Abses Paru PDF
Abses Paru PDF
PARU
DEPARTEMEN RADIOLOGI
FK.USU / RSUP H. ADAM MALIK
MEDAN
2011
Abses paru adalah lesi paru berupa supurasi dan nekrosis jaringan.(1) Pada
daerah abses, terdapat suatu daerah lokal nekrosis supurativa di dalam parenkim
paru, yang menyebabkan terbentuknya satu atau lebih kavitas yang besar.
Kemajuan ilmu kedokteran saat ini menyebabkan kejadian abses paru menurun
karena adanya perbaikan risiko terjadinya abses paru seperti teknik operasi dan
anastesi yang lebih baik dan penggunaan antibiotik lebih dini, kecuali pada
kondisi-kondisi yang memudahkan untuk terjadinya aspirasi dan pada populasi
dengan daya tahan tubuh yang menurun (immunocompromised).(2)
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya
abses paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait pendorong
terjadinya abses paru, diantaranya para pecandu alkohol, penderita karies gigi,
aspirasi saluran pernafasan sampai kelainan saluran pernafasan.(2),(4),(5) Kuman
atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses paru
disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri anaerob
dan aerob.(2) Kemudian pada anak-anak ditemukan faktor predisposisi dari abses
paru dapat disebabkan oleh infeksi berat hingga imunodefisiensi.(5)
Untuk melihat lokasi dan bentuk lesi maka dilakukan pemeriksaan
radiologik sebagai pemeriksaan penunjang abses paru. Pemeriksaan radiologik
yang akan digunakan antara lain Foto polos, Tomografi Komputer (TK),
Ultrasonografi (USG) dan Magnetik Resonance Imaging (MRI).(3) Pada
pemeriksaan foto polos sangat membantu untuk melihat lokasi lesi dan bentuk
abses paru.(11) Sedangkan pada TK dapat menunjukkan lesi yang tidak terlihat
pada pemeriksaan foto polos dan dapat membantu menentukan lokasi dinding
dalam dan luar kavitas abses.(12) Pemeriksaan radiologik lain seperti ultrasonografi
(USG)(13) dan Magnetic Resonance Imaging (MRI)(14) juga dapat menentukan
diagnosis meskipun jarang digunakan.
Abses paru merupakan kasus jarang dan beberapa dokter meningkatkan
pengetahuannya dalam penatalaksanaannya.(16) Antibiotik tunggal tidak
II.1. Definisi
Abses paru adalah infeksi dekstruktif berupa lesi nekrotik pada jaringan
paru yang terlokalisir sehingga membentuk kavitas yang berisi nanah (pus) dalam
parenkim paru pada satu lobus atau lebih.(2) Kavitas ini berisi material purulen sel
radang akibat proses nekrotik parenkim paru oleh proses terinfeksi. Bila diameter
kavitas < 2 cm dan jumlahnya banyak (multiple small abscesses) dinamakan
necrotizing pneumonia.(3)
II.2. Epidemiologi
1. Faktor Predisposisi
Ada beberapa kondisi yang menyebabkan atau mendorong terjadinya abses
paru. Beberapa penelitian menyimpulkan beberapa faktor terkait, diantaranya :
Penelitian terdahulu menemukan adanya infeksi pada pasien abses paru. Dari
hasil kultur sputum didapatkan adanya infeksi staphylococcus (46,%), klebsiella
(26,6%), D. pneumonia (16,6%) dan E.coli (10%).(4)
Penelitian lain melaporkan beberapa faktor predisposisi abses paru yang
terjadi pada anak-anak, diantaranya(5):
Measles
Burns
Gangguan sistem imun Prematur
Leukimia
Hepatitis
Disgammaglobulinemia
Sindroma nefrotik
Penyakit granulomatosa kronik
Terapi steroid
Malnutrisi
II.3. Etiologi
Kuman atau bakteri penyebab terjadinya abses paru bervariasi. 46% abses
paru disebabkan hanya oleh bakteri anaerob, sedangkan 43% campuran bakteri
anaerob dan aerob. Disebut abses primer apabila infeksi diakibatkan aspirasi atau
pneumonia yang terjadi pada orang normal, sedangkan abses sekunder apabila
infeksi terjadi pada orang yang sebelumnya sudah mempunyai kondisi seperti
obstruksi, bronkektasis dan gangguan imunitas.(2)
Secondary Aerobes
All those listed for primary abscess
Haemophilus aphropilus, parainfluenzae
Streptococcus group B, intermedius
Terjadinya abses paru biasanya melalui dua cara, yaitu aspirasi dan
hematogen.(2) Yang paling sering ditemukan adalah abses paru bronkogenik akibat
aspirasi. Hal ini dapat disebabkan oleh kelainan anatomis, sumbatan bronkus
maupun tumor. Sedangkan abses paru melalui hematogen biasanya berhubungan
dengan infeksi.
Parasites
Entamoeba histolytical, Paragonimus
westermani, Stronglyoides
stercoralis (post-obstructive)
II.4. Patogenesis
1. Patologi
Abses paru timbul bila parenkim paru terjadi obstruksi, infeksi kemudian
menimbulkan proses supurasi dan nekrosis. Perubahan reaksi radang
pertama dimulai dari supurasi dan trombosis pembuluh darah lokal, yang
menimbulkan nekrosis dan likuifikasi. Pembentukan jaringan granulasi
terjadi mengelilingi abses, melokalisir proses abses dengan jaringan
fibrotik.(1),(7),(8)
Seiring dengan membesarnya fokus supurasi, abses akhirnya akan pecah ke
saluran nafas. Oleh karena itu, eksudat yang terkandung di dalamnya
mungkin keluar sebagian, menghasilkan batas udara-air (air-fluid level) pada
pemeriksaan radiografik Abses yang pecah akan keluar bersama batuk
sehingga terjadi aspirasi pada bagian lain dan akhirnya membentuk abses
paru yang baru.. Kadang-kadang abses pecah ke dalam rongga pleura dan
menghasilkan fistula bronkopleura, yang menyebabkan pneumotoraks atau
empiema.(9)
2. Patofisiologi
Proses terjadinya abses paru dapat diuraikan sebagai berikut(10):
a. Merupakan proses lanjut pneumonia inhalasi bakteria pada penderita
dengan faktor predisposisi. Bakteri mengadakan multiplikasi dan
merusak parenkim paru dengan proses nekrosis. Bila berhubungan
Faktor
Predisposisi
Posisi Lateral : Kavitas terlihat di lobus kiri atas dengan udara dan cairan
didalamnya (panah putih).
Kasus pada abses paru(13)
3. Empiema
Pada gambaran TK empiema tampak pemisahan pleura parietal dan
visceral (pleura split) dan kompresi paru.(15)
6. Hiatus hernia. Tidak ada gejala paru. Nyeri restrosternal dan heart burn
bertambah berat pada waktu membungkuk. Diagnosis pasti dengan
pemeriksaan barium foto.
II.10. Penatalaksanaan
II.10.1.Terapi Medis
Abses paru merupakan kasus jarang dan beberapa dokter meningkatkan
pengetahuannya dalam penatalaksanaannya. Antibiotik tunggal tidak adakan
menghasilkan keluaran yang memuaskan kecuali pus bisa didrainase dari kavitas
abses. Pada kebanyakan pasien, drainase spontan terjadi melalui cabang bronkus,
dengan produksi sputum purulen. Hal ini mungkin terbantu melalui drainase
postural.(16)
Antibiotik
Pilihan awal biasanya dibuat jika tidak ada bakteriologi definitif, tetapi
perkiraan yang beralasan bisa dibuat berdasarkan gambaran klinis yang
mendasarinya dan pada aroma pus dan gambarannya pada pewarnaan gram. Pada
kebanyakan abses paru mengandung streptokokus kelompok milleri dan anaerob,
antubiotik atau kombinasinya yang melawan organisme ini harus dipilih. Terdapat
banyak regimen awal yang mungkin diberikan. Penisilin termasuk sefalosporin,
makrolide, kloramfenikol dan klindamisin semuanya telah digunakan.
Penggunaan ampisilin atau amoksisilin tunggal harus dihindari karena beberapa
Drainase
Pemeriksaan tambahan harus dilakukan pada pasien yang tidak respon
terhadap antibiotik dan fisioterapi. Waktu intervensi tersebut bergantung pada
pasien. Pada pasien dengan kondisi kritis dimana tidak terdapat drainase spontan
melalui cabang bronkus, perlu dilakukan drainase. Pada sebagian pasien, demam
berlanjut lebih dari 2 minggu walaupun pemberian antibiotik sudah sesuai dan
fisioterapi menunjukkan bahwa drainase tidak adekuat sehingga perlu
dipertimbangkan peningkatan intensitas pengobatan.
Drainase pada pasien abses paru mungkin bisa dilakukan pendekatan
melalui cabang bronkus atau secara perkutaneus. Dalam teknik sebelumnya,
akvitas abses paru dimasukkan langsung dengan fibreoptic bronchoschopy atau
melalui kateter yang melewatinya.(17)
Pendekatan perkutaneus mungkin lebih baik. Kecuali abses paru
berhubungan dengan keganasan ketika terdapat peningkatan resiko fistula
permanen. Pada beberapa kasus drainase endobronkial harus dipertimbangkan.
Drainase perkutaneus biasanya tidak membantu pada abses kecil multipel dan
Reseksi pembedahan
Dengan membandingkan dengan era sebelum antibiotik, era pembedahan
abses paru jarang diperlukan, tetapi masih dilakukan jika terdapat hemoptisis berat
atau abses paru berhubungan dengan keganasan. Pada kasus belakangan, reseksi
hanya dicoba jika tumor operable melalui kriteria yang biasa, dengan tanpa bukti
adanya metastasis, keterlibatan mediastinum, fungsi pare yang tidak adekuat atau
keadaan serius kesehatan yang menyertainya. Untuk dua indikasi utama ini
mungkin perlu ditambahkan abses kronik dengan gejala menetap, khususnya
ketika mencoba untuk mendrain gagal dilakukan. Kronisitas mungkin bersifat
sementara atau patologis, abses kronik berhubungan dengan granulasi jaringan
dan diikuti dengan jaringan ikat. Definisi sementara adalah bahan perdebatan,
tetapi abses yang masih menghasilkan gejala sistemik (selain produksi sputum) 6
minggu setelah munculnya gejala walaupun percobaan endobronkial atau
percutaneus drainage, harus dipertimbangkan untuk reseksi pembedahan.(18)
II.11 Komplikasi
Keberhasilan pengobatan abses paru diindikasikan pertama melalui
resolusi demam, kedua melalui penutupan kavitas dan terakhir melalui bersihnya
gambaran radiologis infiltrat parenkim paru.
Demam biasanya hilang dalam beberapa hari, menetap dalam 2 minggu
jarang terjadi dan membuktikan tidak adekuatnya drainase. Sekitar 50% kavitas
akan menutup dalam sebulan dan meninggalkan gejala selama 4 – 8 minggu.
II.12. Prognosis
Abses paru masih merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas yang
signifikan. Angka kematian Abses paru berkisar antara 15-20% merupakan
penurunan bila dibandingkan dengan era pre antibiotika yang berkisar antara 30-
40%.
Pada penderita dengan beberapa faktor predisposisi mempunyai prognosa
yang lebih jelek dibandingkan dengan penderita dengan satu faktor predisposisi.
Sekitar 80-90% penderita sembuh dengan pengobatan anti biotik.(20) Beberapa
faktor yang memperbesar angka mortalitas pada Abses paru sebagai berikut(21):