Anda di halaman 1dari 11

SEJARAH DAN PERKEMBANGAN KOTA DENPASAR BALI

Oleh:
Kanaya Arfinsa Damayanti
(18406241052)
Email: kanayaarfinsa.2018@student.uny.ac.id

Dosen Pembimbing:
Prof. Sefur Rochmat, S.Pd., M.IR., Ph.D.
Diana Trisnawaty, S.Pd., M.Pd.

Abstrak
Kota Denpasar yang merupakan Ibukota Provinsi Bali saat ini memiliki sejarah yang cukup
panjang dalam pembentukannya. Pembentukan Kota Denpasar dimulai sejak zaman pra-kolonial
Belanda. Sejarah Kota Denpasar dapat dilihat dari sejarah Bali yang memiliki lima periode, yaitu
periode pra-aksara, periode Bali Kuno, periode pengaruh Kerajaan Majapahit, periode masuknya
bangsa asing dan periode kemerdekaan. empat periode pertama sangat empengaruhi sisten sosial
budaya Kota Denpasar saat ini, sedangkan periode ke lima membuat Kota Denpasar menjadi
salah satu kota besar dan cukup maju di Indonesia. dalam artikel ini akan di bahas mengenai
sejarah singkat Bali, sejarah kota Denpasar dan perkembangan Kota Denpasar saat ini.

Kata Kunci: Sejarah Bali, Sejarah Kota Denpasar, Perkembangan Kota Denpasar.

Abstract
Denpasar City which is the Capital of the Province of Bali currently has a fairly long history in
its formation. The formation of Denpasar City began in the pre-colonial Dutch period. The
history of Denpasar City can be seen from the history of Bali which has five periods, namely the
pre-literary period, the ancient Balinese period, the period of influence of the Majapahit
Kingdom, the period of foreign nation's entry and the period of independence. the first four
periods strongly influenced the current socio-cultural system of the City of Denpasar, while the
fifth period made the City of Denpasar one of the largest and most developed cities in Indonesia.
in this article will be discussed about the brief history of Bali, the history of the city of Denpasar
and the current development of the city of Denpasar.

Keywords: Bali History, Denpasar City History, Denpasar City Development.

PENDAHULUAN

Perkembangan kota-kota di dunia sudah berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu. Kota-
kota ini lahir dan berkembang sesuai zamannya. Menurut Gronfeld, kota merupakan suatu
pemukiman dengan kepadatan penduduk yang lebih besar dari pada wilayah nasional dengan
struktur mata pencaharian non-agraris dan tata guna lahan yang beraneka ragam serta
pergedungan yang berdekatan. Banyak kota di dunia yang lahir dan berkembang selama ribuan
tahun dan masih tetap ada sampai saat ini. Sebagai contoh adalah Kota Yerussalem di Palestina
dan Kota Athena di Yunani. Namun, ada juga kota yang saat ini sudah punah dan hanya
meninggalkan bekas bangunan dan peninggalannnya saja seperti beberapa kota di Amerika
Latin, Ibukota bekas Kerajaan Majapahit di Trowulan dan sebagainya. Wilayah yang disebut
kota akan terus tumbuh dan berkembang sepanjang masa.1

Berbeda dengan kota-kota di Timur Tengah atau di Eropa yang sudah lahir sejak ribuan
tahun yang lalu, kota-kota di Indonesia lahir jauh sesudahnya. Ibukota Majapahit di Trowulan
dianggap sebagai kota kuno pertama di Indonesia. Setelah itu mulai lahir kota-kota baru lainnya
baik kota tradisional maupun kota kolonial. Kota-kota ini terus berkembang hingga saat ini.2
Terdapat banyak kota yang memiliki sejarah yang menarik untuk dibahas, salah satunya adalah
kota yang berada di Pulau Dewata atau Pulau Bali, yaitu Kota Denpasar.

Denpasar merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang termasuk kedalam Provinsi
Bali. Sebagai kota besar, Denpasar menjadi pusat kegiatan ekonomi, pemerintahan dan
pendidikan Provinsi Bali. Kota Denpasar memiliki penduduk yang beranekaragam suku, ras dan
agama. Hal ini disebabkan karena penduduk yang tinggal di Kota Denpasar tidak hanya
penduduk asli, tapi juga berasal dari luar daerah bahkan luar negeri. Keberagaman ini tidak
menimbulkan perpecahan diantara penduduk Kota Denpasar, mereka saling menghargai,
menghormati, toleransi dan hidup rukun. Berdasarkan sejarah yang ada, Kota Denpasar pernah
mengalami beberapa kali perubahan sistem pemerintahan. Pada zaman kerajaan, Denpasar
merupakan sebuah puri. Di zaman kolonial Belanda, Denpasar diubah menjadi Kota Kerajaan,
kemudian setelah kemerdekaan Denpasar dijadikan sebagai Ibukota Kabupaten Badung, sampai
akhirnya Denpasar menjadi sebuah kota sekaligus Ibukota provinsi Bali.3

Kota Denpasar menjadi salah satu pusat pariwisata di Pulau Bali yang membuat Kota
Denpasar berkembang dengan pesat. Perkembangan Kota Denpasar dapat dilihat dari segi fisik
dan non-fisik. Dari segi fisik, perkembangan Kota Denpasar dapat terlihat dari pembangunan

1
Purnawan Basundoro. “Pengantar Sejarah Kota”. (Yogyakarta: Penerbit Ombak, 2016). Hlm. 11-14.
2
Ibid. hlm. 32.
3
Ni Made Yudantini, dkk. 2017. “Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar Sebagai Kota Budaya”. Seminar Ikatan
Penelitin Lingungan Binaan Indonesia (IPLBI). Hlm. 177. Diakses melalui https://seminar.iplbi.or.id/wp-
content/uploads/2017/06/HERITAGE2017-B-177-184-Sejarah-dan-Perkembangan-Kota-Denpasar-sebagai-Kota-
Budaya.pdf diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 06.06 WIB.
gedung-gedung seperti sekolah, perkantoran, universitas, pasar dan sebagainya. Sedangkan dari
segi non-fisik dapat terlihat dari pesatnya urbanisasi dan struktur sasial masyarakat.

PEMBAHASAN
Sejarah Singkat Bali Sebagai Awal Pembentukan Kota Denpasar
Sejarah Kota Denpasar selalu berkaitan dengan sejarah Bali. Bali memiliki lima periode
dalam pembentukannya, yaitu periode pra-aksara, Bali Kuno, zaman Kerajaan Majapahit,
kedatangan warga asing dan zaman kemerdekaan hingga sekarang. Pertama, yaitu periode pra-
aksara, sama seperti wilayah lain di Indonesia, masyarakat Bali pada masa pra-aksara bergantung
pada alam dalam memenuhi kebuuhan hidupnya. Masyarakat di periode ini, masyarakat
melakukan kegiatan pertanian dan tinggal di dalam gua-gua. Di periode ini juga diperkenalkan
sistem pertanian “subak” yang terkenal hingga saat ini. Subak yaitu organisasi masyarakat yang
mengatur mengenai sistem pengairan sawah atau irigasi untuk mengairi tanaman padi di Bali.
Ditemukan juga kapak batu dan adzes di Desa Sambiran serta drum perunggu di Desa Pejeng,
Ubud. Kedua, yaitu periode Bali Kuno yang berlangsung sekitar abad ke-9 M. Dalam periode ini,
Bali mendapatkan pengaruh dari karajaan Hindu yang berasal dari Jawa. Pengaruh ini
menyebabkan timbulnya perasaan bersama berdasarkan ikatan dalam kehidupan masyarakat Bali
terutama di desa tradisional. Peninggalan yang berasal dari periode ini seperti desa adat, Pura
Kahyangan Tiga, bale banjar serta pola pempatan agung.4

Ketiga, yaitu periode pengaruh Kerajaan Majapahit di Bali. Periode ini dimulai pada
tahun 1343 ketika Patih Gadjah Mada melakukan inspandi ke Bali. Periode ini melahirkan sistem
sosial Tri Wangsa yang terdiri dari kasta Brahmana, kasta Ksatrya dan kasta Waisya. Sistem ini
diperkenalkan pada tahun 1480 oleh Dang Hyang Nirartha. Dalam sistem sosial ini,
Brahmanalah yang memegan peran penting dalam kehidupan Masyarakat Bali. Peninggalan pada
periode ini adalah kaligrafi yang ditulis di atas daun lontar dan berisi tentang terapi, filsafat serta
norma arsitektur Bali. Runtuhnya Kerajaan Majapahit, menimbulkan perubahan yang besar
dalam budaya masayarakat Bali. Kedatangan pendeta dan tokoh-tokoh menyebabkan perubahan
dalam hal pengetahuan agama, sastra, budaya dan politik.

4
Ibid. hlm. 178-179.
Keempat, yaitu periode masuknya bangsa asing atau bangsa Belanda di Bali. Periode ini
dimulai dari keruntuhan Kerajaan Majapahit dan kedatangan Cornelis de Houtman dari Belanda
pada tahun 1597 kemudian pembentuka VOC tahun 1602. Dalam periode ini banyak terjadi
pemberontakan yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Bali seperti Kerajaan Klungkung,
Kerajaan Badung, Kerajaan Karangasen dan Kerajaan Tabanan. Kedatangan bangsa asing ke
Bali juga membawa pengaruh yang kemudian mengubah gaya arsitektur bangunan dari arsitektur
trasdisional Bali menjadi gaya arsitektur Barat yang menyebabkan hampir hilangnya arsitektur
tradisional Bali. Selain itu, kedatangan bangsa Barat juga mempengaruhi sistem politik di Bali.
Kelima, yaitu periode kemerdekaan Indonesia. Setelah kemerdekaan Indonesia, dibentuk sistem
pemerintahan yang resmi dengan sistem perencanaan top-down dan botton-up. Bali kemudian
dijadikan sebagai pusat pariwisata dengan menjadikan beberapa daerah sebagai tujuan wisata
seperti Nusa Dua, Kuta, Sanur (Denpasar) serta Ubud.5

Sejarah Kota Denpasar

Kota Denpasar saat ini merupakan Ibukota Provinsi Bali. Kota Denpasar yang dulunya
merupakan sebuah puri kemudian diresmikan sebagai kota kerajaan pada tahun 1788 oleh I Gusti
Ngurah Made Pemecutan. I Gusti Ngurah Made Pemecutan merupakan keturunan dari Puri
Pemecutan Kerajaan Badung. Seperti kota-kota lainnya, Denpasar juga memiliki sejarah dalam
pembentukannya. Nama Denpasar sudah ada sejak wilayah Kerajaan Badung memiliki dua pusat
kekuasaan, yaitu Puri Pemecutan dan Puri Jambe Ksatrya. Puri Jambe Ksatrya awalnya bernama
Puri Alang Badung. Puri Alang Badung yang awalnya berada di daerah Suci kemudian
dipindahkan ke sebelah utara Pasar Satria sekarang. Puri baru tersebut diganti nama menjadi Puri
Jambe Ksatrya disesuaikan dengan nama Kyai Jambe Pule yang dianggap sebagai pendiri
Kerajaan Badung. Puri Pemecutan dan Puri Jambe Ksatrya sama-sama berasal dari keturunan
Kyai Jambe Pule. Kedua puri tersebut memimpin secara bersama-sama. Mereka membagi dua
bagian wilayah untuk memudahkan dalam pengawasan wilayah. Wilayah bagian barat berada di
bawah pemerintahan Puri Pemecutam sedangkan wilayah timur berada di bawah pememrintahan
Puri Jambe Ksatrya.6

5
Ibid.
6
Pemerintah Kota Denpasar. 2013. “Jejak Tercecer Sejarah Kota Denpasar”. Diakses melalui
https://www.denpasarkota.go.id/berita/baca/8788 diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 08.33 WIB.
Pemimpin Puri Jambe Ksatrya, Kyai Anglurah Jambe Ksatrya, memiliki hobi yang cukup
unik. Ia sangat suka mengadu ayam. Bahkan Kyai Anglurah jambe Ksatrya sampai mengundang
raja-raja Bali lainnya untuk ikut mengadu ayam di Puri Jambe Ksatrya bersamanya. Raja-raja
dari kerajaan lain di Bali pun menjadi sering datang ke Puri Jambe Ksatrya untuk bermain adu
ayam. Kyai Anglurah Jambe Ksatrya kemudian membangun sebuah tempat semacam taman
yang akan digunakan khusus untuk beristirahat bagi raja dari Kerajaan Bali yang datang. Taman
tersebut dibangun di sebelah selatan puri dan sebelah utara pasar. Pasar tersebut kini diberi nama
Pasar Badung. Taman yang dibangun Kyai Anglurah Jambe Ksatrya kemudian diberi nama
Taman Denpasar. Nama inilah yang saat ini dipakai untuk menyebut salah satu kota di Pulau
Bali. Memang awalnya Denpasar hanya sebuah taman. Baru ketika pemerintahan I gustu Ngurah
Made, Denpasar dijadikan sebagai pusat kerajaan. I Gusti Ngurah Made mengambil alih
kekuasaan Kyai Jambe Ksatrya pada tahun 1788. I Gusti Ngurah Made kemudian memilih
Taman Denpasar sebagai Purinya yang baru. Pengambil alihan Puri Ksatrya membuat I Gusti
Nguarah Made diakui rakyat sebagai Raja Kerajaan Badung yang baru dengan gelar I Gusti
Ngurah Made Pemecutan.7

I Gusti Ngurah Made Pemecutan mangkat pada tahun 1813. Meninggalnya I Gusti
Ngurah Made Pemecutan, membuat Kerajaan Badung, khususnya Puri Pemecutan atau puri
Denpasar mengalami kekosongan kekuasaan, sehingga harus ada yang menggantikannya sebagai
raja untuk memimpin Puri Pemecutan. Namun, Putra sulungnya, I Gusti Gde Kesiman yang
seharusnya menggantikan ayahnya menjadi pemimpin malah meninggalkan istana kemudian
mendirikan istana baru di Kesiman (Puri Agung Kesiman saat ini) dan menjadi raja Puri
Kesiman dengan gelar I Gusti Gde Ngurah Kesiman. Raja Denpasar II kemudian diberikan
kepada adiknya dengan gelar I Gusti Gde Ngurah. Sejak tahun 1813, bentuk Kerajaan Badung
berubah dari dwitunggal menjadi tritunggal, dimana ada tiga kekuasaan dalam satu kerajaan,
yaitu Puri Denpasar, Puri Ksatrya dan Puri Kesiman.8 I Gusti Gde Kesiman mangkat pada tahun
1865. Setelah I Gusti Gde Kesiman mangkat, pusat pemerintahan Kerajaan Badung

7
Ibid.
8
Nyoman Wijaya. 2013. “Puri Kesiman: Saksi Sejarah Kejayaan Kerajaan Badung”. Jurnal Kajian Bali. Vol. 03, No.
01. Hlm. 38-29. Diakses melalui
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/15695+&cd=1&hl=id&ct=clnk&gl=id diakses pada
tanggal 07 Desember 2019 pukul 08.22 WIB.
dipindahankan ke Puri Denpasar. Kerajaan Badung silih berganti di pimpin oleh raja-raja
selanjutnya.9

Tahun 1906 terjadi Perang Puputan melawan Belanda yang disebut Puputan Badung. Peristiwa
ini berawal pada tahun 1902 dimana pemerintah Belanda meresmikan pergantian Raja Badung
yang sebelumnya, I Gusti Gde Ngurah Denpasar yang telah wafat, digantikan oleh adiknya yang
bernama I Gusti Ngurah Made Agung dengan gelar yang sama, yaitu I Gusti Gde Ngurah
Denpasar. Raja Badung yang baru ternyata tidak menjalin hubungan yang baik dengan
pemerintah Belanda seperti raja sebelumnya. Raja menganggap hubungan baik yang dibuat pada
13 Juli 1849 hanyalah siasat politik pemerintah Belanda yang dapat merugikan Kerajaan
Badung. Ketegangan mulai terasa di antara pemerintah Belanda dan Kerajaan Badung. Ditambah
lagi pada tahun 1904 tongkang Sri Kumala, milik kapten Cina, Kwee Tek Tjiang, terdampar di
Pantai Sanur. Masyarakat Sanur kemudian membantu menyelamatkan tongkang milik kapten
Cina tersebut. Penumpang tongkang selamat, namun beberapa barang yang ada di dalam
tongkang hilang. Kwee Tek Tjiang melapor kepada pemerintah Belanda. Pemerintah Belanda
kemudian mengambil kesempatan tersebut sebagai cara agar terjadi keributan. Pemerintah
Belanda menuduh masyarakat Sanur yang telah membantu mencuri barang-barang yang ada di
dalam tongkang. Hal ini sengaja dilakukan agar terjadi keributan antara Belanda dengan
Kerajaan Badung.10

Masyarakat sanur dan Kesiman tidak terima atas tuduhan yang diberikan pemerintah
Belanda. Mereka kemudian melakukan sumpah di depan pura untuk membuktikan bahwa bukan
mereka yang mencuri barang-barang tersebut. Raja Badung pun membela rakyatnya dan tidak
mau mengganti rugi barang yang hilang. Sikap Raja Badung yang tidak mau mengganti rugi
membuat pemerintah Belanda geram dan pada tahun 1905 bertindak dengan memblokade
Kerajaan Badung di Pantai Sanur yang membuat Kerajaan Badung mengalami kerugian besar.
Kerajaan Badung meminta ganti rugi kepada Pemerintah Belanda karena merasa tidak bersalah,
namun permintaan tersebut ditolak ditolak. Pemerintah Belanda malah mengirimkan pasukan
militernya ke Selat Badung untuk berperang melawan Kerajaan Badung. Pertempuran ini terjadi

9
Ni Made Yudantini, dkk. Op., Cit. hlm 180.
10
I Gede Parimartha. 2011. “Aktualisasi Nilai-Nilai ‘Puputan’ dalam Pembangunan Karakter Bangsa”. Jurnal Kajian
Bali. Vol. 01, No. 02. Hal. 126-127. Diakses melalui
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/download/15618/10411/+&cd=2&hl=id&ct=clnk&gl=id
diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 09.40 WIB.
pada bulan September 1906 dan menyebabkan Puri Kesiman, Denpasar dan Pemecutan dikuasai
oleh pihak Belanda. Selama perang, raja memberikan perintah kepada pegawai kerajaan untuk
membakar dan dan menghancurkan seluruh istana agar Belanda tidak dapat menggunakannya.11

Terjadinya Perang Puputan tahun 1906 berakhir dengan dikuasainya Kerajaan Badung
oleh Belanda. Segera setelah dikuasai, pemerintah Belanda membangun berbagai infrastruktur di
wilayah Denpasar seperti sekolah, jalan raya, museum, pemukiman penduduk, pasar, jembatan,
pusat pemerintahan dan sebagainya. Denpasar terus tumbuh dan mulai muncul desa-desa
tradisional bahkan terdapat pemukiman orang Jawa. Denpasar kemudian banyak didatangi oleh
antropolog dan artis dari luar negeri. Setelah kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 24 Desember
1946 Denpasar ikut ke dalam bagian dari Sunda Kecil yang berada di bawah pemerintahan
Negara Indonesia Timur (NIT) serta bagian dari Kabupaten Badung. Kemudian terjadi
kesepakatan antara Provinsi Bali dan Kabupaten Badung untuk meningkatkan status
administratif Denpasar menjadi Kota Denpasar. Berdasarkan peraturan No. 1/1992 tanggal 15
Januari 1992, terbentuklah Kota Denpasar. Kota Denpasar diresmikan oleh Menteri Dalam
Negeri pada tanggal 27 Februari 1992.12

Perkembangan Kota Denpasar

Saat ini, Kota Denpasar berkembang menjadi daerah pariwisata. Seperti yang telah
disebutkan sebelumnya, Kota Denpasar merupakan ibukota Provinsi Bali. Ditetapkannya
Denpasar sebagai kota sendiri dan tidak lagi berada di wilayah Kabupaten Badung membawa
beberapa dampak. Dampak bagi Provinsi Bali Tingkat I adalah pengembangan wilayah yang
dulunya hanya 8 Daerah Tingkat II menjadi 9 Daerah Tingkat II. Bagi Kabupaten Badung,
ditetapkannya Denpasar menjadi Kota Denpasar membuat Kabupaten Badung menjadi
kehilangan sebagian wilayahnya dan kehilangan segala potensi yang ada di Denpasar yang dapat
memajukan Kabupaten Badung. Sedangkan bagi Denpasar, hal ini merupakan langkah baru
dalam menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan secara mandiri. Selain menjadi

11
Ibid.
12
Ni Made Yudantini, dkk. Op., Cit. hlm. 181.
Ibukota Provinsi Bali, Denpasar juga menjadi pusat pemeritahan, pendidikan dan
perekonomian.13

Letak Kota Denpasar yang strategis, yaitu berada di tengah-tengah pulau Bali menjadikan
Kota Denpasar sebagai puasat seluruh kegiatan. Secara geografis, Kota Denpasar terletak di
08⁰35’31” - 08⁰44’49” LS dan 115⁰10’23” - 115⁰16’27” BT. Kota Denpasar berbatasan dengan
Kabupaten Badung di sebelah utara, Kabupaten Gianyar di sebelah barat, Selat Badung atau
Samudera Hindia di sebelah timur dan Kecamatan Kuta Kabupaten Badung di sebelah selatan.
Luasa wilayah Kota Denpasar sekitar 127,78 Ha (termasuk reklamasi Pantai Serangan seluas 380
Ha atau 2,27% dari luas seluruh daratan Bali). Secara administratif, Kota Denpasar terbagi
menjadi 4 kecamatan, 27 desa serta 16 kelurahan. 4 kecamatan tersebut antara lain: Kecamatan
Denpasar Utara, Kecamatan Denpasar Timur, Kecamatan Denpasar Selatan dan Kecamatan
Denpasar Barat. Kota Denpasar menjadi wilayah di Provinsi Bali yang memiliki jumlah
penduduk dan penerima migran terbesar, bahkan jumlah penduduk asli Denpasar lebih sedikit
dari pada penduduk migran. Laju pertumbuhan penduduk Kota Denpasar rata-rata 4,05% per
tahun. Pada tahun 2010, jumlah penduduk Kota Denpasar 788.589 jiwa, dengan rincian
14
penduduk migran sebanyak 415.417 jiwa dan penduduk asli sebanyak 373.172 jiwa. Kota
Denpasar memiliki penduduk yang beraneka ragam suku, ras dan agama. Agama mayoritas di
Kota Denpasar adalah Agama Hindu, sedangkan Agama Islam, Kristen, Buddha, Katolik dan
Konghucu merupakan agama minoritas. Kondisi ini disebabkan karena pertumbuhan Kota
Denpasar sebagai pusat pariwisata dan sebagai salah satu kota besar di Indonesia. Pertumbuhan
penduduk mulai meningkat setelah Denpasar ditetapkan sebagai Ibukota Provinsi Bali, ditandai
dengan munculnya pemukiman-pemukian baru di wilayah Denpasar. Pemerintah Indonesia
membuat wacana untuk menjadikan Kota Denpasar sebagai kota metropolitan baru di Indonesia.
15

13
NMLU Utama. 2015. “Sejarah Singkat Kota Denpasar”. Hlm. 46-47. Diakses melalui
http://repository.warmadewa.ac.id/140/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 11.01
WIB.
14
A.A. Tara Trendyari, I Nyoman Mahendra Yasa. “Analisis Mengenai Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Migrasi
Masuk ke Kota Denpasar”. Jurnal EP Unud. Vol. 03, No. 10. Hlm. 447. Diakses melalui
https://media.neliti.com/media/publications/44485-ID-analisis-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-migrasi-masuk-
ke-kota-denpasar.pdf diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 11.26 WIB.
15
A.A. Gde Putra Agung, dkk. 1986. “Sejarah Kota Denpasar 1945-1979”. Hlm. 13. Diakses melalui
http://repositori.kemdikbud.go.id/8207/. Diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 11.37 WIB.
Pesona pulau Bali yang menarik wisatawan dari dalam dan luar negeri berdampak pada
pertumbuhan ekonomi di Kota Denpasar. Tercatat pada tahun 2000, jumlah wisatawan
mancanegara yang datang berkunjung ke Denpasar mencapai 1.413.513 orang. Kebanyakan
wisatawan berasal dari Jepang, Australia, Taiwan, Eropa, Amerika dan negara ASEAN seperti
Singapura dan Malaysia. Sebesar 37% dari seluruh penduduk Kota Denpasar bekerja di sektor
perdagangan, perhotelan dan industri rumah makan. Selain itu, produksi kerajinan seperti
cinderamata, ukiran dan patung juga ikut mendorong pertumbuhan ekonomi di Kota Denpasar
dengan penghasilan mencapai 72,69 juta dollar pada tahun 2000. Banyaknya jumlah industri
kerajinan di Kota Denpasar dapat menyerap banyak tenaga kerja sehingga mengurangi
pengangguran.16

KESIMPULAN

Sejarah Kota Denpasar tidak bisa dilepaskan dari sejarah Bali. Sejarah Bali memiliki lima
periode dalam perkembangannya, yaitu periode pra-aksara dimana kehidupan manusia
bergantung pada alam, periode Bali Kuno yang sangat dipengaruhi oleh Kerajaan Hindu Jawa,
periode pengaruh Kerajaan Majapahit yang membuat Bali memiliki tiga sistem kasta, periode
masuknya bangsa asing yaitu bangsa Belanda dan periode setelah kemerdekaan Indonesia
dimana Bali akhirnya memiliki sistem pemerintahan yang resmi.

Sejarah Kota Denpasar dimulai ketika Kyai Anglurah dari Puri Jambe Ksatrya yang
gemar bermain adu ayam membuat sebuah taman. Taman ini akan digunakan sebagai tempat
untuk beristirahat raja-raja dari kerajaan Bali lainnya yang ikut bermain adu ayam di Puri Jambe
Ksatrya. Taman tersebut dibangun di sebelah Utara pasar yang kini menjadi Pasar Badung dan
diberi nama Taman Denpasar. Setelah kekuasaan diambil alih oleh I Gusti Gurah Made, Puri
Jambe Ksatrya diubah nama menjadi Puri Denpasar pada tahun 1788. I Gusti Ngurah Made
kemudian memilih Taman Denpasar sebagai purinya. I Gusti Ngurah Made mangkat pada tahun
1813 dan digantikan oleh keturunannya. Pada tahum 1902 dimasa pemerintahan I Gusti Ngurah
Made Agung yang bergelar I Gusti Gde Ngurah Denpasar, terjadi peristiwa Puputan Badung
yang disebabkan karena I Gusti Gde Ngurah Denpasar yang menganggap pemerintah Belanda

16
Pemerintah Kota Denpasar. “Profil Kota/ Kabupaten”. Dijen Cipta Karya. Diakses melalui
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/bali/denpasar.pdf diakses pada tanggal 08 Desember 2019 pukul
06.31 WIB.
memanipulasi perjanjian persahabatan antara pemerintah Belanda dengan Kerajaan Badung. Hal
ini membuat hubungan antara Kerajaan Badung dengan pemerintah Belanda menjadi tegang.
Selain itu, adanya kesalah pahaman yang dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda agar terjadi
kerusuhan. Kesalah pahaman tersebut terjadi ketika tongkang Sri Kumala, milik kapten Cina,
Kwee Tek Tjiang, terdampar di Pantai Sanur pada tahun 1904. Orang Sanur yang membantu
penyelamatan malah dituduh mengambil barang yang ada di tongkang. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh pemerintah Belanda kemudian terjadilah Puputan Badung. Selama perang
berlangsung, Raja Kerajaan Badung memberi perintah agar seluruh istana dibakar dan
dihancurkan. Tujuannya adalah agar ketika istana berhasil di kuasai pemerintah pemerintah
Belanda, mereka tidak dapat mnggunakannya lagi.

Puputan Badung tersebut berakhir dengan dikuasainya Kerajaan Badung oleh pemerintah
Belanda. Karena keadaan Kerajaan Badung yang telah hancur, segera setelah perang berakhir,
pemerintah Belanda membangun infrastruktur di Denpasar seperti sekolah, museum, pasar,
gedung pemerintahan, rumah sakit, jalan, jembatan dan sebagainya. pemerintah Belanda juga
meresmikan Denpasar sebagai Ibukota Kerajaan. Setelah Denpasar dibangun, banyak ahli
antropolog dan artis dari luar negeri yang datang ke Denpasar dan secara tidak langsung
mempromosikan budaya Denpasar. Bahkan ada beberapa orang yang kemudian menetap di
Denpasar. Setelah kemerdekaan, yaitu pada tanggal 24 Desember 1946 Denpasar masuk kedalam
bagian dari Sunda Kecil dibawah pemerintah Negara Indonesia Timur (NIT). Berdasarkan
peraturan No. 1/1992 tanggal 15 Januari 1992, atas kesepakatan Kabupaten Badung dan
pemerintah Provinsi Bali, terbentuklah Kota Denpasar. Kota Denpasar diresmikan oleh Menteri
Dalam Negeri pada tanggal 27 Februari 1992.

Selain menjadi Ibukota Provinsi Bali, Kota Denpasar saat ini juga menjadi pusat segala
kegiatan seperti pendidikan, pemerintahan dan perekonomian. Kota Denpasar juga menjadi salah
satu pusat pariwisata di Pulau Bali yang membuat Kota Denpasar kini tumbuh menjadi kota yang
cukup maju di bidang ekonomi dimana penduduk Kota Denpasar memiliki pendapatan per kapita
yang tinggi. Penduduk Kota Denpasar sebagain bekerja di sektor perdagangan, perhotelan dan
industri rumah makan. Selain itu, penduduk juga bekerja di sektor kerajianan seperti
cinderamata, ukiran dan patung. Kota Denpasar tidak hanya ditinggali oleh penduduk asli, tetapi
juga penduduk dari luar daerah bahkan luar negeri yang berpindah dan menetap di sana. Hal ini
membuat Kota Denpasar memiliki beranekaragam suku, ras dan agama. Keanekaragaman
tersebut tidak menimbulkan perpecahan di antara penduduk Kota Denpasar. Mereka hidup
dengan rukun, saling menghormati dan menghargai satu sama lain.

DAFTAR PUSTAKA

Agung, A.A. Gde Putra, dkk. 1986. “Sejarah Kota Denpasar 1945-1979”. Hlm. 13. Diakses
melalui http://repositori.kemdikbud.go.id/8207/. Diakses pada tanggal 07 Desember 2019
pukul 11.37 WIB.
Basundoro, Purnawan. 2016. “Pengantar Sejarah Kota”. Yogyakarta. Penerbit Ombak.
Parimartha, I Gede. 2011. “Aktualisasi Nilai-Nilai ‘Puputan’ dalam Pembangunan Karakter
Bangsa”. Jurnal Kajian Bali. Vol. 01, No. 02. Hal. 126-127. Diakses melalui
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/download/15618/10411/+&cd=2&hl=id
&ct=clnk&gl=id diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 09.40 WIB.
Pemerintah Kota Denpasar. “Profil Kota/ Kabupaten”. Dijen Cipta Karya. Diakses melalui
http://ciptakarya.pu.go.id/profil/profil/timur/bali/denpasar.pdf diakses pada tanggal 08
Desember 2019 pukul 06.31 WIB.
Pemerintah Kota Denpasar. 2013. “Jejak Tercecer Sejarah Kota Denpasar”. Diakses melalui
https://www.denpasarkota.go.id/berita/baca/8788 diakses pada tanggal 07 Desember
2019 pukul 08.33 WIB.
Trendyari, A.A. Tara, I Nyoman Mahendra Yasa. “Analisis Mengenai Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Migrasi Masuk ke Kota Denpasar”. Jurnal EP Unud. Vol. 03, No. 10.
Hlm. 447. Diakses melalui https://media.neliti.com/media/publications/44485-ID-
analisis-faktor-faktor-yang-mempengaruhi-migrasi-masuk-ke-kota-denpasar.pdf diakses
pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 11.26 WIB.
Utama, NMLU. 2015. “Sejarah Singkat Kota Denpasar”. Hlm. 46-47. Diakses melalui
http://repository.warmadewa.ac.id/140/3/BAB%20II.pdf diakses pada tanggal 07
Desember 2019 pukul 11.01 WIB.
Wijaya, Nyoman. 2013. “Puri Kesiman: Saksi Sejarah Kejayaan Kerajaan Badung”. Jurnal
Kajian Bali. Vol. 03, No. 01. Hlm. 38-29. Diakses melalui
https://ojs.unud.ac.id/index.php/kajianbali/article/view/15695+&cd=1&hl=id&ct=clnk&g
l=id diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 08.22 WIB.
Yudantini, Ni Made, dkk. 2017. “Sejarah dan Perkembangan Kota Denpasar Sebagai Kota
Budaya”. Seminar Ikatan Penelitin Lingungan Binaan Indonesia (IPLBI). Hlm. 177.
Diakses melalui https://seminar.iplbi.or.id/wp-
content/uploads/2017/06/HERITAGE2017-B-177-184-Sejarah-dan-Perkembangan-Kota-
Denpasar-sebagai-Kota-Budaya.pdf diakses pada tanggal 07 Desember 2019 pukul 06.06
WIB.

Anda mungkin juga menyukai