Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Kebutuhan energi listrik di Indonesia terus meningkat sesuai dengan laju


pertumbuhan ekonomi dan industri serta pertambahan penduduk. Dalam menuju
era tinggal landas, semua sektor pembangunan diarahkan untuk mampu
mempersiapkan diri untuk menghadapi era industrialisasi. Semua kegiatan
industri akan dapat berjalan apabila energi listrik yang tersedia cukup memadai.
Untuk mengatasi kebutuhan energi listrik tersebut PT. PLN (Persero) selaku
pengelola sumber energi sektor kelistrikan berperan penting dalam menjaga
kertersediaan kuantitas serta kualitas energi listrik di tanah air ini. Dengan melalui
pembangunan pembangkit pembangkit tenaga listrik berskala besar diharapkan
mampu menunjang sistem perekonomian pada saat sekarang dan masa yang akan
datang.
Dalam sistem kelistrikan antar pusat-pusat pembangkit dan pusat-pusat
beban pada umumnya terpisah dalam ratusan bahkan ribuan kilometer. Hal ini
terjadi karena beban (konsumen) terdistribusi disetiap tempat, sementara lokasi
pembangkitan umumnya terletak dipusat-pusat sumber energi (PLTA) dan di
lokasi yang memudahkan transportasi bahan bakar (PLTU), yang biasanya
dibangun di tepi laut. Dan disinilah peran dari saluran transmisi yaitu
menghubungkan antara pusat pembangkit dengan pusat beban.
Saluran transmisi merupakan saluran dengan tegangan listrik yang sangat
tinggi, di Indonesia standar tegangan transmisi yaitu 70, 150, 270, 380 dan 500
kV, dan ini merupakan standar rekomendasi dari IEC. Karena dalam proses
pengiriman tenaga listrik akan menempuh jarak yang jauh oleh sebab itu tegangan
yang diberikan pada saluran transmisi tinggi dengan tujuan untuk memperkecil
kerugian kerugian yang terjadi, baik rugi-rugi energi maupun penurunan
tegangan. Tetapi dengan mempertinggi tengangan akan menimbulkan
permasalahan baru yaitu korona.
Peristiwa korona berdasarkan ANSI adalah peluahan sebagian (partial
discharge) ditandai dengan timbulnya cahaya violet karena terjadi ionisasi udara

1
di sekitar permukaan konduktor ketika gradien tegangan permukaan konduktor
melebihi nilai kuat medan listrik disruptifnya. Terjadinya korona juga ditandai
dengan suara mendesis (hissing) dan bau ozone. Korona makin nyata kelihatan
pada bagian yang kasar,runcing dan kotor.Peristiwa korona semakin sering
terjadi jika pada saluran transmisi diterapkan tegangan yang lebih tinggi daripada
tegangan kritis dan ketika udara yang lembab serta cuaca buruk.
Peristiwa korona terjadi karena adanya ionisasi di udara yakni molekul
molekul di udara kehilangan elektron karena lepasnya elektron dan ion. Bila
disekitarnya terdapat medan listrik maka elektron-elektron bebas ini akan
mengalami gaya yang mempercepat gerak elektron tersebut sehingga terjadi
tabrakan dengan molekul lain, sehingga mengakibatkan timbulnya ion-ion yang
baru, hal tersebut akan terus menerus terjadi sehingga menghasilkan jumlah ion
dan elektron bebas yang berlipat ganda apabila gradien tegangannya cukup besar.
Korona pada transmisi dapat menyebabkan rugi rugi daya, merusak bahan
isolasi dan mengakibatkan gangguan pada komunikasi radio. Jika rugi-gugi daya
yang terjadi pada transmisi sudah melebihi dari standar yang diperbolehkan yakni
10%, maka hal ini tidak dapat diabaikan begitu saja perlu dilakukan kajian
seberapa besar losess yang terjadi pada suatu saluran transmisi tegangan tinggi.
Cara untuk menentukan atau menghitung rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh
korona pada transmisi telah di lakukan oleh beberapa peneliti diantaranya “
PEEK”.
Rumus korona PEEK didapatkan dari percobaan menggunakan sebuah
kawat dengan panjang 300 meter dan menggunakan sebuah trafo uji 200 kv, satu
fasa. Kemudian dihasilkan rumus rumus Coroll-Rockwell dan Peterson yang
dianggap cukup dapat dipercaya , terutama untuk hilang-korona rendah (kurang
dari 5 kW per mil kawat 3 fasa) meskipun demikian, rumus rumus korona ini
tidak diteliti, sehingga hasil yang didapat hanya sekedar merupakan hasil rata rata
saja. Riset terakhir dalam bidang korona diarahkan pada EHV untuk mendapatkan
data baru guna peningkatan tegangan tersebut.

2
Berdasarkan hal diatas, maka penulis berkeinginan untuk mengkaji atau
melihat seberapa besar pengaruh korona yang terjadi pada transmisi terhadap rugi-
rugi daya. Hal ini akan penulis lakukan dalam rangka penulisan Proposal Skripsi.
Adapun tema yang penulis ajukan adalah “ Pengaruh Korona Terhadap Rugi
Rugi Daya Pada SUTT 150 kV Menggunakan Metode PEEK PT. PLN
(Persero) Unit Induk Wilayah Sumatera Barat ”

1.2 Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang yang di jelaskan di atas maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah
1. Analisa dan perhitungan pengaruh korona terhada rugi rugi daya pada
SUTT 150 kV menggunakan metode PEEK pada PT. PLN (Persero)
Unit Induk Wilayah Sumatera Barat
2. Perhitungan rugi rugi daya dilakukan dengan melihat kondisi cuaca
pada SUTT 150 kV menggunakan metode PEEK pada PT. PLN
(Persero) Unit Induk Wilayah Sumatera Barat

1.3 Tujuan penelitian


Adapun tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui rugi rugi daya yang diakibatkan oleh korona pada SUTT 150
kV menggunakan metode PEEK pada PT. PLN (Persero) Unit Induk
Wilayah Sumatera Barat
2. Mengetahui rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh korona pada suhu
maximum pada SUTT 150 kV menggunakan metode PEEK pada PT.
PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Sumatera Barat
3. Mengetahui rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh korona pada suhu
minimum pada SUTT 150 kV menggunakan metode PEEK pada PT.
PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Sumatera Barat

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari hasil penelitian ini nantinya adalah sebagai beikut :
1. Dapat mengetahui dan memahami bagaimana pengaruh korona terhadap

3
rugi-rugi daya yang terjadi pada transmisi tegangan tinggi
2. Dapat menjadi bahan pertimbangan bagi pihak penyedia listrik (PLN)
dalam perencanan pembangunan saluran transmisi dimasa mendatang ,
bagaimana cara nya agar rugi-rugi daya yang diakibatkan oleh
korona pada transmisi tidak melebihi batasan yang diperbolehkan

1.5 Batasan Masalah


Agar pada penulisan skripsi ini tidak terjadi penyimpangan maka
permasalahan yang akan dibahas adalah:
1. Hanya menganalisa rugi – rugi daya yang di sebabkan oleh korona dengan
menggunakan metode PEEK
2. Hanya menghitung tegangan pada suhu maksimum dan minimum
3. Hanya menghitung kepadatan udara.

1.6 Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan skripsi secara garis besar adalah sebagai


berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini merupakan langkah awal dari penulisan yang berisikan latar
belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan
masalah dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisikan mengenai penjelasan teori yang menguraikan
pendapat dan hasil penelitian terdahulu yang berkaitan dengan penelitian yang
akan dilakukan
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan metode kajian yang digunakan untuk
menyelesaikan skripsi. Pada metode penelitian skripsi juga wajib terdapat teknik
penelitian. Teknik penelitian memiliki beberapa bentuk. Ada yang 4 bisa
dilakukan dengan angket (kuesioner), observasi, wawancara, dokumentasi dan
lain sebagainya.

4
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Dalam bab ini berisikan hasil penelitian, pembahasan, perhitungan serta
analisis hasil penelitian.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bagian akhir skripsi ini berisikan kesimpulan dan saran dari penulis.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Studi literatur
Novi Kurniasih dan Dewi Purnama Sari (2014) telah melakukan
penelitian tentang Analisis Pengaruh Akibat Korona Terhadap Rugi-rugi
daya Daya Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV. Pada Saluran Udara
Tegangan Tinggi (SUTT) 150 kV korona ditandai dengan timbulnya cahaya
berwarna violet muda disekitar permukaan kawat penghantar yang disertai
dengan suara mendesis dan berbau ozone, fenomena korona mempengaruhi
adanya rugi-rugi daya pada saluran transmisi. Rugi-rugi daya akibat korona
tersebut dipengaruhi oleh luas penampang kawat penghantar, jarak antara kawat
penghantar, keadaan permukaan kawat penghantar dan kondisi cuaca. Jadi
dengan mengetahui adanya rugi-rugi korona tersebut, dapat diperoleh beberapa
persentase rugi- rugi daya korona yang terjadi pada saluran transmisi.
Turan Gonen (2014) dalam bukunya “Third edition Electrical Power
Transmission System Engineering analysis and design,”menjelaskan konsep
dasar tentang korona, yakni peluahan parsial yang terjadi pada permukaan
konduktor pada saluran transmisi. Ketika terjadi stres listrik intensitas medan
elektrik (atau permukaan gradien potensial) dari konduktor melebihi kekuatan
breakdwon udara di sekitarnya.
Ahmad Sulzer Ansya (2014) telah menganalisa pengaruh cuaca terhadap
rugi-rugi daya akibat korona pada SUTT 150 kV. Untuk mengetahui sejauh mana
pengaruh cuaca pada rugi-rugi daya akibat korona dengan memvariasikan kondisi
temperatur pada saluran transmisi. Hasil analisanya menyatakan bahwa semakin
rendah suhu udara disepanjang saluran maka faktor kepadatan udara pada saluran
tersebut akan semakin besar, jika faktor kepadatan udara semakin besar maka
akan terjadi peningkatan tegangan kritis, apabila terjadi peningkatan tegangan
kritis maka rugi-rugi daya akibat korona akan semakin kecil. Suhu dan keadaan
cuaca mempengaruhi rugi-rugi daya akibat korona, akan tetapi luas penampang
dan tegangan operasi saluran transmisi tersebut adalah yang dapat mempengaruhi
rugi-rugi daya akibat korona secara signifikan disebabkan kedua hal tersebut

6
yang nantinya mempengaruhi tegangan kritis (Vd) dan tegangan fasa ke netral
(V- L-N) yang berperan penting terhadap terjadinya rugi-rugi daya akibat korona.
Govan Saputra (2015), melakukan penelitian tentang studi pengaruh jarak
kawat terhadap losess akibat korona pada SUTT 150kV. Dari hasil perhitunggan
yang telah dilakukan didapatkan hasil bahwa semakin besar jarak kawat ke
kawat maka rugi korona akan semakin besar dan semakin kecil jarak kawat
ke kawat maka rugi korona semakin kecil. Pada cuaca hujan dimana semakin
besar pada jarak kawat ke kawat maka rugi korona semakin kecil dan semakin
kecil jarak kawat ke kawat maka rugi korona semakin besar.

2.2 Sistem Tenaga Listrik.


Suatu sistem tenaga listrik pada umumnya terdiri atas empat unsur, yaitu
pembangkit, transmisi, distribusi, dan beban. Pembangkit tenaga listrik terdiri atas
berbagai jenis, seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA), pembangkit listrik
tenaga uap (PLTU), pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), dan pembangkit listik
tenaga diesel (PLTD), energi yang di hasilkan oleh pembangkit ini harus di
salurkan melalui sebuah Saluran transmisi dengan jarak yang jauh ke pusat-pusat
pemakaian tenaga listrik.
Energi listrik yang di hasilkan pada masing-masing pembangkit biasanya
bertegangan menengah dengan besar tegangan antara 3 kv, 6 kv, dan 11 kv
dengan kapasitas daya 10-40 MVA. Untuk mendapatkan suplay daya yang lebih
besar maka tegangan menengah yang di hasilkan pembangkit akan di naikan ke
tegangan tinggi menggunakan transformator penaik tegangan ( trafo step-up )
yang ada di gardu induk yakni dari tegangan yang di hasilkan oleh generator pada
pembangkit di naiakan menjadi 150 kv. Tegangan tinggi 150 kv ini di salurkan
melalui saluran transmisi sampai ke gardu induk pusat beban, dan disini tegangan
tinggi 150 kv di turunkan menjadi tegangan menengah 20 kv dengan
menggunakan transformator penurun tegangan ( trafo step down ) yang ada di
gardu pusat beban. Tegangan menengah 20 kV disalurkan melalui saluran
distribusi primer sampai ke trafo distribusi (Gardu Distribusi) yang tersebar di
pusat kota. Sampai di Trafo Distribusi, tegangan menengah 20 kV diturunkan

7
menjadi tegangan rendah 380 Volt atau 220 Volt, dan disalurkan ke masing-
masing konsumen tegangan rendah (TR) misalnya industri, perumahan, tempat
perdagangan, rumah sakit, perkantoran dan lain-lain. Gambar 2.1 menunjukkan
diagram satu garis dari sistem tenaga listrik dari pembangkit sampai ke konsumen
(beban).

II
I

Gambar 2. 1 : Proses penyaluran daya dari pembangkit listrik ke konsumen

2.3 Saluran Transmisi.

Energi atau daya listrik di hasilkan oleh sebuah generator yang umumnya
di sebut pembangkit. Pembangkit berskala besar berada jauh dari pusat beban atau
konsumen, sehingga perlu poses pengiriman atau penyaluran dari pembangkit
menuju pusat beban. Komponen penyaluran yang berfungsi menyalurkan energi

8
listrik dari pembangkit menuju konsumen umumnya disebut transmisi. Saluran
transmisi merupakan rantai penghubung antara pusat-pusat pembangkit listrik
dengan sistem distribusi energi listrik serta merupakan elemen yang penting
dalam sistem tenaga untuk menyalurkan daya aktif dan daya reaktif dari sisi
sumber sampai sisi konsumen. Makin besar kebutuhan daya yang diperlukan
konsumen maka makin besar pula daya yang harus dibangkitkan oleh
pembangkit, demikian pula dengan transmisinya, makin besar pula ukuran
penghantar yang digunakan.
Ditinjau dari cara penyalurannya maka saluran transmisi terdiri dari dua
proses penyaluran yaitu penyaluran melalui saluran udara dan penyaluran melalui
bawah tanah menggunakan kabel tanah.

2.3.1 Saluran Udara

Saluran udara adalah sarana di udara untuk menyalurkan tenaga listrik


berskala besar dari Pembangkit ke pusat-pusat beban dengan menggunakan
tegangan tinggi maupun tegangan ekstra tinggi. Dan merupakan saluran transmisi
yang paling banyak digunakan di setiap Negara. SUTT dan SUTET merupakan
jenis saluran transmisi tenaga listrik yang banyak digunakan di PLN, karena
harganya yang lebih murah dibanding jenis lainnya serta pemeliharaannya mudah.
Pembangunan SUTT dan SUTET sudah melalui proses rancang bangun yang
aman bagi lingkungan serta sesuai dengan standar keamanan internasional,
diantaranya:
a) Ketinggian kawat penghantar
b) Penampang kawat penghantar
c) Daya isolasi
d) Medan listrik dan Medan magnet
e) Desis korona
Berdasarkan tingkat tegangannya maka saluran udara dapat
diklasifikasikan berdasarkan ketetapan dari pihak penyedia listrik ( PLN )
bebagai berikut :
a) Saluran udara tegangan rendah atau SUTR dengan tingkat tegangan

9
kerja adalah 220 Volt dan 380 Volt
b) Saluran udara tegangan menengah atau SUTM dengan tingkat
tegangan kerja adalah 6 kV dan 20 kV
c) Saluran udara tegangan tinggi atau SUTT dengan tingkat tegangan
kerja adalah 70 kV dan 150 kV
d) Saluran udara tegangan ekstra tinggi atau SUTET dengan tingkat
tegangan kerja adalah 275 kV, 380 kV dan 500 kV

Gambar 2. 2 : Saluran Udara Tegangan Tinggi ( SUTT )

2.3.2 Saluran kabel

Saluran kabel merupakan saluran bawah tanah biasanya terdiri atas satu
atau lebih konduktor dengan lapisan pelindung berupa material isolasi. Material
isolasi yang biasa digunakan antara lain:

a) Rubber atau rubber like compound


Rubber biasanya digunakan pada kabel dengan rating 600V- 35kV,
sedangkan polyethylene (PE) dan polyvinyl chloride (PVC) untuk
kabel de ngan rating 600 V – 138 kV.
b) Varnished cambric
Varnished cambric digunakan pada kabel dengan rating

10
600 V – 28 kV.
c) Oil-impragnated paper digunakan pada kabel type solid dengan
sampai dengan 69 kV dan apabila dengan kabel bertekanan sampai
dengan 345 kV.Kabel dengan tekanan tinggi (bisa > 200 psi)
digunakan pada saluran transmisi yang menggunakan tegangan > 69
kV. Saluran kabel tegangan tinggi (SKTT) 150 kV milik PLN dalam
kondisi normal menggunakan tekanan antara 130 – 140 psi.

Saluran transmisi bawah tanah menggunakan bahan konduktor tembaga


atau aluminium. Untuk mengalirkan arus yang sama, kabel dengan bahan
konduktor aluminium akan mempunyai ukuran yang lebih besar dari pada yang
menggunakan bahan tembaga.

Gambar 2. 3 : Saluran Kabel Tegangan Tinggi ( SUTT )

2.3.3 Komponen-komponen Utama Saluran Transmisi


1. Menara
Tenaga listrik yang disalurkan melalui sistem transmisi umumnya
menggunakan kawat telanjang sehingga mengandalkan udara sebagai media
isolasi antara kawat penghantar tersebut dengan benda sekelilingnya. Dan untuk
menyangga atau merentang kawat penghantar dengan ketinggian dan jarak yang
cukup agar aman bagi manusia dan lingkungan sekitarnya. Kawat-kawat
penghantar tersebut dipasang pada suatu konstruksi bangunan yang kokoh, yang
biasa disebut menara atau tower. Jenis-jenis menara dapat dibedakan menurut

11
bentuk konstruksinya, menurut fungsi dan menurut susunan/ konfigurasi
kawatnya.

A.Jenis-jenis menara menurut bentuk konstruksinnya dibedakan sebagai


berikut :
1) Tiang konstruksi baja.
Tiang baja konstruksinya terbuat dari baja profil, disusun sedemikian
rupa sehingga merupakan suatu menara yang telah diperhitungkan
kekuatannya disesuaikan dengan kebutuhannya.
2) Tiang Manesman
Tiang manesman terbuat dari pipa baja dimana ukuran-ukuran
panjang, diameter dan ketebalan dari pipa baja yang akan
dipergunakan disesuaikan dengan keperluan
3) Tiang kayu
Tiang kayu biasanya terbuat dari sejenis kayu ulin dan kayu besi yang
tidak perlu diawetkan, sedangkan jenis rasamala, kruing dan damar
laut, sebelum dipergunakan harus dilakukan pengawetan dahulu agar
umur tiang kayu tersebut dapat lebih lama.
4) Tiang penegang
Tiang penegang disamping menahan gaya berat juga menahan gaya
tarik dari kawat kawat Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT).
5) Tiang penyangga
Tiang penyangga untuk mendukung/menyangga dan harus kuat
terhadap gaya berat dari peralatan listrik yang ada pada tiang tersebut.
6) Tiang sudut
Tiang sudut adalah tiang penegang yang berfungsi menerima gaya
tarik akibat dari perubahan arah Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT).
7) Tiang Akhir
Tiang akhir adalah tiang penegang yang direncanakan sedemikian
rupa sehingga kuat untuk menahan gaya tarik kawat-kawat dari satu

12
arah saja. Tiang akhir ditempatkan diujung Saluran Udara Tegangan
Tinggi (SUTT) yang akan masuk ke switch yard Gardu Induk.
8) Tiang transposisi
Adalah tiang penegang yang berfungsi sebagai tempat perpindahan
letak susunan phasa kawat-kawat Saluran Udara Tegangan Tinggi
(SUTT).
9) Tiang portal
Yaitu tower berbentuk portal digunakan pada persilangan antara dua
saluran transmisi yang membutuhkan ketinggian yang lebih rendah
untuk alasan tertentu (bandara, tiang crossing). Tiang ini dibangun di
bawah saluran transmisi eksisting.
10) Tiang kombinasi (combined tower).
Yaitu tower yang digunakan oleh dua buah saluran transmisi yang
berbeda tegangan operasinya.

B.Jenis-jenis menara menurut susunan/ konfigurasi kawat fasa adalah


sebagai berikut:
a) Jenis delta digunakan pada konfigurasi horizontal/ mendatar (1-
penghantar).
b) Jenis piramida digunakan pada konfigurasi vertikal/ tegak yang pada
umumya digunakan pada banyak penghantar
Jenis zig-zag yaitu kawat fasa tidak berada pada satu sisi lengan
tower.

13
Gambar 2. 4 : Jenis-jenis tower menurut konfigurasi kawat fasa
2. Konduktor (penghantar)

Kawat penghantar berfungsi untuk mengalirkan arus listrik dari suatu


tempat ketempat yang lain. Jenis kawat penghantar yang biasa di gunakan pada
saluran transmisi adalah tembaga dengan konduktivitas 100% (CU 100%), atau
aluminium dengan konduktivitas 61 % (AL 61%). Kawat penghantar tembaga
memiliki beberapa kelebihan dibandingkan kawat penghantar aluminium karena
konduktivitas dan kuat tariknya tinggi. Tapi kelemahannya adalah untuk besar
tahana yang sama tembaga lebih berat dari aluminium, dan lebih mahal. Oleh
karena itu kawat aluminium telah menggantikan kedudukan pemakaian tembaga.
Bahan konduktor yang dipergunakan untuk saluran energi listrik perlu
memiliki sifat sifat sebagai berikut:
a. Konduktivitas tinggi
b. Kekuatan tarik mekanik tinggi
c. Berat jenis yang rendah
d. Ekonomis
e. Lentur / tidak mudah patah

Biasanya konduktor pada SUTT / SUTET merupakan konduktor berkas


(stranded) atau serabut yang dipilin, agar mempunyai kapasitas yang lebih besar
dibanding konduktor pejal dan mempermudah dalam penanganannya.
Klasifikasi konduktor berdasarkan bahannya adalah sebagai berikut :

14
a. Konduktor jenis tembaga (BC : Bare copper)
Konduktor ini merupakan penghantar yang baik karena memiliki
konduktivitas tinggi dan kekuatan mekanik yang cukup baik.
b. Konduktor jenis aluminium
Konduktor dengan bahan aluminium lebih ringan dari pada konduktor
jenis tembaga, konduktivitas dan kekuatan mekaniknya lebih rendah.
Jenis-jenis konduktor alumunium antara lain:

1. Konduktor ACSR (Alumunium conductor steel reinforce).


Konduktor jenis ini, bagian dalamnya berupa steel yang mempunyai
kuat mekanik tinggi, sedangkan bagian luarnya berupa aluminium
yang mempunyai konduktivitas tinggi. Karena sifat elektron lebih
menyukai bagian luar konduktor daripada bagian sebelah dalam
konduktor, maka pada sebagian besar SUTT maupun SUTET
menggunakan konduktor jenis ACSR.Untuk daerah yang udaranya
mengandung kadar belerang tinggi dipakai jenis ACSR/AS, yaitu
konduktor jenis ACSR yang konduktor steelnya dilapisi dengan
aluminium.
2. Konduktor jenis TACSR (Thermal alumunium Conductor Steel
Reinforced)
Pada saluran transmisi yang mempunyai kapasitas penyaluran /
beban sistem tinggi maka dipasang konduktor jenis TACSR.
Konduktor jenis ini mempunyai kapasitas lebih besar tetapi berat
konduktor tidak mengalami perubahan yang banyak, tapi berpengaruh
terhadap sagging.

Kawat penghantar tembaga mempunyai beberapa kelebihan


dibandingkan dengan kawat penghantar aluminium karena konduktifitas dan
kekuatan tariknya tinggi. Tetapi kelemahannya adalah untuk besar tahanan yang
sama tembaga lebih berat dari aluminium dan lebih mahal. Oleh karena itu saat
ini banyak digunakan kawat penghantar aluminium. Untuk memperbesar kuat
tarik dari kawat aluminium digunakan campuran aluminium (aluminium alloy).

15
Untuk saluran-saluran transmisi tegangan tinggi, dimana jarak antara dua
tiang/menara jauh sampai ratusan meter, maka dibutuhkan kekuatan Tarik.

3. Isolasi Padat (Isolator)

Isolasi padat (isolator) adalah media penyekat antara bagian yang


bertegangan dengan yang tidak bertegangan atau ground secara elektrik dan
mekanik. Pada SUTT & SUTET, isolator berfungsi untuk mengisolir konduktor
fasa dengan tower atau dengan ground. Sesuai fungsinya, isolator yang baik
harus memenuhi sifat sebagai berikut:

Karakteristik elektrik
Isolator mempunyai ketahanan tegangan impuls petir pengenal dan
tegangan kerja, tegangan tembus minimum sesuai tegangan kerja dan merupakan
bahan isolasi yang diapit oleh logam sehingga merupakan kapasitor.
Kapasitansinya diperbesar oleh polutan maupun kelembaban udara di
permukaannya. Apabila nilai isolasi menurun akibat dari polutan maupun
kerusakan pada isolator, maka akan tejadi kegagalan isolasi yang akhirnya dapat
menimbulkan gangguan.

Karakteristik mekanik
Isolator harus mempunyai kuat mekanik guna menanggung beban tarik
konduktor penghantar maupun beban berat isolator dan konduktor penghantar.
Adapun jenis jenis isolator karakteristik mekanik berdasarkan material adalah
sebagai berikut:
Isolator keramik (porselen &gelas)
Isolator porselen
Porselin terbuat dari tanah liat china (china clay) yang terdapat di
alam dalam bentuk alumunium silikat. Bahan tersebut dicampur
kaolin, felspar dan quarts. Kemudian campuran ini dipanaskan dalam
tungku yang suhunya dapat diatur. Bahan porselin dibakar sampai
keras, halus mengkilat dan bebas dari lubang-lubang. Untuk
mendapatkan sifat-sifat listrik dan sifat mekanis yang baik, harus

16
dipilih suhu pemrosesan bahan isolasi yang sesuai, karena jika bahan
isolasi diproses pada suhu yang agak rendah, sifat mekanisnya baik,
tetapi bahan tetap berlubang-lubang. Sedangkan jika diproses pada
suhu yang tinggi, lubang-lubangnya berkurang tetapi bahan menjadi
rapuh. Isolator porselin yang baik secara mekanis mempunyai kuat
dielektrik kira-kira 60 kV/cm, kuat tekan dan kuat tariknya masing-
masing 70.000 kg/cm2 dan 500 kg/cm2.

Gambar 2. 5 : Isolator porselin

Isolator gelas
Isolator gelas hanya digunakan untuk isolator jenis piring. Bagian
gelas harus bebas dari lubang atau cacat lain termasuk adanya
gelembung dalam gelas. Warna gelas biasanya hijau, dengan warna
lebih tua atau lebih muda. Jika terjadi kerusakan isolator gelas mudah
dideteksi. Isolator gelas mempunyai kuat dielektrik yang tinggi yaitu
berkisar di 40 kV/cm.

Gambar 2. 6 : Isolator gelas


Isolator non-keramik (komposit)
Isolator non-keramik (komposit) terbuat dari bahan polimer. Isolator
komposit dilengkapi dengan mechanical load-bearing fiberglass rod,

17
yang diselimuti oleh weather shed polimer untuk mendapatkan nilai
kekuatan eletrik yang tinggi.
Komponen utama dari isolator komposit yaitu:
1. End fittings
2. Corona ring(s)
3. Fiberglass-reinforced plastic rod
4. Interface between shed and sleeve
5. Weather shed

Gambar 2. 7 : Isolator komposit


4. Kawat Tanah

Kawat tanah atau Earth wire adalah media untuk melindungi konduktor fasa
dari sambaran petir. Kawat ini dipasang di atas konduktor fasa dengan sudut
perlindungan yang sekecil mungkin, dengan anggapan petir menyambar dari
atas Kawat. Namun, jika petir menyambar dari samping maka dapat
mengakibatkan konduktor fasa tersambar dan dapat mengakibatkan terjadinya
gangguan.
Kawat tanah terbuat dari baja yang sudah digalvanis, maupun sudah dilapisi
dengan alumunium. Pada SUTET yang dibangun mulai tahun 1990an, di
dalam ground wire difungsikan fiber optic untuk keperluan telemetri,
teleproteksi maupun telekomunikasi yang dikenal dengan OPGW (Optic Ground
Wire), sehingga mempunyai beberapa fungsi. Jumlah Kawat tanah pada SUTT
maupun SUTET paling sedikit ada satu buah di atas konduktor fasa, namun

18
umumnya dipasang dua buah. Pemasangan satu buah konduktor tanah untuk dua
penghantar akan membuat sudut perlindungan menjadi besar sehingga konduktor
fasa mudah tersambar petir.
Pada tipe penegang, pemasangan Kawat tanah dapat menggunakan klem
penegang dengan press dan klem penegang dengan mur baut. Sedangkan pada
tipe penyangga digunakan suspension clamp untuk memegang konduktor tanah.

5. Sistem Grounding (Pentanahan)

Sistem pentanahan adalah menanam satu / beberapa elektroda kedalam


tanah dengan cara tertentu untuk mendapatkan tahanan pentanahan yang
diinginkan. Elektroda pembumian tersebut membuat kontak langsung dengan
bumi. Penghantar bumi yang tidak berisolasi yang ditanam dalam bumi dianggap
sebagai bagian dari elektroda bumi. Sebagian bahan elektroda, digunakan tembaga
atau baja yang digalvanisasi atau dilapisi tembaga sepanjang kondisi kondisi
setempat tidak mengharuskan memakai bahan lain.

Tahanan elektroda tanah adalah tahanan antara elektroda tanah dengan suatu
tanah referensi. Tahanan pentanahan adalah tahanan elektroda tanah dan hantaran
hubung tanah. Tahanan pentanahan total adalah tahan pentanahan dari
keseluruhan sistem pentanahan yang terukur disuatu titik. Pada saluran transmisi
kawat grounding digunakan untuk menghubungkan kawat tanah yang terletak
pada tiang transmisi dengan tanah. Yang bertujuan untuk mengalirkan arus listrik
akibat sambaran petir langsung menuju tanah, sehingga sistem transmisi aman
dari gangguan. Kawat yang bagus adalah yang memiliki tahanan kurang dari 4
ohm, jika lebih dari 4 ohm maka arus yang mengalir tidak bisa cepat dan dapat
menyebabkan putusnya kawat atau terjadinya flashover antara kawat fasa dengan
kawat tanah.

2.4 Peristiwa Korona


Peristiwa korona berdasarkan ANSI adalah peluahan sabagian ( partial
dischage ) ditandai dengan timbulnya cahaya violet karena terjadi ionisasi udara

19
di sekitar permukaan konduktor ketika gradien tegangan permukaan konduktor
melebihi nilai kuat medan listrik disruptifnya.
Terjadinya korona juga ditandai dengan suara mendesis (hissing) dan bau
ozone. Korona makin nyata kelihatan pada bagian yang kasar, runcing dan kotor.
Terjadinya ionisasi pada ion-ion diudara disekitar konduktor akan menimbulkan
cahaya redup bersamaan dengan suara mendesis disertai dengan pembebasan
ozon, yang mudah diidentifikasi karena baunya yang khas. Efek korona ini dapat
mengurangi efisiensi pada saluran transmisi terutama pada saluran EHV (Extra
High Voltage).

Gambar 2. 8 : Peristiwa korona


Korona bisa didefinisikan juga sebagai hasil terakselerasinya ionisasi
dibawah pengaruh suatu medan listrik. Ini merupakan proses fisika dimana
struktur molekul netral atau atom diubah akibat benturan atom atau molekul netral
dengan elektron bebas, photon atau ion negatif. Setiap sistem isolasi atau
elektroda dimana korona dapat terjadi merupakan sumber korona. Wilayah
dimana korona terjadi disebut lokasi korona (corona sites). Adapun faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya korona adalah:

1. Kondisi Atmosfer
Pada atmosfer korona terjadi karena disebabkan tubrukan molekul yang
mengakibatkan terlepasnya electron oleh partikel partikel terionisasi.
Dengan demikian korona dipengaruhi oleh kondisi fisik atmosfer.
Gradient tegangan untuk terjadinya dekomposisi udara berbanding lurus
dengan kepadatan. Pada cuaca hujan jumlah ion yang terdapat mungkin
lebih banyak dari yang biasanya, dan pada kondisi demikian korona dapat

20
terjadi pada tengangan yang lebih rendah dibandingkan pada cuaca baik.

2. Diameter Konduktor
Pada konduktor korona dipengaruhi pada ukuran yaitu diameter
konduktor, serta kondisi permukaannya (kotor atau bersih). Korona
berkurang dengan membesarnya diameter konduktor. Konduktor
tergabung (standed) akan lebih banyak mengalami korona dari pada
konduktor solid. Untuk konduktor tergabung, bentuk dari penampang
merupakan rangkaian busur suatu suatu lingkaran yang jauh lebih kecil
dari konduktor keseluruhan yang solid. Pada lingkaran atau busur yang
kecil, gradient potensial akan lebih besar, dan memudahkan terjadinya
korona. Efek kotoran-kotoran, atau permukaan yang tidak baik juga
mengakibatkan naiknya gradient potensial setempat.

3. Jarak Konduktor Antar Fasa


Pada jarak konduktor korona dipengaruhi oleh meningkat atau
mengecilnya jarak antara konduktor. Dengan meningkatnya jarak antara
konduktor, tegangan tegangan elektrostatik akan berkurang dan dengan
demikian juga efek korona akan menjadi berkurang. Bilamana jarak itu
sangat jauh, efek korona bahkan tidak akan terjadi.

4. Tegangan Saluran
Tegangan saluran banyak berpengaruh pada korona. Pada tegangan yang
rendah tidak terjadi efek korona. Namun bilamana tegangan tersebut
dinaikan sehingga terjadi tegangan tegangan elektrostatik lalu berdekatan
pada permukaan konduktor maka efek korona akan mulai terlihat.
Factor-faktor diatas menjadi penentu perhitungan terhadap gradient
tegangan permukaan konduktor. Gradien tegangan permukaan konduktor
merupakan faktor yang mempengaruhi besarnya nilai rugi korona.

2.5 Proses Terjadinya Korana

21
Bila dua kawat sejajar yang penampangnya kecil (dibandingkan dengan
jarak dua elektroda tersebut) diberi tegangan bolak-balik maka terjadi fenomena
korona. Pada tegangan yang cukup rendah fenomena korona tidak akan terjadi.
Bila tegangan dinaikan, maka peristiwa korona akan terjadi secara bertahap.
Pertama-tama, pada kawat penghantar kelihatan bercahaya yang berwarna ungu
muda, mengeluarkan suara berdesis (hissing) dan berbau ozon. Jika tegangan
dinaikkan terus, maka karakteristik diatas akan terlihat semakin jelas, terutama
pada bagian yang kasar, runcing atau kotor serta cahaya bertambah besar dan
terang. Bila tegangan masih terus dinaikkan akan terjadi busur api. Korona akan
mengeluarkan panas, hal ini dapat dibuktikan dengan melakukan pengukuran
dengan mengguanakan wattmeter.
Dalam keadaan udara lembab, korona menghasilkan asam nitrogen
( Nitrous Acid) yang menyebabkan kawat menjadi berkarat bisa kehilangan
daya yang cukup besar. Apabila tegangan searah yang diberikan, maka pada
kawat positif korona menampakkan diri dalam bentuk cahaya yang seragam
pada permukaan kawat, sedangkan pada kawat negatifnya hanya pada tempat-
tempat tertentu saja.
Korona terjadi karena adanya ionisasi dalam udara, yaitu adanya
kehilangan elektron dari molekul udara. Karena terjadinya ionisasi molekul
dalam udara, maka molekul netral di udara bebas mendapatkan energi foton
yang cukup dan besarnya melebihi energi yang diperlukan untuk
membebaskan elektron dari molekul gas atau udara. Kelebihan energi foton
dilimpahkan pada elektron yang kemudian di bebaskan dalam bentuk energi
kinetik.
Karena adanya medan listrik yang berada disekitar penghantar yang
mempercepat gerak elektron hasil ionisasi tersebut, maka elektron tersebut
akan menumbuk molekul- molekul gas atau udara di sekitarnya. Karena hal ini
terjadi terus-menerus maka jumah ion dan elektron bebas menjadi berlipat
ganda. Apabila terjadi eksitasi elektron atom gas, yaitu berubahnya kedudukan
elektron gradien tegangan menjadi cukup besar makaakan timbul fenomena
korona. Selain menyebabkan terjadinya ionisasi molekul, tumbukan elektron

22
juga menyebabkan dari orbit awalnya ketingkat orbital yang lebih tinggi.
Pada saat elektron berpindah kembali ke orbital yang lebih rendah, maka
akan terjadi pelepasan energi berupa cahaya radiasi dan gelombang
elektromagnetik berupa suara bising.

2.5.1 Jenis-jenis Korona

a) Korona Positif
Dengan elektroda titik positif, suatu elektron akan terbentuk di
celah, bergerak ke arah titik, berbaris dalam daerah medan yang kuat,
mulai terionisasi dan terbentuk banjiran elektron. Tegangan antara
elektroda bertambah secara perlahan sampai terbentuk peristiwa korona.
Saat banjiran elektron ini mencapai elektroda titik, ion-ion positif
dalm celah bergerak perlahan ke arah elektroda berlawanan. Dekat
elektroda positif (titik) akan terbentuk muatan ruang. Kehadiran muatan
ruang positif mengurangi kuat medan disekitar titik dan sedikit
menambah di ruang bagian luar. Hal ini menyebabkan ionisasi yang
jauh dari sekitar titik akan menjadi lemah dan membuat korona menjadi
sulit.

b) Korona Negatif
Dengan polaritas negatif pada elektroda titik, elektron-elektron
secara cepat akan terbentuk dalam medan yang kuat dan membentuk
banjiran yang bergerak ke arah elektroda bidang. Ketika banjiran
elektron menjauh dari daerah medan yang kuat, banjiran itu akan
berhenti menghasilkan ionisasi dan mengurangi kecepatan pergerakan
kearah anoda. Sebagian mencapai anoda dan di netralisir disana,
sebagian lagi akan ditangkap oleh atom-atom oksigen dan membentuk
ion negatif. Ion-ion positif akibat banjiran, secara berangsur bergerak ke
arah konduktor (penghantar). Oleh karena pergerakan dari ion-ion positif
tersebut lambat, maka di daerah sekitar konduktor selalu terjadi
muatan ruang positif. Muatan ruang positif tersebut akan menaikan
kuat medan pada daerah konduktor sehingga mempermudah proses

23
terjadinya korona.

Saluran transmisi dengan tegangan yang sangat tinggi menghasilkan


medan listrik disekitar konduktor yang mengakibatkan ionisasi udara
disekitarnya yang dikenal dengan korona. Korona mengakibatkan rugi-
rugi disepanjang saluran transmisi.Selain hal tersebut korona
memancarkan gelombang frekuensi tinggi yang dapat mempengarungi
penerimaan radio dan TV. Untuk mengurangi efek korona, kita harus
mengurangi medan listrik (V/m) sekitar konduktor dengan cara
menaikkan diameter atau menyusun konduktor dalam bentuk bundle.
Dengan susunan bundle juga mengurangi induktansi saluran, sehingga
daya yang disalurkan lebih besar. Manifestasi korona antara lain :

1. Visual corona : tampak berpendar kebiru-biruan di sekeliling


konduktor. Terbentuk antara ion positive Nitrogen dengan elektron
bebas
2. Audible corona : suara berisik yang muncul karena pergerakan ion-
ion positif yang terbentuk secara tiba-tiba akibat tingginya medan
listrik.

2.6 Teganga Kritis

2.6.1 Tegangan kritis disruptif

Tegangan kritis disruptif merupakan tegangan minimal yang dibutuhkan


untuk terjadinya ionisasi pertama kali dipermukaan konduktor. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan oleh Peek’s ,kekuatan dielektrik udara maksimum pada
kondisi standar dengan tekanan udara 1 atm (760 mmHg), suhu udara 25°C
adalah 30 kV/cm.

Kekuatan dielektrik udara sebanding dengan kepadatan udara sekitar


Besarnya kepadatan udara dapat dirumuskan:

0.392 x b
δ= (2.1)
273+T

24
Dimana:
δ = Faktor koreksi
b = tekanan udara (mm Hg)
T = suhu udara (C0)

Tekanan udara dipermukaan air laut adalah 76 cmHg yang akan jadi
patokan dan setiap perubahan tinggi 100 m maka akan terjadi perubahan tekanan
sebesaar 1 mmHg.

Ph = (pu-h/100)cmhg (2.2)
Dimana :
Ph = tekanan udara pada ketinggian
Pu = tekanan udara pada permukaan laut
H = ketinggian tempat
Tegangan kritis disruptif dengan mempertimbangkan pengaruh faktor
konduktor, keseragaman permukaan konduktor dan lingkungan sebagaimana
diteliti oleh peek’s adalah sebagai berikut:

vd
gm = D (2.3)
r . ln
r
atau
D
Vd= gm .r.ln (2.4)
r

Dimana:
Vd = Tegangan kritis distruptif fasa ke netral (kVrms)
gm = Gradien tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
r = Jari-jari konduktor (cm)
D = Jarak antar fasa (cm)

Pada cuaca cerah gradient tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)


adalah:

D
Vd = 21,1. mo. δ .r.ln (2.5)
r

25
Pada cuaca basah gradient tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
adalah:

D
Vd = 16,9. mo. δ .r.ln (2.6)
r

Maka dengan menambahkan faktor kepadatan udara dan faktor


keseragaman konduktor, tegangan distruptif menurut peek’s dapat ditentukan
melalui persamaan berikut ini:

D
Vd= gm .m0. δ.r.ln (2.7)
r

Dimana:
Vd = tegangan kritis distruptif fasa ke netral (kVrms)
gm = gradien tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
r = jari-jari konduktor (cm)
D = jarak antar fasa (cm)
m0 = faktor keseragaman konduktor
= 1 untuk konduktor silinder solid dengan permukaan mulus
= 0.92 <m0< 0.94 untuk permukaan konduktor kasar
= 0.82 konduktor pilin (stranded)
δ = Faktor koreksi

2.6.2 Tegangan Kritis Visual


Tegangan kritis visual adalah tegangan minimum saat timbulnya cahaya
violet disekitar permukaan konduktor saat korona terjadi. Berdasarkan penelitian
peek’s dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
D
Vv = g m . m0 . r . δ .¿ ) x ln (2.8)
r

Dimana :
Vv = tegangan kritis visual (kVrms)
gm = gradien tegangan permukaan maksimum (kVrms/cm)
r = jari-jari konduktor (cm)

26
D = jarak antar fasa (cm)
m0 = faktor keseragaman konduktor
= 1 untuk konduktor silinder solid dengan permukaan mulus
= 0.92 <m0< 0.94 untuk permukaan konduktor kasar
= 0.82 konduktor pilin
(stranded)
δ = Faktor koreksi

2.7 Rugi-rugi Korona


Rumus korona PEEK didapatkan dari percobaan menggunakan sebuah
kawat dengan panjang 300 meter dan menggunakan sebuah trafo uji 200 kV, satu
fasa. Kemudian dihasilkan rumus rumus Coroll-Rockwell dan Peterson yang
dianggap cukup dapat dipercaya , terutama untuk hilang-korona rendah (kurang
dari 5 kW per mil kawat 3 fasa) meskipun demikian, rumus rumus korona ini
tidak diteliti, sehingga hasil yang didapat hanya sekedar merupakan hasil rata rata
saja. Riset terakhir dalam bidang korona diarahkan pada EHV untuk mendapatkan
data baru guna peningkatan tegangan tersebut.
Rugi-rugi korona pada salura penghantar transmisi menurut “PEEK” dapat
dinyatakan sebagai berikut:

Pk =
241
δ √
( f + 25 ) x r x ( v −V d )2 x 10−5 (kW/phasa/km) (2.9)
D
Atau rugi-rugi daya akibat korona untuk saluran tiga phasa jika
diperhitungkan panjang saluran transmisi dinyatakan oleh persamaan berikut :

Pk = 3 x [

Dimana:
241
δ
(f +25)x

r
D
2
x ( v−(v x V d) ) x 10−5 ] x L (2.10)

Pk = rugi rugi korona (KW)


δ = Faktor koreksi
f =frekuens(Hz)
r = jari jari kawat (cm)
D = jarak antar kawat (cm)
V = tegangan kawat ke netral (kV rms)

27
V d = tegangan distruptif kritis (kV rms)
L = panjang saluran transmisi (km)

Menurut ‘PETRSON’, rugi rugi korona pada cuaca baik perphasa dapat
ditentukan dengan persamaan berikut ini :
−4
Pc = 1,11066 x 10 (kW/km) (2.11)
¿¿
Atau
−4
Pc = 1,7873 x 10 (kW/km) (2.12)
¿¿
Dimana :
d = diameter konduktor (cm)
D = jarak antar kawat (cm)
V = tegangan kawat ke netral (kVrms)
f = frekuensi (Hz)
F = factor korona yang ditentukan oleh test merupakan fungsi dari rasio V
untuk V0
Pada tempat-tempat tertentu pada jaring transmisi hilang korona dapat
mencapai harga tertinggi sekali dalam keadaan hujan. Tetapi keadaan ini tidak
mungkin terjadi secara simultan pada seluruh bagian jaringan tersebut. Untuk
cuaca baik, tegangan hampir sama dengan tegangan kritis Vd. Oleh sebab itu
jaring transmisi harus diberi tegangan kurang dari tegangan kritis ini.

28
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Studi Kasus


Penelitian ini berjudul Studi Pengaruh Korona Terhadap Rugi-Rugi Daya
Pada SUTT 150 kV Menggunakan Metode PEEK PT. PLN (Persero) Unit Induk
Wilayah Sumatera Barat. Didalam penelitian ini akan dilihat seberapa besar rugi-
rugi daya yang dapat diakibatkan korona pada sebuah jaringan SUTT dengan
memvariasikan keadaan cuaca.

3.2 Lokasi Penelitian


Untuk memenuhi kebutuhan data lapangan dalam menganalisa penelitian
ini,maka aplikasi diambil di PT.PLN (Persero) pada saluran udara tegangan tinggi
(SUTT) 150 kV PT. PLN (Persero) Unit Induk Wilayah Sumatera Barat

3.3 Data-data Yang Dibutuhkan


Data-data yang diperlukan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Data saluran transmisi SUTT 150 kV antara PT. PLN (Persero) Unit
Induk Wilayah Sumatera Barat
2. Data klimatologi dari BMKG.

3.4 Metode Pengambilan Data


Pengambilan data dalam tugas akhir ini adalah dari PT.PLN (Persero) Unit
Induk Wilayah Sumatera Barat data dari BMKG, studi kepustakaan dan internet
dengan mempelajari hal-hal yang berkaitan dengan penelitian baik dari buku-buku
ataupun jurnal/hasil penelitian dari orang lain yang ada kaitannya dengan
penelitian yang akan dilakukan dan sebagai referensi dari penelitian ini.

3.5 Metode Perhitungan /Analisa Data


Perhitungan dan analisa pengaruh korona terhadap rugi rugi daya pada
SUTT 150 kV sesuai dengan aplikasi penelitian. Berdasarkan referensi yang

29
didapatkan bahwa rugi-rugi korona disebakan oleh beberapa faktor, salah satunya
adalah cuaca, suhu dan kepadatan udara pada saluran tersebut. Maka sesuai
dengan judul penelitian ini yakni melihat seberapa besar pengaruh korona
terhadap rugi rugi daya maka perhitungan terhadap rugi-rugi korona dilakukan
dengan melihat kondisi cuaca.
Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam perhitungan tersebut adalah:
1. Menghitung tekanan udara pada ketinggian saluran tersebut
menggunakan persamaan 2.2
2. Menghitung kepadatan udara menggunakan persamaan 2.1
3. Menghitung tegangan kritis pada keadaan cuaca cerah dan basah
menggunakan persamaan 2.5 dan 2.6
4. Menghitung rugi-rugi korona menggunakan persamaan 2.9

3.6 Waktu Penelitian


No Kegiatan April Mei Juni Juli
1 Proposal √
2 Laporan √
3 Skripsi √
4 Laporan √
5 Kompre √
Tambel 3. 1 waktu penelitian

30
3.7 Flow Chart ( Diagram Alir )

Gambar 3. 1 : Flowchart Metodologi

31
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Saraswati, dkk, 2012. “tentang perhitungan korona, audible noise dan
radio interference pada SUTET 500 kV dengan variasi jarak antar kawat
fasa dan jarak antar sisrkit”

Ansya, Ahmad Sulzer, 2014, Pengaruh cuaca terhadap rugi-rugi daya akibat
korona pada SUTT 150 kV. Padang. ITP

Gonen,Turan., 2014. Third edition Electrical Power Transmission System


Engineering analysis and design.6000 Broken Sound Parkway NW, Suite
300 Boca Raton FL: CRC Press Taylor and Francis Group.

Govan Saputra, 2015, studi pengaruh jarak kawat terhadap losess akibat korona
pada SUTT 150kV. Padang. ITP

Kadir, Abdul, 1998. Transmisi Tenaga Listrik. Jakarta: Universitas Indonesia.

Melina Suastra, 2010 .Analisa Pengaruh Penampang Kawat Terhadap Rugi-Rugi


Korona Pada SUTT 150 KV. Padang. ITP

Novi Kurniasih dan Dewi Purnama Sari, 2014, “Analisis Pengaruh Akibat Korona
Terhadap Rugi-rugi daya Daya Saluran Udara Tegangan Tinggi 150 kV”,
Jurnal Transmisi, Vol. 3, No.1, hal. 54-65.

32

Anda mungkin juga menyukai