Anda di halaman 1dari 8

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat serta karunia-Nya
kepada penulis, sehingga penulis bisa menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah
dengan judul “PENGARUH RESISTENSI INSULIN TERHADAP SINDROM OVARIUM
POLIKISTIK”.

Adapun tujuan dibuatnya makalah ini untuk memenuhi tugas Keperawatan Maternitas
II dan makalah ini juga diharapkan bisa menambah wawasan untuk pembaca, terkhusus bagi
penulis.

Pada kesempatan ini, izinkan penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah memberikan bantuan ataupun dukungan dalam pembuatan makalah ini, terutama
kepada dosen coordinator mata kuliah Maternitas II yaitu Ibu Ns. Ike Puspasari Ayu, M.Kep.

Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis
mengharapkan kritikan/saran yang membangun dari berbagai pihak, penulis menerima dengan
tangan terbuka. Semoga dengan adanya makalah ini bisa bermanfaat bagi berbagai pihak.

Serang, Februari 2020

Penulis,
BAB 1

PENDAHULUAN

Resistensi Insulin adalah kondisi dimana tubuh yaitu pancreas tetap memproduksi
insulin tetapi tubuh tidak bisa menyerap glukosa dengan baik. Sedangkan Sindrom Ovarium
Polikistik (SOPK) atau Polycystic Ovary Syndrome (PCOS) adalah gejala yang dikarenakan
ketidak seimbangan hormone pada wanita di usia subur.

Menurut penelitian 5%-10% wanita pada usia reproduksi mengidap Sindrom Ovarium
Polikistik (SOPK). Sindrom Ovarium Polikistik ini belum tahu penyebab pastinya, tetapi
resistensi insulin diyakini sebagai principal underlying etiologic factor.

Resistensi insulin menyebabkan adanya penekanan pada hormone seks yang


mengakibatkan meninggkatnya kadar androgen, kadar androgen ini yang menyebabak atresia
folikel lebih tinggi.

Teori ini dibuktikan dengan penelitian yang ada di RS. Cipto Mangunkusumo, 75% wanita
yang mengidap Sindrom Ovarium Polikistik mengalami resistensi insulin.

Penelitian di RSIA Anugerah Semarang tahun 2005 82,9% wanita pengidap Sindrom Ovarium
Polikistik megalami resistensi insulin. Resistensi insulin ini bisa diukur dengan cara
euglikemik untuk mengetahui nilai sensistivitas insulin.

Kebanykan wanita di Indonesia tidak menyadari bahwa dirinya memiliki Sindrom


Ovarium Polikistik ini karena tanda-tandanya yang tidak terlalu signifikan dianggap wajar oleh
sebagian kalangan. Ada beberapa tanda jika terkena Sindrom Ovarium Polikistik (SOPK) yiatu
:

1. Siklus haid yang tidak teratur.


Siklus haid yang tidak teratur ini bagi beberapa kalangan dianggap wajar karena banyka
wanita di Indonesia berpikiran bahwa ini efek dari hormone yang normal atau karena
hitungan haid tiap bulan tidak pasti, yaitu bisa 24-35 hari selang waktunya.
2. Muka berminyak dan banyak tumbuh jerawat.
Hal ini dianggap normal karena wanita Indonesia berpikir muka berminyak dan
berjerawat efek dari polusi dan makanan saja.
3. Pertumbuhan rambut yang lebat diarea tubuh yang tidak wajar pada wanita, seperti :
dada, perut, kaki)
4. Pada umumnya Sindrom Ovarium Polikistik terjadi pada wanita yang obesitas.

Rata-rata wanita di Indonesia mengetahui dirinya memiliki atau terkena Sindrom Ovarium
Polikistik (SOPK) setelah dirinya menikah biasanya sulit mendapatkan anak. Untuk kasus-
kasus penderita Sindrom Ovarium Polikistik ini biasanya dianjurkan untuk diet dan melakukan
terapi hormone atau program bayi tabung bagi yang ingin memiliki keturunan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Sindrom Ovarium Polikistik
Sindrom Ovarium Polikistik adalah suatu kelainan pada wanita yang ditandai
dengan adanya hiperandrogenisme dengan anovulasi kronik yang saling berhubungan
dan tidak disertai dengan kelainan pada kelenjar adrenal maupun kelenjar hipofisis.
Hiperandrogenisme merupakan suatu keadaan dimana secara klinis didapatkan
adanya hirsutisme, jerawat dan kebotakan dengan disertai peningkatan konsentrasi
androgen terutama testosterone dan androstenedione.

B. Patofisiologi
Sindrom ovarium polikistik adalah suatu anovulasi kronik yang menyebabkan
infertilitas dan bersifat hiperandrogenik, di mana terjadi gangguan hubungan umpan
balik antara pusat (hipotalamushipofisis) dan ovarium sehingga kadar estrogen selalu
tinggi yang mengakibatkan tidak pernah terjadi kenaikan kadar FSH yang cukup
adekuat.
Secara normal, kadar estrogen mencapai titik terendah pada saat seorang wanita
dalam keadaan menstruasi. Pada waktu yang bersamaan, kadar LH dan FSH mulai
meningkat dan merangsang pembentukan folikel ovarium yang mengandung ovum.
Folikel yang matang memproduksi hormon androgen seperti testosteron dan
androstenedion yang akan dilepaskan ke sirkulasi darah. Namun pada kasus SOPK
kadar FSH selalu tinggi jadi menstruasi tidak terjadi. Selain itu adanya resistensi insulin
menyebabkan keadaan hiperinsulinemia yang mengarah pada keadaan hiperandrogen,
karena insulin merangsang sekresi androgen dan menghambat sekresi SHBG hati
sehingga androgen bebas meningkat. Pada sebagian kasus diikuti dengan tanda klinis
akantosis nigrikans dan obesitas tipe android.

C. Dampak Klinis
1. Infertilisasi
Infertilitas pada sindrom ovarium polikistik berkaitan dengan dua hal.
Pertama karena adanya oligoovulasi/anovulasi. Keadaan ini berkaitan dengan
hiperinsulinemia di mana terdapat resistensi insulin karena sel-sel jaringan
perifer khususnya otot dan jaringan lemak tidak dapat menggunakan insulin
sehingga banyak dijumpai pada sirkulasi darah. Makin tinggi kadar insulin
seorang wanita, makin jarang wanita tersebut mengalami menstruasi.

2. Hipertensi dan Penyakit Jantung Koroner


Diketahui bahwa obesitas sering diderita oleh pasien sindrom ovarium
polikistik. Lemak tubuh yang berlebihan ini memberi konsekuensi terjadinya
resistensi insulin. Obesitas dan resistensi insulin mengarah pada perubahan
respons sel-sel lemak terhadap insulin, di mana terjadi gangguan supresi
pengeluaran lemak bebas dari jaringan lemak. Peningkatan lemak bebas yang
masuk ke dalam sirkulasi portal meningkatkan produksi trigliserida, selain itu
juga terdapat peningkatan aktivitas enzim lipase yang bertugas mengubah
partikel lipoprotein yang besar menjadi lebih kecil. Akibatnya ditemukan
penurunan konsentrasi kolesterol high density lipoprotein (HDL) dan
peningkatan kadar kolesterol low density lipoprotein (LDL) yang bersifat
aterogenik sehingga mempercepat proses aterosklerosis pembuluh darah
dengan akibat berkurangnya kelenturan yang berhubungan dengan terjadinya
hipertensi. Kombinasi trigliserida yang tinggi dan kolesterol HDL yang rendah
berkaitan erat dengan penyakit kardiovaskuler, yang pada pasien sindrom
ovarium polikistik muncul di usia yang relatif lebih muda.

3. Diabetes Melitus
Sindrom ovarium polikistik berkaitan erat dengan masalah insulin.
Adanya resistensi sel-sel tubuh terhadap insulin menyebabkan organ tubuh
tidak dapat menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen sehingga kadarnya
meningkat di dalam darah.

4. Masalah kulit dan hirsutisme


Keadaan ini berkaitan dengan hiperandrogenisme. Kadar androgen yang
tinggi menyebabkan pengeluaran sebum yang berlebihan sehingga
menyebabkan masalah pada kulit dan rambut. Pasien mengeluhkan seringnya
terjadi peradangan pada kulit akibat penyumbatan pori serta pertumbuhan
rambut pada tubuh yang berlebihan. Kelainan yang biasanya timbul adalah
dermatitis seboroik, hidradenitis supuratif, akantosis nigrikans dan kebotakan

5. Obesitas
Obesitas pada sindrom ovarium polikistik dideskripsikan sebagai
obesitas sentripetal, di mana distribusi lemak ada di bagian sentral tubuh
terutama di punggung dan paha. Wanita dengan sindrom ini sangat mudah
bertambah berat tubuhnya. Obesitas tipe ini berkaitan dengan peningkatan
risiko menderita hipertensi dan diabetes.

6. Kanker Endometrium
Risiko lain yang dihadapi wanita dengan sindrom ini adalah
meningkatnya insiden kejadian kanker endometrium. Hal ini berhubungan
dengan kadar estrogen yang selalu tinggi sehingga endometrium selalu terpapar
oleh estrogen ditambah adanya defisiensi progesteron. Kanker ini biasanya
berdiferensiasi baik, angka kesembuhan lesi tingkat I mencapai angka >90%.
Kadar estrogen yang tinggi kemungkinan juga meningkatkan terjadinya kanker
payudara.

D. Penatalaksanaan

Untuk pasien yang tidak ingin hamil dapat menggunakan pil kontrasepsi
kombinasi untuk mengatur siklus menstruasi. Keuntungan dari terapi ini adalah adanya
komponen progesteron yang dapat menyebabkan supresi sekresi LH sehingga
berkurangnya produksi androgen dari ovarium dan komponen estrogen yang
meningkatkan produksi SHBG sehingga konsentrasi testosteron bebas dapat menurun
dan akhirnya dapat juga memperbaiki hirsutisme dan masalah kulit yang disebabkan
oleh hiperandrogenisme.
Selain itu dapat mengurangi keluhan dismenorea, perdarahan uterus
disfungsional dan angka kejadian penyakit radang panggul serta menurunkan
kemungkinan terkena kanker endometrium dan kanker ovarium. Meskipun demikian
pil kontrasepsi kombinasi dapat menyebabkan eksaserbasi resistensi insulin dan
meningkatkan kadar trigliserida sehingga dapat memperbesar risiko penyakit
kardiovaskuler dan diabetes.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Resistensi Insulin ini menjadi etiologi mendasar pada kasus Sindrom Ovarium Polikistik
(SOPK). Resistensi insulin ini mengakibatkan kadar insulin dalam darah meningkat atau yang
disebut dengan hyperinsulinemia. Kadar insulin yang tinggi ini bisa menekan hormone seks
sehingga kadar androgen meningkat. Androgen yang meningkat ini dapat menggangu pada
system aromatase di dalam sel granulosa yang memicu atresia folikel lebih dini, maka pada
penderita Sindrom Ovarium Polikistik siklus haid tidak teratur atau jarang.
DAFTAR PUSTAKA

K, P., Czyzyk, A., & Meczekalski, B. (2017). New markers of insulin resistance in polycystic
ovary syndrome.
Maharani, L., & Wratsangka, R. (2002). Sindrom ovarium polikistik: permasalahan dan
penatalaksanaannya. Kedokteran Trisakti.
Wahyuni, M., Decroli, E., & Lasmini, P. S. (2015). Hubungan Resistensi Insulin dengan
Gambaran Klinis Sindrom Ovarium Polikistik . fk unand.

Anda mungkin juga menyukai