Disusun oleh :
Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan lindungan-nya.
Akhirnya Proposal ini kami selesaikan dengan lancar. Proposial ini Penulis susun untuk
memenuhi Tugas Mata Kuliah Metode Penelitian Kuantitatif. Selain itu Penulis
menyusun Proposal ini untuk menambah wawasan untuk memahami. Mungkin Proposal
yang dibuat ini belum sempurna karena Penulis juga masih dalam tahap belajar, oleh
karena itu Penulis menerima saran ataupun kritikan dari segala pihak agar makalah
selanjutnya bisa lebih baik dari sebelumnya. Dalam Proposal ini Penulis membahas
tentang Pengaruh Program Televisi. Demikianlah Proposal yang Penulis susun dan jika
ada tulisan atau perkataan yang kurang berkenan Penulis mohon maaf sebesar-besarnya,
semoga Proposal ini bermanfaat buat pembaca.
BAB I
PENDAHULUAN
1
Rakanita Oktaviani Hadi Saputri 2015, Intensitas Menonton Program Berita Investigasi
https://ejournal3.undip.ac.id/ 31 November 2019
banyak sekali pelaku kriminal yang membuat masyarakat takut.
Warga Komplek Panghegar “buta” akan permasalahan yang disajikan di televisi,
dalam hal ini reka ulang kasus kejahatan, maka Warga cenderung mempercayai apa yang
dilihatnya di televisi sebagai sesuatu yang nyata adanya. Sebaliknya, ketika Mereka
memiliki pengalaman mengetahui bagaimana proses sebenarnya dari kejahatan yang
disajikan dalam bentuk reka ulang adegan kasus kejahatan tersebut maka tidak akan
sepenuhnya mempercayai tayangan reka ulang adegan sebagai suatu realitas yang
sesungguhnya. Pengaruh tayangan tersebut terhadap Warga saat ini semakin besar.
Warga menganggap bahwa realitas sosial sama dengan yang digambarkan pada program
menyingkap tabir. dengan mendapatkan informasi dari apa yang mereka saksikan dari
reka adegan dibandingkan dari pengalaman langsung Hal ini terjadi dalam hal kekerasan.
Dari sisi afektif muncul suatu anggapan bahwa dunia adalah tempat yang penuh dengan
kekerasan Hal ini antara lain didorong oleh perkembangan teknologi komunikasi dan
informasi semakin canggih dan intensitasnya semakin tinggi. Salah satu media massa
yang terus berkembang adalah televisi. Televisi menggabungkan sistem komunikasi
visual dan audio secara bersamaan. Hal ini menyebabkan televisi menjadi sebuah
medium yang bersifat ”cool”, dimana seorang khalayak televisi tidak membutuhkan
usaha dan pemikiran yang keras untuk memahami dan menyerap pesan yang disampaikan
televisi melalui tayangan yang disajikannya.Dengan begitu, televisi dianggap dapat
memperlihatkan gambaran kehidupan yang hampir sama dengan yang dirasakan oleh
pemirsanya yang diangkat melalui gambar sekaligus suara yang ditayangkan melalui
program- program acaranya.
Selama ini ada asumsi bahwa sebagai sebuah tayangan, program berita yang
berisikan laporan berbagai peristiwa yang terjadi, dianggap sebagai tayangan yang
lebih “suci” dibandingkan jenis tayangan televisi lainnya. Berita selalu dianggap
memiliki dampak positif saja bagi khalayaknya karena memberikan asupan informasi
yang dapat memperluas wawasan khalayak. Namun ternyata tidak selalu begitu.
Program berita juga dicurigai memiliki dampak negatif bagi pemirsanya, khususnya
program berita kriminal yang ditayangkan di televisi.2
Hampir di setiap stasiun televisi di Indonesia mempunyai program berita
investigasi criminal case. Diantaranya adalah Menyingkap Tabir (TVOne), pada pukul
10 malam. Acara ini mengupas lebih dalam sebuah aksi kejahatan. Dibanding dengan
acara sejenis yang tayang di stasiun tv lainnya, Menyingkap Tabir terlihat lebih
‘berani’ dan mampu memainkan emosi pemirsanya. Mengangkat tema criminal dengan
lebih indepth, adanya hidden cam sehingga mendapatkan pengakuan jujur dari
tersangka, pelaku ataupun mendapatkan video saat penggerebekan sebuah kasus
narkoba atau kriminal. Dalam berita kriminal inilah terdapat tayangan reka ulang
kasus kejahatan dimana sebuah kasus kejahatan direkonstruksikan kembali bagaimana
kronologis kejadiannya. Tentu saja, ini akan cenderung membuat khalayak berita
mempercayai apa yang mereka saksikan, yaitu bahwa reka ulang kasus kejahatan
merupakan kejadian atau realitas yang sebenarnya, karena disajikan dalam program
berita yang sifatnya faktual.
Padahal reka ulang kasus kejahatan tidak sepenuhnya berdasarkan kenyataan
yang terjadi di lapangan dan cenderung merupakan realitas tangan kedua (second-hand
reality) yang diciptakan oleh bagian pemberitaan di media televisi karena sudah
ada campur tangan pihak media televisi dalam memproduksi kembali reka ulang
kasus kejahatan dalam bentuk adegan demi adegan rekonstruksi kasus kejahatan.
Pandangan khalayak bermacam-macam dalam menginterpretasi gambaran yang
disajikan media massa. Ada yang memandang tayangan reka ulang adegan kasus
kejahatan merupakan realitas yang nyata tapi ada juga yang melihat tayangan reka
ulang adegan kasus kejahatan hanyalah sebagai realitas yang dibentuk oleh media
televisi.
Inilah yang kemudian menjadi kekuatannya untuk tetap bertahan sebagai media
yang paling sering dikonsumsi. Tayangan dan program televisi disampaikan, diserap
kemudian diinterpretasikan oleh pemirsanya sebagai informasi yang membawa pesan
baik negatif maupun positif.Adegan reka ulang dalam suatu program berita kriminal
bertujuan untuk memperlihatkan kronologis suatu kejadian kriminal kepada pemirsa
2
Dara Haspramudila 2009, Pengaruh terpaan tayangan http://lib.ui.ac.id/file/pengaruhterpaan-
pendahuluaan.doc.pdf 31 November 2019
televisi. Akan tetapi, semua yang ditampilkan dalam adegan tersebut tidak sepenuhnya
berdasarkan realita yang ada. Dengan kata lain, pada tayangan reka ulang adegan kasus
kejahatan realitasnya adalah realitas tangan kedua yang sudah dibentuk oleh pihak
media televisi tersebut yaitu divisi pemberitaannya. Khalayak yang tidak mengetahui
hal ini tentu saja akan menilai bahwa reka ulang adegan kasus kejahatan yang
ditampilkan dalam berita kriminal merupakan kejadian yang sebenarnya. Hal ini
tentu saja akan mengaburkan kepercayaan khalayak terhadap realitas kejahatan yang
sebenarnya.
Jadi saat Warga Komplek Panghegar buta akan permasalahan yang disajikan di
televisi, dalam hal ini reka ulang kasus kejahatan, maka ia akan cenderung
mempercayai apa yang dilihatnya di televisi sebagai sesuatu yang nyata adanya.
Sebaliknya, ketika seorang individu memiliki pengalaman mengetahui bagaimana
proses sebenarnya dari kejahatan yang disajikan dalam bentuk reka ulang adegan kasus
kejahatan tersebut maka ia tidak akan sepenuhnya mempercayai tayangan reka ulang
adegan sebagai suatu realitas yang sesungguhnya. Oleh karena itu, peneliti ingin
melihat pengaruh dari sisi afektif khalayak setelah melihat kejadian sebenarnya dari
kejahatan yang direkonstruksikan kembali di media massa.
Berdasarkan fenomena yang terjadi atas, maka rumusan masalah pada penelitian ini
ada sejauh mana penonton terpengaruh pada sisi afektif oleh tayangan di televisi, salah
satunya program Menyingkap tabir Di TV ONE, sehingga tayangan program tersebut
mempengaruhi sikap dan penilaain mereka realitas yang terjadi.
1.4 Manfaat
Penelitian yang penulis lakukan ini diharapkan memberikan manfaat secara
teoretis maupun praktis.
1.4.1 Manfaat Teoritis
TINJAUAN PUSTAKA
Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Nama Tahun Judul Teori Metode Hasil Persamaan Tujuan penelitian
peneliti Dan perbedaan
1 Erlyna 2012 Terpa Teori Studi Adalah terdapat pengaruh Persamaan: Untuk mengetahui
Dewi an Agen deskripti antara terpaan tayangan -Memiliki daya tarik,intensitas
Tayan da f acara hariring di TVRI Pengujian da nisi pesan acara
gan settin jawa barat dengan sikap tentang hariring di TVRI
Acara g pemiesa jawa barat pengaruh Jawa barat dengan
Hariri terhadap kesenian sunda -Penelitian yang sikap pemirsa jawa
ng di di kota bandung bertemakan barat terhadap
TVRI Media kesenian sunda di
Jawa Massa Televisi kota bandung
barat -Perbedaan:
denga -padametode
n yang digunakan
sikap - pada teori yang
pemir digunakan
sa
jawa
barat
terhad
ap
keseni
an
sunda
2 R.Rissa 2012 Terpa Studi Terdapat pengaruh antara Mengetahui
Ria an deskripti intensitas, isi pesan dan intensitas, Isi pesan
Maryani “Rubr f Daya tarik rubric our dan daya tarik
ik Our repro majalah provoke rubric our repro
Repro bandung dalam majalah provoke
” membentuk sikap anggota dalam membentuk
majal repro terhadap gaya sikap anggota repro
ah berpakaian di bandung terhadap
provo gaya berpakaian
ke
bandu
ng
dalam
memb
entuk
sikap
anggo
ta
repro
terhad
ap
gaya
berpa
kaian
3 2012 Penga kuantitat Terdapat pengaruh yang Persamaan: Mengetahui
Dwi ruh if signifikan antara Variabel X yang pengaruh antara
Rachma terpaa frekuensi dan durasi digunakan frekuensi dan durasi
nti n promosi ZALORA dan metode terpaan media
media terhadap brand equity yang digunakan promosi zalora
promo pada anggota hijabers Perbedaan: sebagai sponsor
si community Jakarta Teori dan hijab day 2014
“ZAL variable Y terhadapa brand
ORA” equity pada anggota
Indon hijabers community
esia jakara
sebag
ai
spons
or
acara
hijab
day
2014
denga
n
brand
equity
pada
anggo
ta
hijabe
rs
comm
unity
Jakart
a
Fungsi komunikasi massa memiliki berbagai penjabaran oleh para ahli. Salah
satunya adalah oleh Dominick (Ardianto, dkk., 2012:15-17), yang membagi
fungsi komunikasi massa kedalam 5 hal, yaitu:
Kata “program” berasal dari bahasa Inggris programme atau program yang
berarti acara atau rencana. Program adalah segala hal yang ditampilkan stasiun
penyiaran untuk memenuhi kebutuhan penontonnya. Program atau acara yang
disajikan adalah faktor yang membuat penonton tertarik untuk mengikuti siaran
yang dipancarkan stasiun penyiaran baik televisi maupun radio (Morissan, 2008).
Stasiun televisi selalu menyajikan berbagai jenis program demi menarik perhatian
dan disukai penontonnya. Dalam menyajikan sebuah program dibutuhkan
kreativitas seluas mungkin agar menghasilkan sebuah program yang menarik dan
dapat bersaing dengan program lain di stasiun televisi yang menjadi saingannya.
Dibagi menjadi tiga, yaitu berita keras (hard news), berita lunak (soft news),
feature news. Berita keras merupakan laporan berita terkini yang harus segera
disiarkan, berita lunak merupakan kombinasi dari fakta, gosip, dan opini,
sedangkan feature news adalah berita yang menyangkut peristiwa yang
menyentuh perasaan, sehingga mampu menggugah orang lain atau penontonnya,
contohnya adalah dalam setting kampus yaitu suka duka seorang satpam.
3
Raden Aditya Novianto, Martha Tri Lestari, S. Sos., MM, Sylvie Nurfebiaraning, S.Sos., M.Si 2016,
file:///C:/Users/lenovo/Downloads/16.04.242_jurnal_eproc%20(1).pdf 18 Januari 2020
Dibagi menjadi empat, yaitu musik, drama, permainan (game show), dan
pertunjukan. Program musik dapat ditampilkan dengan dua format, yakni
videoklip atau konser baik indoor maupun outdoor. Program drama berisi
pertunjukan yang menyajikan cerita mengenai kehidupan atau karakter seseorang
atau beberapa tokoh. Yang termasuk dalam program drama adalah sinetron dan
film.
Dalam penyiaran radio dan televisi, kata format merupakan istilah yang sudah
amat dikenal, terutama sekali oleh kelompok kerja produksi. Menurut Naratama,
kunci keberhasilan suatu program televisi ialah penentuan format acara televise
tersebut. Adapun definisi format menurut Naratama adalah sebuah perencanaan
dasar dari suatu konsep acara televisi yang akan menjadi landasan kreativitas dan
design produksi yang akan terbagi dalam berbagai kriteria utama yang
disesuaikan dengan tujuan dan target pemirsa acara tersebut (Naratama, 2004)
1. Sikap
sikap adalah Kesiapan Merespon yang bersifat positif atau negative
terhadap objek atau situasi. Secara konsisten.
2. Nilai
Nilai adalah konsepsi dari apa yang diinginkan seseorang dalam
menentukan tindakan terhadap cara dan juga tujuan dari yang ingin dicapai.
a. Receiving/Attending/Penerimaan
b. Responding/Menanggapi
c. Valuing/Penilaian
Kategori ini berkenaan dengan memberikan nilai, penghargaan dan
kepercayaan terhadap suatu gejala atau stimulus tertentu. Peserta didik tidak
hanya mau menerima nilai yang diajarkan akan tetapi berkemampuan pula
untuk menilai fenomena itu baik atau buruk. Hal ini dapat dicontohkan
dengan bersikap jujur dalam kegiatan belajar mengajar serta
bertanggungjawab terhadap segala hal selama proses pembelajaran.
d. Organization/Organisasi/Mengelola
e. Characterization/Karakteristik
Kategori ini berkenaan dengan keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
lakunya. Proses internalisais nilai menempati urutan tertinggi dalam hierarki
nilai. Hal ini dicontohkan dengan bersedianya mengubah pendapat jika ada
bukti yang tidak mendukung pendapatnya.
2.3 Tinjauan Teoritis
Gagasan kemunculan teori kultivasi dilatar belkangi oleh situasi yang terjadi
pada tahun 1960-an di Amerika. Pada masa itu efek media massa khususnya
tayangan kekerasan di televisi menarik perhatian khalayak umum karena cukup
tingginya tayangan yang mengandung kekerasan yang di tayangkan pada kala itu.
Banyaknya jumlah muatan kekerasaan dalam tayangan TV pada waktu itu
mendorong ke khawatiran para orang tua, guru dan pengkritik TV dari dampak
tayangan kekerasaan. Ketika itu khalayak umum, orang tua dan pengkritik Tv
menduga bahwa adanya hubungan Antara banyaknya muatan kekerasan dalam
tayangan TV dengan perilaku agresif dan kekerasaan di masyarakat. Tentu saja
dugaan ini tidak boleh hanya menjadi sekedar dugaan dan memberikan penilaian
hanya berdasarkan perasaan, tetapi harus dibuktikan. Sehingga pada tahun 1976,
Presiden Lyndon Johnson membentuk Komisi Nasional Penyebab dan Pencegahan
Kekerasan yang disusul dengan pembentukan Komite Penasihat Ilmiah mengenai
TV dan Perilaku sosial pada tahun 1972. Dimana kedua badan yang telah dibentuk
itu diberikan tugas untuk meneliti pengaruh media massa, khususnya Televisi .
Teori kultivasi (Cultivation Theory) pertama kali dikenalkan oleh professor George
Gerbner ketika ia menjadi dekan Annenberg School; of Communication di
Universitas Pennsylvania Amerika Serikat (AS). Tulisan pertama yang
memperkenalkan teori ini adalah Living with Television: The Violenceprofile,
Journal of Communication. Awalnya, Gerbner melakukan penelitian tentang
“Indikator Budaya” dipertengahan tahun 60-an untuk mempelajari pengaruh
menonton televisi. Dengan kata lain, Gerbner ingin mengetahui dunia nyata seperti
apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton televisi itu? Itu juga bisa
dikatakan bahwa penelitian kultivasi yang dilakukannya lebih menekankan pada
“dampak” (Nurudi, 2004, p. 157). Menurut Signorielli dan Mogan (1990) dalam
(Saefudin & Venus, 2005, p. 83), Analisis Kultivasi merupakan tahapan lanjutan
dari paradigma penelitian tentang efek media yang sebelumnya dilakukan oleh
Gerbner, yaitu cultural indicators, yang menyelidiki (1) proses institusional dalam
produksi isi media, (2) image (kesan) isi media, (3) hubungan antara terpaan pesan
televisi dengan keyakinan dan perilaku khalayak. Dalam mengawali apa yang
kemudian akan dikenal sebagai analisis kultivasi, mereka sedang membuat
argument kausal (causal argument) [televisi mengkultivasi – menyebabkan –
konsepsi akan realitas sosial]. Analisis kultivasi adalah sebuah teori yang
memprediksikan dan menjelaskan formasi dan pembentukan jangka panjang dari
persepsi, pemahaman dan keyakinan mengenai dunia sebagai akibat dari konsumsi
akan pesan-pesan media. Garis pemikiran Gerbner dalam Analisis Kultivasi
menunjukkan bahwa komunikasi massa, terutama televisi mengkultivasi keyakinan
tertentu mengenai kenyataan yang dianggap suatu yang umum oleh konsumen
komunikasi massa. Sebagaimana diamati oleh Gerbner “Kebanyakan dari apa yang
kita ketahui, atau kita pikir kita ketahui, sebenarnya tidak pernah kita alami sendiri
secara pribadi, kita mengetahui hal-hal ini karena adanya cerita-cerita yang kita
lihat dan dengar di media (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 82). Menurut Wood,
kata ‘cultivation’ sendiri merujuk pada proses kumulatif dimana televisi
menanamkan suatu keyakinan tentang realitas sosial kepada khalayaknya (Wood,
2000, p. 87).
Asumsi Dasar Menurut (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 85) dalam bukunya
mengemukakan posisi bahwa realitas yang dimediasi menyebabkan konsumen
memperkuat realitas sosial media mereka. Analisis kultivasi membuat beberapa
asumsi. Karena teori ini dari dulu hingga kini merupakan teori yang didasarkan
pada televise, ketiga asumsi ini menyatakan hubungan antara media dan budaya:
Televisi, secara esensi dan fundamental, berbeda dengan bentuk-bentuk media
massa lainnya. Televisi membentuk cara berpikir dan membuat kaitan dari
masyarakat kita. Pengaruh dari televisi terbatas.
Asumsi yang Kedua, berkaitan dengan dampak dari televisi. Gerbner dan
Gross (1972) dalam (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 87) menyatakan bahwa
“Substansi dari kesadaran yang dikultivasi oleh TV tidak merupakan sikap dan
opini yang lebih spesifik dibandingkan asumsi-asumsi yang lebih mendasar
mengenai fakta-fakta kehidupan dan standart-standart penilaian yang mendasari
penarikan kesimpulan”. Maksudnya, televisi tidak lebih berusaha untuk
mempengaruhi kita melainkan melukiskan gambaran yang lebih kurang
meyakinkan mengenai seperti apa dunia sebenarnya. Gerbner (1998) dalam (Ricard
West & Lyn H, 2013, p. 87) mengamati bahwa televisi mencapai orang, rata-rata,
lebih dari tujuh jam sehari. Selama kurun waktu ini, televisi menawarkan “sistem
penceritaan kisah yang terpusat”. Gerbner sepakat dengan Walter Fisher bahwa
orang hidup di dalam kisah. Gerbner, sebaliknya menyatakan bahwa kebanyakan
kisah di dalam masyarakat modern sekarang berasal dari televisi. Fungsi
kebudayaan utama dari televisi adalah untuk menstabilisasi polapola sosial, untuk
memperkuat resistensi terhadap perubahan. Televisi adalah medium sosialisasi dan
enkulturasi. Gerbner dan koleganya menyatakan bahwa Pola berulang dari pesan
dan gambar televisi yang dihasilkan secara massal membentuk mainstream dari
lingkungan simbolis umum yang memperkuat konsepsi realitas yang paling banyak
dipegang. Kita hidup dalam hal kisah-kisah yang kita ceritakan- kisah-kisah
mengenai hal apa yang ada, kisah mengenai bagaimana sesuatu bekerja, dan kisah
mengenai apa yang harus dilakukan- dan televisi menceritakan semua kisah
tersebut melalui berita, drama, dan iklan kepada hampir semua orang Gebner, 1978
dalam (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 87). Analisis Kultivasi memberikan cara
pemikirn alternative mengenai kekerasan dalam TV. Beberapa teori seperti
pembelajaran sosial (Social Learning Theory) Bandura, 1977 dalam (Ricard West
& Lyn H, 2013, p. 88) mengasumsikan bahwa kita cenderung melakukan kekerasan
setelah terpapar kekerasan itu sendiri.
Asumsi Ketiga, menyatakan bahwa dampak dari televisi terbatas. Hal ini
mungkin terdengar aneh, apalagi melihat fakta bahwa televisi tersebar sangat luas.
Tetapi, kontribusi kepada budaya yang dapat diamati, diukur, dan independen
relatif kecil. Gerbner menggunakan anologi zaman es untuk membedakan Analisis
Kultivasi dari pendekatan dampak terbatas. Analogi zaman es (ice age analogy)
menyatakan bahwa “sebagaimana pergeseran temperature rata-rata sebanyak
beberapa derajat dapat mengakibatkan zaman es, atau hasil akhir pemilihan umum
dapat ditentukan dengan batas yang tipis, demikian pula dampak yang relatif kecil
namun tersebar luas dapat membuat perbedaan besar. ‘Ukuran” dari “dampak’ jauh
lebih tidak penting dibandingkan dengan arah dari kontribusinya yang
berkelanjutan” Gerbner, dkk. 1980 dalam (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 88).
Argument ini tidak menyatakan bahwa dampak dari televisi tidak memiliki
konsekuensi. Sebaliknya, walaupun dampak televisi terhadap budaya yang dapat
diukur, diamati dan independen pada satu titik waktu tertentu mungkin terlihat
kecil, dampak ini tetap saja ada dan signifikan. Lebih jauh lagi Gerbner dan
koleganya dalam (Ricard West & Lyn H, 2013, p. 88) menyatakan bahwa ini bukan
merupakan kasus dimana menonton tayangan program televisi tertentu akan
menyebabkan suatu perilaku tertentu (misalnya menonton Without a trace akan
menyebabkan seseorang menculik orang lain) tetapi menonton televisi secara
umum memiliki dampak yang kumulatif dan menyebar luas terhadap pandangan
kita mengenai dunia.4
4
RANI AULIAWATI RACHMAN 2013 , Mengenal Teori Kultivasi George Gerbner
https://s3.amazonaws.com/academia.edu.documents/58593276/Mengenal_Teori_Kultivasi_George_Gerbner.
pdf 20 Januari 2020
2.4 Kerangka Pemikiran Teoritis
Dari kajian teori diatas, dapat ditarik kerangka pemikiran untuk penelitian
“Pengaruh Terpaan Tayangan Program Menyingkap Tabir di TV One Terhadap
Afektif Warga Komplek Panghegar RT 03/RW 09” seperti dibawah ini:
Teori kultivasi ini diajukan oleh George Garbner dari Annberg School of
Communication. Garbner melihat bahwa keterisolasian orang bisa disebabkan karena
media. Sajian media tentang kekerasan yang dilakukan secara terus menerus, dapat
dipersepsikan oleh publik bahwa seakan-akan suatu lingkungan atau tempat bisa jadi
tidak berharga, menakutkan, atau berbahaya, padahal jika ditelusuri lebih jauh maka
sesungguhnya tidak demikian.
Hipotesis 1
Hipotesis 2
Hipotesis 3
Hipotesis 4
Hipotesis 5
Hipotesis 6
1. VISI
Untuk mencerdaskan semua lapisan masyarakat yang pada akhirnya
memajukan bangsa.
2. MISI
a. Menjadi stasiun TV Berita & Olahraga nomor satu
b. Menayangkan program News & Sport yang secara progresif mendidik
pemirsa untuk berpikiran maju, positif, dan cerdas
c. Memilih program News & Sport yang informatif dan inovatif dalam
penyajian dan kemasan
3.1.4 Logo
lainnya. Perubahan pola siaran Lativi menjadi TvOne akan menjadi tren
baru industri pertelevisian. Selain nama atau logo yang berubah, TvOne
juga melakukan perubahan secara maksimal dalam startegi pasar untuk
mendukung pola baru siaran TvOne. Keseriusan TvOne dalam
menerapkan strategi tersebut adalah dengan menampilkan format-format
yang inovatif dalam hal pemberitaan dan penyajian program yang
ditampilkan (data CRD TvOne).
2. Sports
Tayangan Sport TvOne akan meliputi pertandingan-pertandingan
unggulan yang disiarkan langsung, mulai dari Kompetisi Sepakbola
Nasional (Copa Indonesia), Sepak Bola Eropa (Liga Inggris dan Liga
Belanda), Kompetisi Bola Basket Nasional (IBL) dan Bola Voli Nasional
/ Pro Liga (data CRD TvOne).
3. Entertainment
TvOne juga menayangkan program-program Selected Entertainment yang
mampu memberikan inspirasi bagi para pemirsa untuk maju dan selalu
berpikiran positif, tanpa unsur membodohi. Program Entertainment
TvOne menayangkang acara pilihan yang mampu memberikan inspirasi
positif diantaranya adalah program gaya wanita, expose ialah program
infotainment yang dikemas secara berbeda dengan menampilkan
kehidupan selebritis. Dan masih banyak program- program lainnya.Pada
awal tahun ini, TvOne memiliki 26 stasiun pemancar dan pada akhir
tahun akan menjadi 37 stasiun pemancar di berbagai daerah dengan
jumlah potensi pemirsa 162 juta pemirsa. Melalui perkembangan tersebut,
diharapkan penyebaran semangat TvOne untuk mendorong kemajuan
bangsa dapat terealisasi dengan baik (data CRD TvOne).5
5
Irham Maulana 2011, PRODUKSI PROGRAM APA KABAR INDONESIA DI TVONE”
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/2194/1/IRHAM%20MAULANA-FDK.pdf 20 Januari
2020
3.1.6 Susunan Direksi
Nama Jabatan
6
https://tvonenews.tv/program 20 Januari 2020
3.2 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif. Menurut Sugiyono,
metode penelitian kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang
berlandaskan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada
populasi atau sampel tertentu. Teknik pengambilan sampel pada umumnya
dilakukan secara random, pengumpulan data menggunakan instrumen
penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk
menguji hipotesis yang telah ditetapkan (Sugiyono, 2012: 7). Metode
kuantitatif sering juga disebut metode tradisional, positivistik, ilmiah/scientific
dan metode discovery. Metode kuantitatif dinamakan metode tradisional,
karena metode ini sudah cukup lama digunakan sehingga sudah mentradisi
sebagai metode untuk penelitian. Metode ini disebut sebagai metode
positivistik karena berlandaskan pada filsafat positivisme. Metode ini disebut
sebagai metode ilmiah (scientific) karena metode ini telah memenuhi kaidah-
kaidah ilmiah yaitu konkrit, empiris, obyektif, terukur, rasional dan sistematis.
Metode ini juga disebut metode discovery karena dengan metode ini dapat
ditemukan dan dikembangkan berbagai iptek baru. Metode ini disebut metode
kuantitatif karena data penelitian berupa angka-angka dan analisis
menggunakan statistik. Selain itu metode penelitian kuantitatif dikatakan
sebagai metode yang lebih menekankan pada aspek pengukuran secara
obyektif terhadap fenomena sosial. Untuk dapat melakukan pengukuran, setiap
fenomena sosial di jabarkan kedalam beberapa komponen masalah, variable
dan indikator. Setiap variable yang di tentukan di ukur dengan memberikan
simbol-simbol angka yang berbeda–beda sesuai dengan kategori informasi
yang berkaitan dengan variable tersebut. Dengan menggunakan simbol–simbol
angka tersebut, teknik perhitungan secara kuantitatif matematik dapat di
lakukan sehingga dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang belaku umum di
dalam suatu parameter. Tujuan utama dati metodologi ini ialah menjelaskan
suatu masalah tetapi menghasilkan generalisasi. Generalisasi ialah suatu
kenyataan kebenaran yang terjadi dalam suatu realitas tentang suatu masalah
yang di perkirakan akan berlaku pada suatu populasi tertentu. Generalisasi
dapat dihasilkan melalui suatu metode perkiraan atau metode estimasi yang
umum berlaku didalam statistika induktif. Metode estimasi itu sendiri
dilakukan berdasarkan pengukuran terhadap keadaan nyata yang lebih terbatas
lingkupnya yang juga sering disebut “sample” dalam penelitian kuantitatif.
Dalam penelitian ini, yang menjadi subjek penelitian adalah acara Menyingkap
Tabir di TV ONE, yang memiliki sebuah konsep acara investigasi Mengangkat
tema criminal dengan lebih indepth, adanya hidden cam sehingga
mendapatkan pengakuan jujur dari tersangka, pelaku ataupun mendapatkan
video saat penggerebekan sebuah kasus narkoba atau criminal. Objek dalam
penelitian ini adalah Warga Komplek Panghegar RT 03/RW 09 Adapun
pertimbangannya dikarenakan warga disana adalah penonton yang secara
afektif terpengaruh oleh program tayangan menyingkap tabir.
3.2.3.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek
yang mempunyai kuantitas atau karakter tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Populasi
penelitian bisa dikatakan sebagai keseluruhan (universum) dari objek
penelitian yang dapat berupa manusia, hewan, nilai, peristiwa, dan
sebagainya sehingga objek-objek ini dapat menjadi sumber data penelitian.
3.2.3.2 Sampel
1. Frekuensi
2. Durasi
Dalam penelitian ini dapat diukur dari seberapa lama (menit) khlayak
mengikuti suatu program.
3. Atensi
Afektif adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan sikap dan nilai. afektif
mencakup watak perilaku seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
Berikut penjelasan ranah afektif menurut (Bloom Anderson).
3. Sikap
sikap adalah Kesiapan Merespon yang bersifat positif atau negative
terhadap objek atau situasi. Secara konsisten (Ahmad, 2007 : 151 – 152 )
4. Nilai
Nilai adalah konsepsi dari apa yang diinginkan seseorang dalam
menentukan tindakan terhadap cara dan juga tujuan dari yang ingin
dicapai.(Kluckhon)
Skala
No. Variabel Indikator Sub Indikator Alat Ukur
Pengukuran
Terpaan
Tayangan
Definisi : 1.Seberapa
Terpaan tayangan sering
diartikan khalayak
1. Berapa
penggunaan media menonton
kali
oleh khalayak yang suatu
pengulangan
meliputi media tayangan. penayangan
oleh khalayak yang 2. Seberapa video.
1.Frekuensi
meliputi jumlah lama khalayak 2. Panjang
1. 2.Durasi
waktu yang menonton waktu
3.Atensi
digunakan, jenis isi suatu tayang video
:
Afektif Warga 1.kesiapan
1. Kesiapan
Komplek merespon
Merespon
panghegar RT negative
yang
03/RW 09. atau positif
bersifat
apa yang
positif atau
lihat pada
negative
Definisi : program
terhadap
Afektif segala tayangan
objek atau
sesuatu yang 2.menentuka
situasi.
berkaitan n penilaian
Secara
dengan sikap berupa
konsisten
dan 1.Sikap tindakan
2. 2.konsepsi dari
nilai. afektif 2.Nilai
apa yang
mencakup watak
diinginkan
perilaku seperti
seseorang
perasaan, minat,
dalam
sikap, emosi,
menentukan
dan nilai.
tindakan
Berikut
terhadap cara
penjelasan ranah
dan juga
afektif menurut
tujuan dari
(Bloom
yang ingin
Anderson).
dicapai
Keterangan :
Jika r hitung ≥ r tabel (uji 2 sisi dengan sig. 0,05) maka instrumen atau item-
item pertanyaan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
3.4 Uji Statistik Penelitian
3.4.1 Uji Realibilitas
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha N of Items
.783 16
Correlations
Pen
JenisK didik TOTA
elamin Usia an X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 LX
JPearson
eCorrelatio 1 .a .035 -.361* -.275 -.396* -.121 -.155 -.230 -.171 -.276
nn
iSig. (2-
. .850 .042 .128 .025 .509 .397 .205 .349 .126
stailed)
K
eN
l
a
32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
m
i
n
U
Pearson
sCorrelatio .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a .a
in
a
Sig. (2-
. . . . . . . . . .
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
P
Pearson
eCorrelatio .035 .a 1 .028 -.153 -.083 -.077 -.063 -.135 .030 -.067
nn
d
Sig. (2-
i .850 . .880 .403 .653 .674 .732 .461 .871 .716
tailed)
d
i
N
k
32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
a
n
X
Pearson
1Correlatio -.361* .a .028 1 .769** .832** .828** .803** .774** .730** .917**
n
Sig. (2-
.042 . .880 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
X
Pearson
2Correlatio -.275 .a -.153 .769** 1 .805** .752** .810** .773** .813** .907**
n
Sig. (2-
.128 . .403 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
X
Pearson
3Correlatio -.396* .a -.083 .832** .805** 1 .733** .700** .635** .635** .854**
n
Sig. (2-
.025 . .653 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
X
Pearson
4Correlatio -.121 .a -.077 .828** .752** .733** 1 .837** .770** .712** .895**
n
Sig. (2-
.509 . .674 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
X
Pearson
5Correlatio -.155 .a -.063 .803** .810** .700** .837** 1 .961** .841** .939**
n
Sig. (2-
.397 . .732 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
X
Pearson
6Correlatio -.230 .a -.135 .774** .773** .635** .770** .961** 1 .841** .906**
n
Sig. (2-
.205 . .461 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
X
Pearson
7Correlatio -.171 .a .030 .730** .813** .635** .712** .841** .841** 1 .882**
n
Sig. (2-
.349 . .871 .000 .000 .000 .000 .000 .000 .000
tailed)
N 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32 32
Cor
rela
tion
s
TOTALY
Y1 Y2 Y3 Y4
Jen Pearson
.185 -.155 -.064 -.019 -.012
isK Correlation
ela
min Sig. (2-tailed) .310 .397 .726 .918 .948
N 32 32 32 32 32
Usi Pearson
.a .a .a .a .a
a Correlation
Sig. (2-tailed) . . . . .
N 32 32 32 32 32
Pe Pearson
.024 -.135 -.158 -.108 -.162
ndi Correlation
dik
Sig. (2-tailed) .898 .461 .386 .555 .375
an
N 32 32 32 32 32
Y1 Pearson
1 -.642** -.611** -.612** -.315
Correlation
N 32 32 32 32 32
Y2 Pearson
-.642** 1 .858** .874** .864**
Correlation
N 32 32 32 32 32
Y3 Pearson
-.611** .858** 1 .926** .903**
Correlation
N 32 32 32 32 32
Y4 Pearson
-.612** .874** .926** 1 .908**
Correlation
N 32 32 32 32 32
TO Pearson
-.315 .864** .903** .908** 1
TA Correlation
LY
Sig. (2-tailed) .079 .000 .000 .000
N 32 32 32 32 32