PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1
di sekitar permukaan konduktor ketika gradien tegangan permukaan konduktor
melebihi nilai kuat medan listrik disruptifnya. Terjadinya korona juga ditandai
dengan suara mendesis (hissing) dan bau ozone. Korona makin nyata kelihatan
pada bagian yang kasar,runcing dan kotor.Peristiwa korona semakin sering
terjadi jika pada saluran transmisi diterapkan tegangan yang lebih tinggi daripada
tegangan kritis dan ketika udara yang lembab serta cuaca buruk.
Peristiwa korona terjadi karena adanya ionisasi di udara yakni molekul
molekul di udara kehilangan elektron karena lepasnya elektron dan ion. Bila
disekitarnya terdapat medan listrik maka elektron-elektron bebas ini akan
mengalami gaya yang mempercepat gerak elektron tersebut sehingga terjadi
tabrakan dengan molekul lain, sehingga mengakibatkan timbulnya ion-ion yang
baru, hal tersebut akan terus menerus terjadi sehingga menghasilkan jumlah ion
dan elektron bebas yang berlipat ganda apabila gradien tegangannya cukup besar.
Korona pada transmisi dapat menyebabkan rugi rugi daya, merusak bahan
isolasi dan mengakibatkan gangguan pada komunikasi radio. Jika rugi-gugi daya
yang terjadi pada transmisi sudah melebihi dari standar yang diperbolehkan yakni
10%, maka hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja perlu dilakukan kajian
seberapa besar losess yang terjadi pada suatu saluran transmisi tegangan tinggi.
Cara untuk menentukan atau menghitung rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh
korona pada transmisi telah di lakukan oleh beberapa peneliti diantaranya “
PEEK”.
Rumus korona PEEK didapatkan dari percobaan menggunakan sebuah
kawat dengan panjang 300 meter dan menggunakan sebuah trafo uji 200 kv, satu
fasa. Kemudian dihasilkan rumus rumus Coroll-Rockwell dan Peterson yang
dianggap cukup dapat dipercaya , terutama untuk hilang-korona rendah (kurang
dari 5 kW per mil kawat 3 fasa) meskipun demikian, rumus rumus korona ini
tidak diteliti, sehingga hasil yang didapat hanya sekedar merupakan hasil rata rata
saja. Riset terakhir dalam bidang korona diarahkan pada EHV untuk mendapatkan
data baru guna peningkatan tegangan tersebut.
2
Berdasarkan hal diatas, maka penulis berkeinginan untuk mengkaji atau
melihat seberapa besar pengaruh korona yang terjadi pada transmisi terhadap rugi-
rugi daya. Hal ini akan penulis lakukan dalam rangka penulisan Proposal Skripsi.
Adapun tema yang penulis ajukan adalah “ Pengaruh Korona Terhadap Rugi
Rugi Daya Pada SUTT 150 kV Menggunakan Metode PEEK PT. PLN
(Persero) Unit Induk Wilayah Sumatera Barat ”
1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini nantinya adalah sebagai beikut :
1. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengaruh korona terhadap
3
rugi-rugi daya yang terjadi pada transmisi tegangan tinggi
2. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak penyedia listrik (PLN)
dalam perencanan pembangunan saluran transmisi dimasa mendatang ,
bagaimana cara nya agar rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh
korona pada transmisi tidak melebihi batasan yang diperbolehkan
4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisikan hasil penelitian, pembahasan, perhitungan serta
analisis hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir skripsi ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi literatur
Novi Kurniasih dan Dewi Purnama Sari (2014) telah melakukan
penelitian tentang Analisis Pengaruh Akibat Korona Terhadap Rugi-rugi
daya Daya Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV. Pada Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV korona ditandai dengan timbulnya cahaya
berwarna violet muda disekitar permukaan kawat penghantar yang disertai
dengan suara mendesis dan berbau ozone, fenomena korona mempengaruhi
adanya rugi-rugi daya pada saluran transmisi. Rugi-rugi daya akibat korona
tersebut dipengaruhi oleh luas penampang kawat penghantar, jarak antara kawat
penghantar, keadaan permukaan kawat penghantar dan kondisi cuaca. Jadi
dengan mengetahui adanya rugi-rugi korona tersebut, dapat diperoleh beberapa
persentase rugi- rugi daya korona yang terjadi pada saluran transmisi.
Turan Gonen (2014) dalam bukunya “Third edition Electrical Power
Transmission System Engineering analysis and design,”menjelaskan konsep
dasar tentang korona, yakni peluahan parsial yang terjadi pada permukaan
konduktor pada saluran transmisi. Ketika terjadi stres listrik intensitas medan
elektrik (atau permukaan gradien potensial) dari konduktor melebihi kekuatan
breakdwon udara di sekitarnya.
Ahmad Sulzer Ansya (2014) telah menganalisa pengaruh cuaca terhadap
rugi-rugi daya akibat korona pada SUTT 150 kV. Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh cuaca pada rugi-rugi daya akibat korona dengan memvariasikan kondisi
temperatur pada saluran transmisi. Hasil analisanya menyatakan bahwa semakin
rendah suhu udara disepanjang saluran maka faktor kepadatan udara pada saluran
tersebut akan semakin besar, jika faktor kepadatan udara semakin besar maka
akan terjadi peningkatan tegangan kritis, apabila terjadi peningkatan tegangan
kritis maka rugi-rugi daya akibat korona akan semakin kecil. Suhu dan keadaan
cuaca mempengaruhi rugi-rugi daya akibat korona, akan tetapi luas penampang
dan tegangan operasi saluran transmisi tersebut adalah yang dapat mempengaruhi
rugi-rugi daya akibat korona secara signifikan disebabkan kedua hal tersebut
6
yang nantinya mempengaruhi tegangan kritis (Vd) dan tegangan fasa ke netral
(V- L-N) yang berperan penting terhadap terjadinya rugi-rugi daya akibat korona.
Govan Saputra (2015), melakukan penelitian tentang studi pengaruh jarak
kawat terhadap losess akibat korona pada SUTT 150kV. Dari hasil perhitunggan
yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa semakin besar jarak kawat ke
kawat maka rugi korona akan semakin besar dan semakin kecil jarak kawat
ke kawat maka rugi korona semakin kecil. Pada cuaca hujan dimana semakin
besar pada jarak kawat ke kawat maka rugi korona semakin kecil dan semakin
kecil jarak kawat ke kawat maka rugi korona semakin besar.
7
menjadi tegangan rendah 380 Volt atau 220 Volt, dan disalurkan ke masing-
masing konsumen tegangan rendah (TR) misalnya industri, perumahan, tempat
perdagangan, rumah sakit, perkantoran dan lain-lain. Gambar 2.1 menunjukkan
diagram satu garis dari sistem tenaga listrik dari pembangkit sampai ke konsumen
(beban).
II
I
Energi atau daya listrik di hasilkan oleh sebuah generator yang umumnya
di sebut pembangkit. Pembangkit berskala besar berada jauh dari pusat beban atau
konsumen, sehingga perlu poses pengiriman atau penyaluran dari pembangkit
menuju pusat beban. Komponen penyaluran yang berfungsi menyalurkan energi
8
listrik dari pembangkit menuju konsumen umumnya disebut transmisi. Saluran
transmisi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat pembangkit listrik
dengan sistem distribusi energi listrik serta merupakan elemen yang penting
dalam sistem tenaga untuk menyalurkan daya aktif dan daya reaktif dari sisi
sumber sampai sisi konsumen. Makin besar kebutuhan daya yang diperlukan
konsumen maka makin besar pula daya yang harus dibangkitkan oleh
pembangkit, demikian pula dengan transmisinya, makin besar pula ukuran
penghantar yang digunakan.
Ditinjau dari cara penyalurannya maka saluran transmisi terdiri dari dua
proses penyaluran yaitu penyaluran melalui saluran udara dan penyaluran melalui
bawah tanah menggunakan kabel tanah.
9
kerja adalah 220 Volt dan 380 Volt
b) Saluran udara tegangan menengah atau SUTM dengan tingkat
tegangan kerja adalah 6 kV dan 20 kV
c) Saluran udara tegangan tinggi atau SUTT dengan tingkat tegangan
kerja adalah 70 kV dan 150 kV
d) Saluran udara tegangan ekstra tinggi atau SUTET dengan tingkat
tegangan kerja adalah 275 kV, 380 kV dan 500 kV
Saluran kabel merupakan saluran bawah tanah biasanya terdiri atas satu
atau lebih konduktor dengan lapisan pelindung berupa material isolasi. Material
isolasi yang biasa digunakan antara lain:
10
600 V – 28 kV.
c) Oil-impragnated paper digunakan pada kabel type solid dengan
sampai dengan 69 kV dan apabila dengan kabel bertekanan sampai
dengan 345 kV.Kabel dengan tekanan tinggi (bisa > 200 psi)
digunakan pada saluran transmisi yang menggunakan tegangan > 69
kV. Saluran kabel tegangan tinggi (SKTT) 150 kV milik PLN dalam
kondisi normal menggunakan tekanan antara 130 – 140 psi.
11
bentuk konstruksinya, menurut fungsi dan menurut susunan/ konfigurasi
kawatnya.
12
arah saja. Tiang akhir ditempatkan diujung Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) yang akan masuk ke switch yard Gardu Induk.
8) Tiang transposisi
Adalah tiang penegang yang berfungsi sebagai tempat perpindahan
letak susunan phasa kawat-kawat Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT).
9) Tiang portal
Yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua
saluran transmisi yang membutuhkan ketinggian yang lebih rendah
untuk alasan tertentu (bandara, tiang crossing). Tiang ini dibangun di
bawah saluran transmisi eksisting.
10) Tiang kombinasi (combined tower).
Yaitu tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang
berbeda tegangan operasinya.
13
Gambar 2. 4 : Jenis-jenis tower menurut konfigurasi kawat fasa
2. Konduktor (penghantar)
14
a. Konduktor jenis tembaga (BC : Bare copper)
Konduktor ini merupakan penghantar yang baik karena memiliki
konduktivitas tinggi dan kekuatan mekanik yang cukup baik.
b. Konduktor jenis aluminium
Konduktor dengan bahan aluminium lebih ringan dari pada konduktor
jenis tembaga, konduktivitas dan kekuatan mekaniknya lebih rendah.
Jenis-jenis konduktor alumunium antara lain:
15
Untuk saluran-saluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara dua
tiang/menara jauh sampai ratusan meter, maka dibutuhkan kekuatan Tarik.
Karakteristik elektrik
Isolator mempunyai ketahanan tegangan impuls petir pengenal dan
tegangan kerja, tegangan tembus minimum sesuai tegangan kerja dan merupakan
bahan isolasi yang diapit oleh logam sehingga merupakan kapasitor.
Kapasitansinya diperbesar oleh polutan maupun kelembaban udara di
permukaannya. Apabila nilai isolasi menurun akibat dari polutan maupun
kerusakan pada isolator, maka akan tejadi kegagalan isolasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gangguan.
Karakteristik mekanik
Isolator harus mempunyai kuat mekanik guna menanggung beban tarik
konduktor penghantar maupun beban berat isolator dan konduktor penghantar.
Adapun jenis jenis isolator karakteristik mekanik berdasarkan material adalah
sebagai berikut:
Isolator keramik (porselen &gelas)
Isolator porselen
Porselin terbuat dari tanah liat china (china clay) yang terdapat di
alam dalam bentuk alumunium silikat. Bahan tersebut dicampur
kaolin, felspar dan quarts. Kemudian campuran ini dipanaskan dalam
tungku yang suhunya dapat diatur. Bahan porselin dibakar sampai
keras, halus mengkilat dan bebas dari lubang-lubang. Untuk
mendapatkan sifat-sifat listrik dan sifat mekanis yang baik, harus
16
dipilih suhu pemrosesan bahan isolasi yang sesuai, karena jika bahan
isolasi diproses pada suhu yang agak rendah, sifat mekanisnya baik,
tetapi bahan tetap berlubang-lubang. Sedangkan jika diproses pada
suhu yang tinggi, lubang-lubangnya berkurang tetapi bahan menjadi
rapuh. Isolator porselin yang baik secara mekanis mempunyai kuat
dielektrik kira-kira 60 kV/cm, kuat tekan dan kuat tariknya masing-
masing 70.000 kg/cm2 dan 500 kg/cm2.
Isolator gelas
Isolator gelas hanya digunakan untuk isolator jenis piring. Bagian
gelas harus bebas dari lubang atau cacat lain termasuk adanya
gelembung dalam gelas. Warna gelas biasanya hijau, dengan warna
lebih tua atau lebih muda. Jika terjadi kerusakan isolator gelas mudah
dideteksi. Isolator gelas mempunyai kuat dielektrik yang tinggi yaitu
berkisar di 40 kV/cm.
17
yang diselimuti oleh weather shed polimer untuk mendapatkan nilai
kekuatan eletrik yang tinggi.
Komponen utama dari isolator komposit yaitu:
1. End fittings
2. Corona ring(s)
3. Fiberglass-reinforced plastic rod
4. Interface between shed and sleeve
5. Weather shed
Kawat tanah atau Earth wire adalah media untuk melindungi konduktor fasa
dari sambaran petir. Kawat ini dipasang di atas konduktor fasa dengan sudut
perlindungan yang sekecil mungkin, dengan anggapan petir menyambar dari
atas Kawat. Namun, jika petir menyambar dari samping maka dapat
mengakibatkan konduktor fasa tersambar dan dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan.
Kawat tanah terbuat dari baja yang sudah digalvanis, maupun sudah dilapisi
dengan alumunium. Pada SUTET yang dibangun mulai tahun 1990an, di
dalam ground wire difungsikan fiber optic untuk keperluan telemetri,
teleproteksi maupun telekomunikasi yang dikenal dengan OPGW (Optic Ground
Wire), sehingga mempunyai beberapa fungsi. Jumlah Kawat tanah pada SUTT
maupun SUTET paling sedikit ada satu buah di atas konduktor fasa, namun
18
umumnya dipasang dua buah. Pemasangan satu buah konduktor tanah untuk dua
penghantar akan membuat sudut perlindungan menjadi besar sehingga konduktor
fasa mudah tersambar petir.
Pada tipe penegang, pemasangan Kawat tanah dapat menggunakan klem
penegang dengan press dan klem penegang dengan mur baut. Sedangkan pada
tipe penyangga digunakan suspension clamp untuk memegang konduktor tanah.
Tahanan elektroda tanah adalah tahanan antara elektroda tanah dengan suatu
tanah referensi. Tahanan pentanahan adalah tahanan elektroda tanah dan hantaran
hubung tanah. Tahanan pentanahan total adalah tahan pentanahan dari
keseluruhan sistem pentanahan yang terukur disuatu titik. Pada saluran transmisi
kawat grounding digunakan untuk menghubungkan kawat tanah yang terletak
pada tiang transmisi dengan tanah. Yang bertujuan untuk mengalirkan arus listrik
akibat sambaran petir langsung menuju tanah, sehingga sistem transmisi aman
dari gangguan. Kawat yang bagus adalah yang memiliki tahanan kurang dari 4
ohm, jika lebih dari 4 ohm maka arus yang mengalir tidak bisa cepat dan dapat
menyebabkan putusnya kawat atau terjadinya flashover antara kawat fasa dengan
kawat tanah.
19
di sekitar permukaan konduktor ketika gradien tegangan permukaan konduktor
melebihi nilai kuat medan listrik disruptifnya.
Terjadinya korona juga ditandai dengan suara mendesis (hissing) dan bau
ozone. Korona makin nyata kelihatan pada bagian yang kasar, runcing dan kotor.
Terjadinya ionisasi pada ion-ion diudara disekitar konduktor akan menimbulkan
cahaya redup bersamaan dengan suara mendesis disertai dengan pembebasan
ozon, yang mudah diidentifikasi karena baunya yang khas. Efek korona ini dapat
mengurangi efisiensi pada saluran transmisi terutama pada saluran EHV (Extra
High Voltage).
1. Kondisi Atmosfer
Pada atmosfer korona terjadi karena disebabkan tubrukan molekul yang
mengakibatkan terlepasnya electron oleh partikel partikel terionisasi.
Dengan demikian korona dipengaruhi oleh kondisi fisik atmosfer.
Gradient tegangan untuk terjadinya dekomposisi udara berbanding lurus
dengan kepadatan. Pada cuaca hujan jumlah ion yang terdapat mungkin
lebih banyak dari yang biasanya, dan pada kondisi demikian korona dapat
20
terjadi pada tengangan yang lebih rendah dibandingkan pada cuaca baik.
2. Diameter Konduktor
Pada konduktor korona dipengaruhi pada ukuran yaitu diameter
konduktor, serta kondisi permukaannya (kotor atau bersih). Korona
berkurang dengan membesarnya diameter konduktor. Konduktor
tergabung (standed) akan lebih banyak mengalami korona dari pada
konduktor solid. Untuk konduktor tergabung, bentuk dari penampang
merupakan rangkaian busur suatu suatu lingkaran yang jauh lebih kecil
dari konduktor keseluruhan yang solid. Pada lingkaran atau busur yang
kecil, gradient potensial akan lebih besar, dan memudahkan terjadinya
korona. Efek kotoran-kotoran, atau permukaan yang tidak baik juga
mengakibatkan naiknya gradient potensial setempat.
4. Tegangan Saluran
Tegangan saluran banyak berpengaruh pada korona. Pada tegangan yang
rendah tidak terjadi efek korona. Namun bilamana tegangan tersebut
dinaikan sehingga terjadi tegangan tegangan elektrostatik lalu berdekatan
pada permukaan konduktor maka efek korona akan mulai terlihat.
Factor-faktor diatas menjadi penentu perhitungan terhadap gradient
tegangan permukaan konduktor. Gradien tegangan permukaan konduktor
merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya nilai rugi korona.
21
Bila dua kawat sejajar yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan
jarak dua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik maka terjadi fenomena
korona. Pada tegangan yang cukup rendah fenomena korona tidak akan terjadi.
Bila tegangan dinaikan, maka peristiwa korona akan terjadi secara bertahap.
Pertama-tama, pada kawat penghantar kelihatan bercahaya yang berwarna ungu
muda, mengeluarkan suara berdesis (hissing) dan berbau ozon. Jika tegangan
dinaikkan terus, maka karakteristik diatas akan terlihat semakin jelas, terutama
pada bagian yang kasar, runcing atau kotor serta cahaya bertambah besar dan
terang. Bila tegangan masih terus dinaikkan akan terjadi busur api. Korona akan
mengeluarkan panas, hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan pengukuran
dengan mengguanakan wattmeter.
Dalam keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam nitrogen
( Nitrous Acid) yang menyebabkan kawat menjadi berkarat bisa kehilangan
daya yang cukup besar. Apabila tegangan searah yang diberikan, maka pada
kawat positif korona menampakkan diri dalam bentuk cahaya yang seragam
pada permukaan kawat, sedangkan pada kawat negatifnya hanya pada tempat-
tempat tertentu saja.
Korona terjadi karena adanya ionisasi dalam udara, yaitu adanya
kehilangan elektron dari molekul udara. Karena terjadinya ionisasi molekul
dalam udara, maka molekul netral di udara bebas mendapatkan energi foton
yang cukup dan besarnya melebihi energi yang diperlukan untuk
membebaskan elektron dari molekul gas atau udara. Kelebihan energi foton
dilimpahkan pada elektron yang kemudian di bebaskan dalam bentuk energi
kinetik.
Karena adanya medan listrik yang berada disekitar penghantar yang
mempercepat gerak elektron hasil ionisasi tersebut, maka elektron tersebut
akan menumbuk molekul- molekul gas atau udara di sekitarnya. Karena hal ini
terjadi terus-menerus maka jumah ion dan elektron bebas menjadi berlipat
ganda. Apabila terjadi eksitasi elektron atom gas, yaitu berubahnya kedudukan
elektron gradien tegangan menjadi cukup besar makaakan timbul fenomena
korona. Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul, tumbukan elektron
22
juga menyebabkan dari orbit awalnya ketingkat orbital yang lebih tinggi.
Pada saat elektron berpindah kembali ke orbital yang lebih rendah, maka
akan terjadi pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan gelombang
elektromagnetik berupa suara bising.
a) Korona Positif
Dengan elektroda titik positif, suatu elektron akan terbentuk di
celah, bergerak ke arah titik, berbaris dalam daerah medan yang kuat,
mulai terionisasi dan terbentuk banjiran elektron. Tegangan antara
elektroda bertambah secara perlahan sampai terbentuk peristiwa korona.
Saat banjiran elektron ini mencapai elektroda titik, ion-ion positif
dalm celah bergerak perlahan ke arah elektroda berlawanan. Dekat
elektroda positif (titik) akan terbentuk muatan ruang. Kehadiran muatan
ruang positif mengurangi kuat medan disekitar titik dan sedikit
menambah di ruang bagian luar. Hal ini menyebabkan ionisasi yang
jauh dari sekitar titik akan menjadi lemah dan membuat korona menjadi
sulit.
b) Korona Negatif
Dengan polaritas negatif pada elektroda titik, elektron-elektron
secara cepat akan terbentuk dalam medan yang kuat dan membentuk
banjiran yang bergerak ke arah elektroda bidang. Ketika banjiran
elektron menjauh dari daerah medan yang kuat, banjiran itu akan
berhenti menghasilkan ionisasi dan mengurangi kecepatan pergerakan
kearah anoda. Sebagian mencapai anoda dan di netralisir disana,
sebagian lagi akan ditangkap oleh atom-atom oksigen dan membentuk
ion negatif. Ion-ion positif akibat banjiran, secara berangsur bergerak ke
arah konduktor (penghantar). Oleh karena pergerakan dari ion-ion positif
tersebut lambat, maka di daerah sekitar konduktor selalu terjadi
muatan ruang positif. Muatan ruang positif tersebut akan menaikan
kuat medan pada daerah konduktor sehingga mempermudah proses
23
terjadinya korona.
0.392 x b
δ= (2.1)
273+T
24
Dimana:
δ = Faktor koreksi
b = tekanan udara (mm Hg)
T = suhu udara (C0)
Tekanan udara dipermukaan air laut adalah 76 cmHg yang akan jadi
patokan dan setiap perubahan tinggi 100 m maka akan terjadi perubahan tekanan
sebesaar 1 mmHg.
Ph = (pu-h/100)cmhg (2.2)
Dimana :
Ph = tekanan udara pada ketinggian
Pu = tekanan udara pada permukaan laut
H = ketinggian tempat
Tegangan kritis disruptif dengan mempertimbangkan pengaruh faktor
konduktor, keseragaman permukaan konduktor dan lingkungan sebagaimana
diteliti oleh peek’s adalah sebagai berikut:
vd
gm = D (2.3)
r . ln
r
atau
D
Vd= gm .r.ln (2.4)
r
Dimana:
Vd = Tegangan kritis distruptif fasa ke netral (kVrms)
gm = Gradien tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
r = Jari-jari konduktor (cm)
D = Jarak antar fasa (cm)
D
Vd = 21,1. mo. δ .r.ln (2.5)
r
25
Pada cuaca basah gradient tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
adalah:
D
Vd = 16,9. mo. δ .r.ln (2.6)
r
D
Vd= gm .m0. δ.r.ln (2.7)
r
Dimana:
Vd = tegangan kritis distruptif fasa ke netral (kVrms)
gm = gradien tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
r = jari-jari konduktor (cm)
D = jarak antar fasa (cm)
m0 = faktor keseragaman konduktor
= 1 untuk konduktor silinder solid dengan permukaan mulus
= 0.92 <m0< 0.94 untuk permukaan konduktor kasar
= 0.82 konduktor pilin (stranded)
δ = Faktor koreksi
Dimana :
Vv = tegangan kritis visual (kVrms)
gm = gradien tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
r = jari-jari konduktor (cm)
26
D = jarak antar fasa (cm)
m0 = faktor keseragaman konduktor
= 1 untuk konduktor silinder solid dengan permukaan mulus
= 0.92 <m0< 0.94 untuk permukaan konduktor kasar
= 0.82 konduktor pilin
(stranded)
δ = Faktor koreksi
Pk =
241
δ √
( f + 25 ) x r x ( v −V d )2 x 10−5 (kW/phasa/km) (2.9)
D
Atau rugi-rugi daya akibat korona untuk saluran tiga phasa jika
diperhitungkan panjang saluran transmisi dinyatakan oleh persamaan berikut :
Pk = 3 x [
Dimana:
241
δ
(f +25)x
√
r
D
2
x ( v−(v x V d) ) x 10−5 ] x L (2.10)
27
V d = tegangan distruptif kritis (kV rms)
L = panjang saluran transmisi (km)
Menurut ‘PETRSON’, rugi rugi korona pada cuaca baik perphasa dapat
ditentukan dengan persamaan berikut ini :
−4
Pc = 1,11066 x 10 (kW/km) (2.11)
¿¿
Atau
−4
Pc = 1,7873 x 10 (kW/km) (2.12)
¿¿
Dimana :
d = diameter konduktor (cm)
D = jarak antar kawat (cm)
V = tegangan kawat ke netral (kVrms)
f = frekuensi (Hz)
F = factor korona yang ditentukan oleh test merupakan fungsi dari rasio V
untuk V0
Pada tempat-tempat tertentu pada jaring transmisi hilang korona dapat
mencapai harga tertinggi sekali dalam keadaan hujan. Tetapi keadaan ini tidak
mungkin terjadi secara simultan pada seluruh bagian jaringan tersebut. Untuk
cuaca baik, tegangan hampir sama dengan tegangan kritis Vd. Oleh sebab itu
jaring transmisi harus diberi tegangan kurang dari tegangan kritis ini.
28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
29
didapatkan bahwa rugi-rugi korona disebakan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah cuaca, suhu dan kepadatan udara pada saluran tersebut. Maka sesuai
dengan judul penelitian ini yakni melihat seberapa besar pengaruh korona
terhadap rugi rugi daya maka perhitungan terhadap rugi-rugi korona dilakukan
dengan melihat kondisi cuaca.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perhitungan tersebut adalah:
1. Menghitung tekanan udara pada ketinggian saluran tersebut
menggunakan persamaan 2.2
2. Menghitung kepadatan udara menggunakan persamaan 2.1
3. Menghitung tegangan kritis pada keadaan cuaca cerah dan basah
menggunakan persamaan 2.5 dan 2.6
4. Menghitung rugi-rugi korona menggunakan persamaan 2.9
30
3.7 Flow Chart ( Diagram Alir )
31
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Saraswati, dkk, 2012. “tentang perhitungan korona, audible noise dan
radio interference pada SUTET 500 kV dengan variasi jarak antar kawat
fasa dan jarak antar sisrkit”
Ansya, Ahmad Sulzer, 2014, Pengaruh cuaca terhadap rugi-rugi daya akibat
korona pada SUTT 150 kV. Padang. ITP
Govan Saputra, 2015, studi pengaruh jarak kawat terhadap losess akibat korona
pada SUTT 150kV. Padang. ITP
Novi Kurniasih dan Dewi Purnama Sari, 2014, “Analisis Pengaruh Akibat Korona
Terhadap Rugi-rugi daya Daya Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV”,
Jurnal Transmisi, Vol. 3, No.1, hal. 54-65.
32