Aktifitas Reflek Pada Katak
Aktifitas Reflek Pada Katak
Judul
Refleksi Tubuh Hewan “Aktivitas Reflek pada Tubuh Katak”
II. Tujuan
Untuk mengetahui.aktivitas refleks yang ada pada tubuh hewan khususnya katak.
4. 2 Cara kerja
a. Pengaruh asam cuka
1 2 3 1 2 3 1 2 3
Asam Kanan C C C TR TR TR TR TR TR
1
cuka Kiri C C C TR TR TR TR TR TR
Kanan S C C L S C L L S
2 Adaptor
Kiri S C C L S C L L S
Asam Kanan C C C TR TR TR TR TR TR
3
cuka Kiri L L L TR TR TR TR TR TR
Kanan S S C S C C L S C
4 Adaptor
Kiri S S C S C C L S C
Keterangan :
C = Cepat Perlakuan 1= badan dipatahkan 1 kali
S = Sedang
Perlakuan 2= badan dipatahkan 2 kali
L = Lambat
TR = Tidak ada Respon
VI. Pembahasan
Praktikum yang kami lakukan tentang “Refleksi Tubuh Katak”, praktikum ini kami
lakukan dengan tujuan untuk mengetahui aktivitas refleks yang ada pada tubuh hewan
khususnya katak. Hewan yang digunakan sebagai sampel adalah Katak. Katak dipilih
sebagai hewan uji karena hewan ini mudah didapat dan harganyapun relatif murah. Dalam
percobaan uji refleks ini kami melakukan dua macam perlakuan, yaitu pertama dengan
menggunakan asam cuka dan kedua dengan menggunakan arus lsitrik, sehingga variabel
dalam percobaan ini adalah sebagai berikut :
Langkah pertama dalam percobaan ini adalah menusuk bagian kepalanya (bagian
kepala agak kebelakang, daerah yang cekung) dengan menggunakan jarum yang ada pada
alat seksio, kemudian mengkorek-koreknya. Hal ini bertujuan untuk merusak saraf spinal
pada katak, Dimana pada daerah tersebut merupakan pangkal saraf spinal katak sehingga
penusukan tersebut bertujuan agar saraf spinal katak sebagian akan rusak sehingga dapat
mengetahui respon yang dilakukan dari rangsangan yang kita buat setelah saraf spinalnya
rusak sebagian. Kemudian menusuk rahang bawah katak dengan jarum lalu memasukkan
benang pada lubang tersebut. Hal ini bertujuan untuk mempermudah penggantungan katak
pada statip menggunakan benang.
Langkah selanjutnya yaitu membersihkan bagian tungkai belakang katak baik kanan
maupun kiri dari kulit, kemudian membasahi tubuh katak dengan larutan garam fisiologis
NaCl 0,8%. Tujuannya adalah untuk menghilangkan dan membersihkan lendir yang terdapat
pada tubuh katak, karena apabila lendir tidak dibersihkan maka dikhawatirkan akan
berpengaruh pada perlakuan dengan menggunakan asam cuka. Alasan menggunakan NaCl
0,8% karena NaCl 0,8% merupakan larutan isotonis dalam tubuh katak.
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini
dilakukan tanpa kesadaran. Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha
mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan. Gerak
refleks berlangsung dengan cepat sehingga tidak disadari oleh pelaku yang bersangkutan.
Gerak refleks dapat dibedakan menjadi refleks kompleks dan refleks tunggal. Refleks
kompleks adalah refleks yang diikuti oleh respon yang lain, misalnya memegang bagian
yang kena rangsang dan berteriak yang dilakukan pada waktu yang sama. Refleks tunggal
adalah refleks yang hanya melibatkan efektor tunggal. Berdasarkan tempat konektornya
refleks dibedakan menjadi dua yaitu refleks tulang belakang (refleks spinalis) dan refleks
otak
Pada praktikum ini, perlakuan pertama tentang pengaruh asam cuka terhadap gerak
refleks pada katak dilakukan oleh kelompok 1 dan kelompok 3. Asam cuka atau umum
dikenal dengan asam asetat merupakan merupakan senyawa kimia yang bersifat asam lemah.
Asam asetat termasuk larutan elektrolit kuat yang dapat menghantarkan listrik, sifat hantaran
listrik ini disebabkan karena adanya partikel bermuatan positif dan negatif. Larutan asam
asetat bersifat asam yang digunakan pada saat praktikum berfungsi untuk memberikan
rangsangan kimiawi sehingga menimbulkan gerak reflek.Pengaruh asam cuka ini dapat
menimbulkan efek yang menyakitkan bagi katak sehingga akan memicu terjadinya gerak
refleks. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa gerak refleks disebabkan oleh rangsangan
tertentu yang biasanya mengejutkan dan menyakitkan (Wulandari, 2009). Gerak reflek
menunjukkan adanya rangsangan menyakitkan, seperti nyeri. Rasa nyeri setelah induksi
dengan cara menggunakan asam asetat maupun menggunakan arus listrik. Pada hewan uji
(katak) ditunjukkan dalam bentuk gerakan geliat, frekuensi gerakan ini dalam waktu tertentu
menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya.
Berdasarkan hasil pengamatan dari kelompok 1 dan kelompok 3 yang menggunakan
asam cuka, untuk pengamatan pertama (tanpa perlakuan) pada pengolesan asam cuka di
tungkai kanan menunjukkan hasil yang relatif sama yakni reflek yang berupa gerakan geliat
mulai tetesan pertama hingga pengulangan yang ketiga sama-sama cepat. Hal ini disebabkan
karena katak masih memiliki alat keseimbangan dan sumsum tulang belakang sebagai pusat
saraf, sehingga terjadi refleks yang sangat cepat. Katak dapat merespon dengan baik. Hal ini
dikarenakan katak memiliki sistem saraf yang mana saraf-saraf tersebut dapat
menghantarkan stimulus keotak hingga menimbulkan respon. Respon akan ditanggapi oleh
neuron dengan mengubah potensial yang ada antara permukaan luar dan dalam dari
membran. Sel-sel dengan sifat ini disebut dapat dirangsang (excitable) dan dapat diganggu
(Irritable). Hal ini sesuai dengan pendapat (Junqueira,carlos.1995:157) yang mengatakan
bahwa ketika katak mendaptkan rangsangan berupa stimulus maka akan dibawa ke otak dan
menimbulkan respon yang akan ditanggapi oleh neuron. Neuron ini segera bereaksi tehadap
stimulus , dan dimodifikasi potensial listrk dapat terbatas pada tempat yang menerima
stimulus atau dapat disebarkan ke seluruh bagian neuron oleh membran. Penyebaran ini
disebut potensial aksi atau impuls saraf, mampu melintasi jarak yang jauh impuls saraf
menerima informasi keneuron lain, baik otot maupun kelenjar. Sehingga dapat
mengkoordinasikannya untuk diteruskan ke efektor dan menimbulkan gerakan refleks.
Namun pada tungkai sebelah kiri terdapat sedikit perbedaan, dimana pada tetesan pertama
sampai pengulangan ketiga, katak pada kelompok 1 masih cepat gerakan refleknya,
sedangkan katak pada kelompok 3 sudah mulai lambat hal ini dimungkinkan karena Pada
katak yang diperlakuan dengan merusak sistem saraf otaknya, maka respon yang dihasilkan
tetap ada namun katak merespon stimulus sangat lama. Hal ini dikarenakan sistem saraf
pada otaknya telah mengalami kerusakan pada saat penusukan dengan kawat atau jarum
pada saat praktikum.. Untuk pengamatan kedua dengan perusakan satu ruas dan dilanjutkan
dengan perusakan dua ruas sumsum tulang belakang dari kelompok 1 dan kelompok 3
didapatkan hasil keseluruhan tidak ada respon. Hal ini dikarenakan perlakuan dimana
medulla spinalisnya dirusak dan kemudian ketika kami mengoleskan asam cuka ke tungkai
kanan dan kirinya katak tersebut sama sekali tidak merespon. Hal ini terjadi karena medulla
spinalis yang merupakan pusat syaraf juga telah dirusak maka secara langsung tidak akan
terjadi gerak refleks. Perlakuan pertama dengan merusak satu ruas sumsung tulang belakang
saja sudah tidak ada respon dari katak tersebut, apalagi dengan merusak lagi ruas sumsum
tulangnya lagi, juga pasti tidak ada respon dari katak tersebut. Hal ini sesuai dengan teori
menurut Sari (2010) mengemukakan bahwa Semakin lebar kerusakan sumsum tulang
belakang, responnya akan semakin melemah.
Pada praktikum ini, percobaan mengenai pengaruh arus listrik terhadap gerak refleks
pada katak dilakukan oleh kelompok 2 dan kelompok 4. Pengaruh lisrik ini dapat
menimbulkan efek yang mengejutkan bagi katak sehingga akan memicu terjadinya gerak
refleks. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa gerak refleks disebabkan oleh rangsangan
tertentu yang biasanya mengejutkan dan menyakitkan (Wulandari, 2009).
Percobaan yang sudah dilakukan baik oleh kelompok 2, kelompok 4 dengan dialiri
arus listrik dengan voltase 3V, 6V, dan 9V. Pada percobaan pertama tanpa perlakuan
terhadap sumsum tulang belakang menunjukkan hasil yang relatif sama. Artimya gerak
tungkai kanan dan kiri pada pengulangan pertama yang menggunakan tegangan 3V lebih
lambat daripada pengulangan setelahnya yang menggunakan 6V dan 9V. Hal ini disebabkan
sumsum tulang belakang masih dapat menanggapi rangsang dan mengkoordinasikannya
untuk diteruskan ke efektor dan menimbulkan gerakan refleks. Sedangkan untuk
pengulangan kedua yang menggunakan tegangan 6V menunjukkan hasil refleks yang lebih
lambat daripada yang ketiga menggunakan 9V, namun pada katak kelompok 2 refleknya
sama cepat dengan ketika menggunakan 9 V . Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar
tegangan listrik yang diberikan maka akan semakin besar gerak refleks yang dihasilkan
karena semakin besar tegangan maka semakin besar memberi rangsang yang mengejutkan
bagi katak. Artinya semakin tinggi tegangan/voltase arus listrik yang diberikan semakin
besar dan semakin cepat pula gerak refleks pada katak. Hal tersebut dapat terjadi karena
semakin besar voltase arus listrik, maka semakin memberikan pengaruh yang mengejutkan
pada katak sehingga memicu gerak refleks. Hal ini sesuai dengan teori yang ikemukakan
oleh Wulandari (2009) gerak refleks disebabkan oleh rangsangan tertentu yang biasanya
mengejutkan dan menyakitkan. Pengamatan selanjutnya dengan perusakan satu ruas dan dua
sumsum tulang belakang dari kelompok 2, dan kelompok 4 menunjukkan hasil bahwa: pada
kelompok 2 perlakuan 1 (kanan dan kiri: lambat, sedang, cepat) perlakuan 2 (kanan dan kiri:
lambat, lambat, sedang), sedangkan kelompok 4 perlakuan 1 (kanan dan kiri: sedang, cepat,
cepat) perlakuan 2 (kanan dan kiri: lambat, sedang, cepat). gerak refleks katak tidak seaktif
gerak refleks pada percobaan tanpa perusakan sumsum tulang. Hal ini menunjukan bahwa
saraf-saraf yang berhubungan dengan saraf spinalis ada yang rusak sehingga hanya sedikit
stimulus yang dapat direspon oleh katak. Rusaknya satu atau dua ruas sumsum tulang
belakang tidak berarti merusak semua sistem saraf yang menyebabkan reflek spinal,
sehingga dalam percobaan ini masih ada respon positifnya. Namun perlu diketahui bahwa
semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan semakin melemah
sehingga dalam percobaan ini gerak refleks setelah sumsum tulang belakang dirusak satu
ruas lebih responsif daripada sumsum tulang belakang yang dirusak sebanyak dua ruas. Hal
ini sesuai dengan teori. Menurut Pearc (1989) menyatakan bahwa sumsum tulang belakang
merupakan pusat gerak refleks, sehingga semakin tinggi tingkat perusakan sumsum tulang
belakang maka semakin lemah respon yang diberikan. Perusakan tulang belakang juga
merusak tali spinal sebagai jalur syaraf, namun dengan adanya respon refleks yang
sederhana dapat terjadi melalui aksi tunggal dari tali spinal meskipun adanya perusakkan
sumsum tulang belakang.
Dari menganalisis hasil percobaan di atas, maka dapat diketahui bahwa faktor-faktor
yang memperngaruhi aktivitas refleks katak antara lain adalah : Ada tidaknya rangsangan
atau stimulus dapat berasal dari luar tubuh maupun dalam tubuh. Dalam percobaan ini
menggunakan rangsangan dari luar tubuh yang berupa larutan zat (asam cuka) dan berupa
tekanan (tegangan listrik). Berfungsinya sumsum tulang belakang Sumsum tulang belakang
mempunyai dua fungsi penting yaitu untuk mengatur impuls dari dan ke otak dan sebagai
pusat reflek. Dengan adanya sumsum tulang belakang pasangan saraf spinal dan kranial
menghubungkan tiap reseptor dan efektor dalam tubuh sampai terjadi respon. Apabila
sumsum tulang belakang telah rusak total maka tidak ada lagi efektor yang menunjukkan
respon terhadap stimulus atau rangsang
Menurut Wulangi (1994) mekanisme kerja gerak refleks adalah sebagai berikut:
Rangsang diterima reseptor lalu diteruskan ke sumsum tulang belakang melalui
saraf sensorik.
Dari sumsum tulang belakang, rangsang diteruskan ke efektor tanpa melalui saraf
motorik ke otak, tetapi langsung ke otot melalui jalan terpendek yang disebut lengkung
refleks.
Dari mekanisme di atas, maka jalur perjalanan gerak refleks dapat digambarkan
secara skematis sebagai berikut:
Neuron
gerakan efektor
motorik
VII. Kesimpulan
Gerak refleks adalah gerak spontan yang tidak melibatkan kerja otak. Gerak ini
dilakukan tanpa kesadaran. Refleks sebenarnya merupakan gerakan respon dalam usaha
mengelak dari suatu rangsangan yang dapat membahayakan atau mencelakakan.
Rangsangan yang diberikan dalam percobaan ini adalah larutan asam cuka dan arus listrik.
Asam cuka memberikan rangsang menyakitkan bagi katak yang sudah dibersihkan
kulitnya, sedangkan arus listrik memberikan rangsang yang mengejutkan sehingga kedua
rangsangan tersebut dapat menimbulkan gerak refleks. Dalam gerak refleks sumsum tulang
belakang memiliki peran penting yang menghubungkan banyak interneuron. Semakin
semakin lebar kerusakan sumsum tulang belakang, responnya akan semakin melemah
sehingga gerak refleks semakin lambat atau lemah.
VIII. Saran
Dalam melaksanakan percobaan, usahakan praktikan lebih berani dalam
melakukan langkah kerja terutama pada katak, supaya tidak terjadi kegaduhan seperti ketika
praktek karena takut atau mungkin jijik pada katak. Sehingga mengurangi efisiensi waktu.
DAFTAR PUSTAKA
Franson. R. D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Hewan Ternak Edisi 4. Penerjemah: Srigandono.
Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
Hartati, Muhiddin Palennari , 2008 . Eksplorasi Jenis-Jenis Katak Beracun Endemik Sulawesi
Selatan . ISSN: 1411-4720 . Bionature. Vol.8 (1): 1- 9.
Idel,Antoni. 2000. Biologi Dalam Kehidupan Sehari-hari. Jakarta : Gitamedia Press.
Junqueira,carlos.L. 1995. Histologi Dasar. Jakarta : ECG.
Purwanto, Setiyo., Ranita Widyaswati dan Nuryati. 2009. Manfaat Senam Otak (Brain Gym)
Dalam Mengatasi Kecemasan Dan Stres Pada Anak Sekolah. Jurnal Kesehatan. ISSN
1979-7621. VOL.2 (1) : 81-90
Puspitasari , Hesti., Shanti Listyawati dan Tetri Widiyani. 2003. Aktivitas Analgetik Ekstrak
Umbi Teki (Cyperus rotundus L.) pada Mencit Putih (Mus musculus L.) Jantan. Jurnal
Biofarmasi. ISSN: 1693-2242. Vol. 1 ( 2) : 50-57
Sari, Juwita Lela. 2010. “ Fisiologi Sistem Syaraf pada Katak “. Jakarta : Universitas Negeri
Jakarta.
Soewolo,dkk.1994. Fisiologi Hewan. Jakarta : UT .
Villee, Claude A., Warren F. Walker, Jr., Robert D. Barnes. 1988. Zoologi Umum. Edisi Keenam
Jilid 1. Alih Bahasa: Nawangsari Sugiri. Jakarta : Erlangga.
Wulandari, Ika P. 2009. Pembuatan Alat Ukur Kecepatan Respon Manusia Berbasis
Mikrokontroller AT 89S8252. Jurnal Neutrino. Vol.1 (2): 208-219.
Wulangi, K.S. 1994. Prinsip-Prinsip Fisiologi Hewan. Jakarta : Depdikbud
Wilarso, Joko. 2001. Biologi Pendidikan Dasar. Jakarta : Erlangga
LAPORAN PRAKTIKUM FISIOLOGI HEWAN
Oleh
Nama : Ahdatu Uli Khikamil M
NIM : 120210103024
Kelas : C
Kelompok : 3