http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan-dan-teori-sistem-talcott.html
21 Desember 2010
Teori : yaitu dalil (ilmu pasti); ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan
kekuatan akal (ratio); patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan;
pedoman praktek.
Teori Tindakan, yaitu individu melakukan suatu tindakan berdasarkan berdasarkan
pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu objek stimulus atau situasi
tertentu. Tindakan individu itu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan
atas sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat. Teori Max Weber ini dikembangkan oleh
Talcott Parsons yang menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behavour. Aksi
merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses
mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama bukanlah
tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntut dan mengatur
perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan
mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Talcott Parsons juga beranggapan
bahwa tindakan individu dan kelompok itu dipengaruhi oleh system sosial, system budaya dan
system kepribadian dari masing-masing individu tersebut. Talcott Parsons juga melakukan
klasifikasi tentang tipe peranan dalam suatu system sosial yang disebutnya Pattern Variables,
yang didalamnya berisi tentang interaksi yang avektif, berorientasi pada diri sendiri dan
orientasi kelompok.
Teori Sistem: yaitu, suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen / sub elemen / sub
system yang saling berinteraksi dan berpengaruh. Konsep system digunakan untuk
menganalisis perilaku dan gejala sosial dengan berbagai system yang lebih luas maupun
dengan sub system yang tercakup di dalamnya. Contohnya adalah interaksi antar keluarga
disebut sebagai system, anak merupakan sus system dan masyarakat merupakan supra
system, selain kaitannya secara vertikal juga dapat dilihat hubungannya secara horizontal suatu
system dengan berbagai system yang sederajat. Dalam pandangan Talcott Parsons,
masyarakat dan suatu organisme hidup merupakan system yang terbuka yang berinteraksi dan
saling mempengaruhi dengan lingkungannya. System kehidupan ini dapat dianalisis melaui dua
dimensi yaitu : interaksi antar bagian-bagian / elemen-elemen yang membentuk system dan
interaksi / pertukaran antar system itu dengan lingkungannya. Talcott Parsons membangun
suatu teori system umum / Grand Theory yang berisi empat unsure utama yang tercakup dalam
segala system kehidupan, yaitu : Adaptation, Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern
Maintenance. Talcott Parsons mengemukakan teori sebagai berikut :
Sitem Sosial
Sistem Budaya ==> Individu ==> Perilaku
Sistem Kepribadian
Kerangka Teori Talcott Parson Untuk Memahami Integrasi Sosial
Zuryawan Isvandiar Zoebir, Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial Universitas Indonesia, Angkatan III,
NPM. 8399040304
Tulisan ini merupakan paper dan merupakan tugas mata kuliah Teori Sosial Klasik yang
diberikan oleh Dr. Robert M.Z. Lawang
I. Latar Belakang
Pada Tahun 1971 di Lhok Seumawe, Aceh, mulai di rintis pembangunan proyek gas alam cair (LNG),
didahului dengan kegiatan pembebasan tanah-tanah milik penduduk. Kegiatan pembebasan tanah
berlangsung hingga tahun 1975 yang diwarnai adanya ketegangan-ketegangan. Ketegangan itu misalnya,
dalam bentuk penduduk tidak bersedia menyerahkan tanah miliknya walaupun telah disediakan uang
pengganti kerugian, karena beranggapan bahwa tanah pusaka peninggalan orang tua tidak boleh dijual
atau diserahkan kepada orang lain.
Pengukuran tanah berikut pembayarannya berlangsung selama tahun 1974, dan tahun 1975 telah
dimulai pembangunan komplek perumahan, sampai akhirnya pada tahun 1977 telah siap untuk ditempati.
Komplek perumahan tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga membuat kesan terjadinya isolasi yang
kian memperlebar jarak sosial. Hingga terjadi ketegangan yang kedua, dalam wujud terjadinya
perbedaan yang mencolok antara pola kehidupan kedua kelompok masyarakat tersebut, terutama dalam
status sosial ekonominya.
Melalui makalah ini, saya berusaha memahami peristiwa kesenjangan sosial dan ekonomi antara
penduduk sekitar pabrik dengan karyawan pabrik yang bertempat tinggal disekitar pabrik, yang terjadi
saat dibangunnya proyek raksasa gas alam cair pertama di awal masa orde baru, yaitu PT. Arun, Lhok
Seumawe, Aceh.
Peristiwa ini saya anggap menarik oleh karena terjadi di saat-saat awal rezim orde baru mulai
menancapkan kuku-kuku kekuasaannya diseluruh bumi pertiwi, dan menariknya lagi bahwa peristiwa ini
terjadi di Aceh, suatu daerah yang begitu rentan untuk bergolak hingga pada titik tertentu pemerintah
dianggap telah melalaikan kewajibannya atas Aceh, mereka menuntut kemerdekaan. Boleh dikatakan
disini bahwa peristiwa ini adalah babak pertama dari salah urusnya pemerintah dalam melakukan
pembinaan terhadap pemerintah-pemerintah daerah, sehingga boleh dikatakan bahwa pembangunan
pabrik gas arun merupakan test case bagi rezim orde baru dalam rangkaian melakukan perkeliruan-
perkeliruan ditempat dan pada saat lain.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka akan dipergunakan kerangka Talcott Parsons untuk
memahami integrasi sosial di antara masyarakat desa sekitar pabrik LNG dengan karyawan PT. Arun,
penggunaan hubungan sistem-sistem level, kejelasan hubungan antara energy dan informational system
dalam AGIL dan pada akhirnya akan terjawab pertanyaan adakah sistem sosial yang berlaku umum di
Indonesia?
Empat persyaratan fungsional fundamantal yang digambarkan dalam skema AGIL menurut Parson
merupakan kerangka untuk menganalisis gerakan-gerakan tahap (phase movements) yang dapat
diramalkan. Keempat persyararatan ini berlaku untuk setiap sistem tindakan apa saja.
Urutannya dimulai dengan munculnya suatu tipe ketegangan, yang merupakan kondisi ketidaksesuaian
antara keadaan suatu sistem sekarang ini dan suatu keadaan yang diinginkan. Ketegangan ini
merangsang penyesuaian (adaptation) dari suatu tujuan tertentu (goal maintenance) serta menggiatkan
semangat dorong yang diarahkan kepada pencapaian tujuan itu. Pencapaian tujuan itu memberikan
kepuasan yang dengan demikian mengatasi ketegangan atau menguranginya.
Tetapi, sebelum suatu tujuan dapat tercapai, maka harus ada suatu tahap penyesuaian terhadap
keadaan genting dari situasi dimana tenaga harus dikerahkan dan alat yang perlu untuk mencapai tujuan
itu harus disiapkan. Selama tahap ini, pemuasan harus ditunda.
Dalam kasus suatu sistem sosial harus paling kurang ada suatu tingkat solidaritas minimal diantara para
anggota sehingga sistem itu dapat bergerak sebagai satu satuan menuju tercapainya tujuan itu.
Jadi tahap pencapaian tujuan secara khas diikuti oleh suatu tekanan pada integrasi (integration)dimana
solidaritas keseluruhan diperkuat, terlepas dari usaha apa saja untuk tercapainya tugas instrumental.
Akhirnya, tahap ini akan diikuti oleh tahap mempertahankan pola tanpa interaksi atau bersifat
laten (laten pattern maintenance).
Sistem sosial sebagai suatu keseluruhan juga terlibat dalam saling tukar dengan lingkungannya.
Lingkungan sistem sosial itu terdiri dari lingkungan fisik, sistem kepribadian, sistem budaya dan
organisme perilaku.
Sistem tindakan ini dilihat sebagai berada dalam suatu hubungan hirarki dan bersifat tumpang tindih.
Sistem budaya merupakan orientasi nilai dasar dan pola normatif yang dilembagakan dalam sistem sosial
dan diinternalisasikan dalam struktur kepribadian para anggotanya. Norma diwujudkan melalui peran-
peran tertentu dalam sistem sosial yang juga disatukan dalam struktur kepribadian anggota sistem
tersebut. Organisasi perilaku merupakan energi dasar yang dinyatakan dalam pelaksanaan peran dalam
sistem sosial.
Parsons melihat hubungan antara pelbagai sistem tindakan ini berdasarkan kontrol sibernatik (cybernetic
control) yang didasarkan pada arus informasi dari sistem budaya ke sistem sosial, ke sistem kepribadian
dan ke organisasi perilaku.
Energi yang muncul dalam arus tindakan adalah dari arah yang sebaliknya, yang bermula dari organisme
perilaku.
Masalah integrasi berhubungan dengan interelasi antara pelbagai satuan dalam sistem sosial.
Pencapaian tujuan dihubungkan dengan sistem kepribadian dalam arti bahwa tujuan sistem-sistem sosial
mencerminkan titik temu dari tujuan-tujuan individu dan memberikan mereka arah sesuai dengan
orientasi nilai bersama. Hubungan antara pencapaian tujuan dengan sistem kepribadian ini
mencerminkan perspektif Parsons bahwa tindakan selalu diarahkan pada tujuannya.
Kemudian, sifat dari masalah penyesuaian ditentukan sebagian besar oleh sifat-sifat biologis individu
sebagai organisme yang berperilaku dengan persyaratan biologis dasar tertentu yang harus dipenuhi oleh
mereka agar tetap hidup.
IV. Analisis Masalah
Parsons dan teman-temannya pada tahun 1950-an secara bertahap menyusun strategi untuk analisis
fungsional hubungan duaan, kelompok kecil, keluarga, organisasi kompleks dan juga masyarakat
keseluruhan.
Dari hasil analisis proses-proses kelompok kecil diketahui bahwa kelompok yang
diamatinya tersebut selalu melewati serangkaian tahap yang dapat diramalkan.
Pelbagai tahap yang dilalui kelompok-kelompok itu selama suatu pertemuan nampaknya
menghasilkan semacam keseimbangan begitu kelompok itu secara berturut-turut
membahas setiap masalah yang dihadapi itu. Jadi, misalnya, pada permulaan suatu
pertemuan para anggota perlu mengembangkan suatu orientasi bersama terhadap satu
sama lain.
Didalam negara yang masyarakatnya bercorak plural society, seperti Indonesia, pengetahuan tentang
interaksi sosial yang terjadi antara satu kelompok masyarakat dengan kelompok masyarakat lainnya
sangatlah penting. Dengan mengetahui dan memahami perihal kondisi yang dapat menimbulkan serta
mempengaruhi bentuk interaksi sosial tertentu, maka pengetahuan tersebut dapat disumbangkan bagi
usaha pembinaan bangsa dan masyarakat[1].
Menurut Young, interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial, karena tanpa
itu tak ada kehidupan sosial[2] .
Dalam kedudukannya sebagai mahluk sosial, manusia cenderung untuk selalu
berhubungan dengan lingkungannya. Terjadinya interaksi sosial selalu didahului oleh
suatu kontrak sosial dan komunikasi[3]
Pada tahun 1973. Di Lhok Seumawe, Aceh Utara, mulai dibangun proyek pencairan gas alam LNG
(Liquid Natural Gas), yang dimulai dioperasikan pada tahun 1978 oleh PT. Arun LNG & Co.
Sebagai bagian dari proyek ini, dibangun pula sebuah komplek perumahan karyawan di atas tanah
kurang lebih seluas 400 Ha, dalam kondisi yang kontras dengan lingkungan masyarakat sekitarnya
dengan struktur dan kebudayaannya yang masih relatif sederhana. Komplek perumahan ini berbentuk
kampus (housing colony). Mereka yang tinggal di komplek perumahan tersebut, berasal dari berbagai
golongan agama, suku bangsa dan daerah dengan tingkat pengetahuan dan kehidupan yang relatif lebih
maju, dibandingkan dengan penduduk setempat.
Beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan berkesimpulan bahwa kehidupan dan sistem budaya
orang desa disekitar komplek perumahan tersebut tidak sejalan dengan kondisi kehidupan baru dari
pendatang, mereka terpaksa harus menyesuaikan diri dengan situasi baru terutama dalam hal lapangan
pekerjaan, karena untuk meneruskan pekerjaan lama (bertani, tambak ikan atau nelayan), dirasakan
sudah tidak memungkinkan lagi[4]
Perumahan yang berbentuk colony, selain membuat kesan adanya isolasi, juga menyebabkan terjadinya
jarak sosial. Jadi jelasnya, terdapat perbedaan yang mencolok antara pola kehidupan kedua kelompok
masyarakat tersebut, terutama dalam status sosial ekonominya. Dalam hubungan dengan perbedaan
tersebut, timbul pertanyaan apakah ada, dalam bentuk apa dan faktor apa saja yang mempengaruhi
interaksi sosial antara penduduk komplek perumahan PT. Arun dan penduduk asli di desa sekitarnya.
Pembahasan makalah ini dibatasi dalam mempelajari bentuk interaksi sosial yang terjalin antara
masyarakat komplek perumahan karyawan PT. Arun dan penduduk asli di desa sekitarnya, serta faktor
yang mempengaruhinya.
Interaksi sosial dalam artian umum dimaksudkan sebagai hubungan sosial yang dinamis yang
menyangkut hubungan antar perorangan, antar kelompok, dan antara perorangan dengan kelompok
manusia[5].
Tokoh teori fungsionalisme yang dibahas dalam buku materi pokok ini adalah Talcott Parsons dan Robert K.
Merton. Kedua tokoh ini dibahas masing-masing dalam Modul 2 dan 3. Teori fungsionalisme menekankan
pemikirannya pada analogi antara struktur masyarakat dengan organisme biologis, sedangkan tokoh dari teori
konflik dibahas dalam Modul 4 dan 5, pemikiran yang dibahas adalah pemikiran teori konflik dari Ralf
Dahrendorf dan Lewis Coser. Teori konflik lebih menekankan pada pertentangan antarkelas untuk
memperebutkan sumber daya yang langka. Pada Modul 6 dibahas mengenai teori pertukaran sosial dari
George C. Homans dan Peter M. Blau. Teori pertukaran menekankan pada prinsip pertukaran yang terjadi
dalam proses interaksi sosial di masyarakat.
Buku materi pokok mata kuliah teori sosiologi modern ini lebih banyak memfokuskan pembahasan mengenai
teori interaksionisme simbolik. Teori interaksionisme simbolik menekankan pada penggunaan simbol-simbol
dalam interaksi sosial. Teori interaksionisme ini mulai dibahas dalam Modul 7, yang membahas teori dari
William James, Charles Horton Cooley, dan John Dewey. Pada Modul 8 dibahas teori interaksionisme menurut
George Herbet Mead, dan pada Modul 9 dibahas teori interaksionisme simbolik menurut William Issac Thomas
dan Herbert Blumer. Pembahasan teori interaksionisme simbolik diakhiri dengan teori interaksionisme dari
Erving Goffman dan Peter L. Berger.
Pembahasan buku materi pokok ini diakhiri dengan pemikiran postmodernisme dan teori feminisme
kontemporer. Pembahasan postmodernisme terdapat dalam Modul 11, yang membahas mengenai batasan
pemikiran postmodernisme, aspek budaya masyarakat postmodern, dan tokoh-tokoh pemikiran
postmodernisme, sedangkan teori feminisme kontemporer sebagai modul terakhir membahas mengenai teori-
teori sosiologi yang berkaitan dengan masalah gender dan teori-teori feminisme yang berkembang dalam
masyarakat.
Menurut George Ritzer paradigma dalam sosiologi, yaitu (1) paradigma fakta sosial yang menyatakan bahwa
struktur yang terdalam masyarakat mempengaruhi individu; (2) paradigma definisi sosial yang menyatakan
bahwa pemikiran individu dalam masyarakat mempengaruhi struktur yang ada dalam masyarakat. Dalam hal
ini sekalipun struktur juga berpengaruh terhadap pemikiran individu, akan tetapi yang berperanan tetap
individu dan pemikirannya; (3) paradigma perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku keajegan dari
individu yang terjadi di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan. Dalam hal ini interaksi
antarindividu dengan lingkungannya akan membawa akibat perubahan perilaku individu yang bersangkutan.
Paradigma dalam sosiologi sebagaimana dikemukakan tersebut akan menyebabkan adanya berbagai macam
teori dan metode dalam pendekatannya.
Lahirnya sosiologi dihubungkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di Eropa Barat, baik yang
menyangkut tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad XV, perubahan sosial politik, reformasi Martin Luther,
meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern, berkembangnya kepercayaan pada diri
sendiri, adanya Revolusi Industri maupun Revolusi Perancis.
Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan bersama dalam masyarakat akan senantiasa berkembang
terus, terutama apabila masyarakat menghadapi ancaman terhadap pedoman yang pada masanya telah
mereka gunakan. Krisis yang demikian cepat atau lambat akan melahirkan pemikiran sosiologis.
Bertolak dari kenyataan yang demikian dapatlah dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran sosiologis terjadi sejak
awal XVIII berkenaan dengan adanya industrialisasi, urbanisasi, kapitalisme dan sosialisme yang menyebabkan
adanya perubahan-perubahan sosial.
Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang menyatakan bahwa suatu
teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis yang menyatakan bahwa
ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila mempunyai paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep,
variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan proposisi.
Daftar Pustaka
Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.
Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. Oxford, New York: University Press.
Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul
asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas, penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376
377. Jakarta: Gramedia.
Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:
Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika
Universitas Terbuka.
Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
_______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, A Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics,
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas dasar
kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang mempunyai kemampuan
mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut dipandang sebagai suatu sistem yang secara
fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan. Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan
sistem-sistem sosial yang satu sama lain berhubungan dan saling ketergantungan.
Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan mengasumsikan adanya
kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial dan berpandangan tentang adanya
keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott
Parsons.
Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan pada tujuan. Di
samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti, sedang unsur-unsur lainnya
digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara normatif tindakan tersebut diatur berkenaan
dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang
sebagai kenyataan sosial yang terkecil dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan
norma. Dengan demikian, dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan
alat yang ada akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh
kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai dan ide serta
norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu manusia itu juga ditentukan
oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa
tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana
dikemukakan di atas.
Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu adaptasi,
pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional yang mendasar tersebut
berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal tersebut di atas, empat fungsi tersebut terpatri secara
kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat organisme tingkat perkembangan evolusioner.
Perlu diketahui bahwa sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang besar, akan
tetapi akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan niatnya. Hal tersebut karena
adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan
perilaku pergeseran prinsip keseimbangan yang bersifat dinamis yang menunjuk pada sibernetika teori sistem
yang umum. Dalam hal ini, dinyatakan bahwa perkembangan masyarakat itu melewati empat proses
perubahan struktural, yaitu pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons
menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses perubahan.
Perlu diketahui bahwa sekalipun Talcott Parsons telah berhasil membangun suatu teori yang besar untuk
mengadakan pendekatan dalam masyarakat, akan tetapi ia tidak luput dari serangkaian kritikan, baik dari
mantan muridnya Robert K. Merton, ataupun sosiolog lain, yaitu George Homans, Williams Jr., dan Alvin
Gouldner, sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian di muka.
Daftar Pustaka
Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.
Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul
asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376
377. Jakarta: Gramedia.
Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:
Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika
Universitas Terbuka.
Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics,
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Menurut Robert K. Merton konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu ada yang
mengarah pada integrasi dan keseimbangan (fungsi manifest), akan tetapi ada pula konsekuensi-konsekuensi
objektif dari individu dalam perilaku itu yang tidak dimaksudkan dan tidak diketahui. Oleh karena itu, menurut
pendapatnya konsekuensi-konsekuensi objek dari individu dalam perilaku tersebut ada yang bersifat fungsional
dan ada pula yang bersifat disfungsional.
Anggapan yang demikian itu merupakan ciri khas yang membedakan antara pendekatan Robert K. Merton
dengan pendekatan fungsionalisme struktural yang lainnya. perlu diketahui bahwa Teori Fungsional Taraf
Menengah yang ia cetuskan tersebut, merupakan pendekatan yang sesuai untuk meneliti hal-hal yang bersifat
kecil atau khusus dan bersifat empiris dalam sosiologi.
Konsekuensi-konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional akan menyebabkan timbulnya ketegangan atau
pertentangan dalam sistem sosial. Ketegangan tersebut muncul akibat adanya saling berhadapan antara
konsekuensi yang bersifat disfungsional. Dengan adanya ketegangan tersebut maka akan mengundang
munculnya struktur dari yang bersifat alternatif sebagai substitusi untuk menetralisasi ketegangan.
Perlu diketahui bahwa adanya ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan adanya struktur-struktur baru
tersebut akan berarti bahwa konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional itu akan mengakibatkan adanya
perubahan-perubahan sosial. Di samping itu disfungsi juga akan menyebabkan timbulnya anomie dan masalah
sosial. Kenyataan tersebut juga mengandung arti timbulnya struktur-struktur baru, yang pada hakikatnya
menunjukkan adanya perubahan sosial yang mengarah pada perbaikan tatanan dalam masyarakat.
Daftar Pustaka
Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.
Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul
asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376
377. Jakarta: Gramedia.
Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:
Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika
Universitas Terbuka.
Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
_____. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics,
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Selain itu, Karl Marx sama sekali tidak membayangkan bahwa dalam perkembangan selanjutnya akan lahir
serikat buruh dengan segenap mobilitas sosialnya, yang mampu meniadakan revolusi buruh. Perlu diketahui
bahwa dalam suatu perusahaan ada pimpinan dan ada para pekerja yang pada suatu saat dapat saja terjadi
konflik. Akan tetapi dengan adanya pengurus dari organisasi tenaga kerja tersebut untuk mengadakan
perundingan dengan pimpinan perusahaan maka konflik dapat dihindari.
Pendekatan Ralf Dahrendorf berlandaskan pada anggapan yang menyatakan bahwa semua sistem sosial itu
dikoordinasi secara imperatif. Dalam hal ini, koordinasi yang mengharuskan adanya otoritas merupakan
sesuatu yang sangat esensial sebagai suatu yang mendasari semua organisasi sosial. Berkenaan dengan hal
tersebut maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan adanya otoritas, dan relasi-relasi kekuasaan yang
menyangkut pihak atasan dan bawahan akan menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka
tampaklah bahwa ada pembagian yang jelas antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai.
Keduanya itu mempunyai kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan. Selanjutnya, perlu
diketahui bahwa bertolak dari pengertian bahwa menurut Ralf Dahrendorf kepentingan kelas objektif dibagi
atas adanya kepentingan manifest dan kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang harus
dikoordinasi itu terkandung kepentingan latent yang sama, yang disebut kelompok semu yaitu mencakup
kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.
Perlu diketahui bahwa menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa salah satu faktor yang sangat
penting yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu tingkat yang menyatakan
bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur. Pada hakikatnya konflik tidak dapat dilenyapkan karena
perbedaan di antara mereka merupakan sesuatu yang harus ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik
yang ditutup-tutupi, cepat atau lambat pasti akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu secara terus-
menerus maka dapat menyebabkan ledakan konflik yang hebat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu
dibentuk saluran-saluran yang berfungsi membicarakan penyelesaian konflik.
Selain itu menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa perubahan struktural itu dapat digolongkan
berdasarkan tingkat ekstremitasnya dan berdasarkan tingkat mendadak atau tidaknya. Dalam hal ini Ralf
Dahrendorf mengakui bahwa teorinya yang menekankan pada konflik dan perubahan sosial merupakan
perspektif kenyataan sosial yang berat sebelah. Hal tersebut karena meskipun Teori Fungsionalisme Struktural
dan Teori Konflik dianggap oleh Ralf Dahrendorf sebagai perspektif valid dalam menghampiri kenyataan sosial,
akan tetapi hanya mencakup sebagian saja dari kenyataan sosial yang seharusnya. Kedua teori tersebut tidak
lengkap apabila digunakan secara terpisah, dan oleh karena itu harus digunakan secara bersama-sama, agar
dapat memperoleh gambaran kenyataan sosial yang lengkap.
Daftar Pustaka
Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.
Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and Bacon.
Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.
Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali. Judul
asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T. Effendi.
Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and Winston.
Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi: 376
377. Jakarta: Gramedia.
Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.
Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.
Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142. Boston:
Allyn and Bacon Inc.
Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:
Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul Johnson.
Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika
Universitas Terbuka.
Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.
______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama.
Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.
Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood Clifics,
New Jersey: Prentice Hall, Inc.
Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan solidaritas anggota kelompok dan
integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota jangan sampai pecah. Akan tetapi, tidaklah demikian
halnya apabila suatu kelompok tidak lagi merasa terancam oleh kelompok lain maka solidaritas kelompok akan
mengendor, dan gejala kemungkinan adanya perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila
suatu kelompok selalu mendapat ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh dan
meningkatnya solidaritas anggota-anggota kelompok.
Paradigma konflik radikal, lebih memandang konflik (bukan integrasi) sebagai poros sistem sosial.
Mengapa demikian? Argumentasinya adalah, bahwa masyarakat terdiri atas individu-
individu (ingat?) yang secara alamiah berjuang untuk mendapatkan kebutuhan mereka. Artinya,
terdapat gerak dinamis dari sistem masyarakat ini seperti gerak/ proses evolusi dan pertentangan
secara terus-menerus. Proses pertentangan secara terus-menerus (bergerak, dinamis) inilah yang
“membesarkan” suatu masyarakat, mengikuti hukum dialektika materialismesebagaimana
diperkenalkan oleh Karl Marx. Kemudian, untuk menjelaskan masyarakat industry modern,
pendekatan Marxisme ini melahirkan Teori Konflik Modern. Di sini kita mengenal teori pertentangan
kelompok dan teori konflik elit milikRalph Dahrendorf.
Teori konflik Karl Marx tersebut, setidaknya memiliki peluang untuk merevisi apa yang
dikemukakan Emile Durkheim dalam Teori Struktural Fungsional-nya (tengok Durkheim di atas
ya…). Marx, untuk telaah makroskopik[1] memandang bahwamasyarakat cenderung membutuhkan
pertentangan agar tercipta harmoni baru. Berbeda dengan Durkheim yang lebih melihat masyarakat
sebagai media terciptanya keseimbangan, pendekatan konflik dapat dibagi dua, pertama,
sebagaimana dikemukakan Karl Marx, bahwa masyarakat terbelah menjadi dua kelas dilihat
dari kepemilikan alat produksi (property), yakni kelas kapitalis/ pemilik modal dan kelas buruh/
pekerja. Menurut Marx, masyarakat kemudian terintegrasi lantaran adanya struktur kelas yang
dominan yang menggunakan Negara dan hukum sebagai alatnya. Sementara itu, yang kedua,
sebagaimana yang dikemukakan Ralf Dahrendorf, yang melihat masyarakat terdiri atas dua kelas
berdasarkankepemilikan wewenang (authority) ialah kelas penguasa (dominasi) dan kelas yang
dikuasai (subjeksi). Bagi Dahrendorf, masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan
dominan yang menguasai masyarakat[2]. Menyusul atas apa yang telah dipahami sepeninggal
Marx, banyak teori turunan konflik yang berupaya untuk mengembangkannya dalam arti
memberikan tambahan penjelasan atas fenomena konflik. Salah satu tokohnya adalah Randall
Collins[3], yang mencoba lebih integratif di antara pendekatan makro dan mikro. Lebih detail,
Collins menegaskan bahwa teori konflik mengindikasikan adanya pengorganisasian kelompok
masyarakat (society), perilaku orang-orang dan kelompoknya[4]. Collins menawarkan pemahaman
betapa konflik sangat mungkin didekati pada levelinteraksionisme simbolik
mikro dan etnometodologi. Tidaklah mengherankan kemudian muncul tokoh lain seperti Goffman,
Garfinkel, Sacks dan Scelgloff. Bagi mereka, atas sumbangan Collins, konflik tidak harus menjadi
ideologis, bukan masalah baik buruk, tetapi konflik dipandang sebagai pusat dari kehidupan sosial.
Pendekatan Collins terkait konflik lebih difokuskan pada individu, salah satunya karena akar kajian
Collins adalah fenomenologi dan etnometodologi. Teori konflik, lebih jauh menurutnya, tidak akan
bekerja tanpa analisis sosial. Dalam term ini, teori konflik harus menerima penemuan riset empiris.
Intinya, teori konflik Collins dekat pada stratifikasi sosial, yang dalam telaahnya hendak memadukan
gagasan Marxian dengan teori struktural fungsional.
Ringkasnya, paradigma konflik radikal ini melihat bahwa masyarakat merupakan sistem kompetisi
kekuatan yang menyusun perjuangan individu-individu dalam memenuhi kebutuhan fisiknya, yaitu
dengan menggunakan pandangan alamiah sebagai penjelasan sistemnya. Pendekatan ini sama
dengan structural-fungsional dalam hal konsep kemasyarakatannya sebagai sistem makro, namun
menekankan pada konflik sebagai titik tekan proses sosial.