Isi Referat TEN
Isi Referat TEN
BAB 1
PENDAHULUAN
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
2.2 Epidemiologi
2.3 Etiologi
Pada lebih dari 95% pasien TEN, dilaporkan disebabkan penggunaan obat.
Pada umumnya risiko terjadinya TEN paling tinggi pada minggu awal terapi dan
pada penggunaan obat dengan waktu paruh lebih lama. Obat penyebab tersering
dan merupakan risiko tinggi penyebab NET yaitu, Antibiotik (terutama golongan
long acting sulfa dan penicilin), obat-obat anti kejang, obat-obat anti inflamasi
(NSAID), dan obat-obat allopurinol4. Pasien yang mempunyai risiko tinggi untuk
terjadi TEN antara lain, pasien yang memiliki genotip slow-acetylator,
immunocompromised (HIV),menjalani radioterapi, antikonvulsan, atau yang
memiliki alel spesifik HLA (Human Leukocyte Antigen). Pada pasien dengan
AIDS, risiko terjadinya NET meningkat 1000 kali lebih tinggi dari populasi
umum. Kerentanan genetik ikut berperan pada faktor resiko TEN ras tertentu yang
mempengaruhi pada patogenesis. Asosiasi kuat didapati pada populasi Han
Chinese, Thailand, India, dan Malaysia antara HLA-B*1502 dan SSJ yang
diinduksi karbamazepin. Asosiasi NE akibat karbamazepin dan HLA-B*1502 ini
tidak dijumpai pada orang Eropa yang tidak mempunyai turunan Asia.
Berlawanan dengan HLA-B*580l dan SSJ akibat alopurinol yang umum dijumpai
4
2.5 Patofisiologi
Gejala Awal
Nekrolisis epidermal secara klinis timbul dalam 8 minggu (biasanya 4–30
hari) setelah pajanan obat, kecuali pada pasien yang pernah menderita NE
7
kelainan klinis dapat timbul dalam beberapa jam. Ada pula referensi yang
menyebutkan 1- 3 minggu pajanan obat. Keluhan prodormal seperti demam,
lemas, tidak nafsu makan, sefalgia, rinitis, dan mialgia bisa timbul 1–3 hari
sebelum lesi mukokutaneus. Selanjutnya secara progresif, timbul keluhan sakit
menelan dan rasa terbakar pada mata, mengawali terkenanya mukosa1,9.
Lesi Kulit
Awalnya erupsi terdistribusi simetris pada wajah, tubuh bagian atas, dan
ekstremitas bagian proksimal. Dalam beberapa jam sampai beberapa hari
menyebar ke bagian tubuh lain. Lesi kulit ditandai dengan makula dusky red,
purpurik, ireguler, dan secara progresif akan berkonfluen. Lesi target atipik
dengan bagian sentral gelap sering dijumpai. Penggabungan lesi nekrotik
menimbulkan eritem difus dan luas. Tanda Nikolsky positif pada zona
eritematosa. Pada stadium ini, lesi berkembang menjadi lepuh flaksid, yang
menyebar bila ditekan dan mudah pecah. Epidermis yang nekrotik mudah terlepas
pada tempat yang mendapat tekanan atau trauma gesekan, menampakkan area
dermis luas yang terbuka, merah, kadang membasah1,6,9,7.
Gambar 3. (A) Erupsi awal. Macula dusky red (lesi target atipik) secara progresif
berkonfluen dan menampakkan pengelupasan epidermis. (B) Gambaran awal
8
dengan vesikula dan blister, perhatikan warna dusky dari blister roof,
menunjukkan nekrosis epidermis. (C) Erupsi lanjut. Lepuh dan pengelupasan
epidermis menyebabkan erosi luas. (D) Nekrosis epidermal full-blown ditandai
area erosi luas akibat pengelupasan6.
Lesi Mukosa
Keterlibatan mukosa (minimal 2 lokasi), ditemui pada 90% kasus dan dapat
mendahului atau mengikuti erupsi kulit. Lesi dimulai dengan eritema dilanjutkan
dengan erosi yang nyeri pada mukosa mulut, mata dan genital yang menyebabkan
gangguan makan, fotofobia, konjungtivitis dan nyeri buang air kecil. Rongga
mulut dan vermillion border bibir hampir selalu terkena (hampir 100%) dan
menampakkan kelainan berupa erosi yang nyeri dan hemoragik, dilapisi
pseudomembran putih keabuan dan krusta pada bibir. Kisaran 80% pasien
didapati lesi konjungtiva, ditandai hiperemi, nyeri, fotofobia, lakrimasi, dan
discharge. Bulu mata dapat terlepas. Pada keadaan lebih berat, dapat terjadi ulkus
kornea, uveitis anterior, dan konjungtivitis purulen. Sinekia antara kelopak mata
dan konjungtiva sering terjadi6,7,9.
9
Gambar 5. (A) Erosi dan nekrosis ekstensif bibir bawah dan mukosa mulut. (B)
Erosi masif tertutup krusta pada bibir. Tampak pula kerontokan bulu mata6.
Gejala Ekstrakutan
Nekrolisis epidermal disertai oleh demam tinggi, nyeri dan kelemahan.
Komplikasi paru awal 25% pasien, ditandai sesak nafas, hipersekresi bronkial,
hipoksemia, hemoptisis dan ekspektorasi bronchial mucosal casts. Keterlibatan
bronkial pada pada NE tidak berkorelasi dengan luas lesi kulit atau obat penyebab.
Gagal pernafasan akut yang timbul cepat setelah timbul kelainan kulit, biasanya
prognosisnya jelek6.
Keterlibatan saluran pencernaan berupa nekrosis epitel esofagus, usus halus,
atau kolon yang bermanifestasi berupa diare, malabsorpsi, melena, dan bahkan
perforasi kolon jarang terjadi. Proteinuria, mikroalbuminemia, hematuria, dan
azotemia tidak jarang ditemui6.
2.7 Diagnosis
Pada pemeriksaan fisik lesi kulit yang ditemukan dapat berupa makula atau
purpura dengan ciri flat atypical targets. Pada stadium lanjut didapatkan adanya
Nikolsky sign dan Asboe Hansen Sign positif. Hal ini disebabkan karena adanya
nekrosis pada sel keratinosit sehingga terjadi pelepasan lapisan dermis dan
epidermis. Saat merawat pasien dengan kondisi seperti ini, luas dari nekrolisis
harus dievaluasi secara tepat dan hati-hati karena merupakan salah satu faktor
penentu prognosis. Dalam hal ini aturan untuk mengukur total luas permukaan
tubuh menggunakan BSA (Body Surface Area) yang digunakan dalam luka bakar
dapat dipakai. Pengalaman menunjukkan bahwa sangat sering terjadi overestimasi
dalam mengukur luas pelepasan kulit (skin detachment). Pengukuran harus
meliputi lesi kulit yang terlepas baik secara spontan maupun tidak (Nikolsky sign
+), dan tidak termasuk area yang hanya berupa eritema saja (Nikolsky sign -).
Berdasarkan luas lesi skin detachment, klasifikasi pasien terbagi menjadi 3 grup,
SSJ, SSJ-NET, dan NET1,2,6,9. Berdasarkan luas lesi pelepasan lapisan epidermis,
klasifikasi pasien dibagi menjadi 3 grup6,9.
Diagnosis TEN tidak sulit, cukup secara klinis. Diagnosis banding yang
pertama adalah Steven Johnson Syndrome (SJS), perbedaanya adalah pada SJS
tidak terdapat epidermolisis dan keadaan umumnya masih lebih baik2,4,6.
Nekrolisis Epidermal Toksik dengan Sindroma Steven-Johnson (SSJ) memiliki
12
kesamaan dalam gejala klinis, gambran histopatologi, faktor risiko, penyebab, dan
mekanisme, dua kondisi ini dianggap sebagai tingkat keparahan dari suatu proses
yang identik, hanya berbeda dalam hal luas permukaan tubuh yang terlibat. NET
dan SSJ ditandai dengan keterlibatan lapisan kulit dan membran mukosa.
Selain itu bisa apabila tidak ada mukosa yang terkena atau hanya 1 lokasi
mukosa yang terkena, harus dipertimbangkan diagnosis alternatif: staphylococcal
scalded skin syndrome (SSSS) pada pada usia anak dibawah 5 tahun serta
sebabnya yaitu Staphylococcus aures; purpura fulminans pada anak dan dewasa
muda; acute generalized exanthematous pustulosis (AGEP), thermal burns,
fototoksisitas, atau pressure blisters pada dewasa. Perjalanan penyakit Linear IgA
bullous disease dan pemfigus paraneoplastik biasanya tidak begitu akut, dan
pemeriksaan imunofluoresen langsung positif. Diagnosis banding lain ialah
generalized bullous fixed drug eruption (GBFDE). Prognosis GBDFE lebih baik,
mungkin karena mukosa yang terkena lebih ringan dan tidak mengenai organ
dalam. Selain itu, awitannya cepat dan lepuh yang timbul lebih besar dan berbatas
jelas1,2,6,9.
2.9 Terapi
dan memungkinkan penghentian awal nutrisi melalui jalur vena. Jumlah kalori
yang dibutuhkan adalah 1500 kalori dalam 1500 ml, pada 24 jam pertama,
dinaikkan 500 kalori/hari sampai mencapai 3500–4000 kalori/hari2,6.
Penggantian cairan (makromolekul atau larutan NaCl 0,9%, ringer laktat,
dan dekstrosa 5% dalam perbandingan 1:1:1) harus dimulai sesegera mungkin dan
jumlah cairan yang dibutuhkan disesuaikan tiap hari. Volume infus biasanya lebih
sedikit daripada kasus luka bakar dengan luas lesi yang sama (2/3 – 3/4 kebutuhan
kasus luka bakar), karena pada NE tidak ada edema interstitial. Jumlah cairan
(diawali 20–30 tetes/menit), selanjutnya disesuaikan untuk memelihara output
urin 0,5–1 ml/kg/jam atau minimal 50–80 ml/jam, atau 30–50 ml/jam. Infus
dihentikan bila dapat menelan dan tidak ada gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit2,5,6.
Pada daerah kulit yang terkelupas jaga tekanan terhadap kasur, bila perlu
kulit diberikan vaselin sampai terjadi bentukan reepitelisasi. Pada daerah yang
tidak terkelupas tetap dipertahan tanpa ada intervensi. Pada wajah dan bagian
yang terdapat krusta dapat dibersikan menggunakan cairan normal salin (sodium
klorida / NaCl 0,9 %). Hindari pemakaian silver sulfadiazine karena sulfadiazin
merupakan salah satu obat penyebab NE. Antibiotik profilaksis tidak dianjurkan
kecuali didapatkan kecurigaan infeksi secara klinis.2,6,9.
Mata harus diperiksa setiap hari oleh oftalmologis. Air mata artifisial, tetes
mata antibiotik atau antiseptik, dan vitamin A digunakan tiap 2 jam pada fase
akut, dan diindikasikan pelepasan mekanik terhadap sinekia awal. Krusta mulut
dibuang dan harus dicuci beberapa kali tiap hari dengan cairan normal salin
(sodium klorida / NaCl 0,9 %) atau antiseptik, gentian violet 1%, kenalog in
orabase atau antijamur. Dapat diberikan antibiotik ointment seperti mupirocin
atau petrolatum jika pasien mendapatkan antibiotik sistemik yang diaplikasikan
pada bagian orifisum, mulut, hidung, telinga2,6,9.
Terapi sistemik
Pemberian terbaik dalam 24–72 jam lesi bula pertama. Dosis yang
direkomendasikan adalah 1 g/kgBB/hari selama 3 hari. IVIg secara konsisten dan
cepat dapat menghambat progresivitas penyakit dan pelepasan epidermis
(epidermal detachment) studi menunjukkan bahwa IVIg (pada dosis total >2g/kg
diberikan dalam 3-4 hari) dapat mengurangi angka kematian akibat NET6,7,9
BAB 3
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA