Anda di halaman 1dari 20

Analisa Gangguan Akibat Korona Pada Kubikel 20 KV Gardu Distribusi

Paruhum Tambunan
Universitas Jayabaya
Paruhumtbn6@gmail.com

ABSTRAK
Jaringan tegangan menengah merupakan komponen yang penting dalam
penyaluran energi listrik. Suatu penyulang dapat dikatakan andal apabila penyulang
tersebut tidak pernah mengalami mengalami gangguan, sehingga bisa secara terus-
menerus menyalurkan tenaga listrik sampai ke pelanggan. Perlengkapan hubung
tegangan menengah 20 kV gardu distribusi pasangan dalam adalah kubikel.
Kerusakan pada peralatan kubikel jaringan tegangan menengah 20 kV dapat
berdampak kerugian bagi pihak penyalur. Tegangan kerja PLN di sisi distribusi satu
fasa adalah 11,54 kV. Salah satu gangguan umum adalah timbulnya korona yang
merupakan suatu gejala kelistrikan dimana terjadi ionisasi di udara sekitar konduktor
karena kuatnya medan listrik disekitarnya. Dari proses tersebut terjadilah pelepasan
muatan yang dapat mengakibatkan kegagalan isolasi pada udara. Akibatnya fatal
karena bisa menimbulkan kerusakan fisik pada peralatan di dalam kubikel dan
menyebabkan rugi-rugi daya. Gardu D375P memiliki RH = 80%, Ev = 4,07 kV dan P
loss 3,96 kW dimana Gardu D375P Ev nya < 11,54 kV, maka kubikel terkena korona.
Seiring dengan berjalannya waktu, maka Inspeksi Gardu Distribusi lebih sering
dilakukan sehingga akan mengalami peningkatan kualitas pelayanan, sehingga perlu
dilakukan upaya pemeliharaan baik secara preventif maupun korektif agar dapat
beroperasi dengan keandalan yang tinggi.

Kata kunci : Kubikel, Korona, rugi-rugi daya, Pemeliharaan


ABSTRACT

Medium voltage network is an important component in the distribution of electrical

energy. A feeder can be said to be reliable if the feeder has never experienced

interference, so that it can continuously deliver electricity to the customer. Medium-

voltage connecting equipment 20 kV internal pair distribution substations are cubicles.

Damage to the 20 kV medium voltage network cubicle equipment can result in losses

for the distributor. Voltage work PLN with distribution one in phase is 11,54 kV. One

of the problems common is the emergence of the corona that is a phenomenon where

ionizing elctricity happened in the air about conductor the strong electric field around.

From this process the release of charge occurs which can result in failure of insulation

in the air. The result is fatal because it can cause physical damage to the equipment

inside the cubicle and cause power losses. The D375P substation has RH = 80%, Ev

= 4.07 kV and P loss is 3.96 kW where the D375P Ev substation is <11.54 kV, then the

cubicle is exposed to corona. Over time, the Distribution Station Inspection will be

conducted more frequently so that service quality will improve, so preventive and

corrective maintenance efforts are needed to operate with high reliability.

Keywords: Cubicles, Corona, Power losses, Maintenance


1. Pendahuluan
Kinerja inspeksi gardu distribusi dan jaringan menjadi salah satu faktor kunci di
dalam kehandalan suatu penyulang. Suatu penyulang dapat dikatakan handal apabila
penyulang tersebut tidak pernah mengalami gangguan, sehingga bisa secara terus
menerus menyalurkan tenaga listrik sampai ke pelanggan.
Aktivitas korona pada kubikel tegangan menengah merupakan sumber utama
terjadinya kegagalan pada isolasi. Kegagalan isolasi peralatan pada kubikel merupakan
permasalahan yang dihadapi oleh banyak pihak khususnya PT Haleyora sebagai
perusahaan listrik yang bergerak dibidang operasi dan distribusi. Kenyataan dilapangan
menunjukkan bahwa penurunan kualitas isolasi menyebabkan 90% kegagalan listrik
pada peralatan tegangan tinggi. Peristiwa korona ini ditandai dengan adanya bunyi
desis, bau ozon, dan kilatan cahaya seragam pada permukaan elektroda.
Faktor suhu manhole dan indoor kabel juga termasuk faktor penting yang
menyebabkan korona pada kubikel. Suhu mainhole harus lebih dari 28 C untuk
menjaga kubikel tidak terjadi kelembaban karena salah satu syarat terjadinya korona
adalah udara yang lembab. Untuk menjaga kubikel tidak terjadi kelembaban, heater di
dalam kubikel harus hidup pada saat pengoperasian kubikel. Indoor kabel adalah
tempat masuknya kabel SKTM 20 Kv ke terminal kubikel. Indoor kabel termasuk salah
satu faktor penyebab korona dikarenakan kebanyakan indoor kabel terdapat lubang dan
menyebabkan udara dari luar masuk ke dalam kubikel. Untuk menghindari terjadinya
korona pada kubikel tegangan tinggi, diperlukan pemeriksaan korona secara rutin.
Oleh karena itu, untuk menjunjung performa dari kubikel maka proses pemeliharaan
secara preventif haruslah dilakukan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur)
yang berlaku. Pada saat pelaksanaan inspeksi, ditemukan pemasangan
komponen/perangkat yang belum sesuai dengan standar prosedur konstruksinya,
misalnya pada pengencangan baut pada busbar kubikel yang tidak sempurna/maksimal
sehingga akan menimbulkan panas.
Selain itu, konstruksi sipil gardu beton banyak yang sudah bocor dan sipil main hole
tidak di cor, sehingga terjadi rembesan air yang mengakibatkan kelembaban udara pada
kubikel tersebut. Kelembaban udara yang terjadi pada kubikel, juga bisa disebabkan
karena tidak dipasang heater (pemanas udara ruang). Selain itu, pada sisi sumber daya
manusia sebagai pelaksana di lapangan harus memiliki kompetensi keahlian, sehingga
dapat melaksanakan pekerjaan sesuai dengan SOP (Standar Operasional Prosedur)
yang berlaku.

2. METODE PERANCANGAN DAN PENELITIAN


Pada penelitian ini digunakan metode hasil inspeksi yang dilakukan pada tempat.
Posko Menteng kubikel D375P arah GI Budi kemuliaan diindikasikan adaya terdengar
suara desis yang sangat bising dan tercium bau ozon dari sekitar kubikel tersebut yang
terindikasi terjadi fenomena korona. Berdasarkan pengaruh tekanan parsial udara
terhadap korona maka dapat dianalisa indikasi terjadi atau tidak terjadi korona pada
kubikel tersebut. Dari data gardu yang digunakan sebagai sampel, maka dapat dihitung
besarnya rugi-rugi daya.

2.1 Pengertian Korona


Peristiwa pelepasan sebagian (Partial Discharge) yang terjadi pada isolasi
udara akan menyebabkan pelepasan langsung ke udara yang akan mengkontaminasi
udara disekitarnya yang dikenal sebagai ionisasi. Proses ionisasi pada konduktor
tersebut tidak akan terjadi bila karakterisitik tidak terpenuhi, yaitu bergantung kepada
tegangan, keadaan bentuk konduktor, dan keadaan kondisi konduktor tersebut. Faktor
pendukung percepatan terjadinya proses ionisasi disebabkan oleh banyak keadaan
lingkungan, berupa: kelembaban udara, cuaca, tekanan uap air di udara, temperatur
udara, dan kelembaban [1].
Korona pada awalnya ditandai dengan proses ionisasi dalam udara seperti
adanya kehilangan elektron dari molekul udara. Dari proses tersebut terjadi pelepasan
muatan yang dapat menimbulkan kegagalan isolasi udara. Pada sebuah elektroda
tampak kelihatan bercahaya yang mengeluarkan bunyi-bunyi mendesis, dan berbau
ozon. Warna cahaya yang tampak adalah warna ungu muda (violet). Jika tegangan
dinaikkan maka karakteristik yang muncul diatas akan terlihat semakin jelas. Paling
utama terlihat pada bagian yang kasar, runcing, atau kotor. Bila tegangan masih juga
dinaikkan secara perlahan, maka karakteristik yang mucul diatas akan menghasilkan
busur api. Dalam keadaan udara yang lembab, korona dapat menghasilkan tindakan
kimiawi (asam nitrogen), yang dapat membuat keadaan elektroda berkarat bila
kehilangan daya cukup besar. Adapun gangguan korona tersebut dapat dilihat pada
gambar 2.1 [1].

Gambar 2.1 Lucutan Korona pada Saluran Listrik


2.2 Efek Yang Ditimbulkan Korona
Gangguan korona dapat menimbulkan masalah baik bagi lingkungan sekitar
maupun bagi performa peralatan listrik. Gangguan pada lingkungan dapat berupa suara
bising, interferensi radio dan interferensi televisi. Sedangkan bagi peralatan listrik
dapat menimbulkan kerusakan pada material dan juga gangguan pada peralatan
komunikasi, kontrol dan alat ukur. Bahkan pada kondisi tertentu korona dapat
menyebabkan kegagalan isolasi yang bisa menyebabkan terjadinya kebakaran atau
ledakan [6].
Pengoperasian peralatan dan sistem kelistrikan menunjukan bahwa gangguan
korona dapat memperpendek umur peralatan kelistrikan. Oleh karena itu, gangguan
korona bisa menjadi salah satu penyebab kerugian energi dan ekonomi. Hal ini
dikarenakan korona bisa menyebabkan keharusan untuk memperbaiki dan mengganti
peralatan listrik secara premature, menurunkan faktor keselamatan dan efisiensi pada
saat pengoperasian , dan juga bisa mengakibatkan terjadinya interupsi pada proses
produksi yang pada akhirnya akan menyebabkan kerugian yang besar.

2.2.1 Efek Korona pada Lingkungan Sekitar


Masyarakat dunia belakangan ini mulai mengkhawatirkan permasalahan
lingkungan yang timbul akibat penggunaan tegangan tinggi oleh perusahaan listrik.
Masyarakat menganggap penggunaan tegangan tinggi bisa mengganggu lingkungan
sekitar dalam bentuk suara bising dan interferensi pada radio serta televisi.

2.2.2 Gangguan Bising


Gangguan bising merupakan bentuk korona yang mengganggu orang yang
berada di sekitar lokasi dengan gangguan berisik. Gangguan bising yang dihasilkan
korona dapat diukur dengan satuan dB. Bunyi – bunyi yang dihasilkan korona biasa
disebut acoustical noise atau gangguan bising.
Gangguan bising dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain: besarnya
gradient tegangan, kondisi cuaca dan jarak sumber bunyi. Diantara ketiga faktor
tersebut, besar gradien tegangan merupakan faktor yang paling berpengaruh. Sedikit
perubahan gradien tegangan dapat mengakibatkan adanya penambahan level daya dari
gangguan bising. Pengaruh akibat gradien tegangan merupakan faktor yang paling
penting dalam menghitung besarnya level daya dari gangguan bising.

2.2.3 Interferensi Radio dan Televisi


Proses terjadinya korona ditandai adanya emisi energi yang kemudian
meradiasi benda yang ada disekitarnya. Salah satu radiasinya adalah munculnya sinyal
noise pada jalur komunikasi, penerima radio dan penerima televise. Sinyal noise ini
disebut sebagai interferensi radio.
Interferensi radio ditandai dengan adanya benturan-benturan yang diakibatkan
oleh pergerakan elektron. Adanya pergerakan elektron menimbulkan aliran arus yang
cukup lemah. Aliran arus tersebut akan menghasilkan medan magnet dan medan
elektrostatis di sekitar pergerakannya. Akibat keduanya dibentuk secara tiba-tiba dan
dengan waktu yang singkat, medan magnet dan elektrostatis ini memiliki frekuensi
yang tinggi. Hal ini menyebabkan medan tersebut dapat menginduksi pulsa tegangan
di dekat antena radio dan kemudian menghasilkan interferensi radio. Inilah mekanisme
terjadinya interferensi radio akibat benturan elektron.
2.2.4 Efek Korona pada Performa Peralatan Listrik
Gangguan korona menyebabkan terjadinya transfer elektron dan lompatan-
lompatan listrik pada bahan isolasi. Dengan adanya kejadian ini akan menyebabkan
adanya energi yang hilang. Pada saat yang sama, akibat adanya korona ini akan
menyebabkan timbulnya panas di sekitar daerah terjadinya korona. Sedangkan pada
bagian lain bahan isolasi, gangguan korona akan menghasilkan arus transien yang
dapat mengalir ke peralatan yang terhubung dengan bahan isolasi tersebut. Menurut
statistik IEEE, kegagalan isolasi merupakan penyebab utama terjadinya kerusakan
pada sistem dan peralatan kelistrikan.
Gangguan korona memiliki dua efek yang sangat penting secara ekonomis
karena dapat menyebabkan naiknya biaya operasional dan perawatan dari peralatan
listrik. Efek yang pertama adalah korona dapat mengurangi usia pakai dari bahan
isolasi yang digunakan. Sedangkan efek yang kedua adalah kemungkinan terjadinya
arus transien yang dapat mengganggu aktivitas kerja dari peralatan komunikasi,
kontrol, dan alat ukur [7].

2.2.5 Efek Korona pada Material Listrik


Pada proses korona terjadi formasi benturan elektron (electron acalanche)
apabila tegangan yang diterapkannya telah melampaui besar dari nilai kritisnya. Bila
hal ini dikombinasikan dengan panas yang ditimbulkan korona maka dapat
menyebabkan pengikisan pada material, sehingga bisa saja terbentuk material dengan
susunan atom atau molekul yang baru.
Akibat adanya perubahan pada susunan atom atau molekul pada material listrik
dapat menyebabkan perubahan sifat-sifat kimia dari material listrik tersebut. Sifat
kimia pada proses korona dapat membuat material lama-kelamaan berkarat. Misalnya
jika sebelumnya material tersebut merupakan bahan yang tidak mudah berkarat, kini
bisa menjadi mudah berkarat.

2.2.6 Efek Korona pada Peralatan Komunikasi , Kontrol dan Alat Ukur
Gangguan korona pada suatu material, dapat menimbulkan arus transien. Arus
transien ini mungkin saja dapat mengalir ke peralatan elektronik yang berada di sekitar
daerah terjadinya korona. Arus transien yang dihasilkan oleh korona mempunyai sifat
sebagai berikut: memiliki rise time yang sangat singkat dan frekuensi pengulangan
yang sangat tinggi. Selain itu arus transien ini juga memiliki amplitudo yang cukup
untuk meniru, mengganggu, memalsukan atau mengakhiri suatu sinyal elektrik.
Biasanya peralatan komunikasi, kontrol dan alat ukur menggunakan sinyal-sinyal
elektrik saat pengoperasiannya, sehingga dengan adanya korona sinyal-sinyal yang
terdapat pada peralatan tersebut bisa menjadi rusak atau memberikan informasi yang
salah.

2.3 Faktor Yang Mempengaruhi Korona


2.3.1 Keadaan Kondisi Permukaan
Korona juga tergantung pada kondisi permukaan. Permukaan yang kasar dan
tidak rata akan menyebabkan lebih banyak kehilangan korona karena ketidakrataan
permukaan mengurangi nilai tegangan tembus. Dan membuat nilai tegangan gangguan
lebih kecil.
2.3.2 Tegangan Listrik
Tegangan listrik secara langsung mempengaruhi korona dan membuat
hilangnya korona. Pada tegangan saluran bawah, kehilangan korona mungkin tidak
ada. Tapi untuk tegangan yang lebih tinggi dari tegangan gangguan kritis, korona
dimulai. Semakin tinggi tegangan saluran, semakin tinggi pula kerugian korona.

2.3.3 Kondisi Atmosfer


Kondisi dan suhu atmosfer secara negatif mengontrol terjadinya korona.
Ekspresi kehilangan korona menyatakan bahwa itu adalah fungsi dari nilai faktor
koreksi kepadatan udara δ. Semakin rendah nilai δ semakin tinggi kerugian. Tekanan
dan suhu bersama-sama menunjukkan nilai kepadatan udara yang dapat dipengaruhi
tegangan gangguan kritis dan kerugian korona. Semakin rendah nilai tegangan
gangguan kritis, semakin tinggi kerugian korona.
2.3.4 Ukuran Konduktor
Peningkatan ukuran konduktor juga meningkatkan intensitas keadaan
permukaan konduktor. Dari persamaan Peek, kehilangan korona berbanding lurus
dengan akar kuadrat dari konduktor jari-jari yaitu α = √𝑟 / 𝑑 faktor (V-Vd) 2 adalah
sebanding dengan ukuran konduktor. Jadi kerugiannya lebih bila ukuran konduktor
lebih. Tapi untuk ukuran besar konduktor, Vd lebih banyak dan karenanya istilah (V -
Vd) kurang. Jadi kerugiannya kurang. Efek Vd lebih dominan daripada faktor kuadrat
maka semakin besar ukuran konduktor, lebih kecil adalah kehilangan korona.

2.3.5 Frekuensi Pasokan Tinggi


Dapat diperhatikan bahwa kehilangan korona dipengaruhi oleh frekuensi
pasokannya. Bila semakin tinggi frekuensi pasokan, maka semakin bertambah juga
kerugian korona. D.c. kerugian korona lebih kecil dibandingkan dengan a.c. kerugian
korona. Disebabkan oleh efek korona dalam garis ac, komponen harmonik ketiga yang
dihasilkan maka kerugian korona aktual lebih tinggi.
2.3.6 Konduktor Yang Dibundel
Pada tegangan yang lebih tinggi, satu konduktor per fase dapat menimbulkan
kehilangan korona yang tinggi dan akibatnya radio yang besar gangguan yang
mempengaruhi jalur komunikasi. Dapat diatasi dengan menggunakan dua atau lebih
dari dua konduktor per fase. Ini meningkatkan jarak rata-rata geometrik (GMD) dari
konduktor, yang menambahkan gangguan tegangan dan mengurangi kehilangan
korona

2.3.7 Jarak Antar Konduktor


Menempatkan konduktor adalah cara yang efektif untuk dapat mengurangi
korona. Jika jarak dibuat sangat besar, korona bisa absen. Secara praktis jarak dipilih
sehingga korona dapat ditoleransi

2.3.8 Profil Konduktor


Bentuk konduktor dapat diperhatikan apakah datar, lonjong, silinder dll. Bentuk
konduktor dapat mempengaruhi kehilangan korona. Berbentuk silindris konduktor
yang memiliki bentuk jenis yang seragam dapat mengurangi kehilangan korona jika
dibandingkan dengan bentuk lainnya.

2.3.9 Konduktivitas Atmosfer


Konduktivitas diudara dapat dipengaruhi oleh jumlah ion per satuan volume
udara, ukuran dan muatan per ion. Bila kepadatan udara yang lebih tinggi,
konduktivitas udara bertambah dan kehilangan korona juga bertambah. Dengan
demikian, kehilangan korona lebih tinggi di daerah berbukit daripada di daerah dataran
rendah.

2.3.10 Panas Dari Arus Beban


Panas yang hilang ketika konduktor memperoleh beban juga berkontribusi
untuk mengurangi kehilangan korona. Pada saat kabut dan udara lembab, tetesan
embun kecil menumpuk di permukaan konduktor saat suhu rendah, sehingga
menimbulkan kerugian korona yang tinggi. Pada beban pengenal, konduktor menjadi
hangat dan panas dari konduktor menghindari kondensasi seperti itu dan mengurangi
kerugian korona di sepanjang garis.

2.4 Pengaruh Tekanan Parsial Udara Terhadap Korona


Proses Ionisasi udara yang mengakibatkan redistribusi tegangan pada gradien
tegangan, dapat menimbulkan gradien udara pada dua elektroda lebih tinggi dari
gradien udara dalam kondisi normal, hal ini akan menyebabkan adanya lompatan api.
Kondisi lingkungan pada daerah penghantar dapat menimbulkan kekuatan isolasi udara
dan gradient awal adanya korona, contohnya yaitu, kelembaban udara, angin, cuaca,
kerapatan udara, dan temperature udara. Cuaca hujan menjadi penyebab yang amat
menentukan, dan juga jarum es serta kabut akan menimbulkan harga rugi korona yang
besar. Cuasa salju sedikit memberikan bertambahnya rugi korona Hukum Peek
menjelaskan bagaimana tegangan listrik yang dibutuhkan untuk memancing
munculnya pelepasan muatan korona diantara dua penampang baik kawat fasa terhadap
kawat fasa lainnya maupun kawat fasa ke netral atau pembumian pada body suatu
sistem. [7]
𝑠
Ev = mo .gv .r .ln ( 𝑟) (2.9)

gv (2.10)
Dimana,
Ev = tegangan pemunculan korona (kV)
mo = Tetapan kekasaran penghantar/elektroda (0,8 untuk kabel)
r = Jari – jari (cm)
S = Jarak antara kawat penghatar (cm)
gv = Medan listrik visual kritis (kV/cm), gradien pada medan listrik untuk
mempengaruhi collision pada molekul bebas disekitar penghantar
g0 = medan listrik pengrusak (kV/cm) dimana g0= Vb = 10 kV/cm
𝛿 = faktor densitas
r = jari-jari penghantar (cm)

g0 adalah kemampuan udara untuk menahan tegangan kerja, sebagai acuan untuk
gradien potensial, tegangan tembus dapat digunakan untuk mencari gradien visual
pengrusak.yang digunakan untuk mencari tegangan pemunculan korona, dimana
korona akan muncul apabila tegangan kerja sistem (E) melebihi tegangan pemunculan
korona(Ev). Untuk rugi – rugi daya yang didapat dari korona adalah : [7]
𝑟
Ploss = 241 . (f + 25) .√𝑠 . (En – Ev )2 .10-5 (2.11)

dimana,
Ploss = Rugi daya akibat korona (kW)
En = Tegangan kerja pada penghantar fasa ke netral (kV)
Ev = Tegangan pemunculan korona (kV)
f = frekuensi kerja pada penghantar (f)
Kerapatan uap air merupakan massa uap air per satuan volume udara yang
mengandung uap air tersebut. (kelembaban mutlak)
ρ=M/V (2.12)
dari Hukum Gas Ideal, dimana
pV=nRT (2.13)
maka didapatkan kerapatan uap air, yakni
𝑝 .𝑀
ρ = (2.14)
𝑅 .𝑇

dimana:
ρ = kerapatan uap air (kg m-3)
M = massa uap air (kg)
𝑚
n = 𝑀 = jumlah mol m / Mv dan Mv [18.016 untuk uap (H2O)]

V = volume udara (m3)


p = Tekanan uap air (bar)
R = Tetapan gas umum (0,082 Latm K-1 mol -1)
T = suhu mutlak (K)
Relative humidity (kelembaban relatif) adalah perbandingan nilai antara kelembaban
aktual terhadap muatan udara untuk menyimpan uap air.
𝑒𝑎
RH = 𝑒𝑠 100% (2.15)

dimana:
ea = kelembaban aktual atau tekanan uap air parsial / tekanan parsial uap air jenuh
es = kapasitas udara untuk menampung uap air/tekanan uap jenuh / tekanan saturasi
Massa jenis udara relatif adalah perbandingan antara massa jenis udara standar dan
massa jenis udara jenuh sehingga,
ρ(udara relatif) = ρ(udara standar)/ρ(uap air jenuh) (2.16)
sedangkan factor densitas atau factor kerapat partikel udara adalah,
𝛿 = ρ(udara) / ρ(SATP) (2.17)
dimana,
𝛿 = rapat partikel udara relatif pada saat pengukuran
ρ(uap air jenuh) = masa jenis uap air jenuh dalam udara (kg/cm3)
ρ(udara standar) = masa jenis udara standar (1,2 kg/cm3 pada 760 mmhg 270C)
ρ(udara relatif) = masa jenis relati udara saat pengukuran (kg/cm3)
ρ(SATP) = 1 (faktor densitas pada SATP = Standard ambient temperature and
preasure)
Tabel 2.1 Data Pelanggan Gardu D375P
Data Perbaikan Gardu
Nomor Gardu D375P
Penyulang Sejahtera
Alamat Jl. H Fachrudin No.8 Kp Bali, Tanah Abang
Area Menteng
Merk Kubikel Schneider, EGA
Kubikel Outgoing, D323P, D146

Teknik analisa dalam pengambilan data dijelaskan pada diagram gambar 2.2
Gambar 2.2 Diagram Alir Pengujian dan Analisis Data
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Perhitungan Kerugian Energi Perbaikan Tahanan Isolasi Kubikel 20 kV
Pada pembahasan ini akan menghitung kerugian energi ketika penggantian
kubikel 20 kV pada gardu D375P. Data yang digunakan pada pembahasan ini pada
Tabel 4.1 dan 4.4. Untuk menghitung kerugian energi penggantian kubikel 20 kV pada
Gardu D375P dengan tegangan √3 phasa sebesar 20.000 Volt.

Tabel 4.6 Kondisi Gardu D375P


No Keterangan Nilai Catatan
1 Durasi Padam 225 Menit Berdasarkan durasi lamanya
pemeliharaan
2 Arus 20,5 A Berdasarkan pengukuran dengan
alat ukur CT
3 Faktor Daya 0,9 Data asumsi cos phi 0,9

Kerugian energi = √3 x V x I x cosφ x t


225
= √3 x 20000 x 20,5 x 0,90 x ( )
60
Kerugian energi = 2.396.925,305 Wh
= 2.396, 925 kWh

Kerugian energi saat perbaikan kubikel pada gardu 20 kV D375P yang


disebabkan oleh korona adalah sebesar 2.396,925 kWh selama periode pemeliharaan
3 jam 45 menit dengan data asumsi arus sebesar 20,5 A dan faktor daya sebesar 0,9.
Total biaya kerugian selama periode pemeliharaan adalah sebesar Rp. 3.470.811,975
( menggunakan tarif Rp. 1.467/kWh).
3.2 Perhitungan Rugi Daya Korona
a. Perhitungan kelembaban aktual didapatkan data berikut:
Data es pada suhu 30ºC = 0,0425 bar, maka berdasarkan persamaan (2.15)
kelembaban aktual dapat diperoleh sebagai berikut:
𝑒𝑎
RH = 100 %
𝑒𝑠
{𝑅𝐻 .𝑒𝑠} 80% . 0,0425
Ea = = = 0,034 bar
100% 100%

b. Kerapatan uap air jenuh memakai persamaan (2.14) berikut:


𝑒𝑎.𝑀 0,0034 . 18
P (uap air jenuh) = = 0,082 . = 0,024 gr/𝑐𝑚3
𝑅.𝑇 (30+273)

dimana:
M = 18 kg (Mv = 18.016 untuk uap H2O )
R = 0.082 Latm K-1 mol -1 (Tetapan gas umum )

c. Massa jenis udara relative memakai persamaan (2.16) berikut:


ρ(udarastandar) = masa jenis udara standar = 1,2kg/cm3 = 0.0012 gr/cm3
ρ(udara relatif) = ρ(udara standar) / ρ(uap air jenuh)
0,0012
= = 0,05
0,0024

d. Rapat udara relatif memakai persamaan (2.17) berikut:


𝑝(𝑢𝑑𝑎𝑟𝑎) 0,05
𝛿 = = = 0,05
𝑝(𝑆𝐴𝑇𝑃) 1

e. Gradien perusak korona memakai persamaan (2.10) berikut:


0,301 0,301
Gv = go. 𝛿 ( 1 + = 10 . 0,05 ( 1 + 0,05 .3,1 ) = 0,882 kV/cm
√δ 𝑟

f. Tegangan pemunculan korona memakaipersamaan (2.9) berikut :


𝑠
Ev = mo . gv . r . In ( ) = 0,8 . 0,882 . 3,1 . 1,864 = 4,07 kV
𝑟

Pada kabel penghantar 20 kV (XLPE 240 mm2) memiliki 3 fasa dimana pada

disetiap fasa mengalir tegangan sebesar E = = 11,54 kV, sehingga tegangan 1


phasa ke netral sebesar 11,54 kV. Nilai tegangan phasa ke netral lebih besar dari
tegangan pemunculan korona yakni 4,07 kV, sehingga menyebabkan munculnya
korona pada kubikel D375P arah GI Budi Kemuliaan. Dengan muncul korona tersebut
pada kubikel D-375P arah GI Budi Kemuliaan menghasilkan rugi-rugi daya yang
diperoleh dari korona. Besarnya rugi-rugi daya dengan menggunakan persamaan (2.11)
berikut :
𝑟
Ploss = 241 . (f + 25) .√𝑠. (En – Ev )2 .10-5
3,1
=
241 . (50+25).√ 20 . ( 11,54 – 4,07 )2 . 10-5

= 3,96 kW
Tabel 4.7 Data Hasil Perhitungan Rugi Daya Korona
No Data Hasil Perhitungan Gardu
D375P
1. es 30ºC = 0,0425 bar

2. Kelembaban actual (ea) 0,034 bar

3. ρ(uap air jenuh) 0,024 gr/cm3

4. ρ(udara relatif) 0,05

5. Rapat udara relatif (𝛿) 0,05

6. Gradien perusak korona


0.882 k V/cm
(gv)
7. Tegangan pemunculan korona (Ev) 4,07 kV

8. Tegangan 1 phasa ke netral (E) 11,54 kV

9. rugi-rugi daya (Ploss) 3,96 kW

4. Penanggulangan Efek Korona


Untuk menanggulangi efek korona pada gardu distribusi dapat
dilakukan dengan cara – cara sebagai berikut :
a) Memastikan kubikel terutama bagian dalam bersih dan tidak
lembab.
b) Memastikan kontak benar-benar bersih dan rapat.
c) Memastikan kontak memiliki tahanan lebih kecil dari 100 mikro ohm.
d) Mengupayakan penggunaan material yang sejenis.
e) Modifikasi yang terpaksa harus dilakukan agar tetap mengikuti standard
(misalkan jarak antar fasa untuk penggantian penghantar bulat ke lempeng).
f) Memperhatikan kondisi main hole agar tidak terendam air untuk mencegah
lembab pada kubikel.
g) Kerusakan alat heater akan menyebabkan kelembaban di ruang kubikel
terjadi, kerusakan dapat terjadi karena alat yang rusak, kabel sumber daya
terputus, dan sumber AC yang padam. Kerusakan alat heater di kubikel
dapat dengan mudah diketahui dari panas atau tidak panasnya lagi alat heater
tersebut. Dapat dilakukan perbaikan bila kerusakan tidak terjadi pada alat
heater langsung, tetapi bila alat heater nya rusak maka harus dilakukan
penggantian.
5. Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan analisa pada Bab IV dapat disimpulkan bahwa faktor yang sangat
mempengaruhi terjadinya korona adalah kelembaban dan temperatur yang mana
efeknya bisa mengurangi tingkat isolasi di penghantar yang terbuka dan lama-
kelamaan bisa menimbulkan flash over.
Kerugian energi saat perbaikan kubikel pada gardu 20 kV D375P yang disebabkan
oleh korona adalah sebesar 2.396,925 kWh dengan total biaya kerugian sebesar Rp.
3.470.811,975 ( menggunakan tarif 1.467/kWh).
Pada Kubikel D375P arah GI Budi Kemuliaan hasil perhitungan rugi daya korona
didapatkan : Ev = 4,07 kV karena lebih kecil dari tegangan kerja satu fasa (11,54 kV)
maka kubikel D375P arah GI Budi Kemuliaan dinyatakan terkena korona.

5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas dapat disarankan bahwa penanggulangan efek
korona bisa dilakukan dengan mengurangi kelembaban udara yaitu memaksimalkan
kerja heater, mainhole tidak berair dan indoor kabel tidak berlubang. Meminimalisir
gangguan korona sebelum beroperasi akan mengurangi dampak kerugian dan proses
terjadinya korona lebih cepat, sedangkan setelah beroperasi bertujuan ke pencegahan,
perbaikan dan megatasi gangguan akibat korona.
Pemeliharaan secara berkala dan rutin sangat dibutuhkan untuk meningkatkan
keandalan dalam mendistribusikan jaringan listrik ke pelanggan. Petugas lapangan saat
pemeriksaan peralatan listrik dalam gardu listrik harus dikerjakan minimal 2 orang dan
melengkapi diri dengan perlengkapan K3 untuk meningkatkan keselamatan.

DAFTAR PUSTAKA
[1] Bosco, Don. (2008). Analisis dan simulasi tegangan awal terbentuknya korona
pada model kubikel. Indonesia: Jurusan Teknik ElektroFakultas Teknik
Universitas Indonesia.
[2] F.W. Peek. (1915). Dielecric Phenomena in High
Voltage
Engineering,USA:McGraw-Hill.
[3] Grainger, Stevenson. (1994). Power Sistem Analysis. USA : McGraw-Hill.
[4] SPLN 52-3. (1983). Pengoperasian Kubikel 20 KV (Pengertian dan Fungsi
Kubikel). Jakarta
[5] Turan Gonen. (1986). Electric Power Distribution Sistem Engineering. USA:
McGraw-Hill.
[6] PT.PLN (Persero). (2010). Buku 4 Standar Konstruksi Gardu Distribusidan Gardu
Hubung Tenaga Listrik. Indonesia : Jakarta
[7] V. K. M.S. Naidu. (1995). High Voltage Enginering. Singapore: Mc Graw-Hill.

Anda mungkin juga menyukai