Anda di halaman 1dari 22

i

Model Desain Pembelajaran


Dick and Carey
Desain Pembelajaran Matematika
Dosen Pengampuh: Dr. Ma’rufi, M.Pd.

Abi Talib (1801402009)


Tri Bondan Kriswinarso (1801513012)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS COKROAMINOTO PALOPO
2019

i
ii

DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .............................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................ 5
1.3 Tujuan .......................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Desain Pembelajaran ................................................................... 6
2.2 Fungsi Desain Pembelajaran ......................................................................... 8
2.3 Komponen-komponen Desain Pembelajaran ................................................ 9
2.4 Model Desain Pembelajaran Dick and Carey ............................................... 11
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 17
3.2 Saran ............................................................................................................. 17
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 18

ii
iii

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1: Desain Pembelajaran Sebagai Proses Sistematis yang bersifat Linear .... 7
Gambar 2: Langkah-langkah Model Penelitian Pengembangan Dick & Carey ...... 12

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan zaman yang semakin modern pada arus globalisasi saat ini
menuntut adanya sumber daya manusia yang berkualitas tinggi. Peningkatan
sumber daya manusia merupakan syarat mutlak untuk mencapai tujuan
pembangunan. Seperti yang dikemukakan oleh Sinamo (2010) “Pendidikan
dipandang sebagai jalan menuju manusia yang cerdas lagi cendekia, beretos kerja
dan beretika mulia, bahkan sebagai marga utama menuju kesempurnaan hidup”.
Hasil dari pendidikan nantinya sangat diperlukan dalam pembangunan suatu
bangsa.
Mata pelajaran Matematika perlu diberikan kepada semua siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali siswa dengan kemampuan berpikir logis, analitis,
sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerjasama. Kompetensi tersebut
diperlukan agar siswa dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan
memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah,
tidak pasti, dan kompetitif (Depdiknas, 2006). Kualitas pembelajaran dalam hal ini
proses belajar mengajar di dalam kelas diarahkan pada kemampuan anak untuk
menghafal informasi, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun berbagai
informasi tanpa dituntut memahami informasi yang diingatnya itu untuk
menghubungkan dengan kehidupan sehari-hari. Ketika anak didik kita lulus dari
sekolah, mereka pintar secara teoritis, tetapi miskin aplikasi. Berbagai upaya untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika telah banyak dilakukan, baik oleh
pemerintah maupun oleh berbagai pihak yang peduli terhadap pembelajaran
matematika sekolah. Yusri dan Arifin (2018), mengemukakan berbagai upaya
tersebut antara lain dalam bentuk: (1) penataran guru, (2) kualifikasi pendidikan
guru, (3) pembaharuan kurikulum, (4) implementasi model atau metode
pembelajaran baru, (5) penelitian tentang kesulitan dan kesalahan siswa dalam
belajar matematika. Namun berbagai upaya tersebut belum mencapai hasil yang
optimal, karena berbagai kendala dilapangan. Oleh karena itu, diperlukan suatu
tindakan untuk memperbaiki kualitas pembelajaran matematika.

1
2

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan


teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu dan
memajukan daya pikir manusia. Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi
dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang
teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskret. Karena itu,
untuk menguasai dan memanfaatkan teknologi di masa depan diperlukan
penguasaan matematika yang kuat sejak dini. Berkaitan dengan penguasaan
matematika sejak dini oleh siswa, dalam praktiknya pembelajaran matematika harus
dikaitkan dengan pengalaman kehidupan nyata siswa, sehingga apa yang
dipelajarinya menjadi bermakna dan dirasakan sangat bermanfaat dalam kehidupan
sehari-hari. Heuvel-Panhuizen (Mulbar, 2015) mengemukakan bahwa bila belajar
matematika terpisah dari pengalaman mereka sehari-hari, siswa akan cepat lupa dan
tidak dapat mengaplikasikan matematika. Dengan demikian, pembelajaran
matematika di kelas sebaiknya ditekankan pada keterkaitan antara konsep-konsep
matematika dengan pengalaman siswa sehari-hari. Selain itu siswa perlu dilatih
menerapkan kembali konsep matematika yang telah dimilikinya pada kehidupan
sehari-hari atau pada bidang lainnya.
Kustandi (Abdullah dan Yunianta, 2018) Media pembelajaran merupakan
alat yang dapat membantu proses belajardan mengajar serta juga memiliki fungsi
untuk memperjelas makna yang disampaikan dalam proses pembelajaran, sehingga
tujuan pembelajaran dapat tercapai. Rusman (Abdullah dan Yunianta, 2018) juga
mengemukakan Media pembelajaran memiliki dua peranan penting dalam proses
pembelajaran antara laian: (1) media sebagai alat bantu mengajar, (2) media sebagai
sumber belajar yang diinginkan sendiri oleh siswa secara mandiri.
Dalam pembuatan media pembelajaran perlunya pemilihan, perencanaan
serta pertimbangan yang matang untuk menghasilkan media pembelajaran yang
interaktif.Penggunaan media pembelajaran interaktif ini memiliki beberapa nilai
tambah yang perlu digunakan dalam pembelajaran.Salah satunya, media
pembelajaran yang berbasis teknologi dirasa cocok pada jaman kemajuan teknologi
yang pesat ini. Namun, masih banyak pendidik yang belum memanfaatkan media
pembelajaran dengan berbasis teknologi dalam proses pembelajaran. Hal itu

2
3

disebabkan oleh keterbatasan media pembelajaran berbasis teknologi pada beberapa


mata pelajaran, salah satunya pada mata pelajaran matematika. (Wijaya, dkk, 2018).
Pada prinsipnya dalam mendesaian pembelajaran yang dikembangkan
hendaknya membantu siswa dalam mempelajari bahan pembelajaran. Suparman
(Rahmawati dan Suhendri, 2016) menegaskan Pengembangan instruksional atau
desain instruksional adalah proses yang sistematis dalam mencapai tujuan
instrusional secara efektif dan efisien melalui pengidentifikasian masalah,
pengembangan strategi dan bahan instruksional, serta pengevaluasian terhadap
strategi dan bahan instruksional tersebut untuk menentukan hal-hal yang harus
direvisi. Definisi tersebut mengandung pengertian, yaitu: (1) Tujuan atau akhir
desain instruksional adalah menghasilkan satu set produk instruksional yang efektif
dan efisien dalam mencapai tujuan instruksional. Satu set produk ini disebut pula
bahan instruksional atau sistem instruksional. (2) Proses desain instruksional
dimulai dengan mengidentifikasi masalah, dilanjutkan dengan mengembangkan
strategi dan bahan instruksional, kemudian diakhiri dengan mengevaluasi
efektivitas dan efisiensi bahan tersebut. Proses evaluasi disini termasuk revisi.
Seknun (Isnawan dan Wicaksono, 2018) mengartikan model desain
pembelajaran dalam berbagai sudut pandang; sebagai suatu proses, desain
pembelajaran diartikan sebagai pengembangan pembelajaran secara sistematik
menggunakan teori-teori pembelajaran untuk menjamin kualitas pembelajaran;
sebagai suatu disiplin, desain pembelajaran diartikan sebagai cabang ilmu
pengetahuan yang senantiasa memperhatikan hasil-hasil penelitian dan teoriteori
tentang strategi pembelajaran dan implementasinya; sebagai sains, desain
pembelajaran diartikan sebagai mengkreasikan secara rinci spesifikasi dan
pengembangan, implementasi, evaluasi dan pemeliharaan akan situasi dan fasilitas;
sebagai realitas, desain pembelajaran diartikan sebagai ide pembelajaran yang
dikembangkan dengan memberikan hubungan pembelajaran dari waktu ke waktu;
sebagai suatu sistem, desain pembelajaran diartikan sebagai sebuah susunan sumber
sumber dan prosedur-prosedur untuk menggerakkan pembelajaran; dan sebagai
teknologi, desain pembelajaran diartikan sebagai suatu perencanaan yang
mendorong penggunaan teknik-teknik yang dapat mengembangkan tingkah laku

3
4

kognitif dan teori teori konstruktif untuk menemukan solusi terhadap masalah-
masalah pembelajaran.
Molenda & Boling (Aji, 2016) mengatakan ada banyak model desain yang
menggunakan pendekatan sistem. Desain tersebut berbeda dalam jumlah, nama
langkah-langkahnya, serta fungsi masing-masing langkah yang direkomendasikan.
Salah satu model pembelajaran yang menggunakan pendekatan sistem adalah
model pembelajaran yang dikemukakan oleh Walter Dick dan Lou Carrey tahun
1985, yang dikenal dengan model Dick and Carrey. Dick and Carey (1985)
memandang desain pembelajaran sebagai sebuah sistem dan menganggap
pembelajaran adalah proses yang sitematis. Menurut Dick and Carey, pendekatan
sistem selalu mengacu kepada tahapan umum sistem pengembangan pembelajaran.
Komponen model Dick and Carey meliputi pembelajar, pengajar, materi, dan
lingkungan. Demikian pula, di lingkungan pendidikan non formal model ini
meliputi warga belajar (pembelajar), tutor (pengajar), materi dan lingkungan
pembelajaran. Semua berinteraksi dalam proses pembelajaran untuk mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Komponen dan tahapan model Dick and Carey lebih
kompleks jika dibandingkan dengan model pembelajaran yang lain.. Mereka
menyebutkan desain pembelajaran sebagai metode yang sistematis tetapi bukan
pendekatan sistematis. Tahapan yang digunakan yaitu perencanaan,
pengembangan, evaluasi, dan management proses. Guru yang baik adalah guru
yang selalu berusaha untuk menciptakan pembelajaran yang terbaik. Untuk
menciptakan pembelajaran yang terbaik, seorang guru harus pandai-pandai
mendesain model pembelajaran. Model Dick dan Carrey memiliki 10 langkah
pembelajaran yang sistematis, dari mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran
sampai melaksanakan evaluasi. Hal ini membuat model ini dinilai sebagai model
yang paling sesuai dengan kurikulum di Indonesia, baik kurikulum di sekolah
menengah maupun sekolah dasar.
Berdasarkan pemaparan di atas, desain pembelajaran sangat penting dalam
proses pembelajaran. Proses pembelajaran hendaknya menggunakan model
pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai.
Model pembelajaran yang digunakan harus lah membuat mahasiswa terbiasa untuk

4
5

berpikir secara kreatif, kritis, dalam menemukan solusi penyelesaian permasalahan


nyata.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Pengertian, Fungsi Komponen-komponen Desain
Pembelajaran?
2. Bagaimanakah Model Desain Pembelajaran Dick and Carey?
1.3 Tujuan
1. Untuk Mengetahui Pengertian, Fungsi Komponen-komponen Desain
Pembelajaran?
2. Untuk Mengetahui Model Desain Pembelajaran Dick and Carey?

5
6

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Desain Pembelajaran


Dalam literatur-literatur bahasa Inggris, desain pembelajaran dikenal
dengan istilah instructional design, instructional sistem design, instructional
development, dan instructional sistem development. Dulu untuk menyebut desain
pembelajaran digunakan istilah desain pengajaran. Tapi kerena istlah Pengajaran
diganti dengan Pembelajaran, maka istilah Desain Pengajaran diganti dengan
Desain Pembelajaran. Menurut Kruse, Kevin, Moss, K.J (Gofur, 2012) Secara
konseptual desain pembelajaran (instructional design) merupakan praktik
pembuatan alat dan isi atau materi pembelajaran agar proses belajar berlangsung
seefektif mungkin. Proses dimaksud secara garis besar meliputi penentuan
kebutuhan belajar Siswa, menentukan tujuan pembelajaran, dan menciptakan
kegiatan atau "intervensi" dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Idealnya
proses dimaksud didasarkan atas teori belajar yang valid. Hasil pembelajaran dapat
berupa perubahan perilaku siswa yang secara langsung atau tidak langsung dapat
diamati dan diukur. Selain itu, Michigan University yang menyatakan: Desain
pembelajaran merupakan proses sistematis pengembangan paket pembelajaran
menggunakan teori belajar dan teori pembelajaran untuk menjamin terwujudnya
pembelajaran yang berkualitas. Proses dimaksud meliputi analisis kebutuhan dan
tujuan belajar siswa, pengembangan sistem penyampaian untuk mencapai tujuan
tersebut. Termasuk di dalamnya pengembangan materi/paket dan kegiatan
pembelajaran, mengujicobakan dan mengevaluasi semua kegiatan pembelajaran
dan aktivitas siswa (Gofur, 2012).
Hokanson, Brad dan Gibbon, Andrew (Suparman, 2014), istilah desain
berasal dari bahasa Latin designare yang mengandung arti menandari,
menunjukkan, menjelaskan, merancang. Desain adalah suatu fokus dari banyak ide
dan teori kontemporer dalam teknologi pendidikan. Menurut Suparman (2014),
desain instruksional merupakan upaya perencanaan ke arah terwujudnya
pelaksanaan kegiatan instruksional yang berkualitas, efektif, dan efesien dalam
memfasilitasi proses belajar dan meningkatkan kinerja peserta didik. Desain
pembelajaran adalah praktik penyusunan media teknologi komunikasi dan isi untuk

6
7

membantu agar dapat terjadi transfer pengetahuan secara efektif antara guru dan
peserta didik. Proses ini berisi penentuan status awal dari pemahaman peserta didik,
perumusan tujuan pembelajaran, dan merancang "perlakuan" berbasis-media untuk
membantu terjadinya transisi. Idealnya proses ini berdasar pada informasi dari teori
belajar yang sudah teruji secara pedagogis dan dapat terjadi hanya pada siswa,
dipandu oleh guru, atau dalam latar berbasis komunitas. (Sari: 2017).
Rothwell dan Kazana (Kartikasari, dkk, 2016) menyebutkan bahwa desain
pembelajaran lebih dari sekedar penciptaan pembelajaran tetapi juga dihubungkan
dengan konsep yang lebih luas dari analisis masalah-masalah kinerja manusia
secara sistematis, mengidentifikasi akar penyebab masalah tersebut,
mempertimbangkan solusi beragam untuk menentukan akar penyebab dan
mengimplementasikan solusi tersebut melalui cara-cara yang didesainuntuk
meminimalisirkonsekuensi yang tidak diharapkan dari tindakan korektif. Melalui
suatu desain pada dasarnya adalah suatu proses yang bersifat linear yang diawali
dari penetuan kebutuhan, kemudian mengembangkan rancangan untuk merespons
kebutuhan tersebut, selanjutnya rancangan tersebut diujicobakan dan akhirnya
dilakukan proses evaluasi untuk menentukan hasil tentang efektivitas rancangan
(desain) yang disusun. Sambaugh (Sanjaya, 2008) menyatakan Desain sebagai
proses rangkaian kegiatan yang bersifat linear dan tergambar sebagai gambar di
bawah ini

Pengembangan Desain
Menentukan untuk Menjawab Uji Coba
Kebutuhan Kebutuhan

Evaluasi Hasil

Gambar 1: Desain Pembelajaran Sebagai Proses Sistematis


yang bersifat Linear

Gagne and Driscoll (1992) mengemukakan bahwa desain pembelajaran


disusun untuk membantu proses belajar siswa, dimana proses belajar itu memiliki
tahapan segera dan tahapan jangka panjang. Menurut Gagne, belajar seseorang

7
8

dapat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor internal dan faktor eksternal. Faktor
internal adalah faktor yang berkaitan dengan kondisi yang dibawa atau datang dari
dalam individu siswa, seperti kemampuan dasar, gaya belajar seseorang, minat dan
bakat serta kesiapan setiap individu yang belajar. Faktor eksternal adalah faktor
yang datang dari luar individu, yakni berkaitan dengan penyediaan kondisi atau
lingkungan yang didesain agar siswa belajar. Desain pembelajaran berkaitan
dengan faktor eksternal ini, yakni pengaturan lingkungan dan kondisi yang
memungkinkan siswa dapat belajar.
Sejalan dengan itu, Shambaugh dalam (Sanjaya, 2008)
menjelaskan tentang desain pembelajaran sebagai berikut. An intellectual process
to help teachers systematically analyze learners needs and construct structures
possibilities to responsively addres those needs. (Sebuah proses intelektual untuk
membantu pendidik menganalisis kebutuhan peserta didik dan membangun
berbagai kemungkinan untuk merespon kebutuhan tersebut).
Dari beberapa pendapat di atas dapat kami simpulkan bahwa desain
intruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat dilakukan siswa
untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya mencakup rumusan
tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang diharapkan, rumusan strategi yang
dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan termasuk metode, teknik dan media yang
dapat dimanfaatkan serta teknik evaluasi untuk mengukur atau menentukan
keberhasilan pencapaian tujuan.
2.2 Fungsi Desain Pembelajaran
Fungsi desain Instruksional menurut Moedjiono (Wahyulestari, Suwardi,
2012) adalah:
1. Fungsi perencanaan
Guru setiap akan mengajar harus mengadakan persiapan terlebih dahulu, baik
persiapan tertulis maupun persiapan tidak tertulis. Komponen-komponen yang
harus disiapkan antara lain:
a) Topik/bahasan yang akan diajarkan
b) Situasi pemulaan
c) Tujuan instruksional
d) Evaluasi

8
9

e) Materi/bahan pelajaran
f) Kegiatan belajar mengajar
g) Media, metode dan sumber.
2. Fungsi Pelaksanaan Proses belajar mengajar
Desain instruksional berfungsi untuk mengefektifkan pelaksanaan proses belajar
mengajar sesuai dengan rencana.
3. Kegunaan Desain Instruksional.
Desain instruksional yang dibuat oleh guru memiliki kegunaan dengan hasil akhir
proses pembelajaran
2.3 Komponen-komponen Desain Pembelajaran
Menurut Dolong (2016) dalam artikelnya, bahwa komponen-komponen
perencanaan pembelajaran terdiri dari tujuh bagian, diantaranya:
1. Tujuan Pembelajaran
Komponen paling mendasar dalam proses desain pembelajaran adalah tujuan dan
standar kompetensi yang hendak dicapai dalam pelaksanaan pembelajaran.
Penentuan ini penting untuk dilakukan mengingat pembelajaran yang tidak diawali
dengan identifikasi dan penentuan tujuan yang jelas akan menimbulkan kesalahan
sasaran. Dalam hubungannya dengan pelaksanaan pembelajaran, rumusan tujuan
merupakan aspek fundamental dalam mengarahkan proses pembelajaran yang baik.
2. Peserta Didik
Peserta didik adalah setiap orang yang menerima pengaruh dari seseorang atau
sekelompok orang yang menjalankan kegiatan pendidikan. Anak didik adalah unsur
manusiawi yang sangat penting dalam kegiatan interaksi edukatif. Ia dijadikan
sebagai pokok persoalan dalam semua gerak kegiatan pendidikan dan pengajaran.
Sebagai pokok persoalan, anak didik memiliki kedudukan yang menempati posisi
yang menetukan dalam sebuah interaksi. Guru tidak mempunyai arti apa-apa tanpa
kehadiran anak didik sebagai subjek pembinaan. Jadi, anak didik adalah kunci yang
mentukan terjadiya interaksi edukatif.
3. Pendidik
Pendidik atau guru adalah orang yang bertanggungjawab mencerdaskan kehidupan
anak didik. Pendidik harus mempersiapkan perangkat pembelajaran sebelum
melaksanakan tugas profesinya, merumuskan tujuan, menentukan metode,

9
10

menyampaikan bahan ajar, menentukan sumber belajar dan yang paling terakhir
ketika pendidik akan melihat hasil pembelajarannya adalah melaksanakan evaluasi.
4. Bahan atau materi pembelajaran
Bahan ajar adalah segala bentuk bahan yang digunakan untuk membantu guru
/instructur dalam melaksanakan kegiatan belajar mengajar. Bahan ajar merupakan
informasi alat dan teks yang diperlukan guru/instructur untuk perencanaan dan
penelaahan implementasi pembelajaran. Bahan ajar adalah segala bentuk bahan
yang digunakan untuk membantu guru/instructur dalam melaksanakan kegiatan
belajar mengajar dikelas. Sejalan dengan itu Majid (2013) mengatakan sebuah
bahan ajar paling tidak mencakup antara lain petunjuk belajar, kompetensi yang
akan dicapai, informasi pendukung, latihan-latihan, petunjuk kerja (dapat berupa
lembar kerja) dan evaluasi.
5. Metode
Proses belajar mengajar meruapakan interaksi yang dilakukan antara guru dengan
peserta didik dalam suatu pengajaran untuk mewujudkan tujuan yang ditetapkan.
Tidak semua metode cocok digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran
tertentu. Hal ini tergantung dari karakteristik peserta didik, materi pembelajaran,
dan konteks lingkungan dimana pembelajaran itu berlangsung. Metode pengajaran
atau pendidikan adalah suatu cara yang digunakan pendidik untuk menyampaikan
materi pelajaran, keterampilan atau sikap tertentu agar pembelajaran dan
pendidikan berlangsung efektif dan tujuannya tercapai denga baik
6. Media
Media tidak bisa dipisahkan dari metode yang digunakan oleh seorang pendidik
dalam menyampaikan bahan ajar karena metode merupakan rangkaian dari media
tersebut.
7. Evaluasi
Evaluasi hasil belajar adalah keseluruhan kegiatan pengukuran (pengumpulan data
dan informasi), pengolahan, dan penafsiran dan pertimbangan untuk membuat
keputusan tentang tingkat hasil belajar yang dicapai oleh siswa setelah melakukan
kegiatan belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Evaluasi hasil belajar memiliki tujuan-tujuan tertentu: 1) Memberikan informasi
tentang kemajuan siswa dalam upaya mencapai tujuantujuan belajar melalui

10
11

berbagai kegiatan belajar 2) Memberikan informasi yang dapat digunakan untuk


membina kegiatan-kegiatan belajar siswa lebih lanjut, baik keseluruhan kelas
maupun masing-masing individu 3) Memberikan informasi yang dapat digunakan
untuk mengetahui kemampuan siswa, menetapkan kesulitan-kesulitannya dan
menyarankan kegiatan-kegiatan remedial (perbaikan) 4) Memberi informasi yang
data digunakan sebagai dasar untuk mendorong motivasi belajar siswa dengan cara
mengenal kemajuannya sendiri dan merangsannya untuk melakukan upaya
perbaikan 5) Memberikan informasi tentang semua aspek tingkah laku siswa,
sehingga guru dapat membantu perkembangannya menjadi warga masyarakat dan
pribadi yang berkualitas 6) Memberikan informasi yang tepat untuk membimbing
siswa memilih sekolah, atau jabatan yang sesuai dengan kecakapan, minat dan
bakatnya.

2.4 Model Desain Pembelajaran Dick and Carey


1. Sejarah Singkat Model Desain Pembelajaran Dick and Carey
Walter Dick adalah lulusan dari Princeton, dan menerima gelar Ph.D dari
Penn state University dalam bidang Psikologi Pendidikan. Walter Dick pernah
belajar bersama Robert Gagne dan sangat dipengaruhi oleh karya Gagne,
khususnyanya “The Conditions of Learning” yang diterbitkan pada tahun 1965.
Bersama dengan mahasiswa pascasarjananya yang bernama Lou Carey, Walter dick
kemudian menulis buku “The Systematic Design of Instruction” yang diterbitkan
pada tahun 1978. Dalam penulisan buku ini suami Lou, yang bernama James,
bergabung untuk membantu menulis buku ini. James memiliki keahlian di bidang
teknologi pendidikan dan teknologi media baru. Dick, Carey, dan James bersama-
sama mengembangkan model desain pembelajaran yang digambarkan sebagai
“Pendekatan Sistem Model”. Hasil pengembangan ini disajikan dalam buku “The
Systematic Design of Instruction”. Model yang dikembangkan dikenal dengan
model Dick & Carey

2. Langkah-Langkah Model Desain Pembelajaran Dick and Carey


Dorin, Demmin, dan Gabel (Aji: 2016) mengemukakan Model adalah sebuah
gambaran mental yang membantu kita untuk menjelaskan sesuatu dengan lebih jelas
terhadap sesuatu yang tidak dapat dilihat atau tidak dialami secara langsung, Briggs (Aji:

11
12

2016) juga mengemukakan Model adalah konsep perangkat yang


berurutan untuk mewujudkan suatu proses, seperti penilaian suatu kebutuhan, pemilihan
media dan evaluasi. Sejalan dengan itu Nunan (Aji: 2016) mengatakan Model adalah
bentuk representasi akurat sebagai proses aktual yng memungkinkan seserang atau
sekelompok orang mencoba bertindak berdasarkan model itu.
Berbagai model dapat dikembangkan dalam mengorganisasi pengajaran. Satu
di antaranya adalah model pembelajran Dick and Carrey (1985). Adapun langkah-langkah
Pembelajarannya mencakup:
1) mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran,
2) melaksanakan analisis pengajaran,
3) mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa,
4) merumuskan tujuan performansi,
5) mengembangkan butirbutir tes acuan patokan,
6) mengembangkan strategi pengajaran,
7) mengembangkan dan memilih material pengajaran,
8) mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif,
9) merevisi bahan pembelajaran,
10) mendesain dan melakukan evaluasi sumatif.
2 9
Melakukan Revisi
Analisis Program
Pembelajaran Pembelajaran

1 4 5 6 7
Merumuskan Mengembangkan Mengembangkan 8 10
Mengidentifikasi Mengembangkan
Tujuan Tujuan Instrumen Dan Menentukan Mengembangkan Mendesain
Strategi
Pembelajaran Pembelajaran Penilaian Materi Dan Membuat dan Membuat
Pembelajaran
Pembelajaran Evaluasi Formatif Evaluasi Sumatif

3
Menganalisis
Kemampuan
Awal Peserta
Didik

Gambar 2: langkah-langkah Model Penelitian Pengembangan Dick & Carey

1. Analisis Kebutuhan dan Tujuan (Identity Instructional Goal (s)).


Melakukan analisis kebutuhan untuk menentukan tujuan program atau
produk yang akan dikembangkan. Kegiatan analis kebutuhan ini peneliti
mengidentifikasi kebutuhan prioritas yang segera perlu dipenuhi. Dengan mengkaji
kebutuhan, pengembang akan mengetahui adanya suatu keadaan yang seharusnya

12
13

ada (what should be) dan keadaan nyata atau riil di lapangan yang sebenarnya (what
is). Dengan cara “melihat” kesenjangan atau gap yang terjadi, pengembangan
mencoba menawarkan suatu alternatif pemecahan dengan cara mengembangkan
suatu produk atau desain tertentu. Tentu saja, rencana yang akan dilakukan itu
dilandasi dari segi teori dan kajian empiris yang sudah ada sebelumnya, bahwa hal
tersebut memang patut atau layak dilakukan atau diadakan pengkajian lebih luas
lagi. Dengan kata lain, bahwa berdasarkan analisis ini pula, pengembangan
mengetengahkan suatu persoalan atau kesenjangan dan sekaligus menawarkan
solusinya.
2. Melakukan Analisis Instruksional (Conduct Instructional Analysis).
Apabila yang dipilih adalah latar pembelajaran, maka langkah berikutnya
pengembangan melakukan analisis pembelajaran, yang mencakup ketrampilan,
proses, prosedur, dan tugas-tugas belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Hal-
hal apa saja yang menjadi kebutuhan yang dirasakan “felt need”, perlu diidentifikasi
dan selanjutnya diungkapkan dalam rancangan produk atau desain yang ingin
dikembangkan. Ini menjadi spesifikasi suatu produk atau desain yang akan
dikembangkan lebih lanjut dan memiliki kekhasan tersendiri.
3. Analisis Pembelajar dan Konteks (Analyze Learners and Contexts).
Analisis ini bisa dilakukan secara simultan bersamaan dengan analisis
pembelajaran di atas, atau dilakukan setelah analisis pembelajaran. Menganalis
pembelajar dan konteks, yang mencakup kemampuan, sikap, karakteristik awal
pembelajar dalam latar pembelajaran. Dan juga termasuk karakteristik latar
pembelajaran tersebut di mana pengetahuan dan keterampilan baru akan digunakan
untuk merancang strategi instrusional.
4. Merumuskan Tujuan Performasi (Write Performance Objectives).
Merumuskan tujaun performasi atau untuk kerja dilakukan setelah analisis-
analisis pembelajar dan konteks. Merumuskan tujuan untuk kerja, atau operasional.
Gambaran rumusan oprasional ini mencerminkan tujuan khusus program atau
produk, prosedur yang dikembangkan. Tujuan ini secara spesifik memberikan
informasi untuk mengembangkan butir-butir tes. Pengembang melakukan
penerjemahan tujuan umum atau dari standar kompetensi yang telah ada ke dalam
tujuan khusus yang lebih operasional dengan indikator-indikator tertentu.

13
14

5. Mengembangkan Instrumen (Develop Assesment Instruments).


Langkah berikutnya adalah mengembangkan instrumen assessment, yang
secara langsung berkaitan dengan tujuan khusus, operasional. Tugas
mengembangkan instrumen ini menjadi sangat penting. Karena instrumen dalam
hal ini bisa berkaitan langsung dengan tujuan operasional yang ingin dicapai
berdasarkan indikator-indikator tertentu, dan juga instrumen untuk mengukur
perangkat produk atau desain yang dikembangkan. Instrumen yang berkaitan
dengan tujuan khusus berupa tes hasil belajar, sedangkan instrumen yang berkaitan
dengan perangkat produk atau desain yang dikembangkan dapat berupa kuesioner
atau daftar cek.
6. Mengembangkan Strategi Instruksional (Develop Instructional Strategy).
Mengembangkan strategi instruksional, yang secara spesifik untuk
membantu pembelajar untuk mencapai tujuan khusus. Strategi instruksional
tertentu yang dirancang khusus untuk mencapai tujuan dinyatakan secara eksplisit
oleh pengembang. Strategi pembelajaran yang dirancang ini juga berkaitan dengan
produk atau desain yang ingin dikembangkan. Sebagai contoh, apabila pengembang
ingin membuat produk media gambar, maka strategi apa yang dipakai untuk
membuat mempresentasikan media gambar tersebut. Apabila pengembang ingin
mengembangkan suatu desain pembelajaran tertentu, maka strategi apa yang cocok
dan dipilih untuk menunjang desain tersebut. Jadi dengan pendek kata, peranan
strategi tetap sangat penting dalam kaitannya dengan proses pengembangan yang
ingin dilakukan.
7. Mengembangkan dan Memilih Material Instruksional (Develop and Select
Instructional Materials).
Langkah ini merupakan kegiatan nyata yang dilakukan oleh pengembang.
Mengembangkan dan memilih bahan pembelajaran, yang dalam hal ini dapat
berupa: bahan cetak, manual baik untuk pebelajar maupun pembelajarn, dan media
lain yang dirancang untuk mendukung pencapaian tujuan. Produk atau desain yang
dikembangkan berdasarkan tipe, jenis, dan model tertentu perlu diberikan argumen
atau alasan mengapa memilih dan mengembangkan berdasarkan tipe atau model
tersebut. Alasan memilih tipe atau model tersebut biasanya dikemukakan dalam
subbagian model pengembangan.

14
15

8. Merancang dan Melakukan Evaluasi Formatif (Design and Conduct


Formative Evaluation of Instruction).
Merancang dan melakukan evaluasi formatif, yaitu evaluasi yang
dilaksanakan oleh pengembang selama proses, prosedur, program atau produk
dikembangkan. Atau, evaluasi formatif ini dilakukan pada saat proses pembelajaran
berlangsung dengan maksud untuk mendukung proses peningkatan efektivitas.
Dalam kondisi tertentu, pengembang cukup sampai pada langkah ini Dick & Carey
merekomendasikan suatu proses evaluasi formatif yang terdiri dari tiga langkah:
a) Uji coba prototipe bahan secara perorangan (one-to-one trying out): uji coba
perorangan ini dilakukan untuk memperoleh masukan awal tentang produk
atau rancangan tertentu. Uji coba perorangan dilakukan kepada subjek 1-3
orang. Setelah itu dilakukan uji coba perorangan, produk, atau rancangan
revisi.
b) Uji coba kelompok kecil (small group tryout). Uji coba ini melibatkan
subjek yang terdiri atas 6-8 subjek. Hasil uji coba kelompok kecil ini dipakai
untuk melakukan revisi produk atau rancangan.
c) Uji coba lapangan (field tryout). Uji coba ini melibatkan subjek dalam kelas
yang lebih besar yakni sekitar 15-30 subjek (a whole class of learners).
Selama uji coba ini, pengembang melakukan observasi dan wawancara. Dengan
demikian, pengembang melakukan pendekatan kualitatif disamping data kuantitatif
(hasil tes, skala sikap, rubrik dan sebagainya). Hasil validasi dari langkah 8 inilah
yang kemudian dipakai untuk melakukan revisi di langkah selanjutnya.
9. Melakukan Revisi Instruksional (Revise Instruction).
Revisi dilakuakn terhadap proses (pembelajaran), prosedur, program, atau
produk yang dikaitkan dengan langkah-langkah sebelumnya. Revisi
dilakukan terhadap tujuh langkah pertama yaitu mulai dari: tujuan umum
pembelajaran, analisis pembelajaran, perilaku awal, tujuan unjuk kerja atau
performansi, butir tes, strategi pembelajaran dan/atau bahan-bahan pembelajaran.
Strategi instruksional ditinjau kembali dan akhirnya semua pertimbangan ini
dimasukkan ke dalam revisi instruksional untuk membuatnya menjadi alat
instruksional yang lebih efektif.
10. Merancang dan Melaksanakan Evaluasi Sumatif (Design and Conduct
Summative Evaluation).
Hasil-hasil pada tahap revisi instruksional dijadikan dasar untuk menulis
perangkat yang dibutuhkan. Hasil perangkat tersebut selanjutnya divalidasi dan
diujicobakan atau diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif. Setelah
suatu produk, program atau proses pengembangan selesai dikembangkan, langkah

15
16

berikutnya melakukan evaluasi sumatif. Evaluasi sumatif ini dilaksanakan dengan


tujuan untuk menentukan tingkat efektivitas produk, program, atau proses secara
keseluruhan dibandingkan dengan program lain. Untuk keperluan pengembangan
ini biasanya peneliti hanya menggunakan sampai langkah kesembilan, yakni
evaluasi formatif di mana rancangan, proses, atau program sudah dianggap selesai.
Akan tetapi, untuk keperluan uji efektivitas rancangan, proses, dan program secara
menyeluruh diperlukan uji atau evaluasi secara eksternal. Dengan demikian,
diperoleh tingkat efisiensi, efektiviras dan daya tarik rancangan, proses dan
program secara menyeluru

16
17

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1. Desain intruksional berkenaan dengan proses pembelajaran yang dapat
dilakukan siswa untuk mempelajari suatu materi pelajaran yang di dalamnya
mencakup rumusan tujuan yang harus dicapai atau hasil belajar yang
diharapkan, rumusan strategi yang dapat dilaksanakan untuk mencapai tujuan
termasuk metode, teknik dan media yang dapat dimanfaatkan serta teknik
evaluasi untuk mengukur atau menentukan keberhasilan pencapaian tujuan
2. Fungsi Desain Instruksional diantaranya, (1) Fungsi perencanaan, (2) Fungsi
Pelaksanaan Proses belajar mengajar (3) Kegunaan Desain Instruksional.
3. Komponen-Komponen Desain Pembelajaran diantranya, 1). Tujuan Pendidikan
2). Peserta Didik, 3). Pendidik, 4). Bahan atau materi pembelajaran, 5). Metode
6). Media 7). Evaluasi
1) Model Dick and Carrey langkah-langkah Pembelajarannya mencakup:
mengidentifikasi tujuan umum pembelajaran, melaksanakan analisis
pengajaran, mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa,
merumuskan tujuan performansi, mengembangkan butirbutir tes acuan
patokan, mengembangkan strategi pengajaran, mengembangkan dan memilih
material pengajaran, mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif,
merevisi bahan pembelajaran, mendesain dan melakukan evaluasi sumatif.
3.2 Saran
1. Sebaiknya kerjasama antara kepala sekolah dan guru lebih intensif serta struktur
lain yang dapat menunjang akan proses belajar mengajar lebih di perbanyak
terutama untuk media pembelajaran agar pembelajaran lebih kondusif dan
menyenangkan.
2. Tata administrasi terkait data-data sekolah lebih tertibkan dan di rapikan.
3. Perlu persiapan yang lebih matang sebelum pembelajaran berlangsung
4. Penggunaan metode dan media lebih variatif lagi agar pembelajaran lebih
menarik sehingga kompetensi siswa mudah tercapai.

17
18

DAFTRA PUSTAKA
Abdullah, F. S., dan Yunianta T. N. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran
Matematika Trigo Fun Berbasis Game Edukasi Menggunakan Adobe Animate
Pada Materi Trigonometri. Aksioma: Jurnal Pendidikan Matematika FKIP
Univ. Muhammadiyah Metro, Vol. 7 (3).

Aji, W. N. 2016. Model Pembelajaran Dick and Carey dalam Pembelajaran Bahasa
dan Sastra Indonesia. Kajian Linguistik dan Sastra, Vol. 1 No. 2

Depdiknas. 2006. Kurikulum 2004 Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika


Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA). Jakarta:
Depdiknas.

Dolong, Jufri. 2016. Teknik Analisis dalam Komponen Pembelajaran. Inspiratif


Pendidikan, Vol. 5 No. 2

Gagne, R.M., Driscoll, M.P. 1992. Essentials of learning for instructional. Florida:
State University

Gofur, A. 2012. Desain Pembelajaran: Konsep, Model, dan Aplikasinya dalam


Perencanaan Pelaksanaan Pembelajaran. Yogyakarta. Ombak (Anggota
IKAPI).

Isnawan, M.G., dan Wicaksono, A.B. 2018. Model Desain Pembelajaran


Matematika.Indonesian. Journal of Mathematics Education, Vol. 1, No. 1

Kartikasari, I., dkk. 2016. Konstruksi dan Validasi Model Desain Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Mengembangkan Kreativitas Siswa. Edu-Sains,
Volume. 5, No. 1

Majid, Abdul, Perencanaan Pembelajaran: Mengembangkan Standar Kompetensi


Guru, Bandung: Rosda, 2013.

Mulbar, S. 2015. Pengembangan Desain Pembelajaran Matematika dengan


Memanfaatkan Sistem Sosial Masyarakat. Cakrawala Pendidikan: Jurnal
Ilmiah Pendidikan No.2

Rahmawati, E. dan Suhendri, H. 2016. Pengembangan Desain Pembelajaran


Matematika Siswa Sekolah Dasar Kelas 6. Jurnal Formatif Vol.6 (3)

Sanjaya, Wina. 2008. Perencanaan dan Desain Sistem Pembelajaran. Jakarta.


Kencana

Sari, B. K. 2017. Desain Pembelajaran Model Addie


dan Implementasinya Dengan Teknik Jigsaw. Prosiding Seminar Nasional

18
19

Pendidikan: Tema “Desain Pembelajaran Di Era Asean Economic Community


(Aec) Untuk Pendidikan Indonesia Berkemajuan” Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Sidoarjo

Sinamo, J. 2010. 8 Etos Keguruan. Jakarta: Institut Darma Mahardika.

Suparman. 2014. Desain Instruksional Modern. Bandung. Erlangga.

Wahyunilestari, M.R.D., dan Suwardi. 2012. Desain Pembelajaran “Curi Point”


pada Mata kuliah Pengembangan Pengajaran Matematika Pendidikan Anak
Usia Dini Semester 4 Prodi Pendidikan Anak Usia Dini Universitas Al Azhar
Indonesia. Jurnal Al-Azhar Indonesia Seri Humaniora, Vol. 1, (4)

Wijaya, B., dkk. 2018. Pengembangan Media Pembelajaran Sistem Koordinat


Berbasis Lectora Inspire dengan Pendekatan Saintifik untuk Siswa SMP.
Edumatica Volume 08 (02)

Yusri, A. Y., dan Arifin, S. 2018. Desain Pembelajaran Kooperatif Berbasis Teori
Bruner Untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran Matematika. Histogram:
Jurnal Pendidikan Matematika, Volume 2 (2).

19

Anda mungkin juga menyukai