OLEH :
KELOMPOK 12
i
KULIAH KERJA NYATA (KKN)
INTERPROFESIONAL EDUCATION (IPE)
“PENINGKATAN KEMANDIRIAN KELUARGA DALAM
PENCEGAHAN STUNTING MELALUI UPAYA 1000 HARI
PERTAMA KEHIDUPAN”
OLEH : KELOMPOK 12
1. Ni Made Indah Indrayani (Prodi Keperawatan Diploma III)
2. Ni Ketut Sri Lestari (Prodi Keperawatan Diploma III)
3. Ni Luh Gede Ferlya Cintya Dewi (Prodi Keperawatan Diploma III)
4. I Gusti Ayu Vera Laksmi Dewi (Prodi Keperawatan Diploma III)
5. I Putu Wawan Narendra Putra (Prodi Keperawatan Program S.Tr)
6. Indah Cantika Wahadi (Prodi Keperawatan Program S.Tr)
7. Ni Putu Indah Swandewi (Prodi Kebidanan Diploma III)
8. Ni Putu Elinda (Prodi Kebidanan Program S.Tr)
9. Umi Ilyan (Prodi Kebidanan Program S.Tr)
10. I Gusti Ayu Ari Candra Pramayanti (Prodi Gizi Program Diploma III)
11. Septimike Yourintan Mutiara (Prodi Gizi Program Diploma III)
12. Ni Kadek Mirahyanti (Prodi Gizi Program Diploma III)
13. Ayu Nita Parna sari (Prodi Gizi Program S.Tr)
14. Ni Putu Intan Permatasari (Prodi Gizi Program S.Tr)
15. Masid Zuniken Oktarini (Prodi Sanitasi Program Diploma III)
16. I Kadek Wahyudi Mahardika P (Prodi Sanitasi Lingk. Program S.Tr)
17. Ida Ayu Putu Desmayanti (Prodi JKG Program Diploma III)
18. Luh Intan Wijayanti (Prodi TLM Program Diploma III)
19. Ni Kadek Kadik Purtamiati (Prodi TLM Program Diploma III)
20. Ni Komang Ayu Martinawati (Prodi TLM Program Diploma III)
ii
LEMBAR PENGESAHAN
MENGESAHKAN :
MENGETAHUI:
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tugas akhir KKN IPE yang berjudul “Peningkatan
Kemandirian Keluarga Dalam Pencegahan Stunting Melalui Upaya 1000 Hari Pertama
Kehidupan”.
Dalam penyusunan tugas akhir KKN IPE ini, penulis banyak mendapatkan
bimbingan, pengarahan dan bantuan dari semua pihak, sehingga tugas akhir KKN IPE
ini, dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Maka dari itu, penulis ingin
menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Ni Wayan Armini, SST., M. Keb. selaku ketua pembimbing lapangan dan Bapak
I Nengah Sumirta, SST., M. Kes., Ibu Ni Made Sirat, S.Si. T, M. Kes., Ibu Lely
Cintari, SST., MPH., Bapak I Nyoman Sujaya, SKM., MPH., serta Ibu I Gusti Ayu
Sri Dhyanaputri, SKM., MPH selaku pembimbing lapangan, yang telah
membimbing, mengarahkan, serta memberikan saran dan petunjuk dalam
menyelesaikan tugas akhir KKN IPE ini.
2. Ibu Kepala Puskesmas Dawan I yang telah menerima dan memberikan ijin untuk
melakukan kegiatan pengumpulan data pada kegiatan KKN IPE ini.
3. Bapak Kepala Desa Kusamba dan Bapak Kepala Desa Kampung Kusamba yang
telah menerima dan memberikan ijin untuk melakukan kegiatan pengumpulan data
pada kegiatan KKN IPE ini.
4. Kelian Banjar di lingkungan Desa Kusamba dan Kampung Kusamba yang telah
membantu kegiatan pengumpulan data pada kegiatan KKN IPE ini.
5. Bapak Anak Agung Ngurah Kusumajaya, SP., MPH. selaku Direktur Politeknik
Kesehatan Kemenkes Denpasar, yang telah memberikan ijin untuk kegiatan KKN
IPE ini.
iv
6. Bapak/ Ibu Ketua Jurusan di Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes
Denpasar, yang telah memberikan ijin untuk kegiatan KKN IPE ini.
7. Bapak/ Ibu Dosen di Lingkungan Politeknik Kesehatan Kemenkes Denpasar yang
telah mengantarkan penulis sampai semester 6 untuk Diploma III dan semester 8
Diploma IV.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah
membantu penyusunan tugas akhir KKN IPE.
Penulis menyadari dalam penyusunan tugas akhir KKN IPE ini, masih belum
sempurna, untuk itu dengan hati terbuka, penulis menerima kritikan dan saran yang
sifatnya konstruktif untuk kesempurnaan tugas akhir KKN IPE.
v
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................................... i
A. Stunting ............................................................................................................. 7
1. Definisi stunting .......................................................................................... 7
2. Penyebab terjadinya stunting ...................................................................... 7
3. Pencegahan stunting .................................................................................. 10
4. Kerangka intervensi stunting ................................................................... 11
B. Seribu Hari Pertama Kehidupan...................................................................... 12
1. Definisi 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) ........................................ 12
2. Upaya mengoptimalkan 1000 HPK (Hari Pertama Kehidupan) ............... 12
C. Kemandirian Keluarga .................................................................................... 14
1. Definisi kemandirian keluarga .................................................................. 14
2. Kategori kemandirian keluarga ................................................................. 15
vi
A. Kerangka Pemecahan Masalah ....................................................................... 17
B. Realisasi Pemecahan Masalah......................................................................... 19
C. Metode Pelaksanaan ........................................................................................ 23
D. Pengamatan Langsung .................................................................................... 24
E. Intervensi ......................................................................................................... 24
F. Sasaran ............................................................................................................ 24
G. Tempat dan Waktu .......................................................................................... 24
H. Alat dan Bahan ................................................................................................ 25
I. Pihak yang terlibat........................................................................................... 26
A. Hasil ....................................................................................................................
B. Pembahasan .......................................................................................................
A. Simpulan ............................................................................................................
B. Saran ..................................................................................................................
LAMPIRAN ...................................................................................................................
vii
viii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stunting (tubuh pendek) merupakan hasil jangka panjang dari kekurangan nutrisi
dengan tinggi badan menurut umur kurang dari minus dua standar deviasi (SD) di
bawah median panjang (WHO, 2010). Stunting merupakan permasalahan yang
semakin banyak ditemukan dinegara berkembang, termasuk Indonesia. Stunting
dianggap sebagai suatu gangguan pertumbuhan irreversibel akibat nutrisi yang tidak
memadai dan adanya infeksi berulang selama 1000 hari pertama kehidupan (United
Nations InternationalChildren’s Emergency Fund, 2017).
Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan dinegara
berkembang, termasuk Indonesia. Menurut UNICEF tahun 2017 satu dari tiga anak
mengalami stunting. Sekitar 40% anak di daerah pedesaan mengalami pertumbuhan
yang terhambat. Oleh sebab itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiasi
untukmenciptakan lingkungan nasional yang kondusif untuk gizi melalui peluncuran
Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling Up Nutrition – SUN) di mana program ini
mencangkup pencegahan stunting.
Secara global, prevalensi stunting pada tahun 2016 adalah 154,8 juta atau sebesar
22,9% pada anak dibawah usia 5 tahun (UNICEF et al., 2017). Jika kecenderungan ini
berlanjut, pada tahun 2025 diproyeksikan terdapat 127 juta anak dibawah usia 5 tahun
akan mengalami stunting (WHO, 2014). Prevalensi stunting menurun dari 24,6% pada
tahun 2015 menjadi 23,9% pada tahun 2016. Pada tahun 2016, 56% anak stunting hidup
di Asia dan prevalensi stunting paling tinggi di kawasan Asia berada di Asia Selatan
yaitu 34,1%. Sekitar 2 dari 5 anak-anak di dunia dibawah 2 Prodi S1 Kebidanan FK
Universitas Andalas usia 5 tahun yang mengalami stunting hidup di Asia Selatan
(UNICEF et al., 2017). Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi stunting
balita di Indonesia sebesar 30, 86 %. Indonesia menduduki pringkat kelima di dunia
dan menduduki peringkat kedua di Asia Tenggara.
1
Stunting (tubuh yang pendek) menggambarkan keadaan gizi kurang yang sudah
berjalan lama dan memerlukan waktu bagi anak untuk berkembang serta pulih kembali.
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2019) kejadian stunting di
Provinsi Bali sebanyak 21,9%. Kabupaten Klungkung merupakan salah satu kabupaten
di Provinsi Bali yang merupakan kabupaten paling kecil ke-2 dari 9 Kabupaten dan
Kodya di Bali. Kabupaten Klungkung menduduki peringkat ke 5 kejadian stunting.
Prevalensi kejadian stunting di Kabupaten Klungkung sebanyak 21,39% (Dinas
Kesehatan Provinsi Bali, 2019). Kejadian stunting di wilayah kerja UPT. Puskesmas
Dawan I tercatat sebanyak 19 (1,6%) orang balita mengalami stunting. Salah satunya
di Desa Kusamba terdapat 2 orang dari 358 (0,6%) balita mengalami stunting dan di
Desa Kampung Kusamba terdapat 2 orang dari 51 balita (3,9%) mengalami stunting
(UPT. Puskesmas Dawan I, 2019).
Menurut Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi
(Kemendesa PDTT) (2017), stunting disebabkan oleh faktor multidimensi yaitu faktor
praktik pengasuhan atau pola asuh yang tidak baik, terbatasnya layanan kesehatan
termasuk layananan Antenatal Care (ANC) dan Postnatal Care (PNC), terbatasnya
akses anak ke pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses rumah tangga atau
keluarga ke makanan bergizi, serta kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Selain
itu, status ekonomi dan jumlah anggota keluarga juga berpengaruh terhadap kejadian
stunting (Oktarina dan Sudiarti, 2013).
Tingkat kebersihan di Indonesia juga berkonstribusi terhadap kejadian stunting.
Sekitar 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih Buang Air Besar (BAB) diruang
terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih
(TNP2K, 2017). Penelitian menyebutkan setiap peningkatan 10% dalam open
defecation akan meningkatkan kejadian stunting sebesar 0,7% (Spears et al., 2013).
Kejadian stunting juga akan meningkat pada keluarga dengan kualitas fisik air yang
kurang baik (37,8%) dibandingkan pada keluarga dengan kualitas fisik air yang baik
(Adiyanti dan Besral, 2014).
Pemanfaatan pelayanan kesehatan yang kurang juga dapat berkonstribusi
terhadap kejadian stunting. Pemanfaatan pelayanan kesehatan di Indonesia berupa
2
posyandu semakin menurun dari 79% pada tahun 2007 menjadi 64% pada tahun 2013
dan anak belum mendapatkan akses yang memadai ke layanan imunisasi (TNP2K,
2017), sedangkan menurut penelitian Picauly dan Toy (2013), anak yang tidak
memiliki riwayat imunisasi berpeluang mengalami stunting dengan peningkatan
kejadian 1.983 kali dibandingkan anak yang memiliki riwayat imunisasi.
Stunting menjadi permasalahan yang besar pada pertumbuhan anak di Indonesia.
Sehingga untuk mencetak anak di Indonesia yang sehat dan cerdas, langkah awal yang
paling penting untuk dilakukan adalah pemenuhan gizi pada anak sejak usia dini,
bahkan saat masih berada di dalam kandungan atau dikenal dengan 1000 Hari Pertama
Kehidupan (1000 HPK) di dunia sebagai saat yang terpenting dalam kehidupan
seseorang. Periode 1000 HPK terhitung dari usia 0-24 bulan yang merupakan masa
kritis dalam pertumbuhan otak karena adanya peningkatan yang mencolok untuk
perkembangan sel-sel dalam otak yang sangat rentan terhadap kerusakan. Sejak saat
perkembangan janin di dalam kandungan, hingga usia dua tahun menentukan kesehatan
dan kecerdasan seseorang. Makanan selama kehamilan juga dapat mempengaruhi
fungsi memori, konsentrasi, pengambilan keputusan, intelektual, mood dan emosi
seorang anak di kemudian hari.
Gerakan 1000 HPK menurut Mayliwati (2018) adalah Gerakan Nasional
Percepatan Perbaikan Gizi dalam rangka 1000 Hari Pertama Kehidupan. Gerakan ini
penting sebagai penentu kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) Indonesia di masa
mendatang. Pada periode 1000 HPK ini merupakan periode yang menentukan kualitas
kehidupan, oleh karenanya dikenal dengan “Periode Emas” (Golden Periode) atau
“Periode Kritis”, dimana pada 1000 HPK hari selama 270 kehamilan dan 730 hari pada
kehidupan pertama bayi yang dilahirkannya, merupakan periode sensitif sehingga
apabila mengalami gangguan pada gizinya, tidak dapat diperbaiki di masa kehidupan
selanjutnya.
Dalam pencapaian program keluarga sehat perlu kolaborasi dari berbagai tenaga
kesehatan untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat sesuai indikator
tersebut. Hubungan antara tenaga kesehatan dengan masyarakat baik perawat, bidan,
gizi, analis kesehatan, keperawatn gigi, dan kesehatan lingkungan telah berlangsung
3
sejak lama. Semua tenaga kesehatan tersebut sangat berkontribusi dalam membantu
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Hubungan ini tentunya harus ditandai
dengan perkembangan kearah hubungan yang lebih profesional.
Kerjasama beberapa profesi tersebut memerlukan suatu kerja tim
(Interprofessional Practice) yang baik untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Maka
dari pada itu Interprofesional Education (IPE) merupakan salah satu bentuk
pembelajaran bagi mahasiswa untuk berkoordinasi diantara berbagai profesi untuk
menangani suatu masalah. Menurut WHO, IPE “terjadi ketika dua atau lebih dari dua
profesi melakukan tugas secara professional dengan berkolaborasi untuk menghasilkan
taraf kesehatan pasien menjadi lebih baik” (WHO,2010).
Di dalam IPE pasien/klien/komunitas menjadi “center” dari penerapan IPE.
Pengalaman ini sangat penting diberikan pada mahasiswa sehingga nantinya akan
terbentuk kerja sama tim yang lebih baik dan menjawab tantangan di dunia kerja dalam
menangani permasalahan kesehatan. Untuk itu, maka perlu untuk mengembangkan
program IPE pada mahasiswa di lingkungan Politeknik Kesehatan Denpasar. Dengan
semakin bertambahnya informasi dan pengetahuan mengenai IPE di kalangan
akademisi Politeknik Kesehatan Denpasar, dan semakin tingginya keinginan untuk
meningkatkan pelayanan kesehatan, maka sangat dibutuhkan adanya tindakan nyata
penerapan IPE. Salah satu wujud nyata dalam memberikan pelatihan IPE kepada
mahasiswa adalah dengan melakukan program kegiatan KKN (Kuliah Kerja Nyata).
KKN pada dasarnya merupakan suatu wujud dari Tri Dharma Perguruan Tinggi.
KKN merupakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat di daerah tertentu atau
lembaga pendidikan, dilaksanakan secara kelompok, terintegrasi antara jurusan.
Kegiatan KKN bertujuan untuk memberikan pengalaman kerja nyata di lapangan
dalam bidang membentuk sikap mandiri dan tanggung jawab dalam pelaksanaan
pekerjaan di lapangan. Selain itu, KKN juga bertujuan untuk membantu masyarakat
dalam meningkatkan taraf pengetahuan dan keterampilan sehingga diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraannya (Setyaningsih, Fitriyanto, Nugroho, & Fatyanhayanti,
2015).
4
Kegiatan KKN IPE tahun 2020 yang melibatkan seluruh jurusan dan program
studi diselenggarakan di 2 Kabupaten di Provinsi Bali yaitu Kabupaten Bangli dan
Klungkung. Pemilihan lokasi didasarkan pada angka kejadian stunting yang sesuia
dengan tema KKN yang akan dilakukan yaitu “Peingkatan Kemandirian Keluarga
dalam Pencegahan Stunting Melalui Upaya 1000 Hari Pertama Kehidupan”
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah kemandirian keluarga dalam pencegahan stunting melalui upaya
1000 hari pertama kehidupan di Desa Kusamba dan Desa Kampung Kusamba?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Setelah melaksanakan KKN, mahasiswa diharapkan mempunyai pengalaman
dan keterampilan dalam menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi secara
interdisipliner sehingga mampu melakukan komunikasi interprofessional, kerjasama
sebagai tim kesehatan dan manajemen konflik.
2. Tujuan khusus
a. Menerapkan ilmu pengetahuan dalam kehidupan sehari-hari
b. Melakukan kerjasama dalam tim
c. Melakukan orientasi lapangan untuk mengenal kondisi wilayah
d. Melakukan identifikasi permasalahan kesehatan yang ada di masyarakat
e. Melakukan pengumpulan data kesehatan di masyarakat
f. Melakukan pengolahan data kesehatan di masyarakat
g. Melakukan analisis prioritas masalah kesehatan di masyarakat
h. Menyusun rencana pemecahan masalah kesehatan dii masyarakat
i. Melaksanakan kegiatan pemecahan masalah kesehatan di masyarakat
j. Menyusun laporan kegiatan pemecahan masalah kesehatan di masyarakat
5
D. Manfaat
Penyusunan tugas akhir KKN IPE ini, diharapkan dapat bermanfaat bagi semua
pihak yang terlibat khususnya bagi penulis. Disamping itu, tugas akhir KKN IPE ini
diharapkan juga bermanfaat dari dua sisi, baik sisi teoritis dan praktis yang ingin
dicapai dalam kegiatan KKN IPE ini yaitu:
1. Manfaat teoritis
Kegiatan KKN IPE diharapkan dapat menambah pengetahuan tentang
pelaksanaan KKN IPE khususnya mengenai kompleksitas permasalahan kesehatan
pada ibu hamil, ibu menyusui dan baduta.
2. Manfaat praktis
Adapun manfaat praktis dari penelitian ini sebagai berikut:
a. Bagi mahasiswa
Dapat memahami dan menghayati kompleksitas permasalahan hidup ditengah
masyarakat, belajar merumuskan pilihan pemecahannya serta belajar mendampingi
upaya peningkatan kualitas kehidupan masyarakat.
b. Bagi masyarakat
Diharapkan memberikan pencerahan dan pemberdayaan agar mereka dapat
menolong diri sendiri untuk peningkatan kualitas kehidupannya.
c. Bagi institusi pendidikan
Dapat menjadi akselerasi peningkatan sinergitas dan harmoniasi hubungan
institusional antara Perguruan dan masyarakat untuk peningkatan performa
pembangunan.
6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Stunting
1. Definisi stunting
Stunting (kerdil) merupakan kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur. Kondisi ini diukur dengan panjang
atau tinggi badan yang lebih dari minus dua standar deviasi median standar
pertumbuhan anak dari WHO. Stunting didefinisikan sebagai kondisi anak usia 0 – 59
bulan, dimana tinggi badan menurut umur berada di bawah minus 2 Standar Deviasi
(<-2SD) dari standar median WHO. Lebih lanjut dikatakan bahwa stunting akan
berdampak dan dikaitkan dengan proses kembang otak yang terganggu, dimana dalam
jangka pendek berpengaruh pada kemampuan kognitif. Jangka panjang mengurangi
kapasitas untuk berpendidikan lebih baik dan hilangnya kesempatan untuk peluang
kerja dengan pendapatan lebih baik. Balita stunting termasuk masalah gizi kronik yang
disebabkan oleh banyak faktor seperti kondisi sosial ekonomi, gizi ibu saat hamil,
kesakitan pada bayi, dan kurangnya asupan gizi pada bayi. Balita stunting di masa yang
akan datang akan mengalami kesulitan dalam mencapai perkembangan fisik dan
kognitif yang optimal.
2. Penyebab terjadinya stunting
Faktor penyebab stunting ini dapat disebabkan oleh faktor langsung maupun
tidak langsung. Penyebab langsung dari kejadian stunting adalah asupan gizi dan
adanya penyakit infeksi sedangkan penyebab tidak langsungnya adalah pola asuh,
pelayanan kesehatan, ketersediaan pangan, faktor budaya, ekonomi dan masih banyak
lagi faktor lainnya (UNICEF, 2008; Bappenas, 2013).
a. Faktor langsung
1) Asupan gizi
Asupan gizi yang adekuat sangat diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tubuh balita. Masa kritis ini merupakan masa saat balita akan
mengalami tumbuh kembang dan tumbuh kejar. Baduta yang mengalami kekurangan
7
gizi sebelumnya masih dapat diperbaiki dengan asupan yang baik sehingga dapat
melakukan tumbuh kejar sesuai dengan perkembangannya. Namun apabila
intervensinya terlambat balita tidak akan dapat mengejar keterlambatan
pertumbuhannya yang disebut dengan gagal tumbuh. Baduta yang normal
kemungkinan terjadi gangguan pertumbuhan bila asupan yang diterima tidak
mencukupi. Penelitian yang menganalisis hasil Riskesdas menyatakan bahwa
konsumsi energi balita berpengaruh terhadap kejadian balita pendek, selain itu pada
level rumah tangga konsumsi energi rumah tangga di bawah rata-rata merupakan
penyebab terjadinya anak balita pendek (Sihadi dan Djaiman, 2011).
2) Penyakit infeksi
Penyakit infeksi merupakan salah satu faktor penyebab langsung stunting, yang
berkaitan antara penyakit infeksi dengan pemenuhan asupan gizi tidak dapat
dipisahkan. Adanya penyakit infeksi akan memperburuk keadaan bila terjadi
kekurangan asupan gizi. Anak balita dengan kurang gizi akan lebih mudah terkena
penyakit infeksi. Untuk itu penanganan terhadap penyakit infeksi yang diderita sedini
mungkin akan membantu perbaikan gizi dengan diiimbangi pemenuhan asupan yang
sesuai dengan kebutuhan anak balita.Penyakit infeksi yang sering diderita balita seperti
cacingan, Infeksi saluran pernafasan Atas (ISPA), diare dan infeksi lainnya sangat erat
hubungannya dengan status mutu pelayanan kesehatan dasar khususnya imunisasi,
kualitas lingkungan hidup dan perilaku sehat (Bappenas, 2013).
8
Ketersediaan pangan merupakan faktor penyebab kejadian stunting,
ketersediaan pangan di rumah tangga dipengaruhi oleh pendapatan keluarga,
pendapatan keluarga yang lebih rendah dan biaya yang digunakan untuk pengeluaran
pangan yang lebih rendah merupakan beberapa ciri rumah tangga dengan anak pendek
(Sihadi dan Djaiman, 2011).
2) Status gizi ibu saat hamil
Status gizi ibu saat hamil dipengaruhi oleh banyak faktor, faktor tersebut dapat terjadi
sebelum kehamilan maupun selama kehamilan. Beberapa indikator pengukuran seperti:
a) Kadar hemoglobin (Hb) yang menunjukkan gambaran kadar Hb dalam darah
untuk menentukan anemia atau tidak
b) Lingkar Lengan Atas (LILA) yaitu gambaran pemenuhan gizi masa lalu dari ibu
untuk menentukan KEK atau tidak
c) Hasil pengukuran berat badan untuk menentukan kenaikan berat badan selama
hamil yang dibandingkan dengan IMT ibu sebelum hamil (Yongky, 2012;
Fikawati, 2010).
Stunting juga dapat disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya
disebabkan oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak baduta.
Intervensi yang paling menentukan untuk dapat mengurangi prevalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK). Secara lebih
detil, beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan sebagai
berikut :
a. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu
mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60% dari
anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan 2 dari
3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima. Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI).
MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas 6 bulan. Selain
berfungsi untuk mengenalkan jenis makanan baru pada bayi, MPASI juga dapat
mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat disokong oleh ASI, serta
9
membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem imunologis anak terhadap
makanan maupun minuman.
b. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan) Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu
semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum mendapat
akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu hamil belum
mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih terbatasnya akses ke
layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3 anak usia 3-6 tahun belum
terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
c. Masih kurangnya akses rumah tangga/keluarga ke makanan bergizi. Hal ini
dikarenakan harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.Menurut
beberapa sumber (RISKESDAS 2013, SDKI 2012, SUSENAS), komoditas makanan
di Jakarta 94% lebih mahal dibanding dengan di New Delhi, India. Harga buah dan
sayuran di Indonesia lebih mahal daripada di Singapura. Terbatasnya akses ke makanan
bergizi di Indonesia juga dicatat telah berkontribusi pada 1 dari 3 ibu hamil yang
mengalami anemia.
d. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menunjukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar (BAB)
diruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air minum bersih.
3. Pencegahan Stunting
Stunting merupakan salah satu target Sustainable Development Goals (SDGs)
yang termasuk pada tujuan pembangunan berkelanjutan ke-2 yaitu menghilangkan
kelaparan dan segala bentuk malnutrisi pada tahun 2030 serta mencapai ketahanan
pangan. Target yang ditetapkan adalah menurunkan angka stunting hingga 40% pada
tahun 2025. Untuk mewujudkan hal tersebut, pemerintah menetapkan stunting sebagai
salah satu program prioritas. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39
Tahun 2016 tentang Pedoman Penyelenggaraan Program Indonesia Sehat dengan
10
Pendekatan Keluarga, upaya yang dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di
antaranya sebagai berikut:
a. Ibu Hamil dan Bersalin
1) Intervensi pada 1.000 hari pertama kehidupan;
2) Mengupayakan jaminan mutu ante natal care (ANC) terpadu;
3) Meningkatkan persalinan di fasilitas kesehatan;
4) Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori, protein, dan
mikronutrien (TKPM);
5) Deteksi dini penyakit (menular dan tidak menular);
6) Pemberantasan kecacingan;
7) Meningkatkan transformasi Kartu Menuju Sehat (KMS) ke dalam Buku KIA;
8) Menyelenggarakan konseling Inisiasi Menyusu Dini (IMD) dan ASI eksklusif; dan
9) Penyuluhan dan pelayanan KB.
b. Balita
1) Pemantauan pertumbuhan balita;
2) Menyelenggarakan kegiatan Pemberian Makanan Tambahan (PMT) untuk balita;
3) Menyelenggarakan stimulasi dini perkembangan anak; dan
4) Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal.
11
energi dan protein kronis, mengatasi kekurangan zat besi dan asam folat, mengatasi
kekurangan iodium, menanggulangi kecacingan pada ibu hamil serta melindungi ibu
hamil dari Malaria.
b. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 0-6 Bulan.
Intervensi ini dilakukan melalui beberapa kegiatan yang mendorong inisiasi menyusui
dini/IMD terutama melalui pemberian ASI jolong/colostrum serta mendorong
pemberian ASI Eksklusif.
c. Intervensi Gizi Spesifik dengan sasaran Ibu Menyusui dan Anak Usia 7-23 bulan.
Intervensi ini meliputi kegiatan untuk mendorong penerusan pemberian ASI hingga
anak/bayi berusia 23 bulan. Kemudian, setelah bayi berusia diatas 6 bulan didampingi
oleh pemberian MP-ASI, menyediakan obat cacing, menyediakan suplementasi zink,
melakukan fortifikasi zat besi ke dalam makanan, memberikan perlindungan terhadap
malaria, memberikan imunisasi lengkap, serta melakukan pencegahan dan pengobatan
diare.
Kerangka intervensi stunting yang direncanakan oleh Pemerintah yang kedua
adalah Intervensi Gizi Sensitif. Kerangka ini idealnya dilakukan melalui berbagai
kegiatan pembangunan diluar sektor kesehatan dan berkontribusi pada 70% intervensi
stunting. Ada 12 kegiatan yang dapat berkontribusi pada penurunan stunting melalui
Intervensi Gizi Spesifik sebagai berikut:
1) Menyediakan dan memastikan akses terhadap air bersih.
2) Menyediakan dan memastikan akses terhadap sanitasi.
3) Melakukan fortifikasi bahan pangan.
4) Menyediakan akses kepada layanan kesehatan dan Keluarga Berencana (KB).
5) Menyediakan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
6) Menyediakan Jaminan Persalinan Universal (Jampersal).
7) Memberikan pendidikan pengasuhan pada orangtua.
8) Memberikan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) Universal
9) Memberikan pendidikan gizi masyarakat.
10) Memberikan edukasi kesehatan seksual dan reproduksi, serta gizi pada remaja.
11) Menyediakan bantuan dan jaminan sosial bagi keluarga miskin.
12
12) Meningkatkan ketahanan pangan dan gizi.
Kedua kerangka Intervensi Stunting diatas sudah direncanakan dan dilaksanakan oleh
Pemerintah Indonesia sebagai bagian dari upaya nasional untuk mencegah dan
mengurangi pervalensi stunting.
13
lemak esensial, memfasilitasi penyerapan vitamin larut lemak. Kebutuhan lemak bagi
anak dalam makanan pendamping ASI sekitar 30-45% kebutuhan energi.
b. Pemenuhan Asi Ekslusif
WHO merekomendasikan pemberian ASI Eksklusif selama 6 bulan pertama dan
pemberian ASI diteruskan hingga anak berusia 2 tahun untuk meningkatkan daya tahan
tubuh anak. Riset Katulla, dkk (2014) dalam penelitian The first 1000 days of life
mengemukakan pemberian ASI Eksklusif menurunkan risiko infeksi saluran cerna,
alergi, infeksi usus besar dan usus halus, penyakit celiac, leukemia, limfoma, obesitas,
dan DM pada masa yang akan datang. Pemberian ASI Eksklusif hingga 2 tahun juga
dapat mempercepat pengembalian status gizi ibu, menurunkan risiko obesitas,
hipertensi, kanker payudara ibu.
c. Sanitasi Lingkungan yang sehat
Sanitasi lingkungan ikut memengaruhi tumbuh kembang anak. Membiasakan
untuk selalu mencuci peralatan botol susu, makan, masak serta mainan dengan
pembersih yang food grade. Mencuci tangan dengan sabun dan air bersih yang
mengalir. Kemudian, pakaian sebaiknya dicuci dengan pembersih yang lembut.
Sanitasi lingkungan yang tidak baik akan mengakibatkan kejadian diare yang nantinya
akan menyebabkan infeksi sehingga berpengaruh dan anak akan mengalami kurang
gizi. Guna mencapai target bonus demografi generasi emas di tahun 2030-2040.
C. Kemandirian keluarga
1. Definisi kemandirian keluarga
Kemandirian merupakan suatun sikap individu yang diperoleh secara kumulatif
selama perkembangan dimana individu akan terus belajar untuk bersikap mandiri
dalam menghadapi berbagai situasi dilingkungan sehingga individu pada akhitnya akan
mampu berfikir dan bertindak sendiri. Dengan kemandirian seseorang dapat
berkembangan dengan lebih baik. Agar dapat mandiri seseorang membutuhkan
kesempatan, dukungan, dorongan dari keluarga serta lingkungan disekitarnya. Agar
dapat mencapai otonomi atas diri sendiri peran keluarga serta lingkungan di sekitar
dapat memperkuat untuk setiap perilaku yang dilakukan. Hal ini dinyatakan oleh
14
Robert Havighurst bahwa “ kemandirian merupakan suatu sikap otonomi dimana
seseorang secara relatif bebas dari pengaruh penilaian, pendapatan dan keyakinan
orang lain. Dengan otonomi tersebut seorang keluarga diharapkan akan lebih
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dan keluarga.
15
d. Keluarga mandiri tingkat IV
Kemandirian tingkat IV terdiri dari:
1) Menerima petugas perawat kesehatan komunitas
2) Menerima pelayanan keperawatan yang diberikan sesuai dengan rencana
keperawatan
3) Tahu dan dapat mengungkapkan masalah kesehatan secara benar
4) Melakukan perawatan sederhana sesuai dengan yang dianjurkan
5) Memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan secara aktif
6) Melaksanakan tindakan pencegahan secara aktif
7) melaksanakan tindakan promotif secara aktif
16
BAB III
METODE PELAKSANAA
17
Identifikasi Masalah
Persiapan Pengumpulan data
stunting
Pengolahan Data
18
B. Realisasi Pemecahan Masalah
Realisasi pemecahan masalah dalam kegiatan KKN IPE ini dilakukan pada saat
bersamaan dengan intervensi dengan mengadakan penyuluhan serta pemantauan
kesehatan.
Tabel 1.
Realisasi Pemecahan Masalah Sesuai Kompetensi Masing-Masing Jurusan
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
19
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
20
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
21
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
Tumbuh Posyandu.
Akses/ Sehat
22
Urutan
Jurusan Rencana Intervensi
Masalah
1. Anak-anak
2. Remaja
3. Dewasa (umum, perokok, penderita
penyakit tertentu seperti DM dan TB Paru)
4. Lansia
5. Pentingnya menjaga kesehatan gigi
Pendidikan Jaminan Kesehatan:
C. Metode Pelaksanaan
Metode pelaksanaan yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah metode
Inter-Professional Education (IPE). Mahasiswa dari berbagai profesi (kebidanan,
keperawatan, gizi, analis kesehatan, keperawatan gigi dan kesehatan lingkungan)
melakukan pengabdian kepada masyarakat secara bersama sesuai dengan kompetensi
masing-masing. Adapun pelaksanaan dalam kegiatan KKN IPE ini meliputi:
1. Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah dilakukan dengan mendata dari rumah ke rumah di lingkungan
Wilayah Desa Kusamba dan Kampung Kusamba untuk menemukan gambaran tentang
kondisi dan situasi yang terjadi di lingkungan skitar serta kehidupan dan karakteristik
penduduk yang ditemui saat survey dilakukan.
2. Pengisian Kuisioner
Pengisian kuisioner dilakukan dengan menyebar kuisioner yang telah
dikembangkan sebelumnya, pedoman wawancara untuk wawancara.Penyebaran
23
kuisioner dilakukan kepada ibu hamil, baduta dan ibu menyusui yang berada di wilayah
Desa Kusamba dan Kampung Kusamba.
3. Wawancara
Wawancara dilakukan dengan pedoman wawancara yang dilakukan kepada
masyarakat, kader-kader di desa kusamba dan kampung kusamba serta UPDT
Puskesmas Dawan 1.
D. Pengamatan langsung
Pengamatan langsung dilakukan dengan menggunakan kuisioner yang telah
disiapkan sebelumnya. Data yang didapat yaitu data keadaan lingkungan.
E. Intervensi
Intervensi dilakukan setelah mengetahui permasalahan-permasalahan yang
terdapat pada masing-masing ibu hamil, ibu menyusui dan baduta yang berdasarkan
pada tingkat kemandirian keluarga, yang dilakukan oleh mahasiswa sesuai dengan
kompetensinya masing-masing.
F. Sasaran
Sasaran yang dituju dalam kegiatan ini adalah seluruh ibu hamil, ibu menyusui
dan baduta yang berada di wilayah Desa Kusamba dan kampung Kusamba.
24
H. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah sesuai dengan masing-
masing profesi, diantaranya :
a. Perawat : Tensi Meter, Thermometer
b. Bidan : Tensi Meter, Mcd, Doppler
c. Gizi : Pita LILA, Timbangan injak digital, Microtoice
d. Analis Kesehatan : POCT (untuk pemeriksaan HB)
e. Perawat Gigi : Alat OD
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam kegiatan KKN IPE ini adalah leaflet dan kuisioner
yang disusun mencakup format pendataan yang dapat mengidentifikasi masalah
kesehatan dan dapat memberi informasi tentang penyakit stunting: kesehatan ibu
bersalin, imunisasi, ASI Eksklusif, tumbuh kembang baduta, anemia pada ibu hamil
dan ibu menyusui, Jaminan Kesehatan Nasional, air bersih serta jamban sehat.
25
J. Penilaian Kegiatan
Tabel 2.
Penilaian Kegiatan yang diberikan Kepada Anggota Keluarga
No Indikator Intervensi
26
No Indikator Intervensi
27