Anda di halaman 1dari 43

87

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

4.1 Hasil Penelitian

1. Gambaran Umum Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha

Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha disingkat Yonif

Para Raider 502/Ujwala Yudha adalah yonif para raider yang tergabung

dalam Brigif Linud 18/Trisula Kostrad. Yonif Para Raider 502/Ujwala

Yudha diresmikan pada 17 Mei 1962. Saat ini Yonif Para Raider

502/Ujwala Yudha bermarkas di Jabung, Malang, Jawa Timur. Dan Pada

Tanggal 22 April 2016 secara resmi batalyon ini berubah nama dari Yonif

Linud 502/Ujwala Yudha menjadi Yonif Para Raider 502/Ujwala Yudha,

dengan berahkirnya pendidikan pembentukan Raider yang ditutup oleh

Panglima Divisi Infanteri 2/Kostrad, Mayjen TNI Ganip Warsito, S.E.,

M.M. bertempat di Pantai Tamban, Kabupaten Malang.

Yonif Linud 502/Ujwala Yudha dibentuk pada tangga 17

Mei 1962 dilapangan Sukorejo, Jember diadakan upacara peresmian,

Berdirinya batalyon Raider yang ke-2 yg diberi nama Yonif 531/Raider

dan Kota Jember sebagai pangkalannya. Adapun personel inti diambilkan

dari Yonif 506 sebanyak 935 orang,kekurangannya diambilkan dari

Batalyon jajaran Kodam VII/Brawijaya. Pada tanggal 30

September 1964 Yonif 531/Raider dipindahkan pangkalannya dari Kota

Jember ke Malang. Pada tanggal 19 Desember 1964 Batalyon menerima

tunggul "UJWALA YUDHA" yang berarti: "Ujwala" melambangkan

semangat yang berkobar berapi-api/keberanian setiap anggota Yonif Linud


88

502/Ujwala Yudha. "YUDHA" Melambangkan sifat kepahlawanan sebagai

pejuang kemerdekaan yang gagah perwira. Pada tanggal 22

April 1969 secara tertulis dan administrasi batalyon dipidahkan dari

Kodam VII/Brawijaya ke Kostrad. Pada tanggal 31 Maret 1973 nama

satuan berubah dari Yonif 531/Raider manjadi "Batalyon Infanteri Lintas

Udara 502/Ujwala Yudha".

2. Pembentukan Para Raider

Pada tanggal 1 Februari 2016, Kepala Staf Divisi Infanteri 2

Kostrad Brigjen TNI Ainurrahman selaku Inspektur Upacara membuka

Latihan Pembentukan Raider 502/Ujwala Yudha Brigif Linud

18/Trisula Kostrad di Rahlat Sidodadi Kabupaten Malang, Jawa Timur.

Latihan Pembentukan Para Raider Yonif Linud 502/Ujwala Yudha

Kostrad, merupakan latihan "Raider" pertama yang diselenggarakan

oleh Divisi Infanteri 2/Kostrad pada TA. 2016. Hal ini sebagai tindak

lanjut dari Kebijakan Kasad untuk meningkatkan kemampuan prajurit dan

kualitas tempur satuan jajaran TNI AD, dimana pada TA. 2016 ini, TNI

AD telah memprogramkan latihan Raider bagi 7 Satuan Yonif jajaran

Kostrad dan Kodam, sebagai kesinambungan latihan pembentukan satuan

Raider TNI AD.

Pada Tanggal 22 April 2016, Panglima Divisi Infanteri

2/Kostrad, Mayjen TNI Ganip Warsito, S.E., M.M. menutup latihan

Batalyon Infanteri Lintas Udara 502/18/2 Kostrad bertempat di pantai

Tamban, Kabupaten Malang, Jawa Timur. Dengan berahkirnya pendidikan

pembentukan Raider Yonif Linud 502/Ujwala Yudha Kostrad berarti telah

resmi menyandang sebagai Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala


89

Yudha Kostrad. “Perubahan status sebagai Batalyon Para Raider berarti

merupakan peningkatan kemampuan, yang harus selalu dipelihara untuk

siap ditugaskan sesuai kemampuan yang dimiliki”

4.2 Penyajian Data Penelitian

1. Implementasi Penerapan Kebijakan Kode Etik Kepemimpinan

Perwira Guna Meningkatkan Disiplin Prajurit TNI AD di Batalyon

Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha

Di dalam tubuh TNI-AD proses kepemimpinan sudah berlangsung

sejalan dengan perkembangan organisasi, akan tetapi kepemimpinan

senantiassa selalu menjadi topik kajian yang hangat, hal itu

mencerminkan bahwa kualitas dan efektifitas kepemimpinan dari waktu

ke waktu dituntut untuk selalu ditingkatkan agar tidak terjadi penurunan.

Perwira sebagai unsur pimpinan pada organisasi TNI AD merupakan

kunci keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas kemiliteran, hal ini

disebabkan karena keputusan yang diambil oleh seorang Perwiralah

membuat berhasil atau tidaknya tugas yangharus dilaksanakan.

Kepemimpinan adalah sebuah pengaruh yang berangkat dari

sebuah kepercayaan yang terbentuk dari sifat pengasih dan penyayang

yang terdapat dalam setiap pribadi untuk dapat dicapai kualitas pribadi

tersebut maka hal yang mendasar adalah dengan melakukan pembinaan

moral dan etika karena moral adalah suatu bentuk kepribadian yang

dipunyai setiap individu berhubungan dengan perbuatan baik atau buruk

yang sangat berpengaruh terhadap suatu kepemimpinan, sedangkan, etika

adalah norma dan nilai yang dijadikan pedoman dalam proses interaksi

manusia dalam bermasyarakat sebagai makhluk sosial. Dengan demikian


90

untuk dapat membentuk suatu kepemimpinan yang handal dilingkungan

TNI AD diperlukan suatu kepemimpinan perwira TNI AD di dalam

melaksanakan tugas.

Hal ini juga berlaku pada pelaksanaan kepemimpinan perwira

pada organisasi militer seperti di Batalyon Infanteri Para Raider

502/Ujwala Yudha, sebagai seorang perwira dalam lingkungan TNI

seorang pimpinan diharapkan sesudah ia memiliki sifat keprajuritan dan

kerakyatan, anggota TNI yang bertugas sebagai pimpinan dan

bertanggung jawab atas kewajibannya itu kepada atasan, bangsa dan

negara, harus memegang teguh norma-norma etik dan kode kehormatan

perwira “Budhi Bhakti Wira Utama”.

Kode etik dalam kepemimpinan perwira ini berkaitan erat dengan

moril dan disiplin anak buah yang dipimpinnya, keterkaitan ini terlihat

dalam bentuk jika seorang pemimpin mampu menempatkan sebagai

Komandan, maka ia akan dapat membina bawahannya, namun pada

kenyataannya umumnya unsur pimpinan masih banyak yang kurang

berani mengoreksi, membetulkan kesalahan yang dilakukan oleh

anggotanya. Hal ini disebabkan kurang mendalami pengetahuan praktis

yang harus diketahui oleh seorang pimpnan, hal lain yang seringkali

terjadi adalah masih banyak unsur pimpinan yang tidak dapat

memberikan kontak kepada anak buahnya, kondisi seperti ini sangat

mempengaruhi kondisi disiplin, moril dan semangat pajurit, maka dari itu

disini akan di jelaskan mengenai kondisi norma-norma etik dan kode

kehormatan perwira “Budhi Bhakti Wira Utama” yang diterapkan para

perwira pada Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha yang


91

bertujuan untuk meningkatkan disiplin anggotanya.

a. Budhi

Budhi dalam kode etik kepemimpinan perwira diartikan sebagai

kepemimpinan perwira yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa,

membela kebenaran dan keadilan dan Memiliki sifat-sifat

kesederhanaan. Hasil pengamatan dan wawancara yang dilakukan

mengenai kode etik kepemimpinan perwira berupa “Budhi” dalam

meningkatkan disiplin anggota yang dipimpinnya dijelaskan salah

satu perwira yang menjabat PasiPers di Batalyon Infanteri Para Raider

502/Ujwala mengatakan:

“Kalau bicara masalah budhi pada kode etik kepemimpinan


perwira, setiap perwira pimpinan disini harus menunjukkan bahwa dia
adalah seorang yang berbudi luhur salah satu sendinya adalah
Ketuhanan yang Maha Esa dimana sosok pimpinan paling tidak
memiliki nilai Religius dalam dirinya yang merupakan keseluruhan
tingkah laku manusia yang berbudi luhur, atas dasar percaya atau
iman kepada Tuhan Yang Maha Esa yang diwujudkan dalam
penghayatan dan implementasi ajaran agama dalam kehidupan sehari-
hari. Jadi kalau dikaitkan dengan kedisiplinan pemimpin yang mampu
memberikan contoh kepada anggotanya bahwa dirinya adalah orang
yang religius, tapi dalam arti yang tidak fanatik maka akan
menjadikan anggotanya segan untuk bertindak tidak disiplin dalam
satuan yang dipimpinnya”. (Wawancara 7 Mei 2019).

Perwira yang bersendikan pada Ketuhanan Yang Maha Esa adalah

pemimpin TNI AD dapat melaksanakan setiap tugas yang dibebankan

kepadanya dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih dan mengimani

bahwa profesinya merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa

sehingga harus dipertanggunggjawabkan.

Hal senada diungkapkan oleh salah seorang Bintara yang

mengatakan:

“Kalau dipimpin oleh seorang Komandan yang religius sudah


92

pasti anak buah merasa segan untuk berbuat yang aneh-aneh,


karena pada umumnya mereka yang religius itu sabar tetapi bukan
berarti tidak tegas, sehingga kadang-kadang para anak buah juga
mencontoh menjadi religius pula”. (Wawancara 7 Mei 2019).

Sendi dasar lain Budhi dalam kode etik kepemimpinan perwira

adalah membela kebenaran dan keadilan dalam hal ini Danyon

menjelaskan:

“berbicara pemimpin yang membela kebenaran dan keadilan dapat


diartikan perwira pemimpin itu harus punya sikap kesatriya dan
tegas dalam menegakkan disiplin jadi kalau salah yang dibilang
salah kalau benar yang di bela, perwira pemimpin dengan watak
begini sudah bisa dipastikan akan membuat anggota yang
dipimpinya benar-benar segan”. (Wawancara 7 Mei 2019).

Perwira pemimpin memang dituntut untuk dapat bertindak tegas

dalam membela kebenaran dan keadilan seorang perwira adalah

pemberani sejati yang selalu menegakkan kebenaran dan memberantas

kebatilan, meskipun resiko yang diterimanya sangat hebat. Hal inilah

nantinya yang akan menjadikan panutan bagi anggotanya untuk

meneladani kepemimpinan para perwiranya.

Masih terkait kepemimpinan perwira yang membela kebenaran

dan keadilan ini salah seorang Bintara Batalyon Infanteri Para Raider

502/Ujwala Yudha mengatakan:

“Kalau seorang perwira pemimpin itu benar benar tegas dalam


membela kebenaran dan keadilan, maka kalau ada anggota yang
salah pasti diproses dan ditindak tegas, nah ini pasti akan
membuat anggota berpikir panjang untuk berbuat tidak disiplin,
seperti kepemimpinan Danrindam yang tidak segan-segan
menjatuhkan hukuman disiplin ketika ada anggota disini yang
ketahuan menjadi backing beberapa waktu lalu”. (Wawancara 7
Mei 2019 ).

Selanjutnya Kode etik kepempimpinan perwira Budhi yang

bersendikan memiliki sifat-sifat kesederhanaan dalam hal ini salah


93

seorang perwira Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha Lettu

Ak yang mengatakan:

“Kepemimpinan perwira yang sederhana itu dalam penerapannya


perwira itu adalah pemimpin nah yang dipimpin kan banyak
orang, berbagai macam sifat dan watak, jadi dalam menjalankan
kepemimpinan ya harus mampu berinteraksi dengan siapa saja
anggotanya, baik perwira, bintara atau tamtama, itu bisa dilakukan
kalau di tengah gelimang fasilitas, mungkin dengan kadar
kemewahan tertentu, sang pemimpin mengelak untuk tergoda atau
hanyut dalam kemewahan itu”. (Wawancara 7 Mei 2019).

Terkait dengan sifat kesederhanaan seorang pemimpin ini salah

seorang Bintara Serda K, ketika ditanya mengenai kesederhanaan dengan

mengambil contoh Danrindam dalam kepemimpinannya menjelaskan:

“Komandan itu orangnya kalau menurut saya ya tidak segan


langsung turun ke bawah dan bersama dengan anggota untuk suatu
kegiatan, contohnya ya pada saat ada kegiatan kebersihan di
markas, beliau ga segan-segan memegang alat kebersihan untuk
bersama dengan kita yang bawahannya untuk sama-sama bersih-
bersih lingkungan markas, kadang beliau juga tanpa segan
berkomunikasi dengan anggota meski hanya menanyakan keadaan
keluarga anggota tetapi tetap dalam suasana akrab, hal ini justru
makin membuat segan anggota”. (Wawancara 7 Mei 2019).

Kesederhanaan seorang perwira pemimpin saat memimpin pasti dituntut

untuk memberikan arahan ataupun instruksi kepada orang-orang yang

dipimpinnya. Pemimpin yang mengetahui dengan baik apa yang terjadi di

institusinya akan dapat dengan mudah menyampaikan keinginannya.

Begitupun orang-orang yang dipimpinnya akan juga mudah memahami

pemimpinnya. Perwira pemimpin yang penuh kesederhanaan akan jauh

lebih tenang dalam menjalankan roda kepemimpinannya. Meskipun dia

juga mempunyai kepentingan atau keinginan pribadinya, namun dia

dengan cerdas dapat memenuhinya tanpa ‘merusak’ citranya sebagai

seorang pemimpin.
94

Secara keseluruhan budhi dalam kode etik kepemimpinan

dimaksudkan agar perwira TNI berbuat luhur, bersendikan Ketuhanan

Yang Maha Esa, membela kebenaran dan keadilan, serta memiliki sifat-

sifat kesederhanaan dimana hal ini diharapkan akan dapat dijadikan

tauladan bagi anggotanya dalam meningkatkan disiplin dan moril dalam

diri anggota yang dipimpinnya.

b. Bhakti

Bhakti sebagai salah satu sendi dalam kode etik kepemimpinan

perwira mengisyaratkan agar seorang Perwira TNI berbakti untuk

mendukung cita-cita nasional, mencintai kemerdekaan dan kedaulatan

Republik Indonesia, serta menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia,

serta setiap saat bersedia membela kepentingan nusa dan bangsa guna

mencapai kebahagiaan rakyat Indonesia.

Hasil wawancara dengan salah satu perwira, terkait dengan bhakti

sebagai salah satu komponen kode etik kepemimpinan perwira beliau

menjelaskan:

“Bhakti dalam kode etik kepemimpinan perwira kan berbakti untuk


mendukung cita-cita nasional, mencintai kemerdekaan dan kedaulatan
Republik Indonesia, serta menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia,
serta setiap saat bersedia membela kepentingan nusa dan bangsa guna
mencapai kebahagiaan rakyat Indonesia, nah sebagai pemimpin kan
tugasnya mempengaruhi anggota, maka sudah menjadi kewajiban bagi
setiap perwira untuk mengetrapkan bhakti dalam kepemimpinanya terkait
tugas pokok TNI yang kita emban”. (Wawancara 7 mei 2019).

Bhakti dalam Kepemimpinan Perwira TNI terkait dengan tugas

pokok TNI yaitu tugas pokok TNI AD adalah menegakkan kedaulatan

negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang Undang Dasar Negara


95

Republik Indonesia Tahun 1945, serta melindungi segenap bangsa dan

seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap

keutuhan bangsa dan negara. Untuk itu dalam setiap tugas yang

diembannya diwujudkan untuk mampu melaksanakan tugas sebagai

prajurit profesional yang melindungi rakyat, dalam pelaksanaannya masih

perlu dioptimalkan agar dapat membentuk citra positif TNI.

Wujud penerapan Bhakti sebagai salah satu kode etik kepemimpinan

perwira TNI ini dijelaskan oleh salah satu perwira Letkol Sn yang

menjelaskan:

“Bhakti dalam kepemimpinan perwira ini tidak terlepas dari perwira


yang juga seorang prajurit sapta marga jadi otomatis agar dapat
melaksanakan kode etik berupa bhakti ini seorang perwira TNI harus
memiliki sifat-sifat kepatriotan, keyakinan akan tugasnya sebagai
pendukung dan pembela ideologi negara yang bertanggung jawab dan
tidak kenal menyerah, para perwira ini dalam penerapan
kepemimpinanya harus memelihara kesiapsiagaan sebagai prajurit
TNI Bhayangkari Negara serta menunjukkan kerelaan sebagai prajurit
yang mengutamakan keperwiraan di dalam melaksanakan tugas serta
siap sedia berbakti kepada bangsa dan negara”. (Wawancara 7 Mei
2019).

Dari hasil wawancara tersebut dapat dijelaskan bahwa Bhakti sebagai

salah satu kode etik kepemimpinan perwira yang didalamnya memuat

ketentuan perwira TNI berbakti untuk mendukung cita-cita nasional,

mencintai kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia, serta

menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia, serta setiap saat bersedia

membela kepentingan nusa dan bangsa guna mencapai kebahagiaan rakyat

Indonesia, merupakan suatu hal yang harus dipedomani terkait dengan tugas

pokok tni dan merupakan cerminan jati diri TNI, moral, etika keprajuritan

serta keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Wira
96

Kode etik kepemimpinan selanjutnya adalah Wira dalam hal ini

menegaskan bahwa seorang perwira TNI adalah kesatria yang harus

memegang teguh kesetiaan dan ketaatan, Pemimpin (soko guru) dari

bawahannya serta Berani bertanggung jawab atas tindakannya.

Hasil wawancara mengenai apa yang dimaksud dengan penerapan kode

etik Wira yang salah satunya adalah perwira TNI adalah kesatria yang harus

memegang teguh kesetiaan dan ketaatan dijelaskan oleh salah seorang Staf

Perwira pada Kapten Ad yang menyatakan:

“kesatria yang harus memegang teguh kesetiaan dan ketaatan yang


bisa saya artikan disini adalah seorang perwira pemimpin dalam
organisasi harus memiliki komitmen dan loyalitas yang tinggi
terhadap organisasinya, hal ini diperlukan dalam menentukan langkah
dan gaya kepemimpinan untuk mengarahkan dan menciptakan suatu
keberhasilan seorang pemimpin serta menjadi suri tauladan terhadap
anggota. Kriteria seperti inilah yang menjadi komitmen dalam
memimpin kesatuannya dengan rutinitas memberi pengarahan,
penekanan tentang disiplin dan kerja yang sesuai prosedur terhadap
para anggota serta memberikan makna dalam tugasnya masing-
masing sebagai gambaran dan pedoman seorang pemimpin terhadap
anggota. Adapun yang perlu dipedomani antara lain:bagaimana kita
bisa melakukan pekerjaan dengan baik, bagaimana kita bisa
mengerjakan tugas dengan kesalahan lebih sedikit, bagaimana proses
pekerjaan bisa dilakukan lebih cepat dan tepat waktu, perintah satu
komando untuk ditekankan kepada anggota TNI agar seluruhnya tetap
meningkatkan kinerja dengan baik tanpa melanggar hukum”.
(wawancara, 12 Mei 2019).

Perwira TNI adalah kesatria yang harus memegang teguh kesetiaan

dan ketaatan merupakan sebuah komitmen yang kuat dari seorang pemimpin

merupakan suatu hasrat yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi

dalam hal ini komitmen mendisiplinkan anggota yang dilakukan pemimpin

merupakan suatu keinginan untuk menunjukkan usaha tingkat tinggi atas

nama organisasi; dan keyakinan yang kuat dalam menerima nilai-nilai dan

tujuan-tujuan organisasi dalam mendisiplinkan anggotanya.


97

Hal senada dalam penerapan kode etik kepemimpinan perwira berupa

Wira yaitu perwira TNI adalah kesatria yang harus memegang teguh

kesetiaan dan ketaatan terkait dengan tingkat disiplin anggota, dengan

pertanyaan bagaimana kepemimpinan para perwira dalam mendisiplinkan

anggota, salah satu bintara di Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala

Yudha Bapak F.Y menjelaskan:

“Disiplin merupakan nafas bagi prajurit TNI yang setiap hari selalu
ditekankan baik apel pagi maupun siang melalui Pawas (Perwira
Pengawas) disamping itu pula setiap minggu merupakan jam
komandan baik di waktu apel bendera maupun pengarahan yang
dilaksanakan di aula bagi seluruh anggota, guna menghindari
terjadinya pelanggaran yang akan dilakukan anggota, disamping itu
pula kepada anggota, khususnya prajurit yang melakukan pelanggaran
disiplin akan diberikan sanksi yang tegas sesuai hukum yang berlaku.
Ini merupakan komitmen dalam kepemimpinan tanpa melihat pangkat
perwira, bintara maupun tamtama”. (wawancara, 12 Mei 2019).

Hal berikutnya dalam kode etik kepemimpinan berupa Wira adalah

perwira pemimpin adalah Pemimpin (soko guru) bagi bawahannya hal ini

diwujudkan dalam fungsi fungsi melekat yang di miliki oleh seorang Perwira

sebagai pemimpin dan komandan, karena pada dasarnya Perwira dapat

menjadi seorang pemimpin dan sekaligus komandan apabila ia mempunyai

otoritas formal karena jabatan yang sedang diembannya. Pada hakekatnya

Perwira adalah pemimpin bagi anak buahnya, sehingga harus mempunyai

kedudukan sebagai : komandan, pemimpin, guru, pembina, bapak dan teman.

Hal ini sesuai dengan pertanyaan yang diajukan kepada Satu Bintara di

Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha mengenai bagaimana

kepemimpinan Danyon dalam memimpin dan mendisiplinkan anggotanya,

beliau menjelaskan:

“Kalau menurut saya Kepemimpinan Danyon telah memperhatikan


aspek kerjasama, soliditas dan keterpaduan yang seimbang, menurut
98

saya beliau juga mempunyai sikap sebagai seorang Komandan tidak


harus setiap saat ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi
pada saat saat tertentu dimana yang bersangkutan harus dapat
mengambil keputusan dalam memilih lebih dari satu alternatif pilihan.”
(wawancara, 12 Mei 2019).

Kepemimpinan Militer dituntut untuk lebih menonjolkan keteladanan,

soliditas, solidaritas dan kemampuan untuk melakukan komunikasi dua

arah dengan anggota maupun masyarakat luas. Karenanya dibutuhkan

adanya karakter kepemimpinan yang kuat dan handal sebagai soko guru

bagi bawahannya. Karakter adalah struktur ideal pada jiwa dan raga yang

membedakan seseorang dengan yang lain, dengan demikian maka

Pemimpin yang dapat dipandang sebagai soko guru adalah seorang

pemimpin yang memiliki jiwa dan raga yang sehat dan kuat sehingga

memiliki keunggulan dalam segala hal. Dalam hal ini dibutuhkan

kompetensi berupa etika dan akhlak yang tinggi. Dalam membentuk

Karakter Kepemimpinan terdapat adanya "proses membangun karakter"

yaitu suatu mekanisme yang berkesinambungan dan transparan melalui

pendidikan, latihan dan penugasan yang sistematis dan berkelanjutan, yang

dimulai dari pencarian gagasan, dilanjutkan dengan Pembentukan dan

pembinaan kejiwaan.

Hal senada mengenai perwira pemimpin yang dapat menjadi soko

guru bagi anggotanya ini juga dikemukakan oleh salah satu Perwira yang

menjelaskan:

“Kalau menurut saya kepemimpinan pada periode ini dipimpin oleh


seorang pemimpin (Danyon) yang dapat menciptakan suasana rasa
percaya bawahan kepada pimpinan, beliau juga bisa menciptakan suana
yang nyaman dan kondusif di organisasi, mempunyai disiplin tinggi,
moralitas mulia, beliau juga mempunyai moril militan dan
profesionalisme keprajuritan yang tinggi”. (wawancara, 12 Mei 2019).
99

Karakteristik kepemimpinan yang dapat dianggap sebagai soko guru

bagi anggota memang memerlukan "self leadership" yaitu kemampuan diri

dalam mengendalikan hawa nafsu. Ditabukannya bagi seorang pemimpin

untuk memaksakan diri mencari-cari jabatan dan harta (karena akan datang

dengan sendirinya sesuai strata dan kedudukan nantinya). Karakter yang kuat

mengutamakan munculnya kesadaran pribadi untuk menjadi pemimpin yang

tidak hanya memiliki kesadaran pribadi tetapi juga untuk terus

mengembangkan diri.

Sendi yang berikutnya pada kode etik kepemimpinan perwira berupa

wira adalah Perwira TNI Adalah Kesatria yang berani bertanggung jawab, hal

ini dimaksudkan pada hakikatnya setiap pribadi manusia adalah pemimpin

yang mempunyai tujuan untuk dicapai. Setidaknya setiap pribadi adalah

pemimpin bagi dirinya sendiri. Jika ia telah mampu untuk memimpin dirinya

sendiri maka barulah ia akan mampu untuk memimpin orang lain serta

membimbing mereka mencapai tujuan. Seorang pemimpin tentunya memiliki

tanggung jawab terhadap sesuatu yang menjadi kewajiban atau tugasnya dan

juga harus bertanggungjawab atas kepemimpinannya secara menyeluruh.

Seorang perwira pemimpin yang bertanggung jawab dalam

menjalankan kepemimpinannya dituntut untuk memahami tugas dan tanggung

jawab yang diembannya, memahami karasteristik bawahannya dan memahami

fenomena yang terjadi dilingkungannya, sehingga mampu meningkatkan

serangkaian hubungan kerja dengan bawahan dalam upaya meningkatkan

kualitas anggotanya. Keadaan tersebut tidak lepas dari fungsi perwira

pemimpin yang bertugas memimpin, mengendalikan semua usaha, pekerjaan

dan kegiatan agar sesuai dengan program kerja.


100

Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan salah satu bintara

di Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha yang menjelaskan bahwa:

“Sebagai seorang perwira pemimpin yang mempunyai tanggung jawab


dalam mencapai tujuan organisasinya dan mendisiplinkan anggotanya
tergantung dari kemampuannya dari perwira tersebut melihat organisasi
secara keseluruhan, kemampuan melihat keputusan, kemampuan
mendelegasikan wewenang, dan kemampuannya menanamkan kesetiaan.”
(wawancara, 12 Mei 2019).

Hubungan antara manajemen dengan kepemimpinan sebenarnya cukup

erat karena sama-sama melibatkan beberapa orang dalam suatu kerja sama,

usaha atau kegiatan. Dalam kegiatan suatu organisasi pada tingkat dan jenis

apapun organisasi tersebut peranan kepemimpinan atau manajemen sangat

penting dan menonjol, sebab keberhasilan dan kegagalan suatu organisasi

untuk mencapai tujuan yang akan disorot adalah kepemimpinan dan

manajemennya sehingga antara kepemimpinan dan manajemen terdapat kaitan

yang erat dan sulit untuk dibedakan. Demikian juga dalam memimpin

satuannya, pemimpin juga dituntut untuk mampu memimpin, mengendalikan

kegiatan dan program kerja.

Hasil wawancara dengan salah satu personel Bapak Ma mengenai

kepemimpinan Danrindam terkait tanggungjawabnya dalam melaksanakan

tugas pokok dan fungsinya dalam organisasi, beliau menjelaskan:

” Kalau menurut saya dalam memimpin organisasi ini Danyon adalah


sebagai top leader sehingga beliau harus mampu mengendalikan semua
usaha, pekerjaan dan kegiatan-kegiatan sesuai program kerja yang telah
ditetapkan, beliau selalu memantau secara langsung semua kegiatan yang
dilaksanakan, mulai dari perencanaan suatu kegiatan, menerima usulan,
perencanaan anggarannya hingga turun langsung ke lapangan untuk
pemantauan kegiatan tersebut” (wawancara, 12 Mei 2019)

Hal senada juga diungkapkan oleh seorang Bintara yang mengatakan:

”Dari pengamatan saya selama ini belum ada kegiatan yang lolos dari
pantauan Danyon pekerjaan dan kegiatan-kegiatan sesuai program kerja
yang telah ditetapkan, semuanya dikendalikan dan dipantau secara
101

langsung dengan turun ke lapangan untuk pemantauan kegiatan tersebut”


(wawancara, 12 Mei 2019)

Kegiatan turun langsung ke lapangan mengawasi secara langsung

pelaksanaan yang dilakukan oleh pemimpin memang sepatutnya dilakukan

oleh seorang pemimpin sebagai bentuk tanggung jawab untuk memastikan

bahwa semua usaha berjalan dengan lancar sehingga apa yang menjadi

program kerja bagi organisasi dapat dipastikan dapat dicapai.

Perwira pemimpin yang memiliki etika dan berani bertanggung jawab

akan mampu membawa organisasi yang dipimpinnya sampai ke puncak

keberhasilan dengan memanfaatkan semua potensi yang ada pada semua

anggota organisasi yang dipimpin Seorang perwira pemimpin menjadikan

etika sebagai dasar mengoptimalkan semua bakat dan potensi sumber daya

manusia, dan meningkatkan nilai dari semua sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi serta menghargai semua kualitas dan kompetensi sumber daya

manusia.

d. Utama

Kode etik kepemimpinan selanjutnya adalah Utama dalam hal ini menegaskan

bahwa seorang perwira TNI adalah Penegak persaudaraan dan

perikemanusiaan dan Junjung tinggi Nama dan Kehormatan Korps Perwira

TNI.

Penegak persaudaraan dan perikemanusiaan dimaksudkan seorang perwira

TNI sebagai pemimpin memiliki Indonesia merdeka yang berada pula

lingkungan kekeluargaan bangsa. Dalam perikemanusiaan dapat diartikan

perwira pemimpin memiliki kesadaran sikap dan perbuatan manusia yang

didasarkan pada potensi akal budi dan hati nurani manusia dalam berhubungan

dengan norma dan kesusilaan umum, baik terhadap diri pribadi sesama
102

manusia maupun terhadap alam dan hewan. Perwira yang berperikemanusiaan

adalah sebuah akhlak mulia yang dicerminkan dalam sikap dan perbuatan

pemimpin sebagai manusia yang sesuai dengan kodrat, hakikat, dan martabat

manusia. Potensi kemanusiaan tersebut dimiliki oleh semua manusia, tanpa

kecuali mereka harus diperlakukan sesuai dengan nilai kamanusiaan dengan

fitrahnya, sebagai makhluk Tuhan yang mulia, terkait dengan peningkatan

disiplin dalam penelitian ini diejawantahkan dalam hak dan kewajiban asasi

seorang pemimpin terhadap bawahannya.

Hasil wawancara mengenai penerapan kode etik kepemimpinan dalam

hal pemimpin utama adalah Penegak persaudaraan dan perikemanusiaan

seperti di jelaskan Danyon Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha

sebagai berikut:

“Kepemimpinan militer ini adalah kepemimpinan yang memposisikan


Perwira sebagai unsur pimpinan pada organisasi TNI AD merupakan
kunci keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas kemiliteran, hal ini
disebabkan karena keputusan yang diambil oleh seorang Perwiralah
menentukan berhasil atau tidaknya tugas yangharus dilaksanakan,
namun dalam pelaksanaanya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan
seorang perwira pemimpin diantaranya menjadi pemimpin harus jauh
dari kesan arogan, tidak mudah menyalahkan anggota, tidak
memandang rendah bawahan dan menghargai serta berfikiran positif
terhadap bawahan” (wawancara, 12 Mei 2019).

Hal diatas menunjukkan Seorang pemimpin lebih baik membujuk anak

buahnya untuk bekerjasama, karena begitu dia berhasil dibujuk, anak buah

akan tunduk tanpa sadar, jika menakut-nakutinya, anak buah hanya bertahan

selama anak buah takut, setelah itu berakhir. Tidak diperlukan lagi

menggerakan anak buah dengan ancaman namun dengan ilmu kepemimpinan

yang merupakan seni.

Selain itu pemimpin yang benar-benar mampu memimpin akan

berkata “saya tidak akan menyalahkan seseorang yang membuat kesalahan,


103

tapi saya akan minta ia memperbaikinya”. Kegagalan adalah peluang untuk

memulai lagi, dengan lebih cerdas. Semua kesuksesan berawal dari berani

memulai. Orang yang takut gagal tidak akan pernah memulai. Tak ada satupun

orang di dunia ini yang tak pernah melakukan kesalahn. Bawahan yang baik

dan potensial harus tetap di dorong, dihargai dan diberi rangsangan agar

bangkit dengan lebih baik ketika ia melakukan kesalahan. Setiapa orang pasti

memberi respon yang baik terhadap harapan-harapan. Jika pemimpin

memperlakukan bawahannya seolah-olah mereka mampu dan pintar, mereka

akan bekerja dengan lebih baik lagi. Namun demikian pemimpin yang baik

adalah pemimpin yang tegas, mampu memiliki jiwa pemaaf yang sangat baik,

seorang pemimpin tidak akan membiarkan bawahannya yang bermoral rendah

yang dengan sengaja melakukan tindakan kejahatan.

Pada institusi TNI yang mengawaki adalah orang-orang pilihan karena

menjadi prajurit TNI melalui seleksi yang sangat ketat, jika mereka tidak

produktif tentu ada yang salah dengan kepemimpinan, dan itu pasti kesalahan

dan tanggung jawab para pemimpinnya. Perlakukan bawahan-bawahan

sebagai individu yang perlu dihargai dan diakui keberadaannya sebagai orang

penting serta jangan sekali-kali meremehkan bawahan. Tempatkan bawahan

sebagai manusia terlebih dahulu dan kemudian sebagai bawahan.

Meskipun bawahan dalam TNI lebih rendah dari pemimpin, dalam

keterbatasan itu, mereka sangat mungkin menjalani hidup lebih baik dari

pemimpin. Seringkali bawahan lebih ikhlas dalam melaksanakan tugas,

berperilaku sopan, lebih mampu menahan amarah dan tidak serakah, mereka

menyadari dalam kerendahan mereka harus menjalani hidup dengan benar.


104

Jabatan adalah salah satu kenikmatan duniawi yang menggiurkan dan

menyilaukan karena menjanjikan kewibawaan, dan kekuasaan.

Kode etik kepemimpinan perwira utama dalam hal menjunjung tinggi

Nama dan Kehormatan Korps Perwira TNI dalam penerapannya seorang

perwira pemimpin harus sadar bahwa dirinya adalah orang yang menjadi suri

tauladan dari para anggota bawahannya oleh sebab itu perwira pemimpin harus

mampu menjadi contoh yang baik bagi anggota maupun korps perwira. Hal ini

seperti yang dikemukakan wadanrindam yang mengatakan:

“Sebagian besar perwira pemimpin dalam lingkup TNI adalah mereka


yang memang dibentuk untuk menjadi pemimpin sejak mereka
memasuki Akademi militer, jadi pendidikan kemiliteran selama di
Akmil itu harus benar-benar ditunjukkan seorang perwira, para perwira
ini harus mampu menjadi contoh bagi anak buahnya, karena adanya
tindakan atau tabiat yang tidak benar dari perwira ini akan
menyebabkan tercorengnya nama korps perwira” (wawancara, 12 Mei
2019).

Menjaga nama baik korps perwira ini karena kehormatan Angkatan

Perang pada umumnya dan kehormatan korps perwira pada khususnya harus

senantiasa dipelihara dan dijaga dengan baik-baik, itu adalah hal yang sudah

dengan sendirinya, oleh karena berhasilnya kewajiban yang ditugaskan kepada

Angkatan Perang sebagai alat kekuasaan Negara amatlah berhubungan dengan

perasaan hormat yang oleh Angkatan Perang ditimbulkan pada masyarakat

terhadapnya, karena organisasinya yang utuh serta mutu dan jiwa perwira-

perwiranya yang tinggi.

2 . Faktor-faktor yang menghambat dan mendorong Implementasi

Penerapan Kebijakan Kode Etik Kepemimpinan Perwira Guna

Meningkatkan Disiplin Prajurit TNI AD di Batalyon Infanteri Para

Raider 502/Ujwala Yudha


105

Kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh faktor-faktor

yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu kepemimpinan, oleh sebab itu

suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau

interaksi yang baik antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh

intern, seperti latar belakang, gaya memimpin dan pengalaman juga dipengaruhi

faktor ekstern seperti sistem aturan yang berlaku maupun sumber daya

organisasinya.

a. Faktor internal

1) Latar belakang pemimpin

Kepemimpinan adalah sebuah keputusan dan lebih merupakan hasil dari

proses perubahan karakter atau tranformasi internal dalam diri seseorang.

Kepemimpinan bukanlah jabatan atau gelar, melainkan sebuah kelahiran dari

proses panjang perubahan dalam diri seseorang. Ketika seseorang menemukan

visi dan misi hidupnya, ketika terjadi kedamaian dalam diri (inner peace) dan

membentuk bangunan karakter yang kokoh, ketika setiap ucapan dan

tindakannya mulai memberikan pengaruh kepada lingkungannya, dan ketika

keberadaannya mendorong perubahan dalam organisasinya, pada saat itulah

seseorang lahir menjadi pemimpin sejati. Jadi pemimpin bukan sekedar gelar

atau jabatan yang diberikan dari luar melainkan sesuatu yang tumbuh dan

berkembang dari dalam diri seseorang.

Hal ini seperti yang diungkapkan oleh seorang Perwira Batalyon

Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha yang mengatakan:

“Perwira pemimpin adalah seorang Profesional militer memiliki tugas


penting, dan kualitas memimpin yang dimiliki melahirkan sebagai
individu menentukan keberhasilan atau kegagalan. Spanning
keseluruhan karir militer berbagai, para pemimpin sering menerima
gelar baik pelatihan dan instruksi untuk membantu dalam keberhasilan
mereka. Namun, banyak kualitas yang diperlukan untuk karier yang
106

berkembang adalah bawaan. Beberapa kualitas yang paling penting


yang harus dimiliki oleh seorang profesional militer termasuk disiplin
diri, kebugaran fisik, komitmen, kepemimpinan, dan ambisi”.
(wawancara, 14 Mei 2019).

Kemampuan kepemimpinan adalah salah satu karakteristik yang

memisahkan seorang profesional militer yang baik dari yang besar. Sementara

keterampilan kepemimpinan dapat ditingkatkan melalui pengajaran, secara

luas diyakini bahwa sifat-sifat dasar kepemimpinan adalah bawaan. Orang

sering ditemukan secara alami memiliki karisma dan rasa percaya diri yang

mengilhami orang lain untuk bergabung dengan mereka dalam menyelesaikan

ide-ide dan tujuan mereka. Sebagai pemimpin yang efektif memiliki

kemampuan luar biasa untuk menarik pengikut dan penggemar di mana pun

mereka pergi. Bagi pemimpin latihan kesabaran, baik pengambilan keputusan

kemampuan, dan integritas yang mendorong iman orang lain di

dalamnya. Seseorang tidak dapat menjadi seorang profesional militer yang

sukses tanpa memiliki kemampuan pemimpin.

Dalam mempimpin organisasinya apakah latar belakang pendidikan

militer mempengaruhi gaya kepemimpinan pemimpin dijelaskan oleh salah

satu personil Bapak M.E sebagai berikut:

Seorang perwira pemimpin dengan bekal pengalaman selama di


militer, diharapkan akan lebih mudah meredam berbagai konflik
sosial yang terjadi di organisasinya. koordinasi dengan anak buah
pun relatif lebih mudah dilakukan. Semua berkat pengalaman dan
sisa pengaruh yang mungkin masih cukup besar dari sang calon
berlatar militer tersebut. (wawancara, 14 Mei 2019)

Organisasi kecil maupun organisasi besar sekalipun. Jika pemimpin

tidak tegas dan tidak menerapkan hukum yang benar, maka wajar saja jika

anggota atau rakyatnya pun banyak yang menyimpang, karena akibat dari

ulah dari si pemimpin itu sendiri. Oleh karena itu, pemimpin yang benar
107

sangatlah dibutuhkan dalam sebuah organisasi, baik itu dalam ruang

lingkup kecil atau besar sekalipun. Seorang pemimpin atau manajer

mempunyai keahlian dan pengetahuan yang diperoleh melalui

pengembangan diri. Pengembangan diri menghasilkan keterampilan-

keterampilan seperti keterampilan teknis, keterampilan manajemen sumber

daya manusia, dan keterampilan konseptual.

2) Gaya memimpin

Pengamatan awal yang dilakukan pada gaya kepemimpinan yang

diterapkan pada Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha

menggunakan gaya kepemimpinan secara normatif atau pemimpin selalu

berpedoman kepada aturan yang berlaku sebagai acuan terhadap anak buah,

pemimpin juga memberikan pengarahan kepada anggota secara kontinyu dan

pemimpin selalu mau mendengar dan merealisasi saran dari anggotanya.

Hasil wawancara dengan salah seorang perwira ketika ditanyakan gaya

kepemimpinan seperti apa yang dapat mendisiplinkan anggota, dijelaskan:

“Kepemimpinan yang fleksibel, artinya sebuah pendekatan secara


efektif untuk mengendalikan dan memotivasi anggota atau bawahan
dan membuka jalur komunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin
sehingga terjadi komunikasi yang erat, didasarkan pada kepercayaan,
pemimpin seyogyanya bisa menyesuaikan gaya kepemimpinannya
terhadap keadaan yang dipimpin, melihat situasi dan kondisi
lingkungan sehingga terjadi hubungan yang harmonis dan bisa
digambarkan dengan model SIABIDIBAME dimana SI (siapa), BI
(bilamana), DI (dimana), BA (bagaimana) dan ME (mengapa).”
(wawancara, 14 Mei 2019).

Hasil wawancara lain dengan perwira tersebut menjelaskan:

“seorang militer, namun dalam kepemimpinannya tidak boleh terkesan


kolot untuk menerapkan gaya otoriter, harus cenderung selalu
berkomunikasi antara pemimpin dan yang dipimpin sehingga terjadi
komunikasi yang erat” (wawancara, 14 Mei 2019)
108

Dari gaya kepemimpinan ini terlihat bahwa dalam memimpin para

perwira saat ini sebenarnya cenderung juga mau menerima saran dari

bawahannya jika hal ini bersifat membangun tapi disisi lain beliau akan

bersikap tegas dan otoriter ketika menyangkut permasalahan yang berkaitan

dengan kedisiplinan, dimana beliau akan bersikap berpedoman kepada aturan

yang berlaku sebagai acuan terhadap anak buah.

3) Pengalaman

Pengalaman merupakan keseluruhan pelajaran yang dipetik seseorang dari

peristiwa-peristiwa dalam perjalanan hidupnya. Pengalaman ini diperoleh

dalam kehidupan sehari-hari dengan sadar atau tidak sadar, sejak seseorang

lahir sampai meninggal baik di dalam keluarga, di dalam pekerjaan atau di

dalam pergaulan sehari-hari.

Dari sisi pengalaman dapat dilihat dari karir militer yang dimiliki oleh

pimpinan membuktikan bahwa beliau adalah orang yang berpengalaman

dalam memimpin organisasi selain itu dari sisi kepangkatan juga menunjukkan

bahwa beliau juga memiliki kemampuan dalam memimpin suatu organisasi,

selain itu disisi tempat penugasan beliau juga telah menempati jabatan di

daerah militer yang berbeda-beda yang tentunya akan mempengaruhi

karakteristik beliau dalam memimpin.

Dalam kesempatan pertanyaan tentang apakah pengalaman kemiliteran

akan mempengaruhi seorang pemimpin dalam memimpin organisasi militer,

salah seorang Danki yang mengatakan:

“Pengalaman itu guru yang terbaik demikian juga dengan masalah


kepemimpinan dari sisi kemiliteran seseorang yang berpengalaman
banyak di bidang kemiliteran tentu akan lebih banyak mengenal strategi
dalam berorganisasi maupun memimpin, jadi pemimpin adalah orang
yang sangat professional dalam hal mempimpin sebuah organisasi
militer” (wawancara, 14 Mei 2019)
109

Dalam suatu pekerjaan tentunya praktek kerja sudah dilaksanakan

dalam suatu organisasi, baik itu keberhasilan tugas maupun kegagalan.

Kesemuanya itu dijadikan pelajaran berharga bagi aparat tersebut dalam

pelaksanaan tugas-tugas berikutnya. Artinya dalam menjalankan tugasnya

akan berpedoman pada hasil kerja yang pernah dicapai sebelumnya.

Keberhasilan yang pernah dicapai dipergunakan lagi dan sebisa mungkin

dikembangkan agar lebih baik dari sebelumnya, sedangkan kegagalan

ditinggalkan dan dicari permasalahannya agar nantinya tidak terulang hal yang

demikian. Jadi dengan semakin banyak pengalaman yang dimiliki oleh

seorang pemimpin maka akan semakin tinggi pula kualitas yang dimiliki oleh

aparat tersebut dalam pelaksanaan tugas.

Pengalaman dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, baik

pendidikan formal, non formal, maupun informal, dan masa kerja baik di satu

unit organisasi kerja maupun di beberapa unit organisasi kerja. Jadi,

pengalaman kerja yang dimiliki pemimpin bisa didapat selama mereka duduk

di bangku sekolah atau kuliah, pelatihan, seminar, dan kegiatan ilmiah lainnya,

sehingga menjadi pengalaman, kecakapan, dan keterampilan yang dimiliki

untuk melakukan suatu pekerjaan tertentu. Pengalaman dapat dikatakan

sebagai keahlian atau keterampilan khusus yang dimiliki pemimpin, yang

meliputi tingkat pendidikan baik formal maupun militer, pelatihan yang pernah

diikuti, yang mencerminkan kemampuan intelektual dan keterampilan.

Dalam hal pengalaman memimpin seorang Perwira, Bapak Is

menjelaskan:

“Dalam setiap kesempatan, para perwira ini selalu menceritakan segala


pengalaman yang pernah dilaluinya kepada para perwira muda, agar
mereka bisa mengambil hikmah manfaatnya. Para perwira pemimpin
110

harus beranggapan, bahwa sayang sekali apabila pengalaman-


pengalaman yang menurut mereka baik ini tidak diteruskan untuk
dijadikan pelajaran bagi generasi berikut”. (wawancara, 14 Mei 2019)

Pengalaman memimpin merupakan faktor penting untuk

dipertimbangkan tatkala pemimpin memberi tugas kepada anggotanya.

Artinya, pemimpin dalam memberikan tugas kepada anggotanya harus

mempertimbangkan berbagai hal, diantaranya bagaimana pekerjaan dilakukan

dan tingkat pengalaman kerja anggota atas pekerjaan tersebut, dengan tujuan

agar pekerjaan yang diberikan dapat dikerjakan secara baik, benar, efektif, dan

efisien sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan optimum. Jika

pegawai kurang berpengalaman di bidang kerja yang akan diberikan

kepadanya, maka pemimpinan perlu menjelaskan kepada pegawai tersebut,

bagaimana cara melakukannya, di mana dan kapan dilakukan, dengan cara dan

alat apa dikerjakan, sehingga pegawainya memahami pekerjaan dan dapat

mengerjakannya dengan baik dan berhasil.

b. Faktor lingkungan eksternal

Pemimpin juga harus memperhitungkan sejumlah kekuatan yang

mempengaruhi perilaku pengikutnya, termasuk ekspektasi mereka terhadap

para pemimpin. Namun umumnya pemimpin bersedia memberikan lebih

banyak kebebasan bila pengikut memiliki kebutuhan akan kemandirian yang

lebih tinggi, siap memikul tanggung jawab lebih dalam mengambil keputusan,

tertarik kepada masalah yang dihadapi, memahami dan merasa identik dengan

tujuan organisasi, memiliki pengetahuan dan pengalaman yang diperlukan

dalam menghadapi sebuah masalah, dan memiliki ekspektasi untuk berbagi

dalam pengambilan keputusan.

a. Sistem dan aturan yang berlaku


111

Faktor situasi juga menentukan. Faktor ini mencakup tekanan

lingkungan yang berasal dari organisasi, berupa Sistem dan aturan yang

berlaku, kelompok kerja, sifat masalah, dan waktu. Faktor organisasi

diantaranya mencakup nilai-nilai, ukuran unit kerja, distribusi geografis, dan

persyaratan keamanan yang diperlukan guna mencapai tujuan. Faktor yang

berasal dari kelompok kerja mencakup pengalaman dalam bekerja bersama,

latar belakang anggota organisasi, kepercayaan diri dalam memecahkan

masalah, kekohesifan, kebebasan, penerimaan timbal balik, dan kesamaan

tujuan. Sifat masalah dapat menjadi penentu tingkat otoritas yang

didelegasikan pemimpin. Mengingat semakin banyak masalah yang

penyelesaiannya mensyaratkan pengetahuan dan keterampilan yang spesifik,

semakin penting seorang pemimpin memberikan keleluasaan lebih besar

kepada para pengikutnya. Dalam hal waktu, semakin sedikit waktu yang

tersedia, biasanya keterlibatan orang lain dalam pengambilan keputusan

semakin sedikit.

Globalisasi, perkembangan informasi dan teknologi dan tuntutan

reformasi telah menghadapkan TNI pada berbagai tantangan yang amat

kompleks. Menghadapi perkembangan situasi yang sangat dinamis dan sarat

dengan perubahan, TNI terutama golongan perwira, perlu menyadari untuk

meningkatkan kualitas kepemimpinannya. Namun demikian dalam

kenyataannya masih terdapat kekurangan dan kelemahan dari kepemimpinan

beberapa perwira TNI yang ditunjukkan dalam kehidupan sehari-hari. Hal

tersebut tentunya akan menghambat proses peningkatan profesionalisme

prajurit secara keseluruhan.


112

Mengenai kepemimpindan dan sistem aturan yang berlaku ini Bapak I.R

mengungkapkan pendapatnya:

Kepemimpinan para perwira saat ini saya rasa sesuai dengan perubahan
yang ada, dimana TNI masa depan diharapkan dapat mengubah segala
pradigma buruk pada diri TNI. Maka oleh sebab itu TNI harus mampu
membangun kondisi kepemimpinan sesuai yang diharapkan. Jika seseorang
ingin karir militernya (wawancara, 14 Mei 2019).

Selain itu Kemampuan berinteraksi dan berkomunikasi merupakan

kemampuan interpersonal perwira. Hal ini akan menentukan derajat hubungan

perwira dengan orang-orang di sekelilingnya. Semakin tinggi kemampuannya

maka akan semakin baik hubungannya dan sebalik-nya. Namun sayang

kemampuan tersebut belum dibina dan diarahkan secara optimal. Pembekalan

berupa ilmu komunikasi hanya dilakukan secara teoritis belum dapat

dipraktekkan secara nyata dilapangan. Ilmu dan materi yang diberikan dalam

ilmu komunikasi adalah pengetahuan yang bersumber pada pelajaran militer

sehingga masih cenderung kaku.

Hal ini juga di jelaskan oleh I.R yang menyatakan:

” Jika seseorang ingin karir militer yang luar biasa, ia harus siap
untuk menunjukkan kualitas yang akan membuat dia seorang
profesional militer dicapai. Ambisi untuk menjadi kebugaran,
terbaik fisik, komitmen, kemampuan kepemimpinan, dan disiplin
diri akan membantu seseorang mencapai tujuan. Siapapun saat ini
melayani di militer akan memberitahu Anda bahwa karir militer
menawarkan menarik, pengalaman kerja bermanfaat.” (wawancara,
14 Mei 2019)

Faktor lain yang menjadi penyebab adalah masih adanya persepsi

dari kepemimpinan itu sendiri yang menjadikan pimpinan selalu dominan

dalam berinteraksi dan berkomunikasi sehingga timbul kecenderungan tidak

memberikan kesempatan yang sama kepada pihak lain untuk melakukan

interaksi dan komunikasi.


113

Namun menyikapi hal ini seorang personil Bapak As menjelaskan:

“fungsi melekat yang di miliki oleh seorang Perwira sebagai pemimpin


dan komandan, karena pada dasarnya Perwira dapat menjadi contoh suri
tauladan, baik dalam jenjang karir militer dan kredibilitas yang tinggi
serta mempunyai otoritas formal” (wawancara, 14 Mei 2019)

Pada hakekatnya Perwira adalah pemimpin bagi anak buahnya, sehingga harus

mempunyai kedudukan sebagai : komandan, pemimpin, guru, pembina, bapak

dan teman. (1) Kepemimpinan merupakan satu sistem, sehingga dalam

memimpin organisasi atau satuan / unit harus ada aspek kerjasama, soliditas

dan keterpaduan yang seimbang. (2) Sikap sebagai seorang Komandan tidak

harus setiap saat ditampilkan dalam kehidupan sehari-hari, akan tetapi pada

saat saat tertentu dimana ybs harus dpt mengambil keputusan dalam memilih

lebih dari satu alternatif pilihan. (3) Kepemimpinan Militer dituntut untuk

lebih menonjolkan keteladanan, soliditas, solidaritas dan kemampuan utk

melakukan komunikasi dua arah dg anggota maupun masyarakat luas.

Karenanya dibutuhkan adanya karakter kepemimpinan yang kuat dan handal.

Karakter adalah struktur ideal pada jiwa dan raga yang membedakan seseorang

dengan yang lain, dengan demikian maka Pemimpin yang berkarakter adalah

seorangpemimpin yang memiliki jiwa dan raga yang sehat dan kuat sehingga

memiliki keunggulan dalam segala hal. Dalam hal ini dibutuhkan kompetensi

berupa etika dan akhlak yang tinggi. Dalam membentuk Karakter

Kepemimpinan terdapat adanya "proses membangun karakter" yaitu suatu

mekanisme yang berkesinambungan dan transparan melalui pendidikan,

latihan dan penugasan yang sistematis dan berkelanjutan, yang dimulai dari

pencarian gagasan, dilanjutkan dengan Pembentukan dan pembinaan kejiwaan.


114

b. Sumber daya organisasi

Dari sisi organisasi, saat ini sumberdaya manusia organisasi yang

semakin kritis. Tuntutan mereka pun semakin tinggi. Situasi ini tentu

menyebabkan pemimpin tidak dapat lagi mengandalkan pola kepemimpinan

dimana pemimpin mendominasi pengambilan keputusan tanpa disertai

partisipasi dan pendelegasian wewenang yang memadai meskipun itu di dalam

organisasi yang bersifat militer. Namun masih terbatasnya alokasi dana dan

anggaran bagi TNI yang dapat berpengaruh tehadap pencapaian sasaran dalam

upaya mewujudkan profesionalisme prajurit TNI.

Masih dijumpai beberapa kendala bagi pemimpin untuk mengefektifkan

kepemimpinannya dalam menegakkan disiplin anggota diantaranya bukan

rahasia lagi jika tentara yang profesional itu harus memiliki kompetensi namun

hal ini belum terlaksana dengan baik karena masih banyak prajurit TNI

dituntut untuk memiliki kompetensi yang memadai baik dalam hal

teknis/taktis, operasional maupun strategis sesuai pangkat dan jabatannya

namun kenyataannya masih dijumpai beberapa perwira TNI yang tidak

mempunyai kompetensi sesuai dengan tuntutan tugas dan tanggung jawabnya.

Hal ini ditunjukkan oleh beberapa fakta berikut ini :

a. Masih adanya anggota yang kurang dalam pengetahuan dan kemampuan

kemiliteran, kecakapan teknis dan taktis maupun dalam menjabarkan serta

membuat kebijakan yang strategis.

b. Masih adanya perwira yang kurang memahami tugas pokok dibanding hal-

hal lain di luar tugas pokok, lebih mengutamakan pelaksanaan tugas di luar

tugas pokok dan melakukan penilaian terhadap bawahan atas kemampuan


115

pelaksanaan di luar tugas pokok secara berlebihan dibandingkan dengan

pelaksanaan tugas pokoknya.

c. Masih adanya anggota perwira yang belum memenuhi standar minimum

kesemaptaan jasmani atau belum memenuhi standar kompetensi

kemampuan fisik. Hal ini terlihat dalam berbagai uji kompetensi untuk

persyaratan penempatan jabatan di lingkungan TNI AD.

d. Masih sedikitnya perwira yang memiliki kemampuan akademis yang dapat

menunjang tugas pokoknya. Misalnya gelar Sarjana Elektronika untuk

perwira kecabangan Perhubungan, Sarjana Teknik Mesin untuk perwira

kecabangan Peralatan, Sarjana Teknik Sipil untuk perwira kecabangan

Zeni, yang sesuai lingkungan kerja dan tugas pokok yang dihadapi.

e. Masih terdapat beberapa perwira kurang menguasai teknologi, serta kurang

menguasai bahasa asing terutama bahasa Inggris. Hal ini dapat dilihat dari

penguasaan perwira terhadap teknologi komputer dan tidak terpenuhinya

persyaratan dalam penguasaan bahasa asing untuk dapat mengikuti tugas

belajar di luar negeri.

Mengenai sisi yang menjadi kendala dalam memimpin suatu organisasi

seorang Perwira Bapak B.A. menjelaskan:

“Pemimpin memainkan peran kunci dalam mengembangkan budaya


belajar. Para ahli setuju bahwa Knowledge management adalah
kuncinya. Pengetahuan telah diidentifikasi sebagai salah satu sumber
daya yang paling penting yang berkontribusi pada keunggulan
kompetitif organisasi. Kinerja yang unggul dicapai ketika pengetahuan
yang baru diperoleh, ditafsirkan dan diintegrasikan dengan pengetahuan
yang ada dan diterapkan untuk memecahkan masalah”. (wawancara, 14
Mei 2019)

Masalah yang terkait dengan upaya gagal untuk menciptakan

budaya belajar sering dikaitkan dengan kepemimpinan yang buruk. Untuk

menciptakan kepemimpinan berbasis pengetahuan, pemimpin ditantang untuk


116

mengubah organisasi mereka menjadi sistem yang fleksibel yang mampu

belajar dan beradaptasi. Menghapus keengganan dari beberapa anggota untuk

berbagi informasi, meningkatkan tidak hanya proses belajar tetapi juga

penciptaan dan pertukaran pengetahuan. Pemimpin dalam organisasi belajar

menghadapi tantangan ganda untuk mempertahankan operasi yang efisien dan

menciptakan sebuah organisasi adaptif pada waktu yang sama

Hal-hal tersebut merupakan beberapa kendala bagi pemimpin untuk

mengefektifkan kepemimpinannya dalam menegakkan disiplin anggota yang

setidaknya perlu dibenahi para anggota memiliki kompetensi yang tinggi

sehingga apa yang diharapkan pemimpin dalam mendisiplinkan anggotanya

dapat terwujud.

Dalam organisasi terlihat bahwa harus mengkomunikasikan pesan

bahwa belajar dan peningkatan terus menerus merupakan keharusan dalam

lingkungan yang sangat dinamis saat ini. Pemimpin harus memimpin dalam

menantang status quo dan menciptakan kondisi organisasi yang kondusif

untuk belajar dan berinovasi secara berkelanjutan.

Adapun persoalan-persoalan kepemimpinan TNI yang masih

ditemukan pada beberapa perwira TNI antara lain : kurang kuatnya karakter

pemimpin, kurang memiliki kompetensi untuk menghadirkan perubahan,

kurang memiliki integritas dan kurang berinteraksi serta berkomunikasi.

Seorang pemimpin paling tidak memiliki: (a) Pengaruh yang besar

terhadap orang lain, mereka harus bisa memiliki dominasi yang besar jika

berada ditengah-tengah orang banyak. (b) Energik; memiliki stamina tinggi

dan selalu berpikir positif untuk bekerja keras dalam mencapai tujuan dan

mampu mentolerir tekanan yang dapat menyebabkan konsentrasi menjadi


117

menurun., memiliki antusiasme dan tidak memiliki kata menyerah. (c)

Percaya diri, menampilkan keyakinan diri tentang kemampuan mereka,

kepercayaan terhadap orang lain, dan rasa hormat. Kepercayaan diri yang

positif berkaitan dengan efektivitas dan merupakan prediktor untuk menjadi

sukses. (d) Menguasai Keadaan; Seorang pemimpin harus memiliki control

terhadap diri dan orang lain. Seorang pemimpin yakin bahwa mereka

mengendalikan nasib orang lain dan bahwa perilaku mereka secara langsung

mempengaruhi kinerja pengikut mereka. Pemimpin yang efektif cenderung

berorientasi ke masa depan, menetapkan tujuan dan bagaimana cara

mencapainya. (e) Stabilitas; Pemimpin yang stabil adalah pemimpin yang

secara emosional dapat mengendalikan diri mereka, tidak mengeksploitasi

kemarahan mereka yang bisa berakibat negatif. Penanganan emosi dapat

membantu dalam melakukan pekerjaan. (f) Integritas; mengacu pada perilaku

yang jujur dan etis, membuat seseorang dapat dipercaya. Integritas adalah

kebalikan dari mencari kepentingan pribadi dengan mengorbankan orang lain.

(g) Kecerdasan; mengacu pada kemampuan kognitif untuk berpikir kritis,

memecahkan masalah, dan membuat keputusan. Hal ini juga disebut sebagai

kemampuan mental umum. (h) Emotional Intelligence; adalah kemampuan

untuk bekerja dengan baik dengan orang-orang, dan EI sangat penting untuk

hubungan yang sehat. (i) Keluwesan; mengacu pada kemampuan untuk

menyesuaikan diri dengan situasi yang berbeda. (j) Sensitivitas terhadap

Lainnya; mengacu pada pemahaman anggota kelompok sebagai individu,

Pemimpin perlu memiliki dan menyampaikan ketertarikan pada orang lain.

4.3 Pembahasan
118

1. Implementasi Penerapan Kebijakan Kode Etik Kepemimpinan

Perwira Guna Meningkatkan Disiplin Prajurit TNI AD di Batalyon

Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha

Dari hasil wawancara yang telah dilakukan dapat terlihat bahwa

pada proses kepemimpinan sudah berlangsung sejalan dengan

perkembangan organisasi, dimana perwira sebagai unsur pimpinan pada

organisasi TNI AD merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan

suatu tugas kemiliteran, hal ini disebabkan karena keputusan yang

diambil oleh seorang Perwiralah yang menentukan berhasil atau tidaknya

tugas yang harus dilaksanakan.

Hasil pengamatan yang dilakukan menunjukkan pelaksanaan

kepemimpinan perwira pada organisasi militer seperti di Batalyon

Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha , para perwira telah memegang

teguh norma-norma etik dan kode kehormatan perwira “Budhi Bhakti

Wira Utama”.

a. Budhi

Hasil wawancara menunjukkan bahwa Budhi sebagai

bagian dalam kode etik kepemimpinan perwira diartikan sebagai

kepemimpinan perwira yang bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa,

membela kebenaran dan keadilan dan Memiliki sifat-sifat

kesederhanaan telah ditunjukkan dengan adanya perwira pemimpin

yang dapat melaksanakan setiap tugas yang dibebankan kepadanya

dengan penuh keikhlasan tanpa pamrih dan mengimani bahwa

profesinya merupakan amanah dari Tuhan Yang Maha Esa sehingga

harus dipertanggunggjawabkan. Selain itu dalam penerapannya


119

Perwira pemimpin dapat bertindak tegas dalam membela kebenaran

dan keadilan seorang perwira adalah pemberani sejati yang selalu

menegakkan kebenaran dan memberantas kebatilan, meskipun resiko

yang diterimanya sangat hebat. Hal inilah nantinya yang akan

menjadikan panutan bagi anggotanya untuk meneladani

kepemimpinan para perwiranya.

Selanjutnya kepempimpinan perwira juga telah memiliki sifat-

sifat kesederhanaan sehingga akan jauh lebih tenang dalam

menjalankan roda kepemimpinannya. Meskipun dia juga mempunyai

kepentingan atau keinginan pribadinya, namun dia dengan cerdas

dapat memenuhinya tanpa ‘merusak’ citranya sebagai seorang

pemimpin.

Penerapan budhi sebagai bagian kode etik kepemimpinan

dimaksudkan agar perwira TNI berbuat luhur, bersendikan Ketuhanan

Yang Maha Esa, membela kebenaran dan keadilan, serta memiliki sifat-

sifat kesederhanaan dimana hal ini diharapkan akan dapat dijadikan

tauladan bagi anggotanya dalam meningkatkan disiplin dan moril dalam

diri anggota yang dipimpinnya.

b. Bhakti

Dari hasil pengamatan dapat dijelaskan bahwa Bhakti sebagai salah

satu sendi dalam kode etik kepemimpinan perwira mengisyaratkan agar

seorang Perwira TNI berbakti untuk mendukung cita-cita nasional,

mencintai kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia, serta

menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia, serta setiap saat bersedia

membela kepentingan nusa dan bangsa guna mencapai kebahagiaan


120

rakyat Indonesia.

Dalam penerapannya pemimpin dalam setiap tugas yang

diembannya diwujudkan untuk mampu melaksanakan tugas sebagai

prajurit profesional yang melindungi rakyat, mendukung cita-cita

nasional, mencintai kemerdekaan dan kedaulatan Republik Indonesia,

serta menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia, serta setiap saat bersedia

membela kepentingan nusa dan bangsa guna mencapai kebahagiaan

rakyat Indonesia, merupakan suatu hal yang harus dipedomani terkait

dengan tugas pokok tni dan merupakan cerminan jati diri TNI, moral,

etika keprajuritan serta keteladanan dalam kehidupan sehari-hari.

c. Wira

Pada Kode etik kepemimpinan Wira yang menyatakan bahwa seorang

perwira TNI adalah kesatria yang harus memegang teguh kesetiaan dan

ketaatan, Pemimpin (soko guru) dari bawahannya serta Berani bertanggung

jawab atas tindakannya. Dalam penerapannya hal ini ditunjukkan dengan

kepempimpinan Perwira TNI adalah kesatria yang memegang teguh kesetiaan

dan ketaatan merupakan sebuah komitmen yang kuat dari seorang pemimpin

merupakan suatu hasrat yang kuat untuk tetap menjadi anggota organisasi

dalam hal ini komitmen mendisiplinkan anggota yang dilakukan pemimpin

merupakan suatu keinginan untuk menunjukkan usaha tingkat tinggi atas

nama organisasi; dan keyakinan yang kuat dalam menerima nilai-nilai dan

tujuan-tujuan organisasi dalam mendisiplinkan anggotanya.

Selain itu dalam penerapan pemimpin yang dapat dipandang sebagai

soko guru adalah seorang pemimpin yang memiliki jiwa dan raga yang sehat

dan kuat sehingga memiliki keunggulan dalam segala hal memerlukan "self
121

leadership" yaitu kemampuan diri dalam mengendalikan hawa nafsu.

Ditabukannya bagi seorang pemimpin untuk memaksakan diri mencari-cari

jabatan dan harta (karena akan datang dengan sendirinya sesuai strata dan

kedudukan nantinya). Karakter yang kuat mengutamakan munculnya

kesadaran pribadi untuk menjadi pemimpin yang tidak hanya memiliki

kesadaran pribadi tetapi juga untuk terus mengembangkan diri.

Pada sisi tanggung jawab dapat dilihat dalam penerapannya bahwa

Perwira pemimpin yang memiliki etika dan berani bertanggung jawab akan

mampu membawa organisasi yang dipimpinnya sampai ke puncak

keberhasilan dengan memanfaatkan semua potensi yang ada pada semua

anggota organisasi yang dipimpin Seorang perwira pemimpin menjadikan

etika sebagai dasar mengoptimalkan semua bakat dan potensi sumber daya

manusia, dan meningkatkan nilai dari semua sumber daya yang dimiliki oleh

organisasi serta menghargai semua kualitas dan kompetensi sumber daya

manusia.

d. Utama

Hasil pengamatan pada Kode etik kepemimpinan selanjutnya adalah Utama

dalam hal ini menegaskan bahwa seorang perwira TNI adalah Penegak

persaudaraan dan perikemanusiaan dan Junjung tinggi Nama dan Kehormatan

Korps Perwira TNI. Hal ini diwujudkan dengan kepemimpinan yang

memposisikan Perwira sebagai unsur pimpinan pada organisasi TNI AD

merupakan kunci keberhasilan dalam melaksanakan suatu tugas kemiliteran,

hal ini disebabkan karena keputusan yang diambil oleh seorang Perwiralah

menentukan berhasil atau tidaknya tugas yang harus dilaksanakan, namun

dalam pelaksanaanya ada beberapa hal yang perlu diperhatikan seorang


122

perwira pemimpin diantaranya menjadi pemimpin harus jauh dari kesan

arogan, tidak mudah menyalahkan anggota, tidak memandang rendah bawahan

dan menghargai serta berfikiran positif terhadap bawahan.

Pengimplementasian Kode etik kepemimpinan perwira dalam menegakkan

disiplin tidak terlepas dari permahamannya tentang kepemimpinan. Sesuai fakta

pimpinan telah mengimplementasikan kepemimpinan yang relevan dengan teori dasar

kepemimpinan yang berasal dari kata dasar "pimpin" yang artinya bimbing atau

tuntun. Dari kata “pimpin” lahirlah kata kerja "memimpin" yang artinya membimbing

atau menuntun dan kata benda " pemimpin" yaitu orang yang berfungsi memimpin,

atau orang yang membimbing atau menuntun. Didalam kehidupan sehari-hari dan juga

dalam kepustakaan muncullah istilah yang serupa dengan itu dan kadang-kadang

dipergunakan silih berganti seakan-akan tidak ada bedanya satu dengan yang lain,

yaitu "kepimpinan" dan kepemimpinan". Hal tersebut mungkin dapat menimbulkan

kekacauan dalam pemikiran yang berakibat tentunya kekacauan dalam tindakan dan

perbuatan seseorang, karena istilah-istilah tersebut masing-masing mempunyai arti

sendiri-sendiri (Pamudji, 1993:5).

Dalam menegakkan kedisiplinan anggota di satuannya sama halnya dengan

menggerakkan pikiran dan tenaga manusia yang tentunya memerlukan suatu

seni tersendiri, hal ini lebih dikenal dengan kepemimpinan. Kepemimpinan

salah salah satu sarana dalam menggerakkan (actuating) dan yang terakhir

adalah salah satu fungsi manajemen (management), sehingga wajarlah apabila

kepemimpinan itu harus dipelajari oleh para pejabat pimpinan (managers).

Sementara itu Louis A. Allen bahkan melihamya bukti dari buah karyanya The

Profession of Management (1966: 812) yang menyebutkan fungsi-fungsi

management yaitu management leading, management planning, management

organizing dan management controlling.


123

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetrapan atau Implementasi

kode etik kepemimpinan perwira berupa Perwira TNI berbudi luhur,

bersendikan Ketuhanan Yang Maha Esa, Membela kebenaran dan keadilan,

dan Memiliki sifat-sifat kesederhanaan. Perwira TNI berbakti untuk

Mendukung cita-cita nasional, Mencintai kemerdekaan dan kedaulatan

Republik Indonesia, Menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia dan setiap

saat bersedia membela kepentingan nusa dan bangsa guna mencapai

kebahagiaan rakyat Indonesia. Perwira TNI adalah Kesatria, Memegang teguh

kesetiaan dan ketaatan, Pemimpin (soko guru) dari bawahannya dan Berani

bertanggung jawab atas tindakannya. Perwira TNI adalah Penegak

persaudaraan dan perikemanusiaan dan Menjungjung tinggi nama dan

kehormatan Korps Perwira TNI dapat diwujudkan dalam kode etik

kepemimpinan perwira sebagai suatu bentuk kepemimpinan TNI yang mampu

untuk secara disiplin dan profesional melaksanakan tugasnya, sehingga dapat

mewujudkan citra positif TNI.

2 . Faktor-faktor yang menghambat dan mendorong Implementasi

Penerapan Kebijakan Kode Etik Kepemimpinan Perwira Guna

Meningkatkan Disiplin Prajurit TNI AD di Batalyon Infanteri Para

Raider 502/Ujwala Yudha

a. Faktor internal Pemimpin

Faktor internal pemimpin yang berpengaruh terhadap

kepemimpinan perwira ini meliputi Latar belakang pemimpin tidak

terlepas dari pengalaman yang dimilikinya yang digunakan dalam

mempimpin organisasi yang dipimpinnya, gaya memimpin organisasi


124

berpedoman kepada aturan yang berlaku dengan fleksibilitas dengan

kekuasaan tertinggi di komando atas serta menyesuaikan pada kondisi dan

situasi yang terjadi guna menunjang kedisiplinan, selain itu pengalaman

dalam memimpin yang didasarkan atas pengetahuan merupakan kekuatan

bagi seorang pemimpin dalam mendisiplinkan anggotanya.

Terkait dengan faktor latar belakang pemimpin dalam penerapan

kode etik kepemimpinan ini Menurut H. Jodeph Reitz (1981) yang dikutif

Nanang Fattah, sebagai berikut : Kepribadian (personality), pengalaman

masa lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar

belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya

kepemimpinan, berdasarkan faktor pengalaman tersebut, maka jelaslah

bahwa kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh

pengalaman yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu

kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila terjadinya

keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik antara atasan

dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar belakang yang

dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk berprestasi, kedewasaan

dan keleluasaan dalam hubungan social dengan sikap-sikap hubungan

manusiawi.

Dari sisi gaya memimpin terlihat Pimpinan terlihat bahwa dalam

memimpin beliau sebenarnya cenderung mau menerima saran dari

bawahanya jika hal ini bersifat membangun tapi disisi lain beliau akan

bersikap tegas dan otoriter ketika menyangkut permasalahan yang

berkaitan dengan kedisiplinan, dimana beliau akan bersikap berpedoman

kepada aturan yang berlaku sebagai acuan terhadap anak buah.


125

Dari sisi Pengalaman memimpin dalam menerapkan kode etik

kepemimpinan perwira dalam menegakkan disiplin anggotanya hal ini

relevan dengan beberapa teori kepemimpinan yang merupakan teori

ekologis yang dikemukakan Yukl (1996) pada intinya berarti bahwa

seseorang hanya akan berhasil menjadi pemimpin yang baik apabila ia

telah memiliki bakat kepemimpinan. Bakat tersebut kemudian

dikembangkan melalui pendidikan yang teratur dan pengalaman

yangmemungkinkan untuk dikembangkan lebih lanjut. Teori ini

menggabungkan segi-segi positif dari keduateori terdahulu sehingga dapat

dikatakan merupakan teori yang paling mendekati kebenaran.

b. Faktor eksternal

Faktor eksternal yang berpengaruh dalam penerapan kode etik

kepemimpinan perwira ini meliputi sistem dan aturan yang berlaku dimana

dalam penerapannya Aturan yang berlaku dalam suatu organisasi dipahami

dengan tujuan agar terjadi kesamaan persepsi dalam menjalankannya serta

sumber daya organisasi yang dalam penerapannya diarahkan oleh peran

kode etik kepemimpinan perwira guna keberhasilan pelaksanaan

kedisiplinan dalam organisasi.

Pimpinan dalam melaksanakan kepemimpinan pada sebuah

organisasi militer Pemimpin harus dapat berperan sebagai hakim yang

adil, peran ini sangat sulit dilakukan karena ada kecenderungan dalam diri

siapapun untuk berpihak pada kelompok tertentu yang cocok. Dalam

rangka mewujudkan tindakan yang obyektif dan adil, pemimpin harus

bertindak berdasarkan fakta yang ada dan tidak pilih kasih yang pada

akhirnya akan membawa dampak negatif dalam perkembangan satuan.


126

Agar putusannya dapat obyektif ada empat pedoman yang dapat

digunakan dalam menilai kegiatan yang dilakukan anak buah. Pertama,

benar menurut agama, bahwa perbuatan yang dilakukan dihadapkan pada

aturan yang berlaku dalam agama yang dianut oleh anggota yang

bersangkutan.

Sumber Daya Manusia (SDM) adalah faktor sentral dalam suatu

organisasi. Apapun bentuk serta tujuannya, organisasi dibuat berdasarkan

berbagai visi untuk kepentingan manusia dan dalam pelaksanaan misinya dikelola

dan diurus oleh manusia. Jadi, manusia merupakan faktor strategis dalam semua

kegiatan institusi/organisasi. Selanjutnya, MSDM berarti mengatur, mengurus

SDM berdasarkan visi perusahaan agar tujuan organisasi dapat dicapai secara

optimum. Karenanya, MSDM juga menjadi bagian dari Ilmu Manajemen

(Management Science) yang mengacu kepada fungsi manajemen dalam

pelaksanaan proses-proses perencanaan, pengorganisasian, staffing, memimpin

dan mengendalikan.

Dalam organisasi militer sumber daya meliputi sejumlah besar aset

penting bagi organisasi militer seperti: manusia, sumber daya alam, uang,

keunggulan teknologi, dukungan industri, struktur pemerintahan,

karakteristik sosial, kekuatan politik/diplomasi, kualitas intelektual para

pemimpin militer, dan moral/akhlak. Selain daripada itu terdapat

hambatan-hambatan yang mempengaruhi kegiatan militer sehingga tidak

mencapai efektifitas yang diinginkan. Kepemimpinan dalam organisasi

militer sejalan dengan manajemen organisasi lainnya sejalan dengan Mary

Parker Follet, yang mendefinisikan manajemen sebagai seni

menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain.


127

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dengan penjelasan hasil

penelitian yang telah ditunjukkan pada bab sebelumnya, dapat diambil

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Pengetrapan atau Implementasi kode

etik kepemimpinan perwira berupa Perwira TNI berbudi luhur, bersendikan

Ketuhanan Yang Maha Esa, Membela kebenaran dan keadilan, dan

Memiliki sifat-sifat kesederhanaan. Perwira TNI berbakti untuk

Mendukung cita-cita nasional, Mencintai kemerdekaan dan kedaulatan

Republik Indonesia, Menjungjung tinggi kebudayaan Indonesia dan setiap

saat bersedia membela kepentingan nusa dan bangsa guna mencapai

kebahagiaan rakyat Indonesia. Perwira TNI adalah Kesatria, Memegang

teguh kesetiaan dan ketaatan, Pemimpin (soko guru) dari bawahannya dan

Berani bertanggung jawab atas tindakannya. Perwira TNI adalah Penegak

persaudaraan dan perikemanusiaan dan Menjungjung tinggi nama dan

kehormatan Korps Perwira TNI dapat diwujudkan dalam kode etik

kepemimpinan perwira sebagai suatu bentuk kepemimpinan TNI yang

mampu untuk secara disiplin dan profesional melaksanakan tugasnya,

sehingga dapat mewujudkan citra positif TNI sesuai yang diamanatkan

dalam UU TNI 34 Tahun 2004 yang menyatakan Prajurit dalam

menjalankan tugas dan kewajibannya, berpedoman pada Kode Etik Prajurit

dan Kode Etik Perwira.


128

2. Faktor-faktor yang menghambat dan mendorong Implementasi Penerapan

Kebijakan Kode Etik Kepemimpinan Perwira Guna Meningkatkan Disiplin

Prajurit TNI AD di Batalyon Infanteri Para Raider 502/Ujwala Yudha

a. Faktor internal pemimpin yang berpengaruh terhadap kepemimpinan

perwira ini meliputi Latar belakang pemimpin tidak terlepas dari

pengalaman yang dimilikinya yang digunakan dalam mempimpin

organisasi yang dipimpinnya, gaya memimpin organisasi berpedoman

kepada aturan yang berlaku dengan fleksibilitas dengan kekuasaan

tertinggi di komando atas serta menyesuaikan pada kondisi dan situasi

yang terjadi guna menunjang kedisiplinan, selain itu pengalaman dalam

memimpin yang didasarkan atas pengetahuan merupakan kekuatan bagi

seorang pemimpin dalam mendisiplinkan anggotanya.

b. Faktor eksternal yang berpengaruh dalam penerapan kode etik

kepemimpinan perwira ini meliputi sistem dan aturan yang berlaku

dimana dalam penerapannya Aturan yang berlaku dalam suatu

organisasi dipahami dengan tujuan agar terjadi kesamaan persepsi

dalam menjalankannya serta sumber daya organisasi yang dalam

penerapannya diarahkan oleh peran kode etik kepemimpinan perwira

guna keberhasilan pelaksanaan kedisiplinan dalam organisasi.

5.2 Saran

1. Perlu adanya penguatan kepemimpinan yang professional dalam arti

betul-betul yang mempunyai karakter yang tegas dan disiplin, namun


129

bisa memberikan pengayoman terhadap organisasi, masyarakat yang

dipimpinnya.

2. Perlu adanya model kepemimpinan militer yang reformis sehingga

dapat mampu membenahi dan menguatkan kekuatan sumber daya personel

yang tidak saja memiliki daya juang dan tempur yang tinggi. Tapi juga visi,

konsep, dan kemampuan perubahan terhadap bangsa dan negara lebih baik,

selain itu pemimpin juga harus memiliki kapabilitas dinamis yang mampu

melihat jauh ke depan, dapat cepat belajar, dan melakukan perubahan terus

menerus.

3. Perlu adanya komitmen pemerintah atau pemimpin militer untuk

meningkatkan kemampuan memimpin baik di tingkat lokal maupun

regional dan nasional lewat pendidikan dan lembaga formal maupun

informal yang lebih diarahkan bagaimana membangun partisipasi

masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai