Anda di halaman 1dari 11

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang dan Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) telah mengalami

perkembangan yang pesat. Seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan

dan teknologi (IPTEK), maka dibutuhkan sumber daya manusia yang

memiliki daya saing dan dan kemampuan berpikir yang selalu berkembang.

Berdasarkan hasil riset yang dilakukan UNDP (United Nations Development

Programme) mengenai human development index (HDI) yang dirilis pada

tahun 2010, terhadap 169 negara menempatkan Indonesia diposisi 108

(UNDP, 2012). Third Matemathics and Sciences Study (TIMS), melaporkan

bahwa kemampuan IPA siswa di Indonesia berada diurutan ke-32 dari

38 negara. Hasil ini membuktikan bahwa kualitas pendidikan di Indonesia

masih rendah. Oleh karena itu, perlu dilakukan peningkatan kualitas sumber

daya manusia di Indonesia.

Pendidikan IPA merupakan cara yang dapat membentuk sumber daya

manusia yang berkualitas dan berdaya saing. Kurikulum IPA SMP

membentuk agar peserta didik memiliki kemampuan berpikir dan

memecahkan suatu permasalahan. Hal ini sesuai dengan tujuan pembelajaran

IPA dalam kurikulum 2013 yang salah satunya adalah agar peserta didik
memiliki kompetensi untuk mengembangkan kemampuan bernalar dalam

berpikir analisis induktif dan deduktif dengan menggunakan konsep dan

prinsip IPA untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan menyelesaikan

masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif (Kemendikbud, 2013).

Kurikulum IPA SMP menekankan pada pemberian pengalaman secara

langsung kepada siswa dalam mempelajari peristiwa yang terjadi di

kehidupan sehari-hari.

Pada dasarnya setiap orang itu kreatif, walaupun tentu dengan tingkat yang

berbeda atau dengan cara pengekspresian yang berbeda. Hanya saja, orang

tua dan guru perlu menyediakan lingkungan yang benar untuk membebaskan

seluruh potensi kreatifnya sehingga terjadi proses pembelajaran yang berpusat

pada siswa. Pembelajaran IPA yang berpusat pada siswa penting untuk

dilaksanakan agar siswa merasa tertantang dan memiliki keinginan belajar

yang tinggi sehingga mampu mengembangkan pengetahuan yang dimilikinya

dan memberikan pengalaman secara langsung untuk mempelajari

permasalahan di lingkungan sekitar. Namun, berdasarkan hasil penelitian

pendahuluan menggunakan kuisioner guru-guru IPA SMP se-Bandar

Lampung yang sudah menerapkan pembelajaran Students Center Learning

hanya sebesar 50% yang artinya penerapannya masih rendah. Sehingga

diperlukan usaha-usaha inovatif dan kreatif yang menuntut agar siswa dapat

berperan aktif dalam pembelajaran. Menurut Warpala (2006), usaha-usaha

inovatif dan kreatif untuk efektifitas pembelajaran IPA meliputi (1)

penyediaan sumber belajar yang multisitus, dikenal baik dan ada di

sekitar siswa, (2) menuntut aktifitas belajar yang berlangsung di dalam


dan/atau di luar kelas, termasuk penggunaan sumber daya masyarakat, (3)

mendesain aktivitas inquiri untuk belajar kelompok, (4) mendesain

tugas-tugas yang melibatkan aktifitas mental dan fisik (minds-on dan hands-

on activity) dari masalah sederhana sampai yang memerlukan investigasi.

Apabila usaha-usaha tersebut diterapkan dalam pembelajaran maka akan

mengakibatkan peran guru yang biasanya berperan sebagai otoritas akan

berubah sebagai fasilitator dan mediator untuk peserta didik.

Pendidikan berbasis kompetensi yang berpusat pada siswa diharapkan dapat

menumbuhkan kemampuan berpikir kreatif, kritis, logis, sistematis, cermat,

efektif, dan efisien dalam memecahkan masalah (Depdiknas,2005). Dengan

berpikir kreatif seseorang akan mampu melihat persoalan dari banyak

perspektif. Pasalnya, seorang pemikir kreatif akan menghasilkan lebih banyak

alternatif untuk memecahkan suatu masalah.

Kemampuan akademik pada setiap individu pasti berbeda antara satu dengan

yang lain. Perbedaan kemampuan akademik ini sangat penting diperhatikan

dalam pembelajaran (Sidi, 2001; Winkel, 2004). , Corebima (2006, 2007a,

dan 2007b) menyatakan bahwa kesenjangan antara siswa berkemampuan

atas dan bawah harus diperhatikan oleh pendidik dalam pembelajaran,

diharapkan kesenjangan tersebut semakin diperkecil, baik dalam proses

maupun hasil akhir pembelajaran melalui strategi yang memberdayakan

potensi siswa berkemampuan berbeda ini. Pemberdayaan potensi siswa yang

sangat penting adalah memberdayakan kemampuan berpikir kritis, berpikir

kreatif, dan keterampilan argumentasi siswa.


Kurikulum 2013 menekankan pada dimensi pedagogik modern dalam

pembelajaran yaitu menggunakan pendekatan ilmiah. Pendekatan ilmiah

(scientific approach) dalam pembelajaran sebagaiman dimaksud meliputi

kegiatan mengamati, menanya, menalar, mencoba, dan mengkomunikasikan.

Hasil penelitian pendahuluan menginformasikan bahwa guru yang

menerapkan pendekatan saintifik pada saat pembelajaran IPA dengan

kegiatan 5M telah cukup banyak sebesar 73%. Namun, penerapan 5M yang

sesungguhnya masih belum sempurna terutama pada kegiatan

mengkomunikasikan. Dalam menyampaikan argumennya siswa tidak

menyertakan fakta dan teori yang relevan untuk memperkuat argumennnya.

Salah satu strategi pembelajaran yang menuntut siswa untuk memecahkan

sendiri permasalahannya dan menggali sendiri pengetahuan yang dimiliki

adalah strategi pembelajaran inkuiri. Inkuiri adalah inti dari upaya saat ini

untuk mengembangkan literasi sains (AAAS, 1993; NRC, 2000 dalam

Sampson & Gleim, 2009).

Sementara itu, hasil kuisioner guru menyatakan bahwa guru-guru IPA SMP

se-Bandar Lampung yang sudah menerapkan strategi inkuiri dalam

pembelajaran IPA sebesar 40 % sehingga disimpulkan hasilnya masih

sangatlah rendah. Pembelajaran IPA seharusnya menuntut siswa untuk

menjadikan peserta didik seperti ilmuwan yang sesungguhnya. Salah satu

cara yang dapat dilakukan agar siswa dapat mengembangkan pengetahuannya

yaitu dengan melatih kemampuan berargumentasi. Kemampuan argumentasi

berhubungan erat dengan kemampuan berpikir kreatif siswa yang merupakan


salah satu kompetensi standar yang harus dimiliki oleh setiap lulusan.

Keterampilan untuk memeriksa dan kemudian menerima atau menolak

koneksi antara dan di antara bukti dan ide teoritis yang dikenal sebagai

keterampilan argumentasi ilmiah dipandang oleh banyak orang sebagai aspek

penting dalam literasi sains (Driver,et al., 2000; Duschl & Osborne, 2002;

Jimenez-Alexander,et al., 2000). Literasi sains yang benar melibatkan

pemahaman tentang bagaimana pengetahuan dihasilkan, dipertimbangkan,

dan dievaluasi oleh ilmuwan dan bagaimana menggunakan pengetahuan

tersebut untuk terlibat dalam penyelidikan ilmiah (Driver,et al., 2000; Duschl

& Osborne, 2002).

Kemampuan argumentasi ilmiah sangat penting dilatihkan di dalam

pembelajaran IPA agar siswa memiliki nalar yang logis, pandangan yang

jelas, dan penjelasan yang rasional dari hal-hal yang dia pelajari. Namun

demikian, ketersediaan model pembelajaran yang baik untuk membekali

kemampuan berargumentasi kepada peserta didik masih terbatas.

Beberapa alasan pentingnya kemampuan berargumentasi diterapkan dalam

pembelajaran IPA yaitu: (1) ilmuwan menggunakan argumentasi dalam

mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan ilmiahnya; (2)

masyarakat menggunakan argumentasi dalam perdebatan ilmiah; dan (3)

peserta didik dalam pembelajaran membutuhkan argumentasi untuk

memperkuat pemahamannya (Erduran et al.,2004).

Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di SMP se-Bandar Lampung yang

telah menerapkan kurikulum 2013, kegiatan pembelajaran IPA belum

mampu memfasilitasi kemampuan berargumentasi siswa, sebagai contoh


pembelajaran IPA hanya mampu memberikan kesempatan untuk memperoleh

data atau bukti sains tanpa mampu merangsang siswa untuk berargumentasi.

Hasil observasi dengan menggunakan kuisioner siswa terhadap pembelajaran

IPA dan keterampilan argumentasi selama ini menunjukkan bahwa

kebanyakan siswa belum dapat menyampaikan argumen dengan baik,

kebanyakan argumen yang disampaikan oleh siswa tidak didukung oleh fakta

yang relevan dan teori yang akurat. Penjelasan sebab akibat terhadap

fenomena yang diberikan oleh siswa seringkali tidak berhubungan dan bukti

yang dikembangkan kurang mendukung dan tidak relevan. Padahal

argumentasi merupakan suatu proses memperkuat klaim melalui analisis

berpikir kritis berdasarkan dukungan bukti-bukti dan alasan yang logis. Bukti-

bukti ini dapat mengandung fakta atau kondisi objektif yang dapat diterima

sebagai suatu kebenaran (Inch et al., 2006).

Hasil penelitian pendahuluan juga menemukan adanya kesulitan yang

dihadapi guru dalam mengembangkan pertanyaan yang dapat merangsang

siswa berpikir untuk menggunakan teori/konsep sains yang relevan dalam

menjelaskan data yang diperoleh sebagai landasan klaim argumentasi ilmiah.

Hal inilah yang menyebabkan siswa tidak mampu mengonstruksi klaim yang

sesuai dengan data atau bukti sains yang diperoleh dan siswa tidak mampu

menggunakan teori/konsep sains yang relevan sebagai pembenaran atau

pendukung untuk menjelaskan hubungan data dengan klaim yang

dikemukakan dalam argumentasi ilmiah. Dari hasil studi pendahuluan di atas,

maka diperlukan sebuah pembelajaran yang dapat mengembangkan

kemampuan argumentasi siswa. Salah satu alternatif model pembelajaran


yang dikembangkan untuk melatih kemampuan argumentasi ilmiah adalah model

pembelajaran Argument Driven Inquiry (ADI) (Sampson et al., 2010).

Model pembelajaran ADI merupakan sebuah model pembelajaran yang

menekankan pada kegiatan pembelajaran kontruksi dan validasi pengetahuan

melalui kegiatan penyelidikan (inquiry). Sintaks model ADI meliputi empat

tahap, yaitu: (1) identifikasi masalah; (2) mengumpulkan data; (3) pembuatan

argumen tentatif; dan (4) sesi argumentasi. Pada tahap identifikasi masalah,

peserta didik diminta untuk meng-identifikasi masalah berdasarkan

fenomena fisis yang disajikan guru. Guru selanjutnya menjelaskan topik

permasalahan utama dalam kegiatan laboratorium yang akan dilaksanakan.

Pada tahap mengumpulkan data, peserta didik dilatih mengembangkan klaim

awal dalam bentuk rumusan hipotesis sebagai jawaban sementara terhadap

permasalahan untuk selanjutnya berdiskusi mengenai prosedur pengumpulan

data. Selanjutnya tahap pembuatan argumen tentatif dan tahap sesi

argumentasi dapat melatihkan siswa berargumentasi dalam menganalisis data,

mengemukakan klaim berdasarkan teori/konsep yang relevan untuk

menjelaskan data, dan mampu memunculkan konflik pada individu siswa di

dalam kelompok. Konflik tersebut dapat memunculkan sanggahan saat siswa

berargumentasi hingga menghasilkan argumentasi yang meluas dalam

menganalisis data berdasarkan teori/konsep yang relevan, sehingga pada

tahap ini kualitas argumentasi siswa dapat ditingkatkan. Model pembelajaran

ADI mampu memberikan kesempatan bagi siswa untuk mengembangkan

kemampuan argumentasi ilmiah di dalam kegiatan pembelajaran IPA

(Sampson et al., 2010).


Kegiatan diskusi dalam mengumpulkan dan menganalisis data mampu

merangsang siswa untuk saling mengemukakan ide atau gagasan sehingga

mampu memunculkan argumentasi ilmiah mengenai suatu permasalahan

sains pada pembelajaran IPA (Kind et al.,2011). Selain itu, model ADI

mampu merangsang siswa untuk terlibat di dalam kegiatan argumentasi

ilmiah (Sampson et al.,2010).

Berdasarkan permasalahan di atas, penelitian ini menjadi sangat penting

untuk dilakukan karena penelitian ini dapat memberikan gambaran mengenai

kegiatan pembelajaran IPA yang mampu melatihkan kemampuan

argumentasi ilmiah siswa. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak

penelitian yang memfokuskan pada analisis wacana argumentasi dalam

konteks pembelajaran sains (Kelly & Takao, 2002; Zohar & Nemet, 2002).

Grooms (2011) dalam penelitiannya menggunakan model Argumen-Driven

Inquiry (ADI) memperoleh hasil bahwa ada peningkatan kualitas argumen

siswa menggunakan model tersebut. Demircioglu & Ucar (2012) melakukan

penelitian pada mahasiswa PPG Sains SD di Universitas Turki, hasil

penelitiannya menunjukkan bahwa ADI lebih efektif dalam meningkatkan

kualitas argumentasi dibandingkan dengan metode praktikum tradisional.

Kadayifcia, et al.(2012) melalui penelitiannya pada kelas kimia di sebuah

Universitas di Turki memperoleh kesimpulan bahwa melalui strategi

ADI dalam pembelajaran dapat ditemukan hubungan yang erat antara kelemahan

peserta didik dalam berargumen dengan keterampilan berpikir kritis dan

kreatifnya.
Selain itu, Sampson,et al. (2011) melaksanakan penelitian pada siswa kelas

10 dari kelas kimia di sebuah sekolah swasta kecil yang terletak di barat daya

Amerika Serikat. Hasil penelitian ini membuktikan bahwa strategi

pembelajaran ADI mempengaruhi cara siswa berpartisipasi dalam

argumentasi ilmiah, siswa menjadi lebih disiplin dan menghasilkan kualitas

argumen yang lebih baik terutama dalam argumen tertulis yang disusunnya.

Pembelajaran sains tidak hanya fokus pada hasil seperti pemecahan masalah,

penguasaan konsep atau keterampilan proses sains semata, tetapi juga perlu

melibatkan penggunaan alat lain seperti kemampuan argumentasi. Peran

argumentasi dalam pembangunan pengetahuan akhirnya disadari sebagai

aktivitas inti para saintis yang perlu ditanamkan kepada masyarakat (Kim &

Song, 2005).

Pembelajaran IPA-Biologi yang didesain menggunakan strategi Argument

Driven-Inquiry (ADI) diharapkan dapat mengembangkan keterampilan

argumentasi yang berguna bagi peserta didik dalam mengeksternalisasikan

hasil penyelidikannya seperti halnya kerja seorang ilmuwan ketika

mengembangkan pengetahuan. Strategi pembelajaran ADI mengembangkan

serangkaian aktivitas laboratorium untuk menganalisis partisipasi aktif

peserta didik dalam wacana argumentasi dan kualitas argumentasinya

(Sampson & Gleim, 2009). Strategi pembelajaran ADI melengkapi guru

biologi dengan suatu cara yang membantu peserta didik mengembangkan

kebiasaan mengembangkan pemikiran dan berpikir kritis dengan menekankan

peran penting argumentasi dan memvalidasi pengetahuan (Driver,et al., 2000;

Duschl & Osborne, 2002).


Berdasarkan permasalahan dan fakta yang telah diuraikan dan mengingat

pentingnya kemampuan argumentasi bagi siswa, maka perlu dilakukan

penelitian untuk membekali siswa agar mereka dapat memiliki kemampuan

argumentasi yang baik. Oleh karena itu, bagian penelitian yang dilakukan

adalah mencoba untuk mengakomodasi penelitian-penelitian terdahulu

dengan diterapkan dalam pembelajaran IPA pada materi sistem gerak siswa

kelas VIII di SMP IT Permata Bunda Bandar Lampung. Hal inilah yang

memotivasi peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Efektivitas

Penerapan Model Pembelajaran Argument Driven Inquiry (ADI) pada

pembelajaran Klasifikasi Mahluk Hidup dalam meningkatkan keterampilan

berfikir kreatif siswa di kelas VII di SMP IT Permata”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, maka masalah

dalam penelitian ini adalah:

1. Adakah pengaruh yang signifikan dari penggunaan model Argument

Driven Inquiry (ADI) terhadap keterampilan argumentasi siswa?

2. Adakah pengaruh yang signifikan dari kemampuan akademik siswa yang

berbeda terhadap keterampilan argumentasi siswa?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mendapatkan gambaran atau informasi mengenai pengaruh yang

signifikan dari penggunaan model Argument Driven Inquiry (ADI) pada


pembelajaran sistem gerak pada manusia terhadap keterampilan

argumentasi siswa SMP IT Permata Bunda Bandar Lampung

berkemampuan akademik berbeda.

2. Mendapatkan gambaran atau informasi mengenai pengaruh yang

signifikan dari kemampuan akademik siswa yang berbeda terhadap

keterampilan argumentasi siswa.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat terhadap

pengembangan kegiatan pembelajaran IPA untuk meningkatkan

keterampilan argumentasi siswa. Manfaat lainnya yang mampu diperoleh

dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Memberikan gambaran atau informasi terkait pengaruh yang signifikan

dari penggunaan model ADI dalam kegiatan pembelajaran IPA terhadap

keterampilan argumentasi siswa.

2. Memberikan gambaran atau informasi terkait pengaruh yang signifikan

dari kemampuan akademik siswa yang berbeda terhadap keterampilan

argumentasi siswa.

Anda mungkin juga menyukai