Teori aksi yang juga dikenal sebagai teori bertindak ini (action theory) pada mulanya
dikembangkan oleh Max Weber seorang ahli sosiologi dan ekonomi yang ternama. Weber
berpendapat bahwa individu melakukan suatu tindakan berdasarkan atas pengalaman, persepsi,
pemahaman, dan penafsirannya atas suatu obyek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan
individu ini merupakan tindakan social yang rasional, yaitu mencapai tujuan atau sasaran dengan
sarana-sarana yang paling tepat (Ritzer, 1983).
Teori Weber dikembangkan lebih lanjut oleh Talcott Parsons, yang mulai dengan
mengkritik Weber, menyatakan bahwa aksi/action itu bukanlah perilaku/behaviour. Aksi
merupakan tanggapan/respons mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu
proses mental yang aktif dan kreatif. Menurut Parsons, yang utama bukanlah tindakan individual
melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntun dan mengatur perilaku (Poloma,
1987). Kondisi obyektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan
mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Parsons melihat bahwa tindakan individu
dan kelompok dipengaruhi oleh tiga sistem, yaitu sistem sosial, sistem budaya, dan sistem
kepribadian masing-masing individu. Kita dapat mengkaitkan individu dengan sistem sosialnya
melalui status dan perannya. Dalam setiap sistem sosial individu menduduki suatu tempat
(status) tertentu dan bertindak (berperan) sesuai dengan norma atau aturan yang dibuat oleh
sistem tersebut dan perilaku individu ditentukan pula oleh tipe kepribadiannya. Contohnya,
keputusan seseorang untuk ikut serta atau menolak program KB tidak hanya tergantung dari
kedudukannya dalam komunitas itu (seorang guru atau seorang petani), atau apakah metode
kontrasepsi (pencegah kehamilan) itu sesuai atau tidak dengan agama yang dianutnya, melainka
juga dari kepatuhannya atau keberaniannya untuk menolak KB sekalipun akan menimbulkan
rasa tidak enal terhadap tetangga dan tokoh masyarakat.
Teori Weber:
INDIVIDU
Pengalaman
persepsi
STIMULUS pemahaman TINDAKAN
penafsiran
Teori Parsons:
Sistem sosial
Sistem kepribadian
“Pattern variables” ini dapatlah kita gunakan untu menganalisa tindakan-tindakan dalam
sistem sosial. Misalnya hubungan antara dokter dan pasien biasanya bersifat netral. Khusus, dan
spesifik, sedangkan hubungan antara ibu dan anak merupakan hubungan yang afektif, khusus dan
membaur. Sebaliknya dokter menjaga agar hubungan dengan pasiennya tidak menjadi bersifat
afektif karena hal ini dapat mengganggu proses penyembuhan dan perawatan si pasien.
TEORI SISTEM
Dalam perkembangan berbagai disiplin ilmu, seorang ahli ilmu sosial, Bertalanffy,
mengamati bahwa komunikasi antara berbagai disiplin, bahkan juga didalam satu disiplin, makin
bertambah sulit dengan adanya spesialisasi dalam setiap disiplin. Meskipun demikian tampak ada
suatu Konsep yang dapat ditemukan didalam semua disiplin ilmu, yaitu Konsep sistem, yang
merupakan suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen/sub-sistem yang saling berinteraksi
dan berpengaruh. Konsep sistem ini, menurut Bertalanffy, dapat digunakan untuk menganalisa
perilaku dan gejala sosialm dimana teori-teori yang dianggap cocok bagi suatu sistem dibahas
kaitannya dengan berbagai sistem yang lebih luas maupun dengan sistem sub-sistem yang
tercakup didalamnya. Contohnya interaksi antara keluarga (sistem), anak (sub-sistem), dan
masyarakat (supra sistem). Selain kaitan secara vertical, juga dapat dilihat hubungan horizontal
suatu sistem dengan berbagai sistem yang sederajat (DeWalt & Pelto, 1985), seperti
digambarkan dalam skema berikut:
Teori Bertalanffy:
SUPRA SISTEM
Sub-sistem
Sub-sistem
Sub-sistem
Parsons memandang teori yang diprakasai oleh Bertalanffy ini sebagai teori yang dapat
dikembangkan lebih luas guna diterapkan dalam sosiologi. Parson melihat suatu analogi antara
masyarakat dan suatu organisme yang hidup, yaitu bahwa keduanya merupakan sistem yang
terbuka, yang berinteraksi dan saling memengaruhi dengan lingkungannya. Sistem kehidupan ini
dapat dianalisa melalui dua dimensi, yaitu melalui inter-relasi antara bagian-bagian/ elemen-
elemen yang membentuk sistem tersebut, dan inter-aksi/pertukaran antara sistem itu dengan
lingkungannya.
Dalam teorinya yang dinamakan teori sistem umum (grand theory), Parsons berpendapat
bahwa ada empat unsur utama yang tercakup dalam segala sistem kehidupan, yaitu latent
pattern-maintenance (L) atau cara mempertahankan kesinambungan tindakan didalam suatu
sistem yang mengikuti norma atau aturan tertentu: intergration (I), ialah mengkoordinasi dan
menyatukan bagian-bagian dari satu sistem menjadi suatu kesatuan fungsi: goal attainment (G)
yang merupakan Upaya menentukan prioritas dan beberapa tujuan sistem serta mencapai tujuan
tersebut: dan adaptation (A), yaitu Kemampuan sistem untuk menyerap apa-apa yang
dibutuhkannyya dari lingkungannya serta membagikannya kepada seluruh bagian sistem
(Poloma, 1987). Keempat fungsi atau unsure utama ini harus dipenuhi oleh setiap sistem demi
kelestarian kehidupannya dan membentuk inter-relasi seperti digambarkan dalam skema berikut
ini.
L I
Latent Integration
pattern-
maintenance
G
A
Adaptation Goal-
attainment
lingkungan fisik organik, dan berusaha berhubungan dengan manusia lain. Jelas bahwa teori
Parsons ini lebih luas dari teori sosiologi lainnya, karena sifatnya interdisiplin (menggunakan
Konsep-konsep biologi, Psikologi, ekonomi, dan politik dalam menjelaskan berfungsinya suatu
masyarakat) serta menggabungkan teori Psikologi sosial yang lebih sempit ke dalam skema teori
makro-sosiologi yang lebih kompleks dan mencakup berbagai sistem yang saling berkaitan.
Selanjutnya berdasarkan teori sistem ini Parsons menyusun teori yang menjelaskan tentang
perkembangan (evolusi) masyarakat primitif menjadi masyarakat modern yang melewati empat
tahap perubahan struktur sosial. Proses evolusi ini dimulai dengan tahap diferensiasi, dimana
suatu sistem atau sub-sistem memecah diri menjadi unit-unit yang lebih khusus yang baik
struktur maupun fungsinya berbeda-beda. Diferensiasi yang memberikan peluang bagi
berkembangnua elemen-elemen baru perlu disusul dengan proses penyesuaian dari elemen-
elemen baru ini agar dapat menjalankan fungsinya lebih baik daripada elemen-elemen lama yang
digantikannya, yang sifatnya lebih umur itu. Tahap ini disebut peningkatan
penyesuaian(addaptive upgrading). Baik diferensiasi maupun peningkatan adaptasi, keduanya
menimbulkan masalah dalam pengintegrasian elemen-elemen itu kedalam sistem yang berlaku.
Masalah integrasi ini dipecahkan dengan mengikutsertakan elemen-elemen baru itu kedalam
sistem yang ada (tahap pengikut-sertaan/inclusion) melalui generalisai nilai-nilai (value
generalization) yang mengesahkan perkembangan baru tersebut. sebagai contoh, melalui proses
evaluasi ini timbullah generalisasi nilai baru, yaitu filsafat individualitas yang mengutamakan
hak-hak pribadi/individu, menggantikan nilai kepentingan bersama (“collective rights”).
Kritik utama dari teori Parsons ini ialah bahwa teori ini tidak dapat menjelaskan terjadinya
revolusi dalam masyarakat karena lain dengan evolusi, revolusi itu terjadi secara Cepat dan
seringkali dengan kekerasan/paksaan, tidak perlu melalui tahap-tahap perubahan sosial seperti
yang diuaraikan oleh Parsons. Dalam teorinya Parsons menjelaskan perubahan kearah
masyarakat modern namun dia tidak menguraikan dengan rinci bagaimana suatu masyarakat
bergerak dari satu tahap ke tahap lainnya.
Dalam Upaya menjelaskan fenomena sosial, seorang ahli lain, George Homans
mengembangkan teori pertukaran berdasarkan prinsip-prinsip transaksi ekonomi, yaitu manusia
menawarkan jasa/barang lain. Interaksi sosial pun menggunakan prinsip resiprositas seperti
dalam transaksi ekonomi. Artinya, individu melakukan suatu tindakan demi mendapat imbalan
atu justru untuk menghindari hukuman. Perilaku individu diarahkan oleh norma sosial dan
konfromitas terhadap norma kelompok akan diberi imbalan/hadiah, sedangkan penyelewengan
apalagi pemberontakan terhadap norma kelompok akan dihukum. Teori Homans ini dinamakan
teori perilaku pertukaran (Poloma, 1987). Bagi Homans tujuan perilaku manusia adalah tujuan
ekonomis, yaitu untuk memperbesar keuntungan atau imbalan dan seluruh fenomena sosial dapat
dianalisa sebagai bentuk-bentuk pertukaran.
Homans menggunakan teori behaviourism dari ahli Psikologi Skinner dalam usahanya
menjelaskan proses pertukaran dalam perilaku individu dan kelompok. Dia meminjam istilah-
istilah yang digunakan oleh Skinner sehubungan dengan perubahan perilaku, yaitu sukses,
stimulus, nilai, kekurangan versus kejenuhan, dan persetujuan/approval versus agresi, dan
dibuatnya proposisi sebagai berikut:
Hubungan dan kedudukan manusia dalam masyarakat harus terjalin secara adil, kata
Homans. Dalam proses interaksi sosial orang mengharapkan untuk memperoleh imbalan yang
sesuai dengan pengorbanan atau biaya yang telah dikeluarkannya. Pada umumnya orang
cenderung untuk membandingkan dirinya dengan orang lain yang dirasakan mirip dengannya,
dan bukan membandingkan diri dengan orang yang sangat berbeda dengannya. Juga dia
membandingkan dirinya dengan orang yang terlibat dalam proses pertukaran dengannya.
Perbandingan inilah yang dijadikan landasan Untuk menilai keadilan suatu transaksi. Meskipun
kepuasan individu dalam transaksi itu bersifat relative, namun jika dirasakan bahwa imbalan
yang diterima tidak sesuai dengan pengorbanan/biayanya, maka akan timbul masalah
ketidakadilan dalam distribusi imbalan. Misalnya kader kesehatan yang sama sekali tidak
menerima imbalan uang atas kegiatannya menyelenggarakan posyandu, akan merasa
diperlakukan tidak adil jika melihat petugas KB yang dibayar Rp.200.000 setiap kali pergi
mengunjungi rumah akseptor.
Didalam setiap masyarakat selalu terdapat perbedaan status antar golongan. Mereka
yang memiliki sumber-sumber yang dibutuhkan oleh masyarakat
(keuangan,ketrampilan,kepemimpinan,pengalama,dsb) biasanya diberi status lebih tinggi dari
anggota masyarakat umum. Yang berstatus lebih tinggi itu akan lebih banyak menyediakan
barang-barang yang langka, namun mereka juga akan menerima lebih banyak barang yang
ada/tersedia. Mereka inipun memperoleh kekuasaan dan otoritas yang lebih besar untuk
mengatur jalannya interaksi social dan proses pertukaran dalam interaksi tersebut.
Menurut Homans asal mula kekuasaan/otoritas dalam masyarakat sebenarnya mengikuti
principle of the least interest. Artinya orang yang paling tidak berminat untuk meneruskan suatu
hubungan atau situasi tertentu justru mendapat wewenang paling besar untuk menentukan
syarat-syarat bagi kelangsungan hubungan/situasi tersebut. Dialah yang justru dibutuhkan
karena tanpa keikutsertaanya,hubungan tersebut tidak dapat dilanjutkan. Oleh karenanya
orang itu memiliki kekuasaan untuk menentukan berbagai persyaratan yang akan diikuti oleh
orang lain sehingga menimbulkan hubungan yang bersifat asimetris. Sering kali hubungan
asimetris ini dipaksakan melalui kekerasan sehingga terjadi pertukaran yang tidak seimbang
antara anggota kelompok/masyarakat.
Teori Homans ini mendapat kritik dari ahli-ahli lain. Pertama,berbeda dengan
binatang,manusia itu tidak hanya tergantung dari masa lalunya, tetapi dapat meramalkan dan
menciptakan masa depannya sesuai dengan keinginannya. Oleh karenanya perilaku manusia
tidaklah semata-mata tergantung dari pengalamannya dimasa lalu.