Proteksi Radiasi (Dosimetri)
Proteksi Radiasi (Dosimetri)
PENDAHULUAN
1
Dari ketiga jenis sumber radiasi tersebut, sinar-γ merupakan jenis radiasi
pengion yang hingga kini digunakan secara luas dalam berbagai kegiatan
industri.
Dosimetri merupakan kegiatan pengukuran dosis radiasi dengan teknik
pengukurannya didasarkan pada pengionan yang disebabkan oleh radiasi
dalam gas, terutama udara. Dalam proteksi radiasi, metode pengukuran dosis
radiasi ini dikenal dengan sebutan dosimetri radiasi. Oleh karena itu dosimetri
perlu diperkenalkan secara lebih mendalam dalam upaya proteksi terhadap
efek negatif dari sumber radiasi pengion yang dapat menimbulkan penyakit
menurun.
1.3 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1. Mengetahui tentang dosimetri dan dosimeter
2. Mengetahui jenis – jenis dosimeter
3. Mengetahui keunggulan dan kelemahan masing – masing jenis dosimeter
4. Mengetahui jenis satuan untuk pengukuran radiasi
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Dosimetri dan dosimeter
2.1.1 Dosimetri
2
Dosimetri adalah ilmu yg mempelajari berbagai besaran dan satuan dosis
radiasi. Sedangkan dosis adalah kuantitas dari proses yang ditinjau sebagai akibat
radiasi mengenai materi. Faktor yang perlu diperhatikan disini yakni jenis radiasi
dan bahan yang dikenainya. Apabila yang terkena radiasi adalah benda hidup,
maka perlu juga diperhatikan tingkat kepekaan masing – masing jaringan tubuh
terhadap radiasi, demikian halnya zat radioaktif sebagai sumber radiasi masuk
kedalam tubuh.
2.1.2 Dosimeter
Dosimeter digunakan untuk mendeteksi dan mengukur dosis individu dari
radiasi eksternal. Dosimeter digunakan untuk mengukur dosis radiasi eksternal
dan tidak memberikan perlindungan terhadap paparan radiasi.Dosimeter dibagi
menjadi 4 kelas dasar yang didasarkan kualitas/mutu dosimeter radiasi tersebut
dan daerah penggunaanya yaitu (Kenneth R.K. and Walter R.N., 1972) :
1. Dosimeter standar primer yaitu dosimeter dengan mutu metrology tertinggi
yang telah ditetapkan oleh organisasi internasional ataupun nasional sebagai
standar dosimeter dosis serap. Dosimeter ini digunakan untuk
membandingkan lingkungan radiasi dalam kalibrasi dosimeter laboratorium,
contohnya dosimeter kamar pengion dan kalorimeter.
2. Dosimeter standar acuan yaitu dosimeter dengan mutu metrology tertinggi
yang digunakan sebagai standar acuan untuk memberikan pengukuran
terhadap pengukuran yang telah dilakukan menggunakan dosimeter standar
promer. Dosimeter ini digunakan dalam kalibrasi lingkungan radiasi dan
kalibrasi dosimeter rutin, contohnya dosimeter alanin yang bisa bekerja pada
rentang dosis serap 1 sampai dengan 105 Gy dengan alat bacanya spectrometer
EPR.
3. Dosimeter rutin yaitu dosimeter yang digunakan secara rutin untuk
pengukuran dosis serap yang dikalibrasi terhadap dosimeter primer, dosimeter
acuan atau dosimeter standar transfer.
4. Dosimeter standar transfer yaitu dosimeter yang digunakan untuk
mentransfer informasi dosis dari laboratorium terakreditasi atau laboratorium
standar nasional. Dosimeter ini dapat berupa dosimeter standar acuan atau
dosimeter rutin.
3
Berdasar metode yang digunakan, dosimeter dibedakan menjadi 3 jenis, yakni
dosimeter biologi, dosimeter fisik, dan dosimeter kimia. Dosimeter biologi dapat
dilakukan melalui analisis disentrik, uji mikronuklei, uji fragment dengan
Premature Chromosome Condensation (PCC), hitung sel darah atau Komponen
Hematopoietik, serta analisa serum darah, sel-sel sperma, dan komponen urine.
Dosimeter fisik lebih ditekankan pada dosimeter personal dapat dibedakan
menjadi 3, yakni dosimeter saku, film badge, dan TLD. Sedangkan dosimeter
kimia dapat dibedakan menjadi dosimeter Fricke, Ferro-Cupri Sulfat dan Ceri-
Cero Sulfat.
4
Keunggulan dari dosimeter Fricke ini antara lain adalah apabila laju dosis
dari sumber yang diukur tidak melebihi 2 x 10 7 Gy/s dan temperatur tidak
menyimpang selama proses irradiasi, maka laju dosis sumber tidak berpengaruh
terhadap hasil pengukuran. ICRU juga menganjurkan penggunaan dosimeter
Fricke untuk pengendalian mutu faktor kalibrasi alat ukur yang digunakan untuk
mengevaluasi faktor kalibrasi alat ukur radiasi standar nasional yang diperoleh
sebelumnya.
Tingkat perubahan rapat optis pada pemantau Fricke cukup linier dengan
dosis radiasi yang diterima, sehingga perhitungan dosisnya dapat dilakukan
menggunakan suatu faktor konversi yang menunjukkan hubungan antara dosis
dan tingkat perubahan rapat optis larutan. Keakuratan pengukuran radiasi dengan
pemantau Fricke tidak terpengaruh oleh variasi temperatur sistem antara 1°C
sampai dengan 60°C selama proses irradiasi. Tanggapan yang dihasilkan
pemantau juga hampir tidak terpengaruh oleh spektrum energi radiasi dalam
daerah antara 0,5 sampai dengan 16 MeV.
Reagen yang digunakan untuk pembuatan larutan pemantau Fricke harus
merupakan reagen murni. Air destilat yang digunakan harus bebas dari pengotor-
pengotor organik, kontaminasi oleh tembaga juga harus dihindarkan. Terjadinya
kontak antara larutan pemantau Fricke dengan bahan-bahan organik maupun
logam dapat menyebabkan timbulnya gangguan terhadap hasil bacaan perubahan
rapat optis pada pemantau, meskipun kandungan pengotor tersebut dalam jumlah
yang sangat kecil. Oleh sebab itu, selama proses irradiasi harus digunakan wadah
atau tempat dari bahan gelas borosilikat yang secara kimia tahan terhadap larutan.
Wadah dari bahan polietilin juga dapat digunakan apabila betul-betul bersih.
Larutan pemantau Fricke tidak benar-benar stabil sehingga harus disimpan
dalam botol tertutup warna coklat tua (gelap) untuk menghindari pengaruh
cahaya. Botol harus benar-benar bersih dan apabila disimpan pada suhu 15 – 20
°C dapat bertahan hingga delapan minggu.
Terjadinya peningkatan kerapatan optis pada larutan yang tidak diradiasi
pada panjang gelombang 305 nm menandakan bahwa larutan pemantau sudah
tidak dapat digunakan lagi.
Dosimeter Ferro–Cupri Sulfat
5
Dosimeter ferro-cupri sulfat dibuat dengan cara melarutkan 0,392 g
Fe(NH4)2(SO4)2.6H2O (ferro ammonium sulfat) dan 2,50 g CuSO4.5H2O (cupri
sulfat) dalam 12,5 ml 0,8N H2SO4. Larutan selanjutnya diencerkan hingga
volumenya menjadi satu liter dengan menambahkan air tridest. Proses kerja
pemantau ferro-cupri sulfat juga berdasarkan pada prinsip oksidasi ion ferro
menjadi ferri karena radiasi pengion. Pemantau ini serupa dengan pemantau
Fricke, namun kepekaannya berkurang dengan penambahan cupri sulfat pada
larutan, sehingga dapat dimanfaatkan untuk pengukuran radiasi dengan dosis yang
lebih tinggi. Jangkauan kemampuan pengukurannya hingga mencapai 20 kali
lebih tinggi dibandingkan dengan kemampuan dosimeter Fricke.
Perubahan rapat optis pada larutan FeSO4 + CuSO4 karena oksidasi oleh
radiasi pengion diukur menggunakan spektrofotometer yang dilengkapi pengatur
suhu. Pengukuran kadar ion ferri melalui spektrofotometri ini dilakukan pada
panjang gelombang 305 nm. Seperti halnya pemantau Fricke, tanggapan yang
dihasilkan oleh pemantau ferro-cupri sulfat ini juga linier terhadap dosis radiasi
yang diterima. Oleh sebab itu, perhitungan dosis radiasi dapat dilakukan
menggunakan faktor konversi yang menunjukkan hubungan antara dosis radiasi
dan tanggapan.
Tingkat perubahan rapat optis dosimeter ferro-cupri sulfat tidak
terpengaruh oleh laju dosis radiasi yang diterimanya. Ketelitian dari metode ini
tidak terpengaruh oleh variasi temperatur antara 20–60°C selama proses irradiasi.
Tanggapan yang dihasilkannya juga tidak bergantung pada spektrum energi
radiasi dari 0,1–10 MeV. Seperti pada dosimeter Fricke, dosimeter ferro-cupri
sulfat juga cukup peka terhadap adanya pengotor-pengotor organik dan logam,
sehingga penanganan selama proses pembuatan, irradiasi dan penyimpanannya
sama seperti pada pemantau Fricke. Perlu juga diketahui bahwa larutan dosimeter
ferro-cupri sulfat ini bersifat sangat tidak stabil sehingga harus diperbaharui setiap
hari.
Dosimeter Ceri-Cero Sulfat
Dosimeter jenis Ceri-cero juga dapat dipakai sebagai dosimeter standar
dalam dosimetri gamma dosis tinggi. Dosimeter ceri-cero sulfat merupakan sistim
pemantau radiasi dosis tinggi yang sudah sejak lama dikenal. Namun sistim ini
6
memiliki beberapa kelemahan, seperti harus digunakannya bahan-bahan kimia
dengan tingkat kemurnian yang sangat tinggi serta semua peralatan yang
dipergunakan harus benar-benar bersih untuk mendapatkan sistim pemantau yang
baik. Dosimeter ceri-cero sulfat untuk mengukur dosis tinggi dengan jangkauan
10–1000 kGy sudah umum digunakan dalam proses radiasi. Larutan ceri sulfat
dibuat menggunakan reagen Ce(SO4)24H2O, H2SO4 dan H2O2 30 % yang dilarutkan
dalam pelarut trides. Dosimeter ceri-cero telah ditetapkan oleh ICRU sebagai
dosimeter acuan karena cukup stabil sebelum dan sesudah irradiasi serta memiliki
ketelitian yang sangat baik (± 1 %).
Apabila larutan ceri-cero sulfat disinari dengan gamma dosis tinggi, maka
akan terjadi proses reduksi ion ceri (Ce4+) menjadi ion cero (Ce3+). Karena itu,
sistim pemantau ini dikenal dengan nama ceri-cero sulfat. Semakin besar dosis
radiasi, semakin banyak pula ion ceri yang tereduksi menjadi cero. Oleh sebab itu
akan terdapat perbedaan jumlah ion cero pada larutan yang diiradiasi dengan
larutan yang tidak diiradiasi. Perubahan kerapatan optik pada dosimeter ceri-cero
yang telah diradiasi diukur menggunakan spektrofotometer uv-visible pada
panjang gelombang 320 nm. Pengukuran kadar ion cero dapat pula dilakukan
melalui pengukuran beda potensial elektrokimia antara larutan pemantau yang
disinari dan tidak disinari radiasi. Jumlah ion cero yang terbentuk cukup linier
dengan dosis radiasi yang diterima dosimeter.
Dosimeter ceri-cero sulfat lebih peka terhadap pengotor dibandingkan
pemantau Fricke. Namun penambahan bahan-bahan tertentu seperti tembaga
sulfat dapat mengurangi kepekaan pemantau terhadap efek pengotor. Dosimeter
ceri-cero memiliki beberapa kelemahan apabila digunakan sebagai pemantau
untuk kegiatan rutin. Tanggapan yang dihasilkannya bergantung pada kadar
cerium dalam larutan, dan laju dosis, terutama untuk laju dosis tinggi. Sistim ini
juga peka terhadap cahaya, terutama setelah proses pelarutan untuk analisa
spektrofotometri.
Sistim pemantau juga memiliki waktu hidup yang terbatas, kira-kira hanya
satu bulan. Kebergantungannya terhadapenergi radiasi lebih tampak untuk larutan
yang mengandung kadar cerium yang lebih tinggi.
7
2.1.4. Dosimeter Fisik
Dosimeter Personal digunakan untuk mengukur dosis radiasi secara
akumulasi. Jadi, dosis radiasi yang mengenai dosimeter personal akan
dijumlahkan dengan dosis yang telah mengenai sebelumnya. Dosimeter personal
ini harus ringan dan berukuran kecil karena alat ini harus selalu dikenakan oleh
setiap pekerja radiasi yang sedang bekerja di medan radiasi.
Pen dosimeter
8
memasukinya, sehingga penyimpangan jarum juga sebanding dengan intensitas
radiasi yang telah memasuki detektor. Skala dari penyimpangan jarum tersebut
kemudian dikonversikan menjadi nilai dosis. Keuntungan dosimeter saku ini
adalah dapat dibaca secara langsung dan tidak membutuhkan peralatan tambahan
untuk pembacaannya. Kelemahannya, dosimeter ini tidak dapat menyimpan
informasi dosis yang telah mengenainya dalam waktu yang lama (sifat akumulasi
kurang baik). Pada saat ini, sudah dibuat dan dipasarkan dosimeter saku yang
diintegrasikan dengan komponen elektronika maju (advanced components)
sehingga skala pembacaannya tidak lagi dengan melihat pergeseran jarum (secara
mekanik) melainkan dengan melihat display digital yang dapat langsung
menampilkan angka hasil pengukurannya
Film Badge
Film badge terdiri atas dua bagian yaitu detektor film dan holder. Detektor
film dapat “menyimpan” dosis radiasi yang telah mengenainya secara akumulasi
selama film belum diproses.
Semakin banyak dosis radiasi yang telah mengenainya –atau telah
mengenai orang yang memakainya– maka tingkat kehitaman film setelah diproses
akan semakin pekat.
9
Gambar 11. Gambar dan Skema Film Badge dosimeter(Haditjahyono,
1997)
10
Dosimeter Termoluminesensi (TLD)
Dosimeter termoluminesensi (TLD) merupakan dosimeter yang sering
digunakan dalam dosimetri in-vivo, karena sederhana dan mudah digunakan. TLD
merupakan alat pemantau dosis perorangan yang saat ini digunakan secara
luas.Selain TLD, detektor diodepun banyak dimanfaatkan untuk keperluan
dosimetri in-vivo. Digunakannya detektor diode ini karena TLD tidak bisa secara
langsung memberikan hasil, sedangkan detektor diode yang terintegrasi dengan
elektrometer secara langsung memberikan informasi hasil bacanya dengan segera
(Tiwari,P.N., 1974).
11
dapat digunakan lagi.Namun demikian, TLD juga mempunyai kelemahan karena
data dosis langsung hilang setelah prosespembacaan, sehingga tidak bisa
dilakukanpembacaan ulang apabila ditemukan hal-hal yang meragukan. Untuk
kondisi tertentu, informasi penerimaan dosis dapat diperoleh kembali / digali
dengan memanfaatkan fenomena PTTL yang masihtersimpan di dalamnya.
Proses pemantauan dosis perorangandengan TLD dilakukan dengan cara
membaca jumlah energi radiasi yang tersimpan di dalam dosimeter tersebut.
Energi radiasi yang diserap fosfor dapat dikeluarkan dalam bentuk cahaya tampak
(cahaya TL) dengan intensitas sebanding dengan jumlah energi radiasi yang
diterima fosfor sebelumnya. Karena keluarnya cahaya tampak tersebut sebagai
akibat pemanasan fosfor dari luar,maka sistim instrumen pembaca TLD dirancang
agar mampu memberikan pemanasan pada fosfor dan mendeteksi cahaya tampak
yang dipancarkannya.Pemanasan pada TLD menyebabkan TLD memancarkan
cahaya TL yang ditangkap oleh foto katoda sehingga terjadi pelepasan elektron
dari permukaan foto katoda itu. Elektron-elektron yang dilepaskan ini selanjutnya
diarahkan ke tabung pengganda elektron yang di dalamnya terdapat dinoda-
dinoda. Setiap kali elektron menumbuk di noda akan menyebabkan terlepasnya
electron-electron lain dari di noda tersebut. Dengan demikian terjadi pelipat
gandaan jumlah elektron di dalam tabung pengganda elektron. Elektron-elektron
itu dapat menghasilkan pulsa listrik yang akan diproses lebih lanjut oleh sistim
rangkaian alat pencacah sehingga diperoleh data hasil cacahan radiasi dari TLD
dalam bentuk intensitas termoluminesensi(intensitas TL), biasanya hasil cacahan
radiasi ini dinyatakan dalam satuan arus listrik nano Coulomb(nC).
Dalam kegiatan rutin pemantauan dosis pekerja, saat ini TLD sering kali
dimanfaatkan untuk pemantauan radiasi-β, -γ maupun neutron. Oleh sebab
itu,dipasaran dapat ditemukan berbagai merek dagang TLD yang dibuat dari
berbagai jenis bahan disesuaikan dengan tujuan penggunaannya. TLD pada
umumnya dapat memberikan tanggapan terhadap sinar-X, sinar-γ, sinar-β,
elektron dan proton dengan jangkauan dosis radiasinya dari 0,1m Gy sampai
dengan kira-kira 1.000 Gy. Fosfor yang paling murah dan paling banyak
digunakan untuk pembuatan TLD saat iniadalah lithium fluorida (LiF). Bahan LiF
berbentuk polikristal dengan Z efektifnya adalah8,1, cukup ekivalen dengan Z
12
efektif jaringan tubuh manusia yang nilainya 7,4. Secara alamiah dalam keadaan
standar LiF mengandung 92,5 % 7Li dan7,5 % 6Li. Fosfor-fosfor lain yang dapat
dipakai sebagai bahan dasar untuk pembuatan TLD antara lain kalsium fluorida
(CaF2), lithium borat(Li2B4O7) dan kalsium sulfat (CaSO4).
13
pasangan fosfor tersebut sedemikian rupa sehingga salah satu fosfor berada pada
posisi jendela terbuka(open window), sedang fosfor lainnya berada dibawah filter
aluminium (dibungkus filter aluminiumbaik dari arah depan maupun belakang)
dengan kerapatan densitasnya 1.000 mg/cm2. Fosfor yang berada pada jendela
terbuka dapat merekam radiasi-β dan -γ secara bersamaan, sedang fosfor di bawah
filter aluminium hanya merekam radiasi-γ yang datang, sementara radiasi-β nya
akan terserap oleh filter. Dengan demikian, dosis-γ yang diterima dosimeter dapat
diperoleh dengan mengevaluasi fosfor di bawah filter aluminium, sedang dosis-β
diperoleh dari total dosis yang diterima fosfor pada jendela terbuka dikurangi
dengan dosis-γ yangditerima dosimeter.
Berikut merupakan rangkuman perbandingan keuntungan dan kerugian
penggunaan Pen Dosimeter, Film Badge, dan TLD sebagai Dosimeter Personal:
14
diterima tubuh melebihi ambang batas tertentu. Di bawah ambang batas itu maka
efek stokastik harus diperhatikan. Lihat modul Efek Radiasi Terhadap Tuuh
Manusia.) Oleh sebab itu diperlukan besaran dosis lain yang disebut dosis efektif,
dengan simbol Eτ. Tingkat kepekaan organ atau jaringan tubuh terhadap efek
stokastik akibat radiasi disebut faktor bobot organ atau faktor bobot jaringan
tubuh, dengan simbol . Tabel II-3 menggambarkan nilai faktor bobot berbagai
organ tubuh. TW Secara matematis dosis efektif diformulasikan sebagai berikut:
Eτ = Σ ( WT H )..................................( II-8 )
Atau,
Eτ = Σ ( Wr WT D ).......................... ( II-9 )
Satuan dosis efektif ialah rem atau sievert (Sv)
Tabel II-3 Nilai Faktor Bobot Berbagai Organ Tubuh
NO Organ atau Jaringan Tubuh WT
1 Gonad 0,20
2 Sumsum Tulang 0,12
3 Colon 0,12
4 Lambung 0,12
5 Paru-paru 0,12
6 Ginjal 0,05
7 Payudara 0,05
8 Liver 0,05
9 Oesophagus 0,05
10 Kelenjar Gondok (Tiroid) 0,05
11 Kulit 0,01
12 Permukaan Tulang 0,01
13 Organ atau jaringan tubuh lain 0,05
Catatan: Harga WT berdasarkan ICRP No. 60 (1990)
15
E = energi (MeV)
r = jarak (meter)
o Dosis Terikat
Dosis terikat adalah dosis total yang diterima akibat zat radioaktif masuk
ke dalam tubuh atau paparan radiasi eksternal dalam selang waktu tertentu. Dosis
terikat merupakan integral waktu dari laju dosis. Dosis terikat berlaku untuk dosis
eksternal dan internal yang dapat dinyatakan dalam bentuk dosis serap terikat,
dosis ekivalen terikat dan dosis efektif terikat.
o Dosis Kolektif
Dosis kolektif ialah dosis ekivalen atau dosis efektif yang digunakan
apabila terjadi paparan pada sejumlah besar populasi (penduduk). Paparan ini
biasanya muncul apabila terjadi kecelakaan radiasi. Dalam hal ini perlu
diperhitungkan distribusi dosis radiasinya dan distribusi populasi yang terkena
paparan. Simbol untuk besaran dosis kolektif ini adalah ST dengan satuan sievert-
man (Sv-man). Secara matematis dituliskan sebagai berikut: Untuk dosis ekivalen
kolektif,
ST = p H ……………………………………… (II-11)
Untuk dosis efektif kolektif
ST = p E ………………………………………. (II-12)
Keterangan:
ST = dosis ekivalen kolektif p = jumlah populasi H = dosis ekivalen E = dosis
efektif 16
16
menimbulkan ionisasi di udara dalam volume tertentu. Satuan paparan merupakan
suatu ukuran fluks foton dan bertalian dengan jumlah energi yang dipindahkan
dari medan sinar-X pada suatu satuan masa udara. Laju paparan adalah besar
paparan persatuan waktu, dan diberi simbol 0X. Satuan laju paparan dalam SI
adalah C/kg.jam dan satuan lama adalah R/jam. Satu satuan paparan didefinisikan
sebagai jumlah radiasi gamma atau –X yang di udara menghasilkan ion-ion yang
membawa 1 coulomb muatan, dengan tanda apapun, per kilogram udara.
1 satuan X = 1 C/kg udara
Secara matematis paparan dapat dituliskan sebagai: X= dQ/dm
dQ adalah jumlah muatan pasangan ion yang terbentuk dalam suatu
elemen volume udara bermassa dm.
Pada sistem satuan internasional (SI), satuan paparan adalah
coulomb/kilogram (C/kg). Pengertian 1 C/kg adalah besar paparan yang dapat
menyebabkan terbentuknya muatan listrik sebesar satu coulomb pada suatu
elemen volume udara yang mempunyai massa 1 kg.
Pada awalnya, dengan sistem CGS digunakan satuan Roentgen (R). Satu
roentgen didefinisikan sebagai sebagai intensitas sinar-X yang menghasilkan
ionisasi di udara sebanyak 1,61 x 1015 pasangan ion per kg udara. Karena 1 buah
ion bermuatan listrik 1,6 x 10-19 C maka:
1 R = 1,61 x 1015 (kg-1) x 1,6 x 10-19 (C)
1 R = 2,58 x 10-4 C/kg.
Pada tahun 1973 satuan ini didefinisikan ulang sehingga berlaku juga
untuk sinar-γ. Pengertian baru dari rontgen ini adalah bahwa: 1 R merupakan
kuantitas radiasi sinar-X atau sinar-γ yang menghasilkan 1 esu ion positif atau
negatif di dalam 1 cm3 udara normal (NPT). Dari definisi baru tersebut, energi
sinar-X atau sinar-γ yang terserap di dalam 1 gram udara dapat menjadi:
1 R = 1 esu/cm3 udara (NPT)
Karena muatan satu pasang ion adalah 4,8 x 10-10 esu, maka: 1 esu =
(1/4,8) x 1010 pasang ion, sehingga:
1 R = (1/4,8) x 1010 pasang ion/cm3-udara (NPT)
Untuk menghasilkan satu pasang ion di udara diperlukan energi sekitar 34
eV, sehingga:
17
1 R = (34/4,8) x 1010 eV/cm3-udara (NPT)
Karena 1 eV=1,6x10-12 erg, dan 1 cm3 udara beratnya adalah: 0,001293
gr, maka:
1 R = [(34/4,8) x 1010] [(1,6/0,001293) x 10-12] erg/gr
1 R = 87,7 (erg/gr) = 0,00877 (J/kg)
18
D = dosis serap (Rad)
X = paparan (R)
f = faktor konversi dari laju paparan ke laju dosis serap (Rad/R)
Jadi, bila medium yang digunakan udara, maka f = 0,877 rad/R, Bila
medium yang digunakan bukan udara maka faktor konversi dari laju paparan
ke laju dosis serap.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
o Dosimetri adalah ilmu yg mempelajari berbagai besaran dan satuan
dosis radiasi. Sedangkan dosis adalah kuantitas dari proses yang
ditinjau sebagai akibat radiasi mengenai materi.
19
o Dosimeter dibagi menjadi 4 kelas dasar yang didasarkan kualitas/mutu
dosimeter radiasi tersebut dan daerah penggunaanya yaitu (Kenneth
R.K. and Walter R.N., 1972) :
1. Dosimeter standar primer
2. Dosimeter standar acuan
3. Dosimeter rutin
4. Dosimeter standar transfer
20