Anda di halaman 1dari 12

DESKRIPSI TENAGA KERJA DAN BONUS DEMOGRAFI DI PROVINSI BENGKULU

Mata Kuliah : Geografi Penduduk (KGO616214))


Dosen Pengampu : Dr. Trisnaningsih, M.Si.
Semester : Genap (4)
Hari/Tanggal : Selasa, 20 Mei 2019

Disusun Oleh:
Nama Penulis : Rintan Putri Salindah (1713034007)
Yohana Wirawati (1713034049)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI


JUSUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2019
PROVINSI BENGKULU

DISUSUN OLEH:

Kelompok VII
Rintan Putri Salindah (1713034007)
Yohana Wirawati (1713034049)
BAB I

PENDAHULUAN

1. Tenaga Kerja

Penduduk usia produktif merupakan salah satu indikator pembangunan ekonomi nasional.
Secara ekonomi penduduk usia produktif akan menguntungkan bila mereka dapat terserap
dalam pasar kerja dan penghasilan pendapatan. Dan bila penduduk kelompok umur produktif
itu tidak terserap dalam pasar kerja maka mereka akan menjadi pengangguran dan itu
menjadikan beban bagi pemerintah.

Sekalipun Provinsi Bengkulu jika dilihat berdsarkan Dpedensi rasio berpeluang mendapatkan
bonus demografi, namun kenyataannya ada banyak hal yang dapat menghambat terjadinya
peristiwa tersebut seperti halnya pengangguran. Pengangguran mengakibatkan ketiadaan dan
mengurangi sumber penghasilan rumah tangga, sehingga dapat mengancam kelangsungan
hidup. Pengangguran juga berpotensi menimbulkan permasalahan sosial yakni terjadinya tindak
kejahatan atau tindakan lain yang dapat mengganggu stabilitas sosial dan keamanan dalam
masyarakat.

Di sisi lain rendahnya kualitas pendidikan penduduk usia produktif dan minimnya keterampilan
yang dimiliki dan produktivitas rendah akan mengakibatkan mereka sulit bersaing dalam pasar
kerja.

Berdasarkan fenomena tersebut, tulisan ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui rasio ketergantungan Provinsi Bengkulu

2. Mengetahui kegiatan apa saja yang dilakukan oleh penduduk 15 tahun ke atas yang

berkaitan dengan kegiatan di usia produktif

3. Mengetahui jenis lapangan usaha yang paling mendominasi dan penyebabnya.


BAB II

ISI

Tabel 3. Presentase Jenis Lapangan Usaha Secara Temporal Tahun 2010, 2012, 2015, dan 2017
di Provinsi Bengkulu

Jenis Lapangan Tahun


Usaha
2010 2012 2015 2017

Agraris 57,74 52,62 54,2 49,1

Manufaktur 6,4 10,04 10,03 6,9

Servis 35,76 37,29 35,75 44,1

Sumber: BPS 2011 : 53

BPS 2013 : 68

BPS 2016 : 65

BPS 2018 : 63

Sektor agraris yang ditunjang dengan keadaan alam di Provinsi Bengkulu memang sangatlah
menunjang. Akan tetapi pertumbuhan perekonomian akan lebih baik jika, kualitas sumber daya
manusia meningkat dan terjadi keseimbangan jumlah pekerja menurut jenis lapangan usaha.
Sebab kebanyakan dari penduduk yang bekerja di sektor pertanian dan informal lainnya,
umumnya memiliki tingkat pendidikan yang relatif rendah. Seperti yang secara faktual telah
terlampir data penduduk usia 15 tahun keatas yang telah bekerja menurut pendidikan yang
ditamatkan pada Tabel 4. Selama 5 tahun berturut-turut dari tahun 2013 hingga tahun 2017,
penduduk yang bekerja rata-rata tertinggi merupakan tamatan Sekolah Dasar kebawah yakni
berkisar 40%.
Ada banyak sektor kerja yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tidak hanya yang berkaitan
dnegan pengolahan Sumber Daya Alam saja. Jika berdasarkan data pada Tabel 3, memang
sektor tersebutlah yang paling banyak diminati. Selain mudah didapatkan, pekerjaan di sektor
tersebut juga sebagian besar tidak memerlukan pemikiran yang alamiah dengan kemampuan
yang mempuni layaknya bekerja di sektor jasa. Selain itu keahlian dalam bercocok tanam dan
juga berternak dapat dilakukan melalui pengetahuan secara otodidak. Tidak memerlukan
pendidikan tinggi, kecuali jika yang terkait dengan tenaga ahli pada bidang tersebut, itupun
termasuk dalam jenis lapangan usaha bidang jasa bukan agraris. Penduduk yang bekerja di
sektor agraris tidak memerlukan pendidikan yang tinggi, sebab kemampuan yang dapat
diperoleh tanpa proses pembelajaran ataupun pelatihan khusus. Yang diperlukan hanyalah
modal usaha, berupa lahan, bibit, pupuk, pakan, alat, dan tenaga. Sekalipun tidak memiliki
modal berupa lahan dan finansial, seseorang tetap dapat bekerja dengan peran sebagai buruh
yang pastinya memiliki hasil yang sedikit.

Luasan lahan terkait sektor agraris di Provinsi Bengkulu tahun 2015, antara lain:

1. Luas sawah, 91.651,4 ha

2. Bukan sawah, 1.632.452 ha

3. Bukan pertanian, 267.830 ha (BPS, 2018: 230 dan 231).

Melihat luasan lahan yang cukup luas tersebut, tidak mengherankan jika sektor agraris banyak
peminat.

Tabel 4. Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja menurut Pendidikan yang
Ditamatkan di Provinsi Bengkulu, 2013-2017

Tingkat Pendidikan Tahun

2013 2014 2015 2016 2017

Sekolah dasar kebawah 41,85 42,49 42,26 35,69 39,91

SMP 19,93 19,11 18,66 19,93 19,45

SMA 27,18 26,75 27,24 19,60 20,32


Tingkat Pendidikan Tahun

Akademi 2,62 2,34 2,27 9,17 7,94

Perguruan tinggi 8,42 9,31 9,56 2,53 2,47

Total 100 100 100 100 100

Sumber : BPS, 2018 : 67

Upaya-upaya dalam memperbaiki taraf pendidikan terkait dengan peningkatan kualitas SDM
sejatinya telah dilakukan oleh pemerintah pusat. Anggaran pendidikan yang 20% tersebut masih
terus dipertahankan, kendati progres perubahan kualitas masih bergerak cukup lambat. Banyak
dari penduduk masih memiliki tingkat pendidikan yang rendah, ada banyak masalah yang
menghambat mereka untuk memperoleh pendidikan. Salah satunya minat belajar, dorongan
orangtua, dan juga kondisi perekonomian.

Sekalipun tingkat pengangguran diambang normal, namun ketidak adaan upaya untuk
meningkatkan kualitas dan pasar untuk menyerap angkatan kerja justru makin menjauhkan
peluang untuk menikmati bonus demografi. Sekalipun Provinsi Bengkulu mengutamakan sektor
agraris dalam menopang pertumbuhan ekonomi dan merupakan salah satu pasar yang mudah
dijumpai bagi mereka yang merupakan penduduk tamatan pendidikan rendah. Masih
diperlukan peluang usaha ataupun pasar usaha lain yang diharapkan dapat mendorong
transformasi pekerja dari sektor pertanian ke sektor lainnya. Dan meningkatkan angka
partisipasi murni untuk meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia.

2. Bonus Demograf

Bonus demografi sendiri memiliki makna sebagai keuntungan ekonomi yang disebabkan oleh
menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil proses penurunan fertilitas jangka panjang.
Namun demikian keuntungan secara ekonomis hanya akan terjadi jika penduduk usia produktif
benar-benar dapat memenuhi kebutuhannya secara finansial dengan bekerja. Artinya penduduk
usia produktif memiliki ruang serta peluang untuk bekerja.

Adioetomo (2005) menyatakan bahwa perubahan dinamika demografi dimana tingginya


pertumbuhan penduduk usia kerja akan mempengaruhi Gross Domestic Product per kapita
sebuah negara yang juga akan berdampak terhadap:

1. Jumlah penduduk usia kerja yang yang tinggi dan dapat diserap oleh pasar kerja akan

meningkatkan total output

2. Akan meningkatkan tabungan masyarakat

3. Tersedianya sumber daya manusia dalam proses pembangunan ekonomi.

Kondisi ini hanya akan terjadi sehingga bonus demografi betul-betul dapat dimanfaatkan jika
sebuah negara memenuhi beberapa prasyarat, yaitu:

1. Pertambahan penduduk usia kerja dibarengi oleh peningkatan kualitas sumber daya

manusia baik dari segi kesehatan maupun pendidikan dan keterampilan serta serta
peningkatan soft skill sehingga mereka memiliki daya saing secara global.

2. Penduduk usia kerja dapat diserap oleh pasar kerja yang tersedia

3. Tersedianya cukup lapangan kerja yang dapat menyerap tenaga kerja yang tersedia

(Yusmarni, :71-72).

Namun jika prasyarat di atas tidak dapat terpenuhi yang akan terjadi adalah kebalikan dari
bonus demografi (Demographic Dividend) yaitu beban demografi (Demographic Burden).
Dimana banyaknya jumlah penduduk produktif yang tidak dapat terserapoleh pasar kerja akan
menjadi beban ekonomi sebuah Negara. Pada kondisi ini tingkat pengangguran akan tinggi,
sehingga penduduk usia kerja yang tidak memiliki pekerjaan akan menjadi beban bagi
penduduk yang bekerja.

Seperti pada Tabel 2 diketahui bahwa junlah penduduk usia produktif selama 7 tahun tersebut
diatas, semuanya mencapai angka lebih dari satu juta jiwa. Jumlah tersebut masih terbagi lagi
menjadi dua yakni jumlah angkatan kerja dan jumlah angkatan tidak bekerja, penduduk usia 15
tahun ke atas yang bekerja pada tahun 2010 mencapai 72,50%, 2012 mencapai 70,75%, 2015
mencapai 71,88%, dan terakhir pada tahun 2017 masih bertahan di 71,88%. Sementara sisanya
memilih untuk melanjutkan sekolah dan mengurus rumah tangga. Tingkat pengangguran di
Provinsi Bengkulu tergolong normal dengan rata-rata kisaran 4%.

Tabel 4 Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang
Lalu di Provinsi Bengkulu Secara Temporal, (Agustus) 2010, 2012, 2015, dan 2017

Ketenagakerjaan Tahun

2010 2012 2015 2017

Jumlah Penduduk 1.715.518 1.766.794 1.874.944 1.934.269

Penduduk Usia Produktif 1.125.099 1.173.512 1.258.031 1.297.836

Angkatan Kerja 855.026 861.394 951.007 969.255

Sekolah 103.408 128.374 144.917 138.443

Mengurus rumah tangga 214.415 259.538 270.243 243.931

Bekerja 815.741 830.266 904.317 932.976

Menganggur 39.285 31.128 46.690 36.279

TPAK (%) 71,86 70,07 70,67 69,30

TPT (%) 4,59 3,61 4,91 3,74

Sumber : BPS 2012 : 53 dan 59

BPS 2015 : 57 dan 61

BPS 2017 : 57 dan 59

Di tahun 2010-an, DR di Provinsi Bengkulu kian membaik 52,47. Rasio ketergantungan yang
tersaji pada Tabel 1, secara temporal dengan interval 2 tahunan terus turun bahkan di tahun
2015 hingga 2017 angkanya stabil pada 49,03. DR suatu daerah senilai 40-50 menandakan
terjadinya jendela kesempatan. Pola DR yang semakin menurun memungkinkan daerah
Bengkulu kelak akan mencapai bonus demografi. Peristiwa tersebut merupakan peluang bagi
Bengkulu untuk mencapai kesejahteraan masyarakat karena jumlah penduduk produktif akan
tinggi. Disisi lain, hal ini akan menjadi ancaman apabila penduduk produktif tidak mendapat
pekerjaan atau ruang.

Akan tetapi kesiapan dalam menghadapi bonus demografi bukan hanya semata dilihat
berdasarkan rasio ketergantungan ataupun ataupun seberapa banyak mereka yang telah
bekerja, ada faktor lain yang harus dipenuhi oleh penduduk usia produktif agar peluang
tersebut dapat menjadi keuntungan, bukannya kerugian. Faktor tersebut yakni kualitas. Kualitas
tenaga kerja di Provinsi Bengkulu masih cukup rendah. Berdasarkan hasil survei angkatan kerja
nasional 2014 menyebutkan, bahwa 2014 angkatan kerja yang ada berpendidikan SD mencapai
45,5 persen. yang rata-rata terserap dibidang pertanian dan sektor informal, menurut IPADI.

Masih di tahun yang sama yakni 2014 menurut sekertaris IPADI Provinsi Bengkulu, Timbul
Silitonga menyebutkan bahwa Hingga Agustus 2014 sebesar 65,8 persen, itu sebesar 19,8
persen merupakan pekerja keluarga atau pekerja yang tidak dibayar. Sementara untuk meraih
bonus demografi di Bengkulu masih terdapat beberapa tantangan seperti, kualitas SDM
(penduduk) rendah, kualitas SDM tenaga kerja rendah, produktivitas tenaga kerja rendah, serta
daya serap lapangan kerja di sektor produktif pun masih tergolong rendah.

Sementara bonus demografi menurut Bongaarts (2001) maupun Bloom et.al. (2003) yaitu
penawaran tenaga kerja (labor supply), peranan perempuan, tabungan (savings), dan modal
manusia (humancapital). (Antaranews, 2013). Artinya harus ada peningkatan dan pemanfaatan
kualitas Sumber Daya Manusia yang baik, sehingga kesempatan untuk mencapai bonus tersebut
bukan hanya perkiraan tetapi juga dapat dirasakan manfaatnya secara ekonomi. Sangat
disayangkan, disaat kesempatan untuk mendapat bonus demografi dengan manfaat
meningkatkan taraf hidup masyarakat justru terhambat oleh kualitas Sumber Daya Manusia
yang rendah. Hal tersebut tidak akan mendatangkan keuntungan, melainkan justru menambah
beban pemerintah.
KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan diatas dapat diketahui bahwa:

1. Terkait dengan DR Provinsi Bengkulu yang berangka dibawah 50 yakni sebesar 40,03
pada tahun 2017. Tidak menjadi jaminan bahwa Bengkulu bisa mendapatkan bonus
demografi.

2. Rendahnya kualitas SDM yang diakibatkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan

kemampuan SDM dalam bekerja menjadi penghalang untuk dapat memperoleh bonus
demografi.
3. Jenis lapangan usaha yang paling banyak menyerap tenaga kerja berdasarkan data tahun
2013-2017 adalah sektor agraris, yang rerata pekerjanya merupakan tamatan tingkat
pendidikan Sekolah Dasar kebawah. Sektor ini didukung oleh keberadaan lahan yang luas
untuk diolah. Sektor agraris banyak menyerap tenaga kerja karena tidak memerlukan
kemampuan khusus terkait dengan ilmiah.

4. Perlu dilakukan upaya peningkatan kualitas SDM untuk mendorong transformasi tenaga

kerja agraris agar beralih ke sektor non agraris.

DAFTAR PUSTAKA

BPS. 2018. Provinsi Bengkulu dalam Angka Tahun 2017. Bengkulu: BPS.

....... 2016. Provinsi Bengkulu dalam Angka Tahun 2015. Bengkulu: BPS.

....... 2013. Provinsi Bengkulu dalam Angka Tahun 2012. Bengkulu: BPS.

....... 2011. Statistik Pemuda Provinsi Bengkulu 2010. Bengkulu: BPS.


Musriadi. 2013. Perubahan struktur penduduk berdampak peningkatan tenaga kerja. Antara
Bengkulu. <https://bengkulu.antaranews.com/berita/10639/perubahan-struktur-penduduk-
berdampak-peningkatan-tenaga-kerja>. Diakses pada 19 Mei 2019.

............ 2015. Bonus Demografi di Bengkulu Bisa Menjadi Petaka. Antara Bengkulu.
<https://bengkulu.antaranews.com/berita/30021/bonus-demografi-di-bengkulu-bisa-menjadi-
petaka>. Diakses pada 19 Mei 2019.

Nurkholis, Andi. 2012. Evaluasi Kondisi Demografi Secara Temporal di Provinsi Bengkulu: Rasio
Jenis Kelamin, Rasio Ketergantungan, Kepadatan Penduduk. Jurnal Pembangunan Sumber Daya
Manusia. www.ost.io.download. Diunduh pada, 19 Mei 2019.

Yusmarni. 2016. ANALISIS BONUS DEMOGRAFI SEBAGAI KESEMPATAN DALAM


MENGOPTIMALKAN PEMBANGUNAN PERTANIAN DI SUMATERA BARAT. Fakultas Pertanian
Universitas Andalas.

Anda mungkin juga menyukai