Anda di halaman 1dari 6

Judul : Nightfall (Ever Night)

Judul Asli : Jiang Ye

Pengarang : Mao Ni

Tahun : 2011

Drama : Ever Night (2019)

Sinopsis

Chang An, capital of Tang, the most powerful empire in the continent. A heaven wrecking massacre
shook the city to its core. Amidst the incident, a young boy named Ning Que managed to get away, dug
out from a pile of corpses along with a little girl called Sang Sang. Years passed, and since that day the
two of them lived together. Together with Sang Sang they both entered the military, with plausible
military achievements, they were rec ommended into the Scholar School, which began their miraculous
journey.

Who is this boy and what does his future hold?

The epic and legendary tale of an extraordinary young man rising up from the masses, traversing his life
in the pursuit of quantity over quality. His inquisitive voice echoes infinitely through the hills of the
immortal Academy: “I am one who would rather suffer an eternity of destined calamities than beg for
solace from the saints…”

Review

Bertahun-tahun yang lalu Jenderal Lin dituduh melakukan pemberontakan dan Sang Jenderal serta
seluruh penghuni rumahnya dijatuhi hukuman mati. Satu-satunya penghuni kediaman yang selamat
adalah Ning Que, bocah kecil yang kemudian bersumpah akan membalas dendam akan kematian orang
tuanya dan seluruh penghuni kediaman Jenderal Lin.

Tetapi jalan hidup yang dilalui Ning Que tidaklah mudah. Bersama SangSang, pelayan kecil yang
dipungut Ning Que dari tumpukan mayat semasa gadis itu masih bayi, mereka berdua mengarungi
kehidupan yang keras, miskin dan kadang terjebak dalam keadaan hidup atau mati.

Hidup Ning Que mulai berubah ketika ia memasuki Akademi Kerajaan Tang. Ia mulai mempelajari
kultivasi yang memang sangat diminatinya, tidak peduli berapa banyak orang yang mengatakan bahwa
ia tidak memiliki bakat dibidang tersebut. Malah itu menjadi pemicu bagi Ning Que untuk belajar lebih
keras. Dan kerja keras serta tekad yang kuat itu membawa Ning Que menjadi murid ketiga belas dan
murid terakhir dari Fu Ze, kepala sekolah Akademi. Berbagai tugas dari Akademi maupun Kerajaan yang
dipercayakan kepada Ning Que juga Bisa diselesaikannya dengan baik.
Keberhasilan ini semakin mendekatkan tujuan Ning Que dalam membalas dendam. Karena Xia Hao,
jenderal yang memimpin pembantaian di rumah keluarga Lin adalah seorang jenderal besar dengan
prestasi hebat dan ilmu luar biasa. Terutama, Xia Hao juga didukung oleh permaisuri Xia Tian yang
adalah adik perempuannya.

Novel Nightfall yang berjudul asli …… adalah sebuah buku bantal yang terdiri dari seribuan episode. Jadi
saya lumayan bingung memikirkan cara meringkas isi buku ini karena yang saya tuliskan diatas bahkan
belum menyentuh inti dari buku ini sendiri. Pembalasan dendam Ning Que ibarat pembuka dari jalan
cerita yang sesungguhnya.

Inti cerita sebenarnya adalah mengenai sebuah ramalan akan datangnya Everlasting Night atau Malam
Abadi dimana cahaya akan menghilang dan dunia dihancurkan. Malam Abadi ini dibawa oleh putra Yama
yang diramalkan akan muncul dari kediaman Jenderal Lin. Sekte Cahaya yang merupakan penganut
ajaran Haotian Taoism ingin membinasakan putra Yama ini sebelum ia tumbuh besar dan membawa
kehancuran ke dunia. Maka, terjadilah pembantai di kediaman Jenderal Lin.

Yang menjadi pertanyaan semua orang, benarkan Ning Que adalah putra Yama seperti yang diramalkan?
Ataukah ada kandidat lainnya seperti Long Qing, pangeran dari kerajaan Yan yang dijuluki sebagai Putra
Cahaya dan menyimpan dendam kesumat kepada Ning Que? Dan bagaimana reaksi Ning Que saat tahu
kalau pelayan kecilnya, SangSang, terpilih sebagai Pendeta Cahaya yang notabene akan menjadi pihak
yang berseberangan dengannya?

Nah, itu dia… dua paragraf diatas merupakan inti dari novel yang memiliki seribuan bab ini.

Capek nggak, baca novel setebal ini?

Iyaaa… capek banget. Tapi juga seru… :)

Apalagi karakter Ning Que yang berandalan, genit, dan tidak suka menuruti aturan ini sangat menarik
untuk dibaca. Mr. Thirteen yang shameless ini suka tebar pesona kemana-mana hingga banyak yang
jatuh hati padanya. Hanya sayangnya (bagi para gadis yang terpesona) tidak ada yang bisa menggantikan
posisi SangSang dalam hidup Ning Que.

Selain petualangan Ning Que, kisah cintanya dengan SangSang merupakan salah satu daya tarik buku ini
bagi saya. Di setengah pertama buku karakter SangSang tidak terlalu menonjol. Sangsang tidak cantik,
lembut ataupun modis. Kulit hitamya sering diejek oleh Ning Que, pakaiannya pun hanya apa yang
dibelikan oleh tuannya. Tidak anggun dan bergaya seperti gadis-gadis yang sering digoda Ning Que.

"I have never been beautiful . Ning Que said that in the two years after he found me, I could not get any
taller no matter what I ate, be it meat soup or rice soup . I was like a small mouse in his embrace … I am
skinny, small and stuck with a dark complexion . Even my hair is messy . It's shapeless, and it's slightly
bronze in color, like an autumn cabbage left to rot in the mud . I don't even look any better wearing new
clothes during the new year season . " "
Ia gadis yang pendiam dan lebih sering berdiri dibalik bayangan tuan mudanya yang glamor. Ia tidak
memiliki banyak teman karena dunianya penuh dengan keberadaan Ning Que dan kesehariannya diisi
dengan melayani tuan mudanya tersebut. Walaupun begitu SangSang juga bukan karakter yang bisa
dianggap enteng. Ia keras kepala dan juga setia kepada sedikit teman yang dimilikinya. Seperti yang
dikatakan Ning Que, ia tidak pernah menang sekalipun melawan SangSang. Tetapi tidak ada yang
mengetahui hal-hal ini, karena SangSang tidak suka menjadi pusat perhatian. Seperti yang dikatakan Mo
Shanshan, gadis ayu yangberhasil mencuri sedikit sudut hati Ning Que:

She had met Sangsang on the first day they entered Chang'an. Beyond her expectation, Sangsang was a
very ordinary handmaiden. Then, she saw Sangsang again today. The Sangsang she saw today was one
that interacted with Ning Que alone.

SangSang yang dilihat dunia dan SangSang yang sedang bersama Ning Que adalah dua orang yang
berbeda.

Bahkan ketika Ning Que jatuh hati kepada Mo ShanShan dan berniat menikahinya, SangSang tidak
banyak bicara. Ia hanya mengangkat barang-barangnya dan pergi. Tinggallah Ning Qur yang kelabakan
mencari kian kemari seakan-akan dunianya akan runtuh tanpa SangSang.

She looked at Ning Que and Sangsang who were eating in the Old Brush Pen Shop. Mo Shanshan finally
believed that the two had already formed a world belonging to them many years ago. To them, everyone
else in the world was outsiders, and any affairs of the world did not affect them either. It was difficult to
leave even a trace in that world.

Bagian Ning Que dan Mo ShanShan ini sebenarnya membuat saya sedikit sakit hati. Berani-beraninya
Ning Que jatuh hati kepada gadis lain selain SangSang! Apalagi ketika ia berencana untuk menikahi Mo
ShanShan dan tetap ingin memiliki SangSang disampingnya. Hmmpphhh…! Tamak nian kau, Ning Que!

Dengan meninggalkan Ning Que, Sangsang memberi pilihan kepada laki-laki tersebut. Dirinya atau Mo
Shanshan. Dan saya cukup lega ketika bagi Ning Que itu bukanlah pilihan. Ia dan SangSang akan selalu
bersama sampai mati. Hanya sajaaa…. Pikiran Ning Que buat ngambil selir itu bikin saya pengen
menjitak tuan muda yang satu ini. Untunglah SangSang sangat tegas tentang hal tersebut. Hahaha…

Paroh kedua buku ini lebih fokus kepada perjalanan SangSang dan Ning Que dalam mencari pengobatan
untuk penyakit dingin Sangang. Dibagian ini sifat Ning Que juga sudah lebih dewasa dibandingkan paroh
pertama buku. Di bagian ini juga paling banyak adegan-adegan sedihnya, terutama ketika Ning Que dan
SangSang berusaha melarikan diri dari kejaran dunia yang bermaksud membunuh mereka. Saya bisa
merasakan kelelahan keduanya, rasa putus ada yang mengelilingi mereka.

Di paroh kedua ini juga yang paling banyak berbicara mengenai Haotian Taoism dan juga Buddha. Bagian
ini banyak saya skip kecuali yang penting-penting karena pengen langsung masuk ke aksi :)

Walau membaca buku ini membutuhkan waktu berhari-hari dan terpaksa stop sementara nonton
Listening Snow Tower, tetapi ketika mengakhirinya ada kepuasan yang terasa. Rasa puas ketika
membaca sebuah buku yang berhasil mengaduk emosi, membuat hati gelisah, tawa tersembur dan air
mata merebak. Tidak banyak buku yang bisa membuat saya merasakan hal ini. Beberapa C-novel yang
saya ingat adalah Heavy Sweetness Ash-like Frozen atau lebih dikenal dengan Ashes of Love (baca
review disini) dan juga Our Second Master (baca review disini).

Banyak yang ingin saya ceritakan mengenai buku ini. Tentang Kepala Akademi yang luar biasa, Kakak-
kakak senior yang lembut, disiplin dan sangat sayang pada adik ketiga belas mereka. Tentang
mengorbankan satu nyawa demi menyelamatkan dunia padahal orang tersebut tidak pernah melakukan
kesalahan apa-apa. Salahkah bila ia bertahan hidup walaupun pada akhirnya akan menghancurkan
dunia?

Walaupun saya hanya menyinggung tentang hubungan Ning Que dan SangSang di review ini,
sebenarnya ada banyak hal yang terjadi di buku ini. Ada fanatisme agama yang mengesahkan kematian
ribuan nyawa demi mencabut satu nyawa, ada juga kisah perebutan tahta yang diakhiri Ning Que
dengan satu tebasan podao-nya, kisah seorang dewi yang jatuh ke bumi sebagai manusia dan harus
belajar kembali mengenai emosi-emosi manusianya.

Kisah ini sangat panjang, dan tidak ada satu bagianpun yang membosankan…

Nah, sekarang ngobrol dikit tentang dramanya. Saya tidak akan terlalu membahas isi dramanya, karena
hampir sesuai dengan isi buku (baca: Review buku Nightfall/Ever Night). Di postingan ini saya hanya
akan membahas tentang kesan saya akan drama ini dan tentang tokoh-tokohnya.

Saya lebih dulu menonton dramanya yang berjudul Ever Night baru kemudian membaca novelnya. Jalan
cerita antara drama dan novel hampir sama, tidak banyak melenceng. Dari komen-komen yang saya
baca mengenai dramanya, banyak yang kurang setuju dengan hubungan Ning Que dan SangSang.
Mereka merasa hubungan kedua orang ini lebih sebagai kakak dan adik daripada sepasang kekasih.
Well, kalau dipihak saya sih dari membaca sinopsis drama dan bukunya saja saya sudah bisa menebak
kemana hubungan kedua orang ini akan mengarah.

Tetapi saya juga ngerti juga sih, komplain orang-orang yang tidak setuju ini. Diawal episode memang
hubungan keduanya lebih mirip bersaudara, apalagi dengan postur Sangsang yang mungil dan Ning Que
yang tinggi. Malah kadang kalo lagi di-shot dari belakang kelihatan seperti ayah dan anak. Hahaha…

Tetapi setelah mereka pindah ke Chang’an terasa perubahan hubungan keduanya. Sangsang juga mulai
didandani lebih dewasa dibandingkan saat awal dimana ia lebih terlihat seperti anak kecil berumur 12
tahun.

Ning Que diperankan oleh Arthur Chen yang bisa memainkan karakter Ning Que dengan baik. Senyum
nakal, sikap asal-asalan dan emosional Ning Que tersampaikan dengan baik. Hanya saja saat melakukan
adegan sedih emang agak kurang terasa. Untuk season dua drama ini, pemeran Ning Que bukan lagi
Arthur Chen, melainkan Dylan Wang??? Saya harap aktor yang satu ini bisa memerankan Ning Que
sebaik (atau lebih baik) dari pada Arthur Chen. Apalagi sikap nakal dan ugal-ugalan Ning Que yang bisa
diperankan Arthur Chen dengan baik.
Sementara SangSang diperankan oleh Song Yiren. Dibandingkan di buku, SangSang yang ditampilkan di
drama lebih menarik. Song Yiren Berhasil memerankan SangSang yang pendiam saat diluar rumah, dan
tidak berhenti bergerak saat didalam rumah. Menonton SangSang yang selalu bergerak dan penuh
kesibukan dirumahnya benar-benar membuat saya ikutan lelah. Padahal cuma nonton sambil baringan.
Hahaha…

Drama sepanjang 60 episode ini hanya sanggup merangkum sepertiga lebih dari buku. Saya jadi curiga
kalau drama ini bahkan bisa mencapai season tiga. Bagaimana tidak, masih banyak peristiwa yang akan
terjadi. Perjalanan (pelarian) panjang Sangsang dan Ning Que, perang suci untuk membunuh Anak Yama,
perang antar kerajaan saat dimana Akademi dianggap sudah jatuh dan kemudian perjuangan Ning Que
memperoleh SangSang kembali. Belum lagi ditambah epilogue-epilogue yang tidak sedikit.

Tapi biarlah… mau dua season atau tiga season, selama ending drama selaras dengan ending buku saya
ga bakalan komplain. Kalau endingnya beda, nah disini saya bakal ngamuk. Hahaha…

Dari segi sinematografi film ini digarap dengan indah. Pertarungan dan pertempurannya juga tidak kalah
ciamik. Bahkan untuk special effecknya drama ini menggunakan jasa ahli dari Hollywood yang sudah
pernah beberapa kali menjadi nominator Oscar. Nah, gimana nggak keren drama ini kan?

Naskah yang digarap selama dua tahun ini juga tidak terlalu melenceng dari novelnya, tidak terlalu
banyak penambahan-penambahan cerita. Jadi tidak banyak yang bisa dikeluhkan dari drama ini.

Selain Ning Que dan SangSang, tokoh-tokoh pendukung lain juga berperan dengan baik. Beberapa sudah
pernah saya tonton aktingnya di drama lain, beberapa lagi belum. Malah Mo shanshan (ga tau nama
artisnya) bermain sebagai tokoh utama Shu Jing Rong di Listening Snow Tower, yang saya tonton tepat
setelah menonton drama Ever Night ini. Tetapi saya, yang emang susah ngapal wajah ini, malah ga
nyadar. Cuma pas nonton ada perasaan nggak enak ngeliat si Jing Rong ini. Setelah berbelas-belas
episode saya baru nyadar ternyata peran Shu Jing Rong dan Mo Shanshan ini dimainkan oleh orang yang
sama. Pantesan bawaan saya nggak sreg aja nonton dia di Listening Snow Tower ini. Hahaha…

Satu lagi tokoh yang bikin saya curigaan terus di drama ini adalah Permaisuri Xia Tian. Kenapa? Karena
dia juga yang memerankan Sheng Molan di drama Story of Minglan! Yang udah nonton Story of Minglan
pasti tau betapa manipulatifnya Molan dan ibunya. Padahal karakter yang diperankannya di drama ini
adalah sebagai orang baik, tapi saya aja yang terus ga percaya. Setiap dia muncul saya terus menunggu
dia berkhianat :(

Para murid dari bukit belakang Akademi juga sangat menarik. Sebagai murid Fu Zi mereka sangat
kompak dan sangat mempercayai guru mereka. Kepala Akademi tidak pernah salah. Secara tampilan
luar mereka terlihat sebagai orang-orang yang tenang (kecuali Ning Que) tetapi pada dasarnya mereka
memiliki sikap keras kepala yang sama. Bahkan Tuan Kedua Jun Mo yang begitu disiplin dan mengikuti
logika kadang mengeluarkan kata-kata yang sama shameless-nya dengan Ning Que!

Ngomong-ngomong soal Tuan Kedua, saat pertama muncul saya cukup tersedak dengan
penampilan….topinya! Karena topinya kayak pencakar langit di kepala Tuan Kedua. Setelah membaca
bukunya saya jadi tahu kalau prinsip Tuan Kedua mengenai topi sakralnya ini adalah: “Kepala boleh
bercerai dengan tubuh, tapi topi keramatnya tidak akan terlepas dari kepala!”

Hahaha…

Pada awalnya saya kurang suka dengan Tuan Pertama Li Manman, karena ia tidak mendukung hubungan
antara Ning Que dan Sangsang. Malah Tuan Pertama mendukung Mo Shanshan dan mengangkat gadis
tersebut sebagai adiknya. Dari buku kemudian saya tahu bahwa ada alasan kuat mengapa Tuan Pertama
berusaha memisahkan Ning Que dan Sangsang. Ketika Ning Que bertanya kepada kakak seperguruannya
itu kenapa mau menolong ia dan Sangsang, jawaban Tuan pertama membuat ia menjadi sangat keren di
mata saya.

“Because I’m your Eldest Brother”

Tapi kayaknya di drama belum sampe ke adegan ini. Hehehe… Tunggu season 2 yaaaa…

Dari segi ilmu, Tuan Pertama inilah yang sepertinya bakal mewarisi kebijakan dan kelihaian Kepala
Akademi.

Tuan Kedua belas Chen Pipi juga merupakan karakter yang cukup menarik. Ia selalu kalah dalam bersilat
lidah dengan Ning Que, dan juga kalah dalam permainan Qi melawan Sangsang. Padahal Chen Pipi
membanggakan dirinya sebagai yang paling jenius dari ketiga belas murid belakang bukit Akademi.
Walaupun begitu dari semua murid Fu Zi, ia yang paling dekat dengan Ning Que dan pendukung setia
hubungan Ning Que dan Sangsang. Chen Pipi di drama jauh lebih imut dan menggemaskan daripada
yang di buku :)

Tokoh yang membuat saya paling sebal di drama ini adalah Long Qing. Pangeran kedua dari kerajaan Yan
ini menasbihkan dirinya sebagai Putra Cahaya yang memiliki kultivasi tinggi dan akan segera memasuki
tingkatan Mengetahui Takdir. Oleh karena itu ia selalu heran kenapa Ning Que yang memiliki kultivasi
rendah dengan tingkatan rendah bisa mengalahkannya lagi dan lagi dan lagi. Long Qing menganggap
dirinya suci dan murni, tapi sikap suci dan murni-nya malah menonjolkan kesombongan dan tinggi hati
Long Qing. Ia memiliki kepercayaan yang kuat kepada Haotian, tetapi ketika mendapatkan cobaan ia
malah dengan mudah melepaskan kepercayaannya ini. Di drama dan buku ia memang ditampilkan
sebagai seorang pecundang.

Tokoh lain yang menarik perhatian saya di drama ini adalah Chao Xiaoshu dari Paviluin Angin Musim
Semi. Tokoh ini emang nggak banyak keluar, hanya di episode-episode awal dan sedikit dibelakang. Tapi
saya suka sikapnya yang cuek berjalan sambil memeluk pedang tapi juga perhatian pada Ning Que.
Adegan perkelahiannya bersama Ning Que sangat keren. Dan yang membuat saya penasaran adalah
kisah Chao Xiaoshu dibagian akhir drama. Saking penasarannya, saat mulai membaca bukunya saya
malah membaca semua bagian tentang Chao Xiaoshu terlebih dahulu sebelum mulai membaca buku ini
dari awal :)

Saya berharap season kedua drama ini bisa sebaik season pertamanya.

Anda mungkin juga menyukai