-laki.
Rukun Khutbah Jumat:
• Membaca Puji-pujian kepada Allah swt. Dengan lafadz ‫هلل الحمد‬
• Membaca Sholawat atas Nabi Muhammad saw.
• Wasiat bertaqwa kepada Allah swt.
• Membaca ayat al-qur’an yang bisa memberi kefahaman pada arti yang dimaksud.
• Berdo’a untuk para mu’minin dan mu’minat pada akhir khutbah.
Sunnah Khutbah Jumat:
• Membaca khutbah diatas mimbar atau tempat yang tinggi.
• Ketika sudah di mimbar dan berdo’a, langsung menghadap kepara ahli jum’ah dan mengucapkan
salam, lalu duduk menunggu adzan selesai.
• Membaca khutbah dengan suara yang jelas dan bisa dipahami oleh ahli jum’ah.
• Saat berkhutbah jangan tengak-tengok dan tangannya jangan tudang-tuding.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Saat duduk diantara dua khutbah kira-kira lamanya seperti membaca surat al-ikhlas.
4. Syarat Khotib Jumat:
• Seorang khotib haruslah seorang laki-laki
• Baligh
• Memiliki pengetahuan yang luas tentang agama
• Suci dari hadast dan najis
• Menutup aurat
• Khotib hendaknya dalam posisi berdiri ketika menyampaikan khutbahnya
• Khotib haruslah seseorang yang bersemangat
• Khotib harus bisa membedakan antara sunnah dan rukun khutbah
5. Tujuan dakwah secara umum adalah mengubah perilaku sasaran dakwah (mad‟u) agar mau menerima
ajaran Islam dan mengamalkannya dalam berkehidupan sehari-hari, baik yang bersangkutan dengan
masalah pribadi, keluarga maupun masyarakat sosial. Agar kehidupan yang dijalani penuh dengan
keberkahan samawi dan keberkahan ardhi serta terbebas dari api neraka.

Dakwah merupakan kewajiban semua umat muslim untuk menyampaikan kepada seluruh umat manusia.
Setiap muslim wajib hukumnya menyampaikan dakwah Islam kepada setiap umat manusia, sehingga
mereka dapat merasakan ketentraman dan kedamaian. Dasar hukum kewajiban dakwah ini ada dalam
beberapa ayat Al-qur’an dan hadits. Firman Allah SWT tentang dakwah:
• Ali Imran
(3):104

6. Syarat Da’i:
• Memiliki ilmu terhadap al-Qur’an dan as-Sunnah, serta sirah Nabawiyah dan sirah khulafaur rasyidin.
• Mempelajari bahasa kaum yang akan mereka dakwahi kepada Islam. Karena tujuan dakwah tidak akan
tercapai tanpa hal ini.
• Mengenal berbagai tsaqafah dan ilmu-ilmu umum yang berkembang sekarang, mengenal keadaan,
akhlak, dan tabiat berbagai kaum, mengenal berbagai ajaran agama dan aliran kepercayaan, serta
syubhat berbagai aliran dan prinsip ekonomi dan sosial di masa kini, serta posisi Islam menghadapi
semua itu.
Syarat Muballigh:
• Mempunyai niat yang ikhlas dan tulus karena Allah SWT
• Mubaligh bertanggung jawab kepada Allah SWT dan kemaslahatan umat
• Mubaligh memiliki kujuran dalam menyampaikan dakwah, dan bersifat terbuka dalam menerima
nasihat dan kritik
• Mubaligh harus berusaha menjalin hubungan baik dengan semua pihak dengan tetap berpegang teguh
pada pendirian islam

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

7. Etika dalam Menyampaikan Tabligh:


• Bersikap lemah lembut, tidak kasar, dan tidak merusak
• Menggunakan bahasa yang mudah dimengerti
• Mengutamakan musyawarah dan berdiskusi untuk memperoleh kesepakatan bersama
• Materi dakwah yang kuat dan jelas sumbernya
• Menyampaikan dengan ikhlas dan sabar, sesuai dengan kondisi, psikologis dan sosiologis para
pendengarnya atau penerimanya
• Tidak menghasut orang lain untuk bermusuhan, merusak, berselisih, dan mencari-cari kesalahan orang
lain
8. Etika dalam Berdakwah:
• Dakwah dilaksanakan dengan hikmah, yaitu ucapan yang jelas, tegas dan sikap yang bijaksana.
• Dakwah dilakukan dengan mauiẓatul hasanah atau nasihat yang baik, yaitu cara persuasif (tanpa
kekerasan) dan edukatif (memberikan pengajaran).
• Dakwah dilaksanakan dengan memberi contoh yang baik (uswatun hasanah).
• Dakwah dilakukan dengan mujādalah, yaitu diskusi atau tukar pikiran yang berjalan secara dinamis
dan santun serta menghargai pendapat orang lain.
Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT An-Nahl (16):125:

125.
Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah) dan pengajaran yang baik, dan berdebatlah
dengan mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui siapa
yang sesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui siapa yang mendapat petunjuk.
C. Sumber Hukum Islam
1. Sumber Hukum Islam:
• Al-Qur’anul Karim, berdasarkan
firman Allah SWT Al-Isra ayat
9:

9. Sungguh, al-Qur’ān ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan memberi kabar gembira
kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa mereka akan mendapat pahala yang besar.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Hadis atau Sunnah, berdasarkan firman Allah SWT Al-Hasyr ayat 7:


7. Apa saja harta rampasan (fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di
antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah.
Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sesungguhnya Allah amat keras hukumannya.
• Ijtihad, berdasarkan Hadis:

(H.R. Darami). “Dari Mu’az, bahwasanya Nabi Muhammad saw. ke ka mengutusnya ke Yaman, ia
bersabda, “Bagaimana engkau akan memutuskan suatu perkara yang dibawa orang kepadamu?” Muaz
berkata, “Saya akan memutuskan menurut Kitabullah (al-Qur’ān).” Lalu Nabi berkata, “Dan jika di
dalam Kitabullah engkau dak menemukan sesuatu mengenai soal itu?” Muaz menjawab, “Jika begitu
saya akan memutuskan menurut Sunnah Rasulullah saw.” Kemudian, Nabi bertanya lagi, “Dan jika
engkau dak menemukan sesuatu hal itu di dalam sunnah?” Muaz menjawab, “Saya akan
mempergunakan per mbangan akal pikiran sendiri (ij hādu bi ra’yi) tanpa bimbang sedikitpun.”
Kemudian, Nabi bersabda, “Maha suci Allah Swt. yang memberikan bimbingan kepada utusan Rasul-
Nya dengan suatu sikap yang disetujui Rasul-Nya.”
2. Fungsi Al-Quran adalah sebagai pedoman hidup umat manusia dan sebagai ibadah. Kandungan hukum
dalam Al-Quran dikelompokkan menjadi 3 bagian :
• Akidah atau keimanan
• Syariah atau Ibadah
- Hukum Ibadah
- Hukum Muamalah
• Akhlak atau budi pekerti
3. Pengertian Al-Qur’an:

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Dari segi bahasa, al-Qur’ān berasal dari kata qara’a – yaqra’u – qirā’atan – qur’ānan, yang berarti
sesuatu yang dibaca atau bacaan.
• Dari segi istilah, Al-Qur’ān adalah Kalamullah yang diturunkan kepada Nabi Muhammad saw. dalam
bahasa Arab, yang sampai kepada kita secara mutawattir, ditulis dalam mush ̣af, dimulai dengan surah
al-Fatihah dan diakhiri dengan surah an-Nās, membacanya berfungsi sebagai ibadah, sebagai mukjizat
Nabi Muhammad saw. dan sebagai hidayah bagi umat manusia.
4. Pengertian Hadis:
• Secara bahasa, hadis berarti pekataan atau ucapan.
• Secara istilah, hadis adalah segala perkataan, perbuatan, dan ketetapan (taqrir) yang dilakukan oleh
Nabi Muhammad SAW.
5. Bagian-bagian Hadis:
• Sanad, yaitu sekelompok orang atau seseorang yang menyampaikan hadis dari Rasulullah saw. sampai
kepada kita sekarang ini.
• Matan, yaitu isi atau materi hadis yang disampaikan Rasulullah saw.
• Rawi, yaitu orang yang meriwayatkan hadis.
6. Fungsi Hadis:
• Menjelaskan ayat-ayat al-Qur’ān yang masih bersifat umum
• Memperkuat pernyataan yang ada dalam al-Qur’ān
• Menerangkan maksud dan tujuan ayat yang ada dalam al-Qur’ān
• Menetapkan hukum baru yang tidak terdapat dalam al-Qur’ān
7. Macam-macam Hadis:
• Hadis Mutawattir: hadis yang diriwayatkan oleh banyak perawi, baik dari kalangan para sahabat
maupun generasi sesudahnya dan dipastikan di antara mereka tidak bersepakat dusta.
• Hadis Masyhur: hadis yang diriwayatkan oleh dua orang sahabat atau lebih yang dak mencapai
derajat mutawattir, namun setelah itu tersebar dan diriwayatkan oleh sekian banyak tabi’in sehingga
tidak mungkin bersepakat dusta.
• Hadis Aĥad: hadis yang hanya diriwayatkan oleh satu atau dua orang perawi, sehingga dak mencapai
derajat mutawattir. Dilihat dari segi kualitas orang yang meriwayatkannya (perawi), hadis dibagi ke
dalam 4 bagian, yaitu sebagai berikut.
- Hadis Ś aḥiḥ: hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, kuat hafalannya, tajam
penelitiannya, sanadnya bersambung kepada Rasulullah saw., tidak tercela, dan tidak
bertentangan dengan riwayat orang yang lebih terpercaya. Hadis ini dijadikan sumber hukum
dalam beribadah (hujjah).
- Hadis Ḥ asan: hadis yang diriwayatkan oleh perawi yang adil, tetapi kurang kuat hafalannya,
sanadnya bersambung, tidak cacat, dan tidak bertentangan. Sama seperti hadis śaḥiḥ, hadis ini
dijadikan sebagai landasan mengerjakan amal ibadah.
- Hadis da’ī f: hadis yang tidak memenuhi kualitas hadis śaḥīiḥ dan hadis Ḥasan. Para ulama
mengatakan bahwa hadis ini tidak dapat dijadikan sebagai hujjah, tetapi dapat dijadikan sebagai
motivasi dalam beribadah.
- Hadis Maudu’: hadis yang bukan bersumber kepada Rasulullah saw. atau hadis palsu. Dikatakan
hadis padahal sama sekali bukan hadis. Hadis ini jelas tidak dapat dijadikan landasan hukum,
hadis ini tertolak.
8. Pengertian Ijtihad:

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Kata ijtihād berasal bahasa Arab ijtahada-yajtahidu-ij hādan yang berar mengerahkan segala
kemampuan, bersungguh-sungguh mencurahkan tenaga, atau bekerja secara optimal.
• Secara istilah, ijtihād adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara sungguh-sungguh dalam
menetapkan suatu hukum.
9. Syarat orang yang berijtihad:
• Memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
• Memiliki pemahaman mendalam tentang Bahasa Arab, ilmu tafsir, usul fikih, dan tarikh (sejarah).
• Memahami cara merumuskan hukum (istinbaţ).
• Memiliki keluhuran akhlak mulia.
10. Muhammad Ma’ruf Ad Dawalibi menyimpulkan Rasulullah saw. menempatkan ijtihad sebagai sumber
hukum ketiga dalam ajaran Islam setelah Al Quran dan sunah. Kedudukan ijtihad begitu penting dalam
ajaran Islam karena ijtihad telah dapat dibuktikan kemampuannya dahrr menyelesaikan segala persoalan
yang dihadapi umat Islam mulai dari zaman Nabi Muhammad saw. sampai sekarang. Melalui ijtihad,
masalah-masalah baru yang tidak dijelaskan oleh Al Quran maupun sunah dapat dipecahkan. Melalui
ijtihad, ajaran Islam telah berkembang sedemikian rupal menuju kesempurnaannya, bahkan ijtihad
merupakan daya gerak kemajuan umat Islam. Artinya ijtihad merupakan kunci dinamika ajaran Islam.
11. Bentuk-bentuk Ijtihad:
• Ijma: kesepakatan para ulama Islam (cendekiawan muslim) dalam menetapkan sual masalah yang
tidak diterangkan oleh A1 Quran dan hadis setelah Rasulullah saw. wafat dengan tata cara bersidang
(musyawarah).
• Qiyas: menetapkan hukum suatu persoalan atau masalah yang belum disebutkan secara konkret dalam
Al Quran dan hadis dengan cara menyamakan hukumnya dengan masalah yang sudah ada ketetapan
hukumnya secara jelas karena kedua masalah itu memiliki kesamaan sifat.
• Istihsan: menetapkan hukum suatu masalah yang tidak dijelaskan secara rinci dalam Al Quran dan
hadis yang didasarkan atas kepentingan (kemaslahatan) umum dan demi keadilan.
• Istishab: meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan telah ditetapkan karena adanya
suatu dalil sampai ada dalil lain yang mengubah kedudukan dari hukum tersebut.
• Istidlal: menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak disebut secara tegas dalam Al Quran dan
hadis dengan didasarkan bahwa hal tersebut telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan dalam
masyarakat sebelumnya seperti beberapa hukum-hukum Allah yang diwahyukan sebelum Nabi
Muhammad saw.
• Maslahah Mursalah: artinya kebaikan yang terbesar. Adapun menurut istilah, maslahah mursalah
adalah perkara yang perlu dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan maksud svara dan hukumnya
tidak diperoleh dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas. Umpamanya, seseorang wajib untuk
mengganti atau membayar kerugian kepada pemilik barang karena kerusakan yang terjadi di luar
kesepakatan yang telah ditetapkan.
• Urf: adalah urusan yang disepakati oleh segolongan manusia dalam perkembangan nidupnya dan telah
menjadi kebiasaan atau tradisi.
• Zara’i: menurut lugat (bahasa) berarti wasilah, yaitu pekerjaan-pekerjaan yang menjadi jalan untuk
mencapai maslahah atau jalan untuk menghilangkan mudarat.
12. Macam-macam Hukum Talifi:
• Al-ijab atau hukum wajib: tuntutan pasti atau perintah untuk dikerjakan. Pengertian wajib yang lain
adalah sesuatu yang apabila dikerjakan mendapatkan pahala dan apabila ditinggalkan akan
mendapatkan dosa. Jika seseorang meninggalkan tuntutan yang sudah pasti tersebut, dikenai sanksi
atau hukuman.
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• An-nadb atau sunah: tuntutan untuk melaksanakan suatu perbuatan, tetapi tidak secara pasti atau
harus. Sunah yaitu perbuatan yang apabila dikerjakan akan mendapatkan pahala dan apabila
ditinggalkan tidak mendapatkan dosa. Jika seseorang meninggalkan tuntunan tersebut tidak mendapat
dosa.
• Al-ibahah atau mubah: penetapan Allah yang mengandung kebolehan memilih antara melakukan
atau meninggalkannya. Perbuatan yang boleh dipilih ini dikenal juga dengan mubah. Contohnya pada
ayat
• Karahah: tuntunan untuk meninggalkan suatu perbuatan, tetapi tidak bersifat pasti atau harus
sehingga jika melaksanakannya tidaklah berdosa
• Tuntunan atau perintah untuk tidak mengerjakan yang bersifat pasti. Tuntunan yang dilarang
tersebut dikenal dengan istilah haram.
D. Pengelolaan Wakaf
1. Pengertian Wakaf:
• Menurut bahasa, kata wakaf berasal dari bahasa Arab “Waqaf” atau “Waqfu” yang berbentuk masdar
(infinitive noun), yang mempunyai arti menahan atau berhenti.
• Menurut istilah perbuatan hukum wakif (pihak yang melakukan wakaf) untuk memisahkan dan/atau
menyerahkan sebagian harta benda miliknya untuk dimanfaatkan selamanya atau untuk jangka waktu
tertentu sesuai dengan kepentingannya guna keperluan ibadah dan/atau kesejahteraan umum.
2. Hukum nya sunnah/dianjurkan, berdasarkan firman Allah SWT Al-Baqarah (2):267:

267. Hai
orang-orang yang beriman! Nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil usaha kamu yang baik-
baik, dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk kamu.
3. Rukun Waqaf:
• Pertama, orang yang berwakaf (al-waqif)
• Kedua, benda yang diwakafkan (al-mauquf).
• Ketiga, orang yang menerima manfaat wakaf (al-mauquf ‘alaihi).
• Keempat, lafadz atau ikrar wakaf (sighah).
Syarat Waqaf:
• Orang yang berwakaf mestilah memiliki secara penuh harta itu, artinya dia merdeka untuk
mewakafkan harta itu kepada sesiapa yang ia kehendaki.
• Berakal, tak sah wakaf orang bodoh, orang gila, atau orang yang sedang mabuk.
• Baligh.
• Mampu bertindak secara hukum (rasyid). Implikasinya orang bodoh, orang yang sedang muflis dan
orang lemah ingatan tidak sah mewakafkan hartanya.
4. Tata Cara Perwakafan Tanah Milik:
- Perorangan atau badan hukum yang mewakafkan tanah hak miliknya (sebagai calon wakif)
diharuskan datang sendiri di hadapan PPAIW untuk melaksanakan ikrar wakaf.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

- Calon wakif sebelum mengikrarkan wakaf, terlebih dahulu menyerahkan kepada PPAIW, surat-
surat.
- PPAIW meneliiti surat-surat dan syarat-syarat, apakah sudah memenuhi untuk pelepasan hak atas
tanah (untuk diwakafkan), meneliti saksi-saksi dan mengesahkan susunan nadzir.
- Dihadapan PPAIW dan dua orang saksi, wakif mengikrarkan atau mengucapkan kehendak wakaf itu
kepada nadzir yang telah disahkan.
- PPAIW segera membuat Akta Ikrar Wakaf (bentuk W.2) rangjkap empat dengan dibubuhi materi
menurut ketentuan yang berlaku dan selanjutnya, selambat-lambatnya satu bulan dibuat ikrar wakaf,
tiap-tiap lembar harus telah dikirim dengan pengaturan pendistribusiannya.
5. Undang-undang Wakaf yang Baru:
- Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
- Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf.
- Peraturan Menteri Agama Nomor 73 Tahun 2013 tentang Tata Cara Perwakafan Benda Tidak
Bergerak dan Benda Bergerak Selain Uang.
- Peraturan Menteri Agama Nomor 4 Tahun 2009 tentang Administrasi Pendaftaran Wakaf Uang.
- Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2008 tentang Prosedur Penyusunan Rekomendasi
terhadap Permohonan Penukaran/ Perubahan Status Harta Benda Wakaf.
- Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 3 Tahun 2008 tentang Tata Cara Pendaftaran dan
Penggantian Nazhir Harta Benda Wakaf Tidak Bergerak Berupa Tanah.
- Peraturan Badan Wakaf Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Pedoman Pengelolaan dan
Pengembangan Harta Benda Wakaf Berupa Uang.
6. Syarat Nazir:
• Kemampuan atau keahlian teknis, misalnya mengoperasikan komputer, mendesain ruangan dan
lainnya.
• Keahlian berkomunikasi dan berinteraksi dengan masyarakat, khususnya kepada pihak-pihak yang
secara langsung terkait dengan wakaf.
• Keahlian konseptual dalam rangka memeneg dan memproduktifkan harta wakaf .
• Tegas dalam mengambil keputusan, setelah dimusyawarahkan dan dipikir secara matang
• Keahlian dalam mengelola waktu
• Termasuk didalamnya memiliki energi maksimal, berani mengambil resiko, antusias, dan percaya diri.
Kewajiban Nazir:
• Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
• Menjaga, mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf, sesuai dengan tujuan, fungsi
peruntukannya.
• Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf
• Melaporkan pelaksanaan berbagai kegiatan dalam rangka menumbuh kembangkan harta wakaf
dimaksud. Pada intinya, baik nadzir perseorangan, organisasi ataupun badan hukum memiliki
kewajiban yang sama, yaitu memegang amanat untuk memelihara, mengurus dan menyelenggarakan
harta wakaf sesuai dengan tujuannya.
Hak Nazir: seorang nadzir berhak mendapatkan bagian dari hasil usaha wakaf produktif yang ia kelola
dan kembangkan. Hal ini berdasarkan praktek sahabat Umar Bin Khatab Dan Ali Bin Abu Thalib.
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Menurut madzhab Hanafi, Maliki dan Imam Ahmad nadzir berhak mendapat upah dari hasil usaha harta
wakaf yang telah dikembangkan. Adapun besarnya berbeda satu sama lain sesuai dengan tanggung
jawab dan tugas yang diembankan. Tetap sesuai dengan ketentuan wakif, jika wakif tidak menetapkan,
maka ditetapkan oleh hakim atau kesepakatan para pengelola/managemen wakaf yang ada. Sementara
madzhab Syafi’i menyatakan bahwa wakif tidak berhak mendapatkan bagian.
7. Prinsip - Prinsip Pengelolaan Wakaf:
• Seluruh harta benda wakaf harus diterima sebagai sumbangan dari wakif dengan status wakaf sesuai
dengan syariah.
• Wakaf dilakukan dengan tanpa batas waktu.
• Wakif mempunyai kebebasan memilih tujuan-tujuan sebagaimana yang diperkenankan oleh syariah.
• Jumlah harta wakaf tetap utuh dan hanya keuntungannya saja yang akan dibelanjakan untuk tujuan-
tujuan yang telah ditentukan oleh wakif.
• Wakif dapat meminta keseluruhan keuntungannya untuk tujuan-tujuan yang telah ia tentukan.
8. Dasar Wakaf di Indonesia:
a. Undang-undang nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf
b. Peraturan Pemerintah No.28 tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik
c. Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan
E. Menuntut Ilmu
1. Menuntut ilmu hukumnya wajib/fardu ain. Firman Allah SWT tentang menuntut ilmu:
• Al-Mujadalah (58):11
ِ َِ‫للاه دَ َر َجاتِ ْالع ْل َِم أهوتهوا َوالَّذينَِ من هك ِْم َءا َمنهوا الَّذين‬
ِ‫للاه َي ْرفَع‬ ِ ‫يرُهِ ت َ ْع َملهونَِ ب َما َو‬
‫خَب ه‬
11. Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat.
2. Keutamaan Ilmu:
a. Ilmu adalah amalan yang tidak terputus pahalanya.
b. Menjadi saksi terhadap kebenaran.
c. Allah mengangkat derajat orang yang berilmu.
d. Ilmu adalah anugerah Allah yang sangat besar.
Firman Allah SWT tentang keutamaan menuntut ilmu:
• Ali Imran (3):18
ْ ‫يز‬
‫ِِال َحكي هِم‬ ْ ‫وِالع ْلمِِقَائ ًماِب ْالقسْطِِ َِّۚلِِإ َٰلَهَِِإ َّّلِِه َهو‬
‫ِِالعَز ه‬ ْ ‫ِِوأهوله‬
َ ‫ِِو ْال َم ََلئ َكةه‬
َٰ َ ‫ِِّللاهِِأَنَّهه‬
َ ‫ِِّلِِإلَهَِِإ َّّلِِه َهو‬ َّ َ‫شَهد‬
18. Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan selain Dia; (demikian pula) para malaikat dan orang
berilmu yang menegakkan keadilan, tidak ada tuhan selain Dia, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana.
F. Jual Beli, Riba, dan Ekonomi Islam
1. Al-Qasas (28):77
َِ ‫ّل ۖ ْاْلخ َر ِة َ الد‬
َِّ ‫َّار‬
ِ‫ّللاه آت َاكَِ في َما َوا ْبت َغ‬ ِ َ ‫س َو‬ ِْ ‫سنَِ َك َما َوأَحْ س‬
َِ ‫ن ۖ الدُّ ْنيَا منَِ نَصيبَكَِ ت َ ْن‬ َ ْ‫ّللاه أَح‬
َِّ َِ‫ّل ۖ إلَيْك‬ َ َ‫ن ۖ ْاْل َ ْرضِ في ْالف‬
ِ َ ‫سا ِدَ تَبْغِ َو‬ َِّ ‫ّللاَ إ‬ َِ
َِّ ‫ّل‬
ُِّ‫ال همفسدينَِ يهحب‬ْ ْ
77. Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu, tetapi
janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang yang berbuat kerusakan.
Arti Kandungan:
• Hidup duniawi dan ukhrawi merupakan satu kesatuan. Dunia adalah tempat menanam dan akhirat ada
tempat menuai. Segala sesuatu yang kita tanam selama ini di dunia, akan kita peroleh buahnya di
akhirat kelak. Islam pada hakikatnya tidak mengenal amal dunia dan akhirat.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Ayat di atas menggarisbawahi pentingnya mengarahkan pandangan kepada akhirat sebagai tujuan dan
dunia sebagai sarana untuk mencapai tujuan.
2. Jual beli menurut syara’ adalah suatu perjanjian tukar menukar barang yang mempunyai nilai secara
ridha di antara kedua belah pihak sesuai dengan ketentuan yang telah dibenarkan syara’ dan disepakati.
Firman Allah SWT tentang hukum jual beli:
• Al-Baqarah (2):275
َِ‫ّل الر َبا َيأ ْ هكلهونَِ الَّذين‬ ِ َّ ‫ط ِهه الَّذي َيقهو هِم َك َما إ‬
ِ َ َِ‫ّل َيقهو همون‬ ‫طانهِ َيت َ َخبَّ ه‬ َّ ‫ل ْال َب ْي هِع إنَّ َما قَالهوا بأَنَّ هه ِْم َٰذَلكَِ ۖ ْال َمسِ منَِ ال‬
َ ‫ش ْي‬ ِ‫ل ۖ الر َبا مثْ ه‬ َِّ ‫ْال َب ْي َِع‬
َِّ ‫ّللاه َوأ َ َح‬
‫ن ۖ الربَا َو َح َّر َِم‬ َ ‫ن َم ْوع‬
ِْ ‫ظةِ َجا َء ِهه فَ َم‬ ِْ ‫ى َربهِ م‬ َِٰ ‫ف َما فَلَ ِهه فَا ْنت َ َه‬ َ ‫ّللا إلَى َوأ َ ْم هر ِهه‬
َِ َ‫سل‬ ِْ ‫عا ِدَ َو َم‬
َِّ ۖ ‫ن‬ َٰ ‫ه‬
َ َِ‫ص َحابهِ فَأولَئك‬ ْ َ ‫خَالد هونَِ في َها هه ِْم ۖ النَّارِ أ‬
275. Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri, melainkan seperti berdirinya orang yang
kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan
riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Barang siapa mendapat
peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi
miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barang siapa mengulangi, maka mereka itu penghuni
neraka, mereka kekal di dalamnya.
3. Syarat Jual Beli:
• Adanya keridhaan antara penjual dan pembeli
• Orang yang mengadakan transaksi jual beli seseorang yang dibolehkan untuk menggunakan harta.
Yaitu seorang yang baligh, berakal, dan merdeka.
• Penjual adalah seorang yang memiliki barang yang akan dijual atau yang menduduki kedudukan
kepemilikkan, seperti seorang yang diwakilkan untuk menjual barang.
• Barang yang di jual adalah barang yang mubah (boleh) untuk diambil manfaatnya, seperti menjual
makanan dan minuman yang halal dan bukan barang yang haram seperti menjual khamr (minuman
yang memabukkan), alat musik, bangkai, anjing, babi dan yang lainnya.
• Barang yang dijual/di jadikan transaksi barang yang bisa untuk diserahkan. Dikarenakan jika barang
yang dijual tidak bisa diserahkan kepada pembeli maka tidak sah jual belinya. Seperti menjual barang
yang tidak ada. Karena termasuk jual beli gharar (penipuan). Seperti menjual ikan yang ada air,
menjual burung yang masih terbang di udara.
• Barang yang dijual sesuatu yang diketahui penjual dan pembeli, dengan melihatnya atau memberi tahu
sifat-sifat barang tersebut sehingga membedakan dengan yang lain. Dikarenakan ketidak tahuan
barang yang ditransaksikan adalah bentuk dari gharar.
• Harga barangnya diketahui, dengan bilangan nominal tertentu.
Rukun Jual Beli:
• Ada ijab qabul
• Ada penjual dan pembeli
• Ada barang yang diperjualbelikan
• Ada nilai tukar pengganti barang
4. Sikap yang Harus Dimiliki Penjual:
• Jujur
• Berlaku benar
• Menepati amanat
• Dapat berkhiar
5. Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi 2, yaitu riba utang piutang (untuk transaksi pinjam
meminjam) dan riba jual beli.
a. Riba dalam Transaksi Utang Piutang

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

1. Riba Qardh, yaitu sejumlah kelebihan tertentu yang diminta oleh pihak yang memberi utang
terhadap yang berutang saat mengembalikannya. Misalnya si A bersedia meminjamkan si B
uang sebesar Rp300 ribu, asalkan si B bersedia mengembalikannya sebesar Rp325 ribu.
2. Riba Jahiliyah, yaitu utang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu
membayar utangnya tepat waktu. Misalnya si A meminjam Rp1 juta kepada si B dengan janji
waktu setahun pengembalian utangnya. Setelah jatuh temponya, si A belum bisa
mengembalikan utangnya kepada si B. Maka B mau menambah jangka waktu pengembalian
utang, asalkan si A bersedia memberi tambahan dalam pembayaran utangnya. Sehingga
tanggungan utang si A menjadi berlipat ganda.
b. Riba dalam Transaksi Jual Beli
1. Riba Fadhl, yaitu jual beli dengan cara tukar barang sejenis namun dengan kadar atau takaran
yang berbeda untuk tujuan mencari keuntungan. Misalnya cincin emas 24 karat seberat 5 gram
ditukar dengan emas 24 karat namun seberat 4 gram. Kelebihannya itulah yang termasuk riba.
2. Riba Nasi’ah, (riba karena adanya penundaan). Riba nasi’ah adalah riba yang terjadi karena
adanya pembayaran yang tertunda pada transaksi jual beli dengan tukar menukar barang baik
untuk satu jenis atau berlainan jenis dengan menunda penyerahan salah satu barang yang
dipertukarkan atau kedua-duanya. Misalnya membeli buah-buahan yang masih kecil-kecil di
pohonnya, kemudian diserahkan setelah buah-buahan tersebut besar atau layak dipetik.
6. Sebab Riba Diharamkan:
• Riba mengharuskan pemungutan harta orang lain tanpa diganti
• Riba menghambat seseorang untuk berusaha
• Riba menghilangkan rasa tolong-menolong antarsesama
• Larangan riba telah ditetapkan oleh dalil Nash dan tidak semua hukum yang ditentukan manusia harus
diketahui hikmahnya oleh manusia.
7. Pembagian Riba dengan Contoh:
• Riba Fadli: pertukaran barang sejenis yang tidak sama timbangannya . contoh : Pak Tito menukar dua
gram emas dengan satu gram emas kepada Pak Luthfi.
• Riba Qardi: pinjam meminjam uang atau barang dengan syarat harus memberi kelebihan saat
mengembalikannya. Contoh : Bu Susi memberikan pijaman uang sebesar RP1000.000 kepada Bu
Ami, namun Bu Susi meminta Bu Ami untuk mengambalikan sebesar Rp1500.000.
• Riba Yadi: akad jual beli barang sejenis yang sama timbangannya, namun penjual dan pembeli
berpisah sebelum melakukan serah terima. Contoh : Pak Sani membeli singkong pak Riri yang masih
belum dipanen.
• Riba Nasi’ah: akad jual beli dengan penyerahan barang beberapa waktu kemudian. Contoh :
penjualan barang secara online.
8. Macam Cara Kerja Sama Usaha:
• Musyarakah: akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu dimana masing-
masing pihak memberikan kontribusi dana dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan
ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan.
• Mudharabah: akad kerjasama antara dua pihak di mana pihak pertama (shahibul maal) menyediakan
seluruh modal. Sedangkan pihak lainnya menjadi oengelola. Keuntungan dibagi berdasarkan kontrak
dan kerugian ditanggug oleh pemilik modal selama kerugian bukan diakibatkan oleh kelalaian
pengelola.
• Musaqah: bentuk sederhana dari muzara’ah dimana penggarap hanya bertanggung jawab untuk
menggarap dan oemeliharaan. Sebagai imbalan si penggarap berhak atas nisbah tertentu dari hasil
panen.
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Muzara’ah: kerjasama pengolahan pertanian antara oemilik lahan dengan penggarap laha dimana
pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada di penggarap untuk ditanami dan dipelihara dengan
imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen. Benih tanaman ditanggung pemilik lahan.
• Mukhabarah: kerjasama untuk mengelola lahan pertanian antara pemilik lahan dan pengelola dengan
ketentuan benih ditanggung oleh pengelola.
9. 5 Bank Islam yang Didirikan di Negara-negara:
• Faisal Islamic Bank Mesir
• Dubai Islamic Bank Dubai
• Bank Muamalat Indonesia
• Al-Rajhi Bank Arab Saudi
• Kuwait Finance Hause
10. Cara Bersih dari Riba:
• Wadiah: kontrak dimana seseorang menitipkan sesuatu kepada orang lain.
• Midanabah: Bentuk kerja sama dimana bank mrmberikan pinjaman modal kepada nasabah
• Syirkah: mencampurkan dua bagian atau lebih hingga tidak dapat dibedakan lagi antara bagian yang
satu dengan bagian yang lainnya.
• Murabahah: akad dimana investor menyediakan barang tertentu dan melakukan kontrak untuk
penjualan kembali ke klien dan perjanjian margin yang disepakati.
• Gardhasan: pinjaman tanpa laba
11. Khiyar secara bahasa berarti memilih yang terbaik. Sedangkan secara istilah berarti penjual dan pembeli
boleh memilih antara meneruskan atau mengurungkan jual-belinya. Jenis -jenis khiyar:
• Khiyar Majlis: penjual dan pembeli boleh memilih antara antara meneruskan atau mengurungkan
jual-belinya selama keduanya masih berada ditempat yang sama.
• Khiyar Syarat: khiyar yang dijadikan syarat sewaktu dilakukan akad oleh keduanya atau salah satu
dari keduanya.
• Khiyar Aibi: pembeli diperbolehkan mengambalikan barang yang dibelinya dan si penjualan boleh
menerimanya apabila barang yang dibelinya terdapat cacat yang mengurangi nilainya.
12. Utang-piutang adalah menyerahkan harta dan benda kepada seseorang catatan akan dikembalikan pada
waktu kemudian.
Rukun Utang-piutang:
• Yang berpiutang dan yang berutang
• Ada harta dan barang
• Ada akad
• Al-Baqarah (2):280

280. Dan jika (orang berutang itu) dalam kesulitan, maka berilah tenggang waktu sampai dia memperoleh
kelapangan. Dan jika kamu menyedekahkan, itu lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

13. Sewa-menyewa (ijarah) adalah imbalan yang harus diterima oleh seseorang atas jasa yang telah
diberikannya.
• At-Talaq (65):6
6. Tempatkanlah mereka (para istri) di mana kamu bertempat tinggal menurut kemampuanmu dan
jangan lah kamu menyusahkan mereka untuk menyempitkan (hati) mereka. Dan jika mereka (istri-istri
yang sudah ditalak) itu sedang hamil, maka berikanlah kepada merekanafkahnya sampai mereka
melahirkan, kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu maka berikanlah imbalannya kepada
mereka; dan musyawarahkanlah diantara kamu (segala sesuatu)dengan baik; dan jika kamu menemui
kesulitan, maka perempuan lain boleh meyusukan (anak itu) untuknya.
Syarat dan Rukun Sewa-menyewa:
• Orang yang menyewakan dan orang yang menyewa haruslah telah baligh dan berakal.
• Sewa-menyewa harus dilangsungkan atas kemauan masing-masing
• Barang tersebut mennjadi hak sepenuhnya dari orang yang menyewakan atau walinya
• Manfaat yang akan diambil dari sewa-menyewa adalah barang tersebut harus diketahui secara jelas
oleh kedua belah pihak.
• Ditentukan terlebih dahulu barang serta keadaan dan sifat-sifatnya
• Berapa lama memanfaatkan barang tersebut harus disebutkan dengan jelas
• Harga sewa dan cara pembayarannya harus ditentukan dengan jelas.
14. Prinsip utamaya adalah ta’awunu ‘ala al birr wa al-taqwa (tolong-menolonglah kamu sekalian dalam
kebaikan dan takwa) dan al-ta’min (rasa aman).

Dalil Naqli

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Wahai orang-orang beriman! janganlah kamu melanggar syiar-syiar Allah , dan janganlah (melanggar
kehormatan) bulan-bulan haram,jangan haydu (hewan-hewan qurban) dan qala’id (hewanhewan qurban
yang diberi tanda)dan jangan (pula)mengganggu orang-orang yang mengunjungi Baitulharam; mereka
mencari karunia dan keridhaan Tuhannya. Tetapi apabila kamu telah menyelesaikan ihram , maka
bolehlah kamu berburu. Jangan sampai kebencian (mu) kepada suatu kaum karena mereka menghalang-
halangimu dari Masjidilharam , mendorongmu berbuat melampaui batas (kepada mereka). dan tolong-
menolonglah kamu dalam(mengerjakan) kebajikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dan
berbuat dosa dan permusuhan . bertakwalah kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksaan-Nya.
Prinsip Dasarnya:
• Tauhid (unity)
• Keadilan (justice)
• Tolong-menolong (ta’awun)
• Kerjasama (coorperation)
• Amanah (trustworthy)
• Kerelaan (al-ridha)
• Larangan riba
• Larangan maisir (judi)
• Larangan gharar (ketidakpastian)
15. Perjanjian:
• Syariah: Memakai akad hibah dengan konsep saling menolong, sama-sama gak mengharap imbalan.
• Konvensional: Mirip transaksi jual-beli, sama-sama berharap bisa ambil untung sebesarnya dan rugi
sekecilnya.
Dana:
• Syariah: Dana dimiliki semua peserta asuransi. Perusahaan hanya menjadi pengelola dana, gak punya
hak memiliki.
• Konvensional: Dana premi yang dibayarkan jadi milik perusahaan karena konsepnya jual-beli,
sehingga bebas mau dipakai buat apa pun asal sesuai dengan perjanjian.
Pengelolaan Dana:
• Syariah: Dana semaksimal mungkin diolah untuk keuntungan peserta asuransi. Pengelolaannya juga
lebih transparan.
• Konvensional: Perusahaan secara sepihak menetapkan premi dan biaya lain, misalnya administrasi,
untuk mendapat keuntungan sebesar-besarnya.
Bagi Hasil:
• Syariah: Keuntungan yang didapat dari pengelolaan dana asuransi akan dibagi untuk semua peserta
dan perusahaan asuransi secara merata.
• Konvensional: Keuntungan dari kegiatan asuransi sepenuhnya jadi milik
Ada Zakat:
• Syariah: Peserta wajib membayar zakat yang diambil dari jumlah keuntungan perusahaan.
• Konvensional: Tak ada zakat.
Pengawasan Dana:
• Syariah: Ada Dewan Pengawas Syariah (DPS) di tiap perusahaan berbasis syariah, termasuk
perusahaan asuransi. Tugasnya mengawasi perusahaan itu untuk selalu menaati prinsip syariah dalam
mengelola dana asuransi. DPS bertanggung jawab kepada Majelis Ulama Indonesia (MUI).

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

• Konvensional: Pengawasan dana dilakukan secara internal oleh manajemen, gak ada pihak luar yang
bisa masuk.
Status Dana:
• Syariah: Dana yang disetor peserta asuransi bisa diambil kalau dalam perjalanannya gak sanggup
lanjut bayar. Hanya ada potongan kecil berupa dana tabarru.
• Konvensional: Kalau gak sanggup bayar premi, seluruh dana yang sudah disetor statusnya hangus alias
jadi milik perusahaan.
Jenis Investasi:
• Syariah: Dana asuransi unit link hanya boleh diinvestasikan ke bidang yang gak dinilai haram.
Investasi ke perusahaan yang berkaitan dengan judi, misalnya, dilarang.
• Konvensional: Dana bebas diasuransikan di bidang mana pun, asal itu berpotensi mendatangkan
keuntungan.
G. Pernikahan Dalam Islam
1. Nikah berdasarkan bahasa, berasal dari bahasa Arab adapun menurut bahasa Indonesia biasanya
diterjemahkan dalam arti kawin atau perkawinan. Jadi, nikah berdasarkan bahasa memiliki arti yaitu
menjodohkan, mengumpulkan dan menggabungkan. Sementara pengertian dari nikah berdasarkan istilah
dari syariat Islam yaitu akad untuk menghalalkan sebuah hubungan atau pergaulan di antara perempuan
dan laki-laki yang tak terdapat hubungan Mahram dengan adanya akan maka terbentuklah hak beserta
kewajiban pada kedua insan tadi.
2. Kompilasi Hukum Islam merumuskan bahwa tujuan pernikahan adalah “untuk mewujudkan kehidupan
rumah tangga yang sakinah,mawaddah, dan warahmah: yaitu rumah tangga yang tentram, penuh kasih
saying, serta bahagia lahir dan batin. Rumusan ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS. Ar-
Ruum(30) ayat 21.

3. a. Wajib
Hukum menikah menjadi wajib bagi orang yang secara jasmaninya sudah layak untuk menikah, secara
rohaninya sudah dewasa dan matang serta memiliki biaya untuk menikah dan menghidupi keluarganya.
Bila ia tidak menikah dikhawatirkan terjerumus pada perbuatan Zina, maka hukukm menikah baginya
adalah wajib.
b. Sunah
Jumhur ulama sepakat bahwa hukum asal pernikahan adalah sunah. Mereka beralasan antara lain pada
firman Allah Swt berikut ini:
“Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak
(menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan, Jika mereka miskin Allah akan
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

memberi kemampuan kepada mereka dengan karunia-Nya, dan Allah Mahaluas (pemberiannya), Maha
Mengetahui.” (QS. An-Nur: 32)
Rasulullah Saw Bersabda:
“Wahai para pemuda, siapa dari kamu yang sudah mempunyai kemampuan untuk menikah, maka
meikahlah, karena menikah itu lebih memelihara pandangan mata dan lebih mengendalikan hawa nafsu.
siapa yang belum memiliki kemampuan , hendaklah ia berpuasa , karena puasa merupakan penjagaan
baginya.” (Muttafaq ‘alaih)
c. Mubah (boleh)
Hukum menikah menjadi mubah atau boleh bagi orang yang tidak mempunyai faktor pendorong atau
faktor yang melarang untuk menikah. ini berasal pada umumnya ayat dan hadist yang menganjurkan
untuk menikah.
d. Makruh
Hukum menikah menjadi makruh bagi orang (laki-laki) yang secara jasmaninya sudah layak untuk
menikah, kedewasaan rohaninya sudah matang, tetapi tidak mempunyai biaya untuk menikah dan bekal
hidup berumah tangga. Orang seperti ini dianjurkan untuk tidak terlebih dahulu menikah dan
mengendalikan hawa nafsunya dengan puasa. karena secara lahiriyah pernikahan baginya akan
membawa kesengsaraan atau bencana, baik bagi dirinya, istri dan anak-anaknya.
e. Haram
Hukum menikah menjadi haram bagi laki-laki yang menikahi wanita dengan maksud menyakiti dan
mempermainkannya. pernikahan seperti ini sah menurut syari’at jika terpenuhi syarat dan rukunnya.
Akan tetapi, pernikahan seperti ini berdosa di hadapan Allah karena tujuannya buruk.
4. Ibu-ibu kalian
Anak-anak perempuan kalian
Saudara-saudara perempuan kalian
Saudara-saudara perempuan dari ayah kalian
Saudara-saudara perempuan ibu
Anak-anak perempuan dari saudara laki-laki
Anak perempuan dari saudara perempuan
ibu yang menyusui kalian
Saudara perempuan dari ibu sepersusuan
Ibu istri-istri kalian (Mertua)
Anak-anak dari istri yang sudah kalian campuri
Istri-istri dari anak-anak kandung (Menantu)

5. Rukun Nikah
 Pengantin lelaki (Calon Suami)
 Pengantin perempuan (Calon Isteri)
 Adanya Wali
 Dua orang saksi lelaki
 Ijab dan Qabul (akad nikah)
Syarat bakal suami
 Islam
 Lelaki yang tertentu
 Bukan mahram dengan bakal isteri
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Dengan kerelaan sendiri (tidak sah jika dipaksa)
 Mengetahui wali yang sah bagi akad nikah tersebut

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

 Mengetahui bahawa perempuan itu boleh dan sah dinikahi


 Tidak mempunyai empat orang isteri yang sah dalam satu masa.
Syarat bakal istri
 Islam
 Bukan seorang khunsa
 Perempuan yang tertentu
 Tidak dalam keadaan idah
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Dengan rela hati (bukan dipaksa kecuali anak gadis))
 Bukan perempuan mahram dengan bakal suami
 Bukan isteri orang atau masih ada suami
Syarat wali
 Adil
 Islam
 Baligh
 Lelaki
 Merdeka
 Tidak fasik, kafir atau murtad
 Bukan dalam ihram haji atau umrah
 Waras – tidak cacat akal fikiran atau gila
 Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan
 Tidak muflis atau ditahan kuasa atas hartanya.
Syarat saksi
 Islam
 Lelaki
 Baligh
 Berakal
 Merdeka
 Sekurang-kurangya dua orang
 Memahami kandungan lafaz ijab dan qabul
 Dapat mendengar, melihat dan bercakap (tidak buta, bisu atau pekak)
 Adil (Tidak melakukan dosa besar dan tidak berterusan melakukan dosa-dosa kecil)
 Bukan tertentu yang menjadi wali.
Syarat ijab
 Pernikahan hendaklah dengan perkataan nikah atau dengan perkataan yang sama maksudnya secara
terang dan tepat.
 Tidak diikatkan dengan tempoh waktu tertentu (seperti ikatan perkahwinan yang dijanjikan dan
dipersetujui dalam tempoh tertentu dalam nikah kontrak/mutaah)
 Tidak secara taklik. Tiada sebutan prasyarat sewaktu ijab (lafaz akad) dilafazkan
 Tidak boleh menggunakan perkataan kiasan dan sindiran.
 Dilafazkan oleh wali atau wakilnya
Syarat qabul
 Lafaz Qabul (terima) hendaklah sesuai dengan lafaz ijab
 Hendaklah terang dan nyata, bukan kiasan.
 Dilafazkan oleh bakal suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)
 Tidak diikatkan atau mengandungi perkataan yang terbatas tempoh waktunya
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

 Tidak secara taklik (tiada sebutan prasyarat sewaktu qabul dilafazkan)


 Menyebut nama bakal isteri
6. Nikah syighar
Adalah seorang laki-laki menikahkan anak perempuan, saudara perempuan atau budak perempuannya
kepada seorang laki-laki dengan syarat laki-laki tersebut menikahkan anak perempuan, saudara
perempuan atau budak perempuannya kepadanya, baik ketika adanya maskawin maupun tanpa
maskawin dalam kedua pernikahan tersebut
Nikah Muhallil
Nikah muhallil adalah seorang laki-laki (perantara) yang menikahi seorang perempuan yang sudah
dicerai oleh suaminya sebanyak tiga kali, (setelah menikahi) kemudian menceraikannya dengan tujuan
agar suami yang pertama dapat menikahinya kembali.
Nikah Mut’ah
Adalah seorang lelaki yang menikahi seorang perempuan untuk waktu tertentu –sehari, dua hari atau
lebih– dengan memberikan imbalan kepada pihak perempuan berupa harta atau lainnya
Nikah Sirri
Pernikahan yang tidak diketahui oleh siapapun dan tidak ada wali dari wanita. Pada hakiktnya ini adalah
zina karena tidak memenuhi syarat sahnya nikah.
7. Perkawinan dalam UU RI No. 1 Tahun 1974
Di Indonesia masalah perkawinan diatur dalam UU Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang mulai
diundangkan pada tanggal 2 januari 1974. Undang-undang tersebut dibuat dengan mempertimbangkan
bahwa falsafah Negara Republik Indonesia adalah Pancasila, maka perlu dibuat undang-undang
perkawinan yang berlaku bagi semua warga negara . Bagi umat islam di Indonesia, undang-undang
tersebut meskipun tidak sama persis dengan hukum pernikahaan di dalam fikih islam, namun dalam
pembuatannya telah di cermati secara mendalam sehingga tidak bertentangan dengan hukum islam.
Untuk kelancaran pelaksanaan undang-undang perkawinan tersebut pemerintah telah mengeluarkan
peraturan Pemerintah Republik Indonesia No .9 tahun 1975. Peraturan pemerintah tersebut terdiri atas
10 bab dan 49 pasal yang ditetapkan di Jakarta pada April 1975. Dengan adanya undang-undang
perkawinan No. 1 Tahun 1974 dan peraturan Pemerintah No. 9 tahun 1975, diharapkan masalah-masalah
yang berhubungan dengan perkawinan di Indonesia akan dapat teratasi.
8. Hak Bersama Suami Istri
 Suami istri, hendaknya saling menumbuhkan suasana mawaddah dan rahmah. (Ar-Rum: 21)
 Hendaknya saling mempercayai dan memahami sifat masing-masing pasangannya. (An-Nisa’: 19 – Al-
Hujuraat: 10)
 Hendaknya menghiasi dengan pergaulan yang harmonis. (An-Nisa’: 19)
 Hendaknya saling menasehati dalam kebaikan. (Muttafaqun Alaih)
Adab Suami Kepada Istri .
 Suami hendaknya menyadari bahwa istri adalah suatu ujian dalam menjalankan agama. (At-aubah: 24)
 Seorang istri bisa menjadi musuh bagi suami dalam mentaati Allah clan Rasul-Nya. (At-Taghabun: 14)
 Hendaknya senantiasa berdo’a kepada Allah meminta istri yang sholehah. (AI-Furqan: 74)
 Diantara kewajiban suami terhadap istri, ialah: Membayar mahar, Memberi nafkah (makan, pakaian,
tempat tinggal), Menggaulinya dengan baik, Berlaku adil jika beristri lebih dari satu. (AI-Ghazali)
 Jika istri berbuat ‘Nusyuz’, maka dianjurkan melakukan tindakan berikut ini secara berurutan: (a)
Memberi nasehat, (b) Pisah kamar, (c) Memukul dengan pukulan yang tidak menyakitkan. (An-Nisa’:
34) … ‘Nusyuz’ adalah: Kedurhakaan istri kepada suami dalam hal ketaatan kepada Allah.
 Orang mukmin yang paling sempurna imannya ialah, yang paling baik akhlaknya dan paling ramah
terhadap istrinya/keluarganya. (Tirmudzi)
 Suami tidak boleh kikir dalam menafkahkan hartanya untuk istri dan anaknya.(Ath-Thalaq: 7)
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

 Suami dilarang berlaku kasar terhadap istrinya. (Tirmidzi)


 Hendaklah jangan selalu mentaati istri dalam kehidupan rumah tangga. Sebaiknya terkadang menyelisihi
mereka. Dalam menyelisihi mereka, ada keberkahan. (Baihaqi, Umar bin Khattab ra., Hasan Bashri)
 Suami hendaknya bersabar dalam menghadapi sikap buruk istrinya. (Abu Ya’la)
 Suami wajib menggauli istrinya dengan cara yang baik. Dengan penuh kasih sayang, tanpa kasar dan
zhalim. (An-Nisa’: 19)
 Suami wajib memberi makan istrinya apa yang ia makan, memberinya pakaian, tidak memukul
wajahnya, tidak menghinanya, dan tidak berpisah ranjang kecuali dalam rumah sendiri. (Abu Dawud).
 Suami wajib selalu memberikan pengertian, bimbingan agama kepada istrinya, dan menyuruhnya untuk
selalu taat kepada Allah dan Rasul-Nya. (AI-Ahzab: 34, At-Tahrim : 6, Muttafaqun Alaih)
 Suami wajib mengajarkan istrinya ilmu-ilmu yang berkaitan dengan wanita (hukum-hukum haidh,
istihadhah, dll.). (AI-Ghazali)
 Suami wajib berlaku adil dan bijaksana terhadap istri. (An-Nisa’: 3)
 Suami tidak boleh membuka aib istri kepada siapapun. (Nasa’i)
 Apabila istri tidak mentaati suami (durhaka kepada suami), maka suami wajib mendidiknya dan
membawanya kepada ketaatan, walaupun secara paksa. (AIGhazali)
 Jika suami hendak meninggal dunia, maka dianjurkan berwasiat terlebih dahulu kepada istrinya. (AI-
Baqarah: ?40)
Adab Isteri Kepada Suami
 Hendaknya istri menyadari clan menerima dengan ikhlas bahwa kaum laki-Iaki adalah pemimpin kaum
wanita. (An-Nisa’: 34)
 Hendaknya istri menyadari bahwa hak (kedudukan) suami setingkat lebih tinggi daripada istri. (Al-
Baqarah: 228)
 Istri wajib mentaati suaminya selama bukan kemaksiatan. (An-Nisa’: 39)
 Diantara kewajiban istri terhadap suaminya, ialah:
 Menyerahkan dirinya,
 Mentaati suami,
 Tidak keluar rumah, kecuali dengan ijinnya,
 Tinggal di tempat kediaman yang disediakan suami
 Menggauli suami dengan baik. (Al-Ghazali)
 Istri hendaknya selalu memenuhi hajat biologis suaminya, walaupun sedang dalam kesibukan. (Nasa’ i,
Muttafaqun Alaih)
 Apabila seorang suami mengajak istrinya ke tempat tidur untuk menggaulinya, lalu sang istri
menolaknya, maka penduduk langit akan melaknatnya sehingga suami meridhainya. (Muslim)
 Istri hendaknya mendahulukan hak suami atas orang tuanya. Allah swt. mengampuni dosa-dosa seorang
Istri yang mendahulukan hak suaminya daripada hak orang tuanya. (Tirmidzi)
 Yang sangat penting bagi istri adalah ridha suami. Istri yang meninggal dunia dalam keridhaan suaminya
akan masuk surga. (Ibnu Majah, TIrmidzi)
 Kepentingan istri mentaati suaminya, telah disabdakan oleh Nabi saw.: “Seandainya dibolehkan sujud
sesama manusia, maka aku akan perintahkan istri bersujud kepada suaminya. .. (Timidzi)
 Istri wajib menjaga harta suaminya dengan sebaik-baiknya. (Thabrani)
 Istri hendaknya senantiasa membuat dirinya selalu menarik di hadapan suami(Thabrani)
 Istri wajib menjaga kehormatan suaminya baik di hadapannya atau di belakangnya (saat suami tidak di
rumah). (An-Nisa’: 34)
 Ada empat cobaan berat dalam pernikahan, yaitu: (1) Banyak anak (2) Sedikit harta (3) Tetangga yang
buruk (4) lstri yang berkhianat. (Hasan Al-Bashri)

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

 Wanita Mukmin hanya dibolehkan berkabung atas kematian suaminya selama empat bulan sepuluh hari.
(Muttafaqun Alaih)
 Wanita dan laki-laki mukmin, wajib menundukkan pandangan mereka dan menjaga kemaluannya. (An-
Nur: 30-31)
9. Hikmah pernikahan dalam Islam:
o Terciptanya hubungan antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram, dalam ikatan suci yang
halal dan diridai Allah Swt.
o Mendapatkan keturunan yang sah dari hasil pernikahan
o Terpeliharanya kehormatan suami dan istri dari perbuatan zina
o Terjalinnya kerja sama antara suami dan istri dalam mendidik anak dan menjaga kehidupannya
o Terjalinnya silaturahim antarkeluarga besar pihak suami dan pihak istri
10. Firman Allah Swt. tentang pernikahan: Q.S. Ar-Rum/30 : 21
‫يَتَفَ َّك ُرونَ ِلقَوم ََليَات َٰذَلِكَ فِي ِإ َّن ۚ َو َرح َمةً َم َودَّة ً بَينَ ُكم َو َجعَ َل ِإلَي َها ِلت َس ُكنُوا أَز َوا ًجا أَنفُ ِس ُكم مِ ن لَ ُكم َخلَقَ أَن آيَاتِ ِه َومِ ن‬
“Dan di antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan pasangan-pasangan untukmu dari
jenismu sendiri, agar kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan Dia menjadikan di antaramu
rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda
(Kebesaran Allah Swt.) bagi kaum yang berpikir.”
Ayat tersebut menunjukkan bahwa salah satu dari tujuan menikah adalah untuk mendapatkan
ketenangan dan ketenteraman hidup.
11. Penjelasan mengenai talak dan firman Allah Swt. terkait:
a) Pengertian
Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan
dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan halal tetapi sangat
dibenci oleh Allah Swt. (HR. Abu Daud)
b) Q.S. At-Talaq/65 : 1
‫ي أ َ ُّي َها َيا‬
ُّ ‫طلَّقت ُ ُم ِإذَا ال َّن ِب‬ َ ‫سا َء‬ ِ ‫ط ِلقُوه َُّن‬
َ ‫الن‬ َ َ‫صوا ِل ِعدَّ ِت ِه َّن ف‬ُ ‫ّللاَ َواتَّقُوا ۖ ال ِعدَّة َ َوأَح‬
َّ ‫ِبفَاحِ شَة َيأتِينَ أَن ِإ َّل َيخ ُرجنَ َو َل بُيُو ِت ِه َّن مِ ن تُخ ِر ُجوه َُّن َل ۖ َر َّب ُكم‬
‫ّللاِ ُحدُودُ َوتِلكَ ۚ ُمبَ ِينَة‬ َّ ‫ظلَ َم فَقَد‬
َّ ۚ ‫ّللاِ ُحد ُودَ يَت َ َعدَّ َو َمن‬ َ ُ ‫سه‬
َ ‫ّللاَ لَ َع َّل ت َد ِري َل ۚ نَف‬ ُ ‫أَم ًرا َٰذَلِكَ بَعدَ يُحد‬
َّ ‫ِث‬
“Hai Nabi, apabila kamu menceraikan isteri-isterimu maka hendaklah kamu ceraikan mereka pada
waktu mereka dapat (menghadapi) iddahnya (yang wajar) dan hitunglah waktu iddah itu serta
bertakwalah kepada Allah Tuhanmu. Janganlah kamu keluarkan mereka dari rumah mereka dan
janganlah mereka (diizinkan) ke luar kecuali mereka mengerjakan perbuatan keji yang terang. Itulah
hukum-hukum Allah dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, maka sesungguhnya dia
telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri. Kamu tidak mengetahui barangkali Allah mengadakan
sesudah itu sesuatu hal yang baru.“
c) Berbagai hukum talak
o Talak haram/bid’ah : haram untuk dilakukan. Diantaranya, talak yang dijatuhkan saat istri sedang
dalam keadaan haid atau dalam masa nifas, saat istri dalam kondisi suci tetapi telah disetubuhi, saat
suami dalam kondisi sakit dengan tujuan agar sang istri tidak mendapat hak atas hartanya, dan mentalak
istri dengan menggunakan talak tiga sekaligus.
o Talak makruh : Apabila seorang suami mentalak istrinya tanpa sebab apapun, padahal sang istri
berkelakuan baik, akhlaknya mulia dan memiliki ilmu agama
o Talak wajib : bila mendapati kondisi dimana pertikaian antara suami istri sudah tak mungkin lagi
didamaikan, masing-masing pihak juga gagal mencapai mufakat untuk mendamaikan rumah tangga
mereka, atau hakim menganggap lebih baik untuk dijatuhkan talak, atau ada kondisi yang bila suami
tidak mentalak malah menjerumuskan mereka pada dosa.
o Talak sunnah : apabila suami tidak mampu memberi nafkah baik lahir ataupun batin, atau istri tidak
mampu menjaga kehormatan dirinya dan suaminya, atau istri tidak mengindahkan segala perkara wajib

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

yang harus dilakukan, seperti shalat lima waktu, puasa dan amalan wajib lainnya, sedangkan dia sulit
untuk dinasihati.
o Talak mubah : apabila mendapati kondisi istri yang akhlaknya tidak terjaga dan bisa memberi efek
negatif terhadap suami dan keluarga jika terus bersama dirinya, dan tujuan dari pernikahan juga sulit
dicapai dengan kondisi tersebut
d) Macam-macam sebab talak
o Ila' yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya.
o Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4 kali
dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata: "Laknat Allah swt atas diriku jika tuduhanku itu dusta".
Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4 kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt,
atas diriku bila tuduhan itu benar".
o Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti:
"Engkau seperti punggung ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam
o Khulu' (talak tebus), yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada
suami. Talak tebus biasanya atas kemauan istri. Penyebab talak antara lain:
- Istri sangat benci kepada suami.
- Suami tidak dapat memberi nafkah.
- Suami tidak dapat membahagiakan istri.
o Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu, yaitu:
Karena rusaknya akad nikah seperti:
o Diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.
o Salah seorang suami/istri keluar dari ajaran Islam.
o Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk Islam.
Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti:
o Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata penjahat.
o Suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah tangga.
o Suami dinyatakan hilang.
o Hadhonah, artinya mengasuh dan mendidik anak yang masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka
yang berhak mengasuh anaknya adalah:
o Ketika masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
o Jika si ibu telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.

12. Macam-macam talak:


a) Talak Raj'i, yaitu talak dimana suami boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak raj’I
ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk
kepada istri yang telah ditalaknya selam masih dalam masa iddah.
b) Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi 2 macam, yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.
o Talak bain sughro, yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan talak khuluk
(karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk dengan cara akad nikah lagi baik dalam masa iddah
atau sudah habis masa iddahnya.
o Talak bain kubro, yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam waktu yang
berbeda. Dalam talak ini suami tidak boleh rujuk atau menikah dengan bekas istri kecuali dengan syarat:
- Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
- Telah dicampuri dengan suami yang baru.
- Telah dicerai dengan suami yang baru.
- Telah selesai masa iddahnya setelah dicerai suami yang baru.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

13. Rukun talak:


a) Rukun talak
o Yang menjatuhkan talak (suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
o Yang dijatuhi talak adalah istrinya.
o Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).
b) Cara dan Lafaz
o Cara sharih, misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara
sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih, maka jatuhlah
talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
o Cara kinayah, misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan
orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan niat. Jadi
kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya,
maka talaknya tidak jatuh.
c) Lafal dan bilangan talak
Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan kata-kata yang jelas atau dengan kata-kata sindiran.
Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum
habis masa idahnya dan apabila masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi (QS. Al-
Baqarah : 229).
Pada talak 3 suami tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya itu nikah dengan laki-
laki lain dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu.

14. Penjelasan tentang rujuk dan firman Allah terkait:


Rujuk menurut bahasa artinya kembali atau pulang. Menurut istilah ialah kembalinya suami istri pada
ikatan perkawinan setelah terjadi talak raj'i dan masih dalam masa iddah dengan syarat-syarat tertentu.
Dasar hukum rujuk adalah Q.S. Al-Baqarah/2 : 228.
ُ‫طلَّقَات‬
َ ‫ّللاُ َخلَقَ َما يَكتُمنَ أَن لَ ُه َّن يَحِ ُّل َو َل ۚ قُ ُروء ث َ ََلثَةَ بِأَنفُ ِس ِه َّن يَت ََربَّصنَ َوال ُم‬
َّ ‫اّللِ يُؤمِ َّن ُك َّن ِإن أَر َحامِ ِه َّن فِي‬
َّ ِ‫َوبُعُولَت ُ ُه َّن ۚ اَلخِ ِر َواليَو ِم ب‬
َ َٰ َ َّ
‫علَي ِه َّن الذِي مِ ث ُل َولَ ُه َّن ۚ إِص ََل ًحا أ َرادُوا إِن ذَلِكَ فِي بِ َر ِده َِّن أ َح ُّق‬ ِ ‫علَي ِه َّن َول‬
َ ِ‫ِلر َجا ِل ۚ بِال َمع ُروف‬ َّ ‫ع ِزيز َو‬
َ ‫ّللاُ ۗ دَ َر َجة‬ َ ‫َحكِيم‬
“Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Tidak boleh mereka
menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan
hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para
suami) menghendaki ishlah. Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya
menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.”

15. Hukum dan rukun rujuk:


a) Hukum:
o Mubah, adalah asal hukum rujuk.
o Haram, apabila si istri dirugikan serta lebih menderita dibanding sebelum rujuk.
o Makruh, bila diketahui meneruskan perceraian lebih bermanfaat.
o Sunnah, bila diketahui rujuk lebih bermanfaat dibanding meneruskan perceraian.
o Wajib, khusus bagi laki-laki yang beristri lebih dari satu.
b) Rukun:
o Istri, syaratnya : pernah digauli, talaknya talak raj'i (bukan talak tiga) dan masih dalam masa iddah.
o Suami, syaratnya : Islam, berakal sehat, dan tidak terpaksa.
o Sighat (lafaz rujuk). Lafaz yang menunjukkan maksud rujuk, misalnya kata suami “aku rujuk
engkau” atau “aku kembalikan engkau kepada nikahku”.
o Saksi, yaitu 2 orang laki-laki yang adil.
c) Syarat dan ketentuan:
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

o Istri yang ditalak telah disetubuhi sebelumnya. Jika suami menceraikan (talak)) istrinya yang belum
pernah disetubuhi, maka suami tersebut tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah persetujuan (ijma)
para ulama
o Talak yang dijatuhkan bukan merupakan talak tiga (talak raj‟i).
Apabila seorang suami telah menjatuhkan/menceraikan istrinya sebanyak tiga kali (Talak Tiga), maka ia
tedak boleh merujuk kembali istrinya kecuali setelah adanya 5 syarat, yaitu:
- Telah berakhir masa menunggu (iddah) sang perempuan dari suami yang mentalaknya
- Istri tersebut telah dinikahi oleh laki-laki lain dengan perkawinan yang sah
- Suami yang lain (Suami kedua) telah mencampurinya
- Pernikahannya dengan suami kedua telah rusak atau suami keduanya telah menjatuhkan talak bain
kepadanya
- Telah habisnya masa iddah atau masa menunggu bagi sang istri dari suami yang kedua
o Talak yang terjadi tanpa tebusan. Jika dengan tebusan, maka istri menjadi talak bain atau tidak dapat
merujuk lagi istrinya.
o Rujuk dilakukan pada masa menunggu atau masa iddah dari sebuah pernikahan yang sah. Jika masa
menunggu (iddah) istri telah habis, maka suami tidak berhak untuk merujuknya. Ini adalah ijma para
ulama.
d) Ketentuan masa iddah:
Terdapat beberapa jenis masa iddah, tergantung pada kondisi wanita. Ketentuan masa iddah bagi wanita
yang diceraikan adalah sebagai berikut:
Wanita yang dicerai dengan talak raj’i
o Wanita yang masih haid: masa iddahnya adalah tiga kali haid
o Wanita yang tidak haid, baik karena belum haid maupun sudah menopause: masa iddahnya adalah
tiga bulan
o Wanita hamil: masa iddahnya adalah sampai melahirkan
o Wanita yang terkena darah istihadhah (darah selain haid dan melahirkan): sampai tiga kali haid
Wanita yang ditalak tiga (talak bain): Wanita yang telah di talak tiga hanya menunggu sekali haid
saja untuk memastikan dia tidak sedang hamil.
Wanita yang menggungat cerai (khulu’): masa iddahnya adalah sekali haid
* Misalnya, apabila seorang suami mentalak istrinya yang masih aktif haid, kemudian sebelum masa
‘iddahnya selesai, sang suami meninggal dunia. Wanita seperti ini memiliki dua keadaan:
- Apabila talak tersebut masih talak raj’i (talak satu dan dua), maka masa ‘iddah yang wajib
diselesaikan oleh wanita ini bukan lagi dengan hitungan tiga kali haidh tapi sudah berpindah ke ‘iddah
wanita yang ditinggal mati oleh suaminya yaitu empat bulan sepuluh hari. Karena statusnya masih tetap
sebagai istri.
- Apabila talak tersebut talak tiga (talak bâ`in), maka ia tetap hanya menyempurnakan sekali haidh
saja dan tidak berubah ke ‘iddah wanita yang ditinggal mati suaminya. Karena hubungan sebagai suami
istri telah terputus sejak talak tiga itu sah.
16. Pembahasan talak dan rujuk dijelaskan dari nomor 11 s.d. 15

H. MAWARIS DALAM ISLAM


1. . Pengertian mawaris, ilmu mawaris, dan dalilnya:
Mawaris merupakan serangkaian kejadian mengenai pengalihan kepemilikan harta benda dari seorang
yang meninggal dunia kepada seseorang yang masih hidup. Dengan demikian
Ilmu yang membahas tentang mawaris disebut dengan ilmu mawaris atau ilmu faraidh. Ilmu ini
diberikan status hukum oleh Allah Swt. sebagai ilmu yang sangat penting karena merupakan ketentuan

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Allah Swt. dalam firman-Nya yang sudah terinci sedemikian rupa, terutama mengenai ketentuan
pembagian harta warisan.
o Dalil Al Qur an
a) Q.S. An-Nisa/4:7
‫ِلر َجا ِل‬ِ ‫َصيب ل‬ ِ َ‫ساءِ َواْلَق َربُونَ ال َوا ِلد‬
ِ ‫ان ت ََركَ مِ َّما ن‬ َ ِ‫َصيب َولِلن‬ ِ َ‫َصيبًا ۚ َكث ُ َر أَو مِنهُ قَ َّل مِ َّما َواْلَق َربُونَ ال َوا ِلد‬
ِ ‫ان ت ََركَ مِ َّما ن‬ ِ ‫َمف ُروضًا ن‬
“Bagi orang laki-laki ada hak bagian dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, dan bagi orang
wanita ada hak bagian (pula) dari harta peninggalan ibu-bapa dan kerabatnya, baik sedikit atau banyak
menurut bahagian yang telah ditetapkan.”
b) Q.S. An-Nisa/4:11
‫ُوصي ُك ُم‬ َّ ‫سا ًء ُك َّن فَإِن ۚ اْلُنث َ َيي ِن َح ِظ مِ ث ُل لِلذَّك َِر ۖ أَو َل ِد ُكم فِي‬
ِ ‫ّللاُ ي‬ َ ِ‫ف فَلَ َها َواحِ دَة ً كَانَت َو ِإن ۖ ت ََركَ َما ثُلُثَا فَلَ ُه َّن اثنَت َي ِن فَوقَ ن‬ ُ ‫َو ِْل َ َب َوي ِه ۚ النِص‬
‫ُس مِ ن ُه َما َواحِ د ِل ُك ِل‬
ُ ‫سد‬ ُ
ُّ ‫ث فَ ِِل ِم ِه أَبَ َواهُ َو َو ِرثَهُ َولَد لَهُ يَ ُكن لَم فَإِن ۚ َولَد لَهُ َكانَ ِإن ت ََركَ مِ َّما ال‬ ُ
ُ ُ‫ُس فَ ِِل ِم ِه إِخ َوة لَهُ َكانَ فَإ ِن ۚ الثُّل‬
ُ ‫سد‬
ُّ ‫مِ ن ۚ ال‬
‫صيَّة بَع ِد‬ ِ ‫ُوصي َو‬ َ َ َ َ
ِ ‫ضة ۚ نَفعًا لَ ُكم أق َربُ أيُّ ُهم ت َد ُرونَ َل َوأبنَا ُؤ ُكم آبَا ُؤكُم ۗ دَين أو بِ َها ي‬ ً َ ‫ّللاِ مِ نَ فَ ِري‬ َّ ۗ ‫ّللاَ إِ َّن‬
َّ َ‫علِي ًما َكان‬
َ ‫َحكِي ًما‬
“Allah mensyari'atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu: bahagian
seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya
perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak
perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi
masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;
jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya
mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat
seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan)
sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di
antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah.
Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
c) Q.S. An-Nisa/4:7-12
d) Q.S. An-Nisa/4:176
e) Q.S. An-Nahl/16:75
f) Q.S. Al-Ahzab/33:4
o As-Sunnah
a) Hadis Riwayat Ahmad dari Ibnu Mas’ud
“Dari Ibnu Mas’ud, katanya: Bersabda Rasulullah saw.: “Pelajarilah Al Qur’an dan ajarkanlah ia kepada
manusia, dan pelajarilah al faraidh dan ajarkanlah ia kepada manusia. Maka sesungguhnya aku ini
manusia yang akan mati, dan ilmu pun akan diangkat. Hampir saja nanti akan terjadi dua orang yang
berselisih tentang pembagian harta warisan dan masalahnya; maka mereka berdua pun tidak menemukan
seseorang yang memberitahukan pemecahan masalahnya kepada mereka.”
b) Hadis Riwayat Abu Daud dan Ibnu Majah dari ‘Abdullah bin ‘Amr
“Ilmu itu ada tiga amcam dan selain yang tiga macam itu sebagai tambahan saja: ayat muhkamat, sunnah
yang datang dari Nabi, dan faraidh yang adil.”
2. Sebutkan ketentuan pembagian waris dalam kompilasi hukum Islam (KHI) di Indonesia!
Jawab :

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

3. Jelaskan syarat-syarat orang menerima warisan !


Jawab :
Seorang muslim berhak mendapatkan warisan apabila memenuhi syarat- syarat sebagai berikut:
a) Tidak adanya salah satu penghalang dari penghalang-penghalang untuk mendapatkan warisan.
b) Kematian orang yang diwarisi, walaupun kematian tersebut berdasarkan vonis pengadilan. Misalnya
hakim memutuskan bahwa orang yang hilang itu dianggap telah meninggal dunia. 

c) Ahli waris hidup pada saat orang yang memberi warisan meninggal dunia. Jadi, jika seorang wanita

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

mengandung bayi, kemudian salah seorang anaknya meninggal dunia, maka bayi tersebut berhak
menerima warisan dari saudaranya yang meninggal itu, karena kehidupan janin telah terwujud
pada saat kematian saudaranya terjadi. 

4. Jelaskan sebab orang menerima harta warisan dan tidak mendapat harta warisan !
Jawab :
Seseorang mendapatkan harta warisan disebabkan salah satu dari beberapa sebab sebagai berikut:
a) Nasab (keturunan), yakni kerabat yaitu ahli waris yang terdiri dari Bapak dari orang yang diwarisi
atau anak-anaknya beserta beserta jalur kesampingnya saudara-saudara beserta anak-anak mereka
serta paman-paman dari jalur bapak beserta anak-anak mereka. Allah Swt. berfirman dalam Q.S.
an-Nisa'/4:33:
“Bagi tiap-tiap harta peninggalan dari harta yang ditinggalkan ibu bapak dan karib kerabat, Kami
jadikan pewaris-pewarinya...”
b) Pernikahan, yaitu akad yang sah yang menghalalkan berhubungan suami isteri, walaupun
suaminya belum menggaulinya serta belum berduaan dengannya. Allah Swt. berfirman dalam Q.S.
an-Nisa'/4:12:
“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika
mereka tidak mempunyai anak.” 
 Suami istri dapat saling mewarisi dalam talak raj’i selama
dalam masa idah dan ba’in, jika suami menalak istrinya ketika sedang sakit dan meninggal dunia
karena sakitnya tersebut.
c) Wala’, yaitu seseorang yang memerdekakan budak laki-laki atau budak wanita. Jika budak yang
dimerdekakan meninggal dunia sedang ia tidak meninggalkan ahli waris, maka hartanya diwarisi
oleh yang memerdekakannya itu. Rasulullah saw. bersabda, yang artinya: “Wala’ itu milik orang
yang memerdekakannya.” (H.R.al-Bukhari dan Muslim).”

5. Tulis firman Allah dan artinya yang menjelaskan tentang pembagian waris !
Jawab :
Q.S. an-Nisa'/4:11

Artinya: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak- anakmu. Yaitu:
bahagian seorang anak lelaki sama dengan bagahian dua orang anak perempuan, dan jika anak itu
semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. dan untuk dua orang ibu-
bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu
mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya
(saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka
ibunya mendapat seperenam. (Pembagian- pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang
ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya”. (Q.S. an-Nisa'/4:11).

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

6. Dalam mawaris ada dua istilah yaitu zawil furud dan ashabah, jelaskan kedua istilah tersebut dan
berikan contoh masing-masing !
Jawab : Ahli waris dalam pembagian harta warisan terbagi dua macam yaitu ahli waris zawil furud
(yang bagiannya telah ditentukan) dan ahli waris ashabah (yang bagiannya berupa sisa setelah diambil
oleh zawil furμd ).
a. Ahli waris Zawil Furμd
Ahli waris yang memperoleh kadar pembagian harta warisan telah diatur oleh Allah Swt. dalam Q.S.
an-Nisa'/4 dengan pembagian terdiri dari enam kelompok, penjelasan sebagaimana di bawah ini.
1) Mendapat bagian 1⁄2
 Suami, jika istri yang meninggal tidak ada anak laki-laki, cucu perempuan atau laki-laki dari anak
laki-laki. 

 Anak perempuan, jika tidak ada saudara laki-laki atau saudara perempuan. 

 Cucu perempun, jika sendirian; tidak ada cucu laki-laki dari anak laki-laki 

 Saudara perempuan sekandung jika sendirian; tidak ada saudara laki-laki, tidak ada bapak, tidak ada
anak atau tidak ada cucu dari anak laki-laki. 

 Saudara perempuan sebapak sendirian; tidak ada saudara laki- laki, tidak ada bapak atau cucu laki-
laki dari anak laki-laki. 

2) Mendapat 1⁄4
 Suami, jika istri yang meninggal tidak memiliki anak laki-laki atau cucu laki-laki atau perempuan dari
anak laki-laki. 

 Istri, jika suami yang meninggal tidak memiliki anak laki-laki atau cucu laki-laki atau perempuan dari
anak laki-laki.

3) Mendapat 1/8 
 Yang berhak mendapatkan bagian 1/8 adalah istri, jika suami memiliki anak atau cucu
laki-laki atau perempuan dari anak laki- laki. Jika suami memiliki istri lebih dari satu, maka 1/8 itu
dibagi rata di antara semua istri. 


4) Mendapat 2/3
 Dua anak perempuan atau lebih, jika tidak ada anak laki-laki. 

 Dua cucu perempuan atau lebih dari anak laki-laki, jika tidak ada anak laki-laki atau perempuan
sekandung. 

 Dua saudara perempuan sekandung atau lebih, jika tidak ada saudara perempuan sebapak atau tidak
ada anak laki-laki atau perempuan sekandung atau sebapak. 

 Dua saudara perempuan sebapak atau lebih, jika tidak ada saudara perempuan sekandung, atau tidak
ada anak laki-laki atau perempuan sekandung atau sebapak.

5) Mendapat 1/3

 Ibu, jika yang meninggal dunia tidak memiliki anak laki-laki
 cucu perempuan atau laki-laki dari anak laki-laki, tidak memiliki dua saudara atau lebih baik laki-laki
atau perempuan.
 Dua saudara seibu atau lebih, baik laki-laki atau perempuan, jika yang meninggal tidak memiliki
bapak, kakek, anak laki-laki, cucu laki-laki atau perempuan dari anak laki-laki.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

 Kakek, jika bersama dua orang saudara kandung laki-laki, atau empat saudara kandung perempuan,
atau seorang saudara kandung laki-laki dan dua orang saudara kandung perempuan.

6) Mendapat 1/6
 Ibu, jika yang meninggal dunia memiliki anak laki-laki atau cucu laki-laki, saudara laki-laki atau
perempuan lebih dari dua yang sekandung atau sebapak atau seibu.
 Nenek, jika yang meninggal tidak memiliki ibu dan hanya ia yang mewarisinya. Jika neneknya lebih
dari satu, maka bagiannya dibagi rata.
 Bapak secara mutlak mendapat 1/6, baik orang yang meninggal memiliki anak atau tidak.
 Kakek, jika tidak ada bapak.
 Saudara seibu, baik laki-laki atau perempuan, jika yang meninggal dunia tidak memiliki bapak, kakek,
anak laki-laki, cucu perempuan atau laki-laki dari anak laki-laki.
 Cucu perempuan dari anak laki-laki, jika bersama dengan anak perempuan tunggal; tidak ada saudara
laki-laki, tidak ada anak laki-laki paman dari bapak.
 Saudara perempuan sebapak, jika ada satu saudara perempuan sekandung, tidak memiliki saudara laki-
laki sebapak, tidak ada ibu, tidak ada kakek, tidak ada anak laki-laki

b. Ahli Waris 'Ashabah


Ahli waris asabah adalah perolehan bagian dari harta warisan yang tidak ditetapkan bagiannya dalam
furud yang enam (1/2, 1/4, 1/3, 2/3, 1/6, 1/8), tetapi mengambil sisa warisan setelah ashabul furud
mengambil bagiannya. Ahli waris ashabah bisa mendapatkan seluruh harta warisan jika ia sendirian,
atau mendapatkan sisa warisan jika ada ahli waris lainnya, atau tidak mendapatkan apa-apa jika harta
warisan tidak tersisa, berdasarkan sabda Rasulullah saw.:
“Berikanlah warisan itu kepada yang berhak menerimanya, sedang sisanya berikan kepada (ahli
waris) laki-laki yang lebih berhak (menerimanya).” (H.R. al-Bukhari dan Muslim). Ahli waris ‘asabah
terbagi menjadi dua, yaitu:

a) Ashabah binnasab (hubungan nasab), terbagi menjadi 3 bagian yaitu:


 Ashabah bi an-nafsi, yaitu semua ahli waris laki-laki (kecuali suami, saudara laki-laki seibu, dan
mu’tiq yang memerdekakan budak), mereka adalah :
1) Anak laki-laki 

2) Putra dari anak laki-laki seterusnya ke bawah
3) Ayah 

4) Kakek ke atas 

5) Saudara laki-laki sekandung 

6) Saudara laki-laki seayah 

7) Anak saudara laki-laki sekandung dan seterusnya ke bawah 

8) Anak saudara laki-laki seayah 

9) Paman sekandung 

10) Paman seayah 

11) Anak laki-laki paman sekandung dan seterusnya ke bawah

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

12) Anak laki-laki paman seayah dan seterusnya ke bawah


Untuk lebih memahami derajat kekuatan hak waris ‘ashabah bi an- nafsi, maka kedua belas ahli waris
di atas dapat dikelompokkan menjadi empat arah yaitu:

1) Arah anak, mencakup seluruh anak laki-laki keturunan anak laki-laki, mulai cucu, cicit dan
seterusnya. 

2) Arah bapak, mencakup ayah, kakek dan seterusnya dari pihak laki-laki, misalnya ayah dari bapak,
ayah dari kakek, dan seterusnya. 

3) Arah saudara laki-laki, mencakup saudara kandung laki-laki, saudara laki-laki seayah, termasuk
keturunan mereka, namun hanya yang laki-laki. Adapun saudara laki-laki seibu tidak termasuk,
karena termasuk ashabul furud. 

4) Arah paman, mencakup paman kandung dan paman seayah, termasuk keturunan mereka dan
seterusnya.
Apabila dalam pembagian harta warisan terdapat beberapa ahli waris ashabah bi an-nafsi, maka
pengunggulannya dilihat dari segi arah. Arah anak lebih didahulukan dari yang lain. Jika anak tidak
ada, maka cucu laki-laki dari keturunan laki-laki dan seterusnya.

Apabila dalam pembagian harta warisan terdapat beberapa ahli waris ashabah bi an-nafsi, sedangkan
mereka berada dalam satu arah, maka pengunggulannya dilihat dari derajat kedekatannya kepada
pewaris, misalnya seseorang wafat meninggalkan anak serta cucu keturunan anak laki-laki. Maka hak
waris secara ‘ashabah diberikan kepada anak, sementara cucu tidak mendapatkan bagian apapun dari
warisan tersebut.

Adapun dasar hukum didahulukannya anak dari pada ibu bapak adalah firman Allah Swt. dalam Q.S.
an-Nisa' /4:11, yaitu : “Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta
yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.”

 Asabah bil ghair 
 Ahli waris ‘ashabah bil ghair ada empat (4), semuanya dari kelompok wanita.
Dinamakan ‘ashabah bil ghair adalah karena hak ‘ashabah keempat wanita itu bukanlah karena
kedekatan kekerabatan mereka dengan pewaris, tetapi karena adanya ‘ashabah lain (‘ashabah bin
nafsih). Adapun ahli waris ashabah bil ghair yaitu:
1) Anak perempuan bisa menjadi ‘ashabah bila bersama dengan saudara laki-lakinya. 

2) Cucu perempuan keturunan anak laki-laki bisa menjadi ‘ashabah bila bersama dengan saudara laki-
lakinya atau anak laki-laki pamannya (cucu laki-laki dari anak laki-laki), baik yang sederajat
dengannya atau bahkan lebih di bawahnya. 

3) Saudara kandung perempuan akan menjadi ‘ashabah bila bersama dengan saudara kandung laki-
laki. 

4) Saudara perempuan seayah akan menjadi ashabah bila bersama dengan saudara laki-laki.
Dalam kondisi seperti ini bagian laki-laki dua kali lipat bagian perempuan. Mereka mendapatkan
bagian sisa harta yang telah dibagi, jika harta telah habis terbagi, maka gugurlah hak waris bagi
mereka. 


 Ashabah ma’al gair
 Orang yang termasuk ‘ashabah ma’al gair ada dua, yaitu seperti 
 berikut ini.
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

1) Saudara perempuan sekandung satu orang atau lebih berada bersama dengan anak perempuan satu
atau lebih atau bersama putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan keduanya. 

2) Saudara perempuan seayah satu orang atau lebih bersama dengan anak perempuan satu atau lebih
atau bersama putri dari anak laki-laki satu atau lebih atau bersama dengan keduanya.

Adapun landasan hukum adanya ‘ashabah ma’al gair adalah hadis Rasulullah saw. bahwa Abu
Musa al-Asy’ari ditanya tentang hak waris anak perempuan, cucu perempuan keturunan anak laki-
laki, dan saudara peremuan sekandung atau seayah. Abu Musa 
 menjawab: “Bagian anak
perempuan separo dan saudara perempuan separo.” (H.R. Al-Bukhari).

b) Ashabah bissabab (karena sebab)
 Yang termasuk 'asabah bissabab (karena sebab) adalah orang-
orang yang membebaskan budak, baik laki-laki atau perempuan.

Dari penjelasan tentang pembagian harta warisan di atas, jika semua ahli waris itu ada atau berkumpul,
maka ada tiga kondisi yang harus diperhatikan, seperti berikut ini.
1) Jika semua ahli waris laki-laki berkumpul, maka yang berhak mendapatkan warisan hanyalah 3
orang yaitu: ayah, anak-laki-laki dan suami, dengan pembagian ayah 1/6, suami 1/4 dan sisanya
adalah anak laki-laki (‘‘ashabah). 

2) Jika semua ahli waris perempuan berkumpul, maka yang berhak mendapatkan warisan adalah 5
orang yaitu: istri 1/8, ibu 1/6, anak perempuan 1⁄2, dan sisanya saudara perempuan sekandung
sebagai ‘ashabah. 

3) Jika terkumpul semua ahli waris laki-laki dan perempuan, maka yang berhak mendapatkan warisan
adalah lima orang yaitu: ibu, bapak, anak laki-laki, anak perempuan, suami/istri dengan pembagian
sebagai berikut:
 Jika pada ahli waris tersebut terdapat istri, maka bagian ayah 1/6, ibu 1/6, istri 1/8, dan sisanya anak
laki-laki dan perempuan sebagai ‘ashabah dengan ketentuan anak laki-laki dua kali lipat anak
perempuan. 

 Jika pada ahli waris tersebut terdapat suami, maka bagian ayah 1/6, ibu 1/6, suami 1⁄4 dan sisanya
anak laki-laki dan perempuan sebagai ‘ashabah dengan ketentuan anak laki-laki dua kali lipat
anak perempuan. 


7. Berikan 5 contoh kasus pembagian waris !


Jawab :
contoh-contoh kasus (masalah) dan pembagian warisan berdasarkan syariat Islam.

a) Seorang meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar Rp.180.000.000 Ahli warisnya terdiri dari istri,
ibu dan 2 anak laki-laki.
Maka hasilnya adalah:
Bagian istri 1/6, ibu 1/8 dan dua anak laki-laki, ashabah. Asal masalahnya dari 1/6 dan 1/8
(KPK=Kelipatan Persekutuan Terkecil dari bilangan penyebut 6 dan 8) adalah 24.
Maka pembagiannya adalah:

Istri : 1/6 x 24 x Rp. 180.000.000 = Rp. 30.000.000,-
Ibu : 1/8 x 24 x Rp. 180.000.000 = Rp. 22.500.000,-
Dua anak laki-laki : 24 – (4+3 ) x Rp. 180.000.000 = Rp.127.500.000,-

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Masing-masing anak laki-laki : Rp. 127.500.000,- : 2 = Rp.63.750.000,-


b) Penghitungan dengan menggunakan ‘aul. Seorang meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar Rp.
42.000.000. Ahli warisnya terdiri dari suami dan 2 saudara perempuan sekandung.

Maka hasilnya adalah:

Bagian suami 1/2 dan bagian dua saudara perempuan sekandung 2/3. Asal masalahnya dari 1/2 dan
2/3 (KPK= Kelipatan Persekutuan Terkecil dari bilangan penyebut 2 dan 3) adalah 6, sementara
pembilangnya adalah 7, maka terjadi 7/6. Untuk penghitungan dalam kasus ini harus menggunakan
‘aul yaitu dengan menyamakan penyebut dengan pembilangnya. (aulnya:1), sehingga masing-masing
bagian menjadi:

Suami : 3/7 x Rp. 42.000.000= Rp.18.000.000,-

Dua saudara perempuan sekandung : 4/7 x Rp. 42.000.000= Rp.24.000.000,- 


c) Penghitungan dengan menggunakan rad. Seorang meninggal dunia, meninggalkan harta sebesar
120.000.000. Ahli warisnya terdiri dari ibu dan seorang anak perempuan. 
 Maka hasilnya adalah:

 Bagian ibu 1/6 dan bagian satu anak perempuan adalah 1/2. Asal masalahnya dari 1/6 dan 1/2 (KPK
dari bilangan penyebut 6 dan 2) adalah 6. Maka bagian masing-masing adalah 1/6 dan 3/6. Dalam hal
ini masih tersisa harta waris sebanyak 2/6. Untuk penghitungan dalam kasus ini harus menggunakan
rad, yaitu membagikan kembali harta waris yang tersisa kepada ahli warisnya. Jika dilihat bagian ibu
1/6 dan satu anak perempuan 3/6, maka perbandingannya adalah 1:3, maka 1/6 + 3/6 = 4/6, dijadikan
4/4 dengan perbandingan 1:3, maka hasilnya adalah: 


Ibu : 1/4 x Rp. 120.000.000,- = Rp30.000.000,-

Satu anak perempuan : 3/4 x Rp. 120.000.000,- = Rp90.000.000,-

d) Seorang laki-laki meninggal dunia dengan meninggalkan ahli waris: janda, 1 orang anak laki-laki,
ayah dan ibu. Pewaris mempunyai harta peninggalan sebesar 75 juta. Biaya pengurusan jenazah 1 juta,
biaya perawatan selama sakit sebesar 14 juta.

Perhitungannya:
Ahli waris : janda, 1 anak laki-laki, ayah, ibu;
Harta peninggalan : 75 juta
Biaya-biaya : biaya jenazah 1 juta + biaya rumah sakit 14 juta = 15 juta
Harta waris : 75 juta – 15 juta = 60 juta

Janda : 1/8 x 60 juta = 7,5 juta


Ayah : 1/6 x 60 juta = 10 juta
Ibu : 1/6 x 60 juta = 10 juta
Anak laki-laki : ashobah (sisa) = 60 juta – (7,5 + 10 + 10) = 32,5 juta
e) Seorang laki-laki meninggal dunia dengan ahli waris janda, 3 anak laki-laki dan 5 anak perempuan,
dan Ibu. Si pewaris mempunyai harta bersama sebesar 500 juta, biaya perawatan rumah sakit selama

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

sakit sebesar 40 juta, biaya pengurusan jenazah 5 juta, dan hutang sebesar 25 juta. Ternyata sebelum
menikah pewaris telah memiliki rumah yang sebelumnya dikontrakkan yang kemudian dilelang dan
laku dengan harga 220juta. Biaya lelang dan komisi sebesar 15 juta.
Perhitungannya:
Ahli waris : Janda, Ibu, 3 anak laki-laki dan 5 anak perempuan
Harta peninggalan : harta bawaan + ½ harta bersama
: 220 juta + 250 juta = 470 juta
Biaya-biaya : rumah sakit+ pengurusan jenazah + hutang + biaya lelang & komisi

: 40 juta + 5 juta + 25 juta + 15 juta = 85 juta


Harta waris : 470 juta – 85 juta = 385 juta

Ahli waris Bagian AM = 24 Perhitungan Jumlah harta yg


diperoleh
Janda 1/8 3 3/24 x 385 juta 48.500.000
Ibu 1/6 4 4/24 x 385 juta 64.166.667
3 laki-laki & 5 Ashobah 17/24 4/27 x 385 juta
perempuan 272.708.333

Pembagian 1 anak laki = 2 anak perempuan, sehingga dalam kasus ini ashabah dibagi menjadi 5 bagian
+ (3 x 2) bagian = 11 bagian

Bagian tiap anak perempuan = 1/11 x 272.708.333 = 24.791.667


Bagian tiap anak laki-laki = 2/11 x 272.708.333 = 49.583.333

8. Jelaskan hikmah warisan dalam Islam !


Jawab :
Hukum waris Islam ini memberi jalan keluar yang adil untuk semua ahli waris. Berikut ini, beberapa
manfaat yang dapat dirasakan, yaitu:

o Menjauhkan Diri dan Sifat Serakah. Dengan adanya sistem pembagian harta warisan yang adil
berdasarkan hukum Islam, setisp ahli waris harus patuh pada ketentuan tersebut. Pada sistem ini
ahli waris tidak mungkin mementingkan dirinya sendiri. Dengan demikian hubungan waris
menjauhkan din dan sikap hidup egois, tidak serakah, dan mendidik taslim (tunduk patuh) pada
ketentuan Allah. Menuntut ilmu itu hukumnya wajib, termasuk mempelajari ilmu pembagian harta
warisan (faraidh). Rasulullah saw. memperingatkan kepada umat Islam supaya sungguh-sungguh
mempelajari faraidh.
o Terciptanya ketentraman hidup dan suasana kekeluargaan yang harmonis. Syariah adalah
sumber hukum tertinggi yang harus ditaati. Orang yang paling durhaka adalah orang yang
menantang hukum syariah. Syariah itu sendiri diturunkan untuk kebaikan umat Islam dan memberi
jalan keluar yang paling sesuai dengan karakter dan watak dari masing-masing manusia. Syariah
menjadi hukum tertinggi yang harus ditaati, dan diterima dengan ikhlas. 

o Menciptakan keadilan dan mencegah konflik pertikaian. Keadilan yang telah diterapkan,
mencegah munculnya berbagai konflik dalam keluarga yang dapat berujung pada tragedi
pertumpahan darah. Meski dalam praktiknya, selalu saja muncul penentangan yang bersumber dari
akal pikiran.
o Persamaan Hak. Sebelum Islam diturunkan, pada masyarakat Arab, Romawi, dan Yahudi telah
terdapat hukum ahli waris yang masing-masing mereka ciptakan sendiri. Semua hukum waris
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

tersebut memandang ahwa harta warisan sepenuhnya hak pribadi. Dengan demikian jika pemilik
harta meninggal, sebelumnya ia berhak memberikan wasiat kepada orang yang ia kehendaki,
sekalipun harta tersebut seluruhnya diwasiatkan kepada orang lain yang bukan keluarganya.
Sistem pembagian hartawarisan masyarakat jahiliyah tersebut tentu saja sangat tidak adil. Dalam
pada itu Islam diturunkan untuk meratakan keadilan, termasuk masalah pembagian harta warisan.
Adapun pokok-pokok pembagian harta warisan menurut agama Islam adalah sebagai berikut.

9. Hijab dan Mahjub dalam waris


Prinsip hijab mahjub adalah mengutamakan atau mendahulukan kerabat yang mempunyai jarak lebih
dekat daripada orang lain dengan si mati. Arti kata hajib secara istilah definisnya adalah keluarga si
mati yang meghalangi keluarga lain yang sekerabat. Sementara arti Mahjub adalah seseorang yang
terhalangi menerima warisan karena adanya ahli waris yang hubungan kekerabatan yang lebih dekat
dan lebih kuat kedudukannya.
Macam-macam hijab
Hijab terdiri dari dua macam, yaitu :
a. Hijab Hirman (Tidak mendapatkan). Yaitu terhijabnya seorang ahli waris dalam memperoleh
seluruh bagian lantaran ada ahli waris lain yang lebih dekat. Jadi orang yang termahjub tidak
mendapatkan bagian apapun karena adanya hajib. Pembagianya adalah sebagai berikut :
1. Kakek, terhalang oleh :
· ayah
2. Nenek dari ibu, terhalang oleh :
· ibu
3. Nenek dari ayah, terhalang oleh :
· ayah
· ibu
4. Cucu laki-laki garis laki-laki terhalang oleh :
· anak laki-laki
5. Cucu perempuan garis laki-laki terhalang oleh :
· anak laki-laki
· anak perempuan dua orang atau lebih
6. Saudara sekandung (laki-laki/perempuan) terhalang oleh :
· anak laki-laki
· cucu laki-laki
· ayah
7. Saudara seayah (laki-laki/perempuan) terhalang oleh :
· anak laki-laki
· cucu laki-laki
· ayah
· saudara sekandung laki-laki
· saudara sekandung perempuan bersama anak/cucu perempuan
8. Saudara seibu (laki-laki/perempuan) terhalang oleh :
· anak laki-laki dan anak perempuan
· cucu laki-laki dan cucu perempuan
· ayah
· kakek
9. Anak laki-laki saudara laki-laki sekandung terhalang oleh :
· anak laki-laki
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

· cucu laki-laki
· ayah atau kakek
· saudara laki-laki sekandung atau seayah
· saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ‘asabah ma’al ghair
10. Anak laki-laki saudara seayah terhalang oleh :
· anak laki-laki atau cucu laki-laki
· ayah atau kakek
· saudara laki-laki sekandung atau seayah
· anak laki-laki saudara laki-laki sekandung
· saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima ‘asabah ma’al ghair
11. Paman sekandung terhalang oleh :
· anak atau cucu laki-laki
· ayah atau kakek
· saudara laki-laki sekandung atau seayah
· anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
· saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghair
12. Paman seayah terhalang oleh :
· anak atau cucu laki-laki
· ayah atau kakek
· saudara laki-laki sekandung atau seayah
· anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
· saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghair
· paman sekandung
13. Anak laki-laki paman sekandung terhalang oleh :
· anak atau cucu laki-laki
· ayah atau kakek
· saudara laki-laki sekandung atau seayah
· anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
· saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghair
· paman sekandung atau seayah
14. Anak laki-laki paman seayah terhalang oleh :
· anak atau cucu laki-laki
· ayah atau kakek
· saudara laki-laki sekandung atau seayah
· anak laki-laki saudara laki-laki sekandung atau seayah
· saudara perempuan sekandung atau seayah yang menerima asabah ma’al ghair
· paman sekandung atau seayah.
b. Hijab Nuqson (Bagian berkurang). Yaitu penghalang yang menyebabkan berkurangnya bagian
seorang ahli waris, dengan kata lain berkurangnya bagian yang semestinya diterima oleh seorang ahli
waris karena ada ahli waris lain.
Ketentuan tentang hijab nuqsan ini data terlihat secara nyata dalam Al-Quran surah An-Nisa ayat 11-
12. Ahli waris yang menjadi hajib pada hijab Nuqson adalah :
a) Anak laki-laki atau cucu laki-laki
1. Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
2. Suami dari ½ menjadi ¼
3. Istri ¼ menjadi 1/8
4. Ayah dari seluruh atau sisa harta menjadi 1/6
5. Kakek dari seluruh atau sisa harta menjadi 1/6
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

b) Anak perempuan
1. Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
2. Suami dari ½ mebjadi ¼
3. Istri ¼ menjadi 1/8
4. Bila anak perempuan hanya satu orang, maka cucu perempuan dari ½ menjadi ¼
c) Cucu perempuan
1. Ibu dari 1/3 menjadi 1/6
2. Suami dari ½ mebjadi ¼
3. Istri ¼ menjadi 1/8
d) Beberpa orang saudara dalam segala bentuknya mengurangi hakm ibu dari 1/3 menjadi 1/6.
e) Saudara perempuan kandung. Dalam kasus ini hanya seorang diri dan tidak bersama anak atau
saudara laki-laki, maka ia mengurangi hak saudara perempuan seayah dari ½ menjadi 1/6.

I. Haji dan Zakat


1. Pengertian haji dan umroh
 Pengertian haji
Secara estimologi (bahasa), Haji berarti niat (Al Qasdu), sedangkan menurut syara’ berarti Niat
menuju Baitul Haram dengan amal-amal yang khusus.Temat-tempat tertentu yang dimaksud dalam
definisi diatas adalah selain Ka’bah dan Mas’a (tempat sa’i), juga Padang Arafah (tempat wukuf),
Muzdalifah (tempat mabit), dan Mina (tempat melontar jumroh).
Dalil :
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup
mengadakan perjalanan ke Baitullah; Barangsiapa mengingkari (kewajiban haji), maka
sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam”. (QS. Ali Imran:
97).
 Pengertian Umroh
Umrah adalah berkunjung ke Ka’bah untuk melakukan serangkaian ibadah dengan syarat-syarat
yang telah ditetapkan. Umroh disunahkan bagi muslim yang mampu. Umroh dapat dilakukan kapan
saja, kecuali pada hari Arafah yaitu tgl 10 Zulhijah dan hari-hari Tasyrik yaitu tgl 11,12,13 Zulhijah.
2.Sebutkan syarat,rukun,wajib,dan sunah haji dan umroh
Jawab :
Syarat wajib haji adalah sebagai berikut.
1) Islam
2) Berakal (tidak gila)
3) Baligh
4) Ada muhrimnya
5) Mampu dalam segala hal (misalnya dalam hal biaya, kesehatan, keamanan, dan nafkah bagi
keluarga yang ditinggalkan)

Sedangkan Syarat sah haji adalah sebagai berikut.


1) Islam
2) Baligh
3) Berakal
4) Merdeka

Rukun haji adalah sebagai berikut.


1) Ihram
2) Wukuf
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

3)Thawaf
Syarat sah Thawaf Syarat sah thawaf adalah sebagai berikut.
(1) Niat
(2) Menutup aurat
(3) Suci dari hadas
(4) Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran
(5) Dimulai dan diakhiri di hajar aswad
(6) Posisi Ka’bah di sebelah kiri orang yang berthawaf
(7) Dilaksanakan di dalam Masjidil Haram
4)Sa’i
Syarat sah sa’i Syarat sah sa’i adalah sebagai berikut.
a) Dilakukan sebanyak tujuh kali putaran (berawal di bukit Shofa dan berakhir di bukit Marwah)
b) Dilakukan setelah thawaf ifadhah atau setelah thawaf qudum.
c) Menjalani secara sempurna jarak Shofa-Marwah dan Mar wahShofa.
d) Dilakukan di tempat sa’i.
5)Tahallul
6)Tertib

Wajib Haji
a. Ihram dari miqat, ialah miqat makani dan miqat zamani yang telah ditentukan.
b. Bermalam di Muzdalifah.
c. Melempar jumrah aqabah tanggal 10 Zulhijah.
d. Melempar jumrah di Mina selama 3 hari, sehari 3 lemparan masing-masing 7 batu (jumrah ula,
jumrah wusta, dan jumrah ukhra).
e. Bermalam di Mina tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah.
f. Meninggalkan larangan-larangan haji.

Sunah Haji
a. Mandi ketika akan ihram.
b. Melakukan haji ifrad.
c. Membaca talbiyah.
d. Membaca doa setelah talbiyah.
e. Melakukan tawaf qudum ketika masuk Masjidil Haram.
f. Membaca dzikir dan doa.
g. Minum air zam-zam.
h. Shalat sunah dua rakaat setelah tawaf.
3. Sebutkan 5 hal yang harus dilakukan sepulang haji dan umroh
Jawab :
1. Shalat Sunnah Safar
Saking senangnya bertemu keluarga setelah meninggalkannya selama lebih dari sebulan menjadikan
seorang jamaah haji –terkadang- lupa dengan sunnah sepulang dari perjalanan jauh.
2. Mendoakan Para Tamu
Ketika tiba di rumah dan masyarakat meminta Anda untuk mendoakannya, maka berilah doa.
Amalan ini tidak didapati dalam sunnah, dimana seorang yang kembali menjalankan ibadah haji
dianjurkan untuk mendoakan tamunya. Akan tetapi ketika seseorang meminta doa,tidak sepantasnya
bagi Anda untuk menolak
3. Memotivasi Orang Untuk Beribadah Haji ataupun Umrah

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Sudah menjadi hal yang maklum di masyarakat dimana seorang yang pernah menjalankan ibadah
haji perkataannya akan lebih diperhatikan oleh masyarakat. Hal ini senada dengan apa yang
disampaikan oleh Jabir dari Rasulullah bahwasannya seorang yang dikembalikan dari ibadah haji
akan membawa pahala dan ghanimah. Beberapa ulama memahami, di antara yang dimaksud dengan
ghanimah adalah status sosial di masyarakat yang lebih tinggi.
4. Menambah amal saleh
Pasalnya, menambah amal saleh bisa jadi tolok ukur ibadah haji seseorang. "Menambah amal saleh
juga dianjurkan untuk dilakukan, karena bisa menjadi ukuran atau indikasi haji seorang mabrur atau
tidak," paparnya.
5. Menambah Dengan Ibadah Umrah
Masih banyak orang mengira bahwa menjalankan ibadah haji dapat menjadikannya miskin atau
bahkan fakir, apa lagi dengan menambah ibadah umrah setelah pelaksanaan haji. Hal itu berbalikan
dengan apa yang disabdakan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam,
‫والعُم َرةِ ال َحجِ بَينَ ت َابِعُوا‬. َ ‫ث الكِي ُر يَنفِي َك َما َوالذُّنُو‬
َ ‫ب الفَق َر ت َنفِي بَينَ ُه َما ال ُمت َابَ َعةَ فَإ ِ َّن‬ َ َ‫ال َحدِي ِد َخب‬
“Sertakanlah ibadah haji dengan umrah, karena penyertaan keduanya dapat menghilangkan kefakiran
dan dosa, seperti halnya terkikisnya kotoran pada besi yang dipanaskan.” (HR Ibnu Majah: 2887)
4.Jelaskan pengertian zakat dan tulis dalilnya
Jawab :
Zakat menurut bahasa (lughat) artinya tumbuh, suci, dan berkah. Menurut istilah, zakat adalah
pemberian yang wajib diberikan dari harta tertentu, menurut sifat-sifat dan ukuran kepada golongan
tertentu.
Di dalam al-Qur’ān Surat Al-Baqarah ayat 43 Allah Swt. berfirman:

Artinya, “dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan ruku’lah beserta orang-orang yang ruku’.”
5.Sebutkan orang-orang yang berhak menerima zakat
Jawab :
1. Fakir (orang yang tidak memiliki harta)
2. Miskin (orang yang penghasilannya tidak mencukupi)
3. Riqab (hamba sahaya atau budak)
4. Gharim (orang yang memiliki banyak hutang)
5. Mualaf (orang yang baru masuk Islam)
6. Fisabilillah (pejuang di jalan Allah)
7. Ibnu Sabil (musyafir dan para pelajar perantauan)
8. Amil zakat (panitia penerima dan pengelola dana zakat)
6. Jelaskan macam-macam zakat
Jawab :
1. Zakat fitrah ;
Zakat yang wajib dikeluarkan muslim menjelang Idul Fitri pada bulan suci Ramadan. Besar zakat ini
setara dengan 3,5 liter (2,7 kilogram) makanan pokok yang ada di daerah bersangkutan seperti beras,
gandum dan sejenisnya
2. Zakat maal (harta) ;
Waktu pengeluaran zakat jenis ini tidak dibatasi jadi bisa dikeluarkan sepanjang tahun ketika syarat
zakat terpenuhi tidak seperti zakat fitrah yang hanya dikeluarkan ketika Ramadhan. Zakat jenis ini
yang akhirnya melahirkan banyak jenis zakat diantaranya : zakat penghasilan, perniagaan, pertanian,
pertambangan, hasil laut, hasil ternak, harta temuan, obligasi, tabungan, emas dan perak dan lainnya.
Masing-masing jenis zakat memiliki perhitungannya sendiri-sendiri
7. Sebutkan 5 sikap yang mencerminkan penghayatan zakat
BAB 4 - ASPEK MUAMALAH
FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

Jawab :
a. Melaksanakan zakat, baik zakat fitrah maupun zakat mal secara rutin tiap tahun.
b. Menunjukkan kepekaan terhadap fakir miskin atau kaum duafa.
c. Mengutamakan keikhlasan dalam beramal.
d. Berpartisipasi dalam kepanitiaan zakat, baik di sekolah, kamupus, tempat kerja maupun di
lingkungan tempat tinggal.
e. Menjauhi sifat ego, kikir, dan sombong karena sifat tersebut membuat miskin hati.
8. Manfaat zakat bagi yang mengeluarkan dan menerima zakat
Jawab :
Manfaat bagi pemberi zakat :
1.Membersihkan mereka (pemilik harta) dari penyakit kikir dan serakah, sifat-sifat tercela serta
kejam terhadap fakir miskin, orang-orang yang tidak memiliki harta, dan sifat-sifat hina lainnya.
2.Menyucikan jiwa orang-orang berharta
3.Menumbuhkan dan mengangkat derajatnya dengan berkah dan kebajikan
4.Mendapatkan kebahagiaan, baik di dunia maupun di akhirat.
Manfaat bagi penerima zakat :
1. Mengurangi penderitaan dan kesusahan hidup yang mereka hadapi
2. Menghindarkan mereka dari berbuat jahat akibat hidup serba kekurangan
3. Memungkinkan mereka untuk dapat mengubah hidup menjadi lebih layak dengan modal yang
mereka terima
4. Mempersempit jarak (kesenjangan sosial) yang ada di antara mereka dan orang-orang kaya
5. Mempererat tali persaudaraan antara mereka dengan orangorang kaya
9. Tunjukkan cara pelaksanaan ibadah haji dan umroh
Jawab :
1. IHRAM DARI MIQÂT.
Melakukan ihram dari Miqat yang telah ditentukan Ihram dapat dimulai sejak awal bulan Syawal
dengan melakukan mandi sunah, berwudhu, memakai pakaian ihram, dan berniat haji dengan
mengucapkanLabbaik Allâhumma hajjan, yang artinya “aku datang memenuhi panggilanmu ya
Allah, untuk berhaji”
2. WUKUF DI ARAFAH.
Dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah, waktunya dimulai setelah matahari tergelincir sampai terbit
fajar pada hari nahar (hari menyembelih kurban) tanggal 10 Zulhijah. Saat wukuf, ada beberapa hal
yang harus dilakukan, yaitu: shalat jamak taqdim dan qashar zuhur-ashar, berdoa, berzikir bersama,
membaca Al-Qur’an, shalat jamak taqdim dan qashar maghrib-isya
3. MABÎT DI MUZDALIFAH
Mekah Waktunya sesaat setelah tengah malam sampai sebelum terbit fajar. Disini mengambil batu
kerikil sejumlah 49 butir atau 70 butir untuk melempar jumrah di Mina, dan melakukan shalat subuh
di awal waktu, dilanjutkan dengan berangkat menuju Mina. Kemudian berhenti sebentar di masy’ar
al-harâm (monumen suci) atau Muzdalifah untuk berzikir kepada Allah SWT (QS 2: 198), dan
mengerjakan shalat subuh ketika fajar telah menyingsing.
4.MELONTAR JUMRAH ‘AQABAH
Dilakukan di bukit ‘Aqabah, pada tanggal 10 Zulhijah, dengan 7 butir kerikil, kemudian
menyembelih hewan kurban.
5. TAHALLUL
Tahalul adalah berlepas diri dari ihram haji setelah selesai mengerjakan amalan-amalan haji. Tahalul
awal, dilaksanakan setelah selesai melontar jumrah ‘aqobah, dengan cara mencukur/memotong
rambut sekurang-kurangnya 3 helai.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH


FATHAN NAUFAL TRIAS (13) / XII-E TUGAS AGAMA ISLAM

6. MABÎT DI MINA
Dilaksanakan pada hari tasyrik (hari yang diharamkan untuk berpuasa), yaitu pada tanggal 11, 12,
dan 13 Zulhijah. Setiap siang pada hari-hari tasyrik itu melontar jumrah ûlâ, wustâ, dan ‘aqabah,
masing-masing
7. TAWAF IFÂDAH.
Bagi yang belum melaksanakan tawaf ifâdah ketika berada di Mekah, maka harus melakukan tawaf
ifâdah dan sa’i. Lalu melakukan tawaf wada’ sebelum meninggalkan Mekah untuk kembali pulang
ke daerah asal.

BAB 4 - ASPEK MUAMALAH

Anda mungkin juga menyukai