Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

Banyaknya tayangan televisi dan kehadiran televisi problematik. Di satu sisi televisi
merupakan media yang murah dan mudah diakses, di sisi lain ada ancaman yang
ditimbulkannya. Ketika kehadiran televisi meluas, kecemasan terhadap pengaruh buruknya
terhadap khalayak mulai dibincangkan. Maka literasi media merupakan respon dan
kekhawatiran dalam hal ini.

Literasi media adalah keterampilan bersifat kontinum, artinya ada orang yang
memiliki kemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Teknologi, konten, dan teknik media
berkembang terus-menerus, karena itu kontinum literasi mengalami perkembangan.

Maka dari itu masyarakat juga harus pandai memilih dan memilah media apa yang
akan digunakan dan memilih program-program yang sesuai dengan kebutuhannya, apalagi
televisi bisa dibilang pengaruhnya lebih besar, maka pihak pengadaan media dan pembuat
program pun akan mengikuti kemauan masyarakat sebagai pengguna produknya.

Penulis merancang karya ilmiah ini, dengan tujuan pembaca paham apa itu literasi
media? Arti media massa bagi literasi media? Bagaimana literasi media televisi bagi
masyarakat ? Dan bagaimana kasus yang terjadi dalam literasi media televisi?. Dengan ini
penulis memberikan harapan agar masyarakat dapat memilah dan memilih konten program
televisi, agar juga tidak menimbulkan mudharat bagi kehidupan diri kita, keluarga,
masyarakat, setiap kondisi anomali akan diikuti oleh munculnya paradigma-paradigma baru.
Dan diharapkan masyarakat bisa mengikuti gerakan literasi media televisi dengan baik.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Literasi media


Literasi bisa berarti melek teknologi, politik, berpikiran kritis dan peka
terhadap lingkungan sekitar. Menurut Baran literasi diartikan sebagai secara efektif
dan efisien memahami dan menggunakan simbol tulisan. Dengan adanya
perkembangan media elektronik, maka kemampuan itu tidak bernama Literasi lagi,
tetapi menjadi Literasi media (kecerdasan bermedia). Literasi juga merupakan
kemampuan mengakses, menganalisis, mengevaluasi, dan mengkomunikasikan pesan
dalam berbagai bentuk.
Literasi media menurut Adams dan Hamm adalah kemampuan untuk
menciptakan makna pribadi dari simbol-simbol visual dan verbal yang kita ambil
dalam setiap hari dari televisi. Mereka harus menjadi pemikir kritis yang dapat
memahami dan menghasilkan dalam budaya bermedia di sekitar mereka. Literasi
media juga merupakan sesuatu yang beragam, baik dari sudut pandang, selera, dan
nilai. Karena itu sangat sulit kita menentukan apa seseorang telah melek media atau
belum. Jadi, literasi media merupakan keterampilan bersifat kontinum, artinya ada
orang yang memiliki kemampuan tinggi, menengah, dan rendah. Teknologi, konten,
dan teknik media berkembang terus-menerus, karena itu kontinum literasi mengalami
perkembangan.
Literasi media juga sering diterjemahkan dengan melek media, apabila
dianalogikan dengan melek huruf maka literasi media diartikan tidak buta media. Hal
ini dapat ditangkap maksudnya yaitu serba tahu tentang media baik apa yang tampak
luar (Produk) dari media maupun dapur yang mengolah produk tersebut.
Dilihat dari perkembangan media yang sangat cepat terutama media massa
harus diimbangi dengan gerakan literasi media yang komprehensif. Agar sebagai
media massa untuk kemajuan dan kesejahteraan bangsa. Dengan literasi media
diharapkan masyarakat dapat membedakan konten media yang bermanfaat dan
menimbulkan mudharat bagi kehidupannya. Sebagaimana dijelaskan dalam Al-Qur’an
surah Yunus ayat 106 Artinya : “ Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang
tidak memberi manfaat dan tidak pula memberi mudharat kepadamu selain Allah,
sebab jika kamu berbuat yang demikian itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu
termasuk orang-orang yang zalim”.
Ketika masyarakat sudah melek media, mereka dapat memilih media apa yang
akan digunakan dan memilih program-program yang sesuai dengan kebutuhannya,
maka pihak pengadaan media dan pembuat program pun akan mengikuti kemauan
masyarakat sebagai pengguna produknya. Sehingga perkembangan media baik
hardware maupun softwarenya benar-benar yang mendukung perkembangan
masyarakat secara progresif. Dengan demikian maka sudah menjadi keharusan literasi
media digerakkan secara massif menjadi sebuah gerakan kultural untuk menyikapi
perkembangan media terutama tayangan televisi yang sangat besar pengaruhnya
dalam kehidupan masyarakat.
Menurut Uni Eropa, tujuan literasi media adalah meningkatkan kesadaran
terhadap berbagai pesan media yang memasuki kehidupan sehari-hari. Tujuannya
membantu warga untuk mengenali cara media menyaring persepsi, keyakinan,
membagikan budaya populer, dan mempengaruhi keputusan personal. Oleh karena itu
pelunya dibekali pemikiran kritis dan keterampilan memecahkan masalah secara
kreatif agar dapat menjadi konsumen dan produsen informasi yang bijaksana.
B. Media massa
Menurut KBBI media dapat diartikan sebagai alat dan alat atau sarana
komunikasi, seperti majalah, radio, televisi, film, poster, dan spanduk. Sedangkan For
Education And Communication Technologi (AECT) media yaitu segala bentuk yang
dipergunakan untuk suatu proses penyaluran informasi. Media merupakan perantara
dari suatu proses komunikasi. Menurut Cangara, media adalah alat atau sarana yang
digunakan untuk menyampaikan pesan dari komunikator kepada khalayak. Sedangkan
massa berasal dari kata bahasa Inggris yaitu mass diartikan sebagai kelompok atau
kumpulan.
Jadi, media massa adalah alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari
sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat
kabar, film, radio, dan televisi.
C. Literasi media televisi bagi masyarakat
Televisi sendiri bisa kita artikan dengan sederhana yaitu radio bergambar,
maka gambar di televisi sebenarnya pelengkap suara, bukan sebaliknya. Melalui
televisi budaya populer berkembang lebih cepat dan meluas. Dalam hal ini televisi
dirancang agar mudah diakses dan kontennya dibuat agar mudah dipahami.
Kehadiran televisi problematik. Di satu sisi televisi merupakan media yang
murah dan mudah diakses, di sisi lain ada ancaman yang ditimbulkannya. Ketika
kehadiran televisi meluas, kecemasan terhadap pengaruh buruknya terhadap khalayak
mulai dibincangkan. Maka literasi media merupakan respon dan kekhawatiran dalam
hal ini.
Ada beberapa kaidah teknis dalam literasi media televisi maka televisi perlu
diperhatikan kontennya bagi masyarakat diantaranya :
a. Berita televisi cenderung menampilkan kabar buruk dengan
gambar/video yang sensasional dan dramatis. Anak-anak tidak
diperkenankan menonton tayangan tersebut karena dapat menimbulkan
trauma psikologis akibat gambaran dunia yang negatif.
b. Tayangan serial drama sering menampilkan adegan sensual, kekerasan
verbal dan fisik, kesedihan berlebihan, juga cerita yang tak masuk akal.
Dalam hal ini anak-anak tidak boleh menyaksikan tayangan tersebut
yang seharusnya tayangan untuk orang dewasa. Perempuan dewasa
yang sering menjadi target konten ini, maka perlu adanya bijaksana
menelaah isi serial drama agar tidak mengikuti gambaran negatif
tersebut.
c. Kekerasan yang ditampilkan berita dan tayangan olahraga seperti tinju,
bela diri, gulat, dan lain-lain. Berita dan olahraga biasanya diarahkan
bagi penonton laki-laki dewasa. Mereka sering dianggap cukup
rasional untuk membentengi diri dari pengaruh negatif, namun dampak
kekerasan sering bersifat laten yang dapat tercetus dalam jangka
panjang.
d. Seksualitas berlebihan melalui lirik, pakaian, dan gerak tubuh di acara
musik.
e. Dorongan konsumsi berlebihan melalui tayangan gaya hidup dan iklan.

Ketika posisi televisi ditengah keluarga membuat pemerintah dan khalayak perlu
memberikan perhatian serius terhadap kelayakan konten bagi seluruh anggota keluarga.
Orang tua juga perlu berperan memilihkan konten yang pantas dan mengatur kebiasaan
menonton televisi agar tidak menyita waktu produktif.
Program literasi media televisi biasanya diarahkan pada diet televisi, mengkritisi
konten, dan advokasi kebijakan pemerintah terhadap industri televisi agar memperhatikan
kesejahteraan penonton televisi. Yang mana dalam hal diet media ini terkait dengan
pembatasan durasi dan konten. Kita juga harus kritis terhadap konten televisi dapat
dituangkan dalam bentuk poster, kolase, tulisan untuk kelompok terdekat atau publik.

Ada beberapa cara orang tua menerapkan literasi media pada keluarga diantaranya :

a. Menjadikan televisi anak sebagai televisi orang tua.


b. Diet televisi, dilakukan dengan mengendalikan konsumsi maksimum dua jam perhari.
Hal ini dibutuhkan konsisten dari orang tua untuk mampu memberikan teladan yang
baik untuk anak.
c. Memilah dan memilih tayangan yang akan ditonton anak dengan memperhatikan
beberapa peringatan di televisi seperti kode R untuk Remaja, SU untuk segala Umum,
BO Bimbingan Orang Tua.
d. Meningkatkan pemahaman orang tua tentang konten siaran televisi sehingga orang tua
akan mempu menjelaskan dan memilih keterampilan dalam mendampingi anak
menonton televisi. Harapannya dengan tingkat pemahaman yang baik dan
keterampilan mendampingi, orang tua mampu membentengi anak dari tayangan yang
tidak berkesesuaian dengan moral, jati diri bangsa dan ajaran agama.
e. Mencarikan kegiatan alternatif selain menonton televisi misalnya membaca, baik
membaca pengetahuan, bisa juga membaca Alquran.
D. Kasus literasi media televisi
Problematik, dampak buruk atau pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh
televisi kepada khalayak (masyarakat) maka dari itu literasi media diperlukan dan
penting apalagi literasi media televisi yang masih ditonton oleh banyak orang. Seperti
yang terjadi kasus di dalam Sinetron suara hati istri Zahra di Indosiar, Sinetron ini
berkisahkan seorang gadis anak yang berumur 15 tahun yang telah lulus SMA
bernama Zahra menjadi peran sebagai seorang istri ketiga dari istri seorang suami
yang berumur 39 tahun bernama Tirta. Pelibatan anak sebagai istri jelas telah
melanggar peraturan yang berlaku UU Perkawinan No. 16/2019 atas perubahan UU
No. 1/1974 tentang usia minimum menikah untuk perempuan adalah 19 tahun. Di
dalam sinetron ini, juga melibatkan adegan dan dialog yang mengandung romantisasi
dan glorifikasi perkawinan anak. Yang mana pemeran Zahra melakukan adu peran
dengan pemain dewasa yang bernama Tirta, baik melalui verbal dan adegan sensual.
Tayangan suara hati istri Zahra ini juga telah meromantisasi grooming atau
melakukan manipulasi terhadap anak, agar mau melakukan hubungan seksual dengan
orang dewasa dan pemerkosaan dalam perkawinan (marital rape), atau terdapat cerita
kekerasan psikis berupa bentakan dan makian dari pemeran pria (Pak Tirta), dan
pemaksaan melakukan hubungan seksual. Yang mana adegan ini diceritakan disaat
malam pertama Zahra dan Pak Tirta yang mengadegankan ranjang. Tak hanya itu,
dalam cerita sinteron suara hati istri Zahra juga terdapat adegan kehamilan pada anak,
dan mereduksi nilai serta mengecilkan peran perempuan yang hanya dinilai pada
fungsi reproduksinya untuk hamil dan melahirkan anak. Dalam beberapa adegan
maka cerita tersebut bisa dikatakan mempromosikan perkawinan anak dan kekerasan
berbasis gender.
Kasus tersebut melibatkan perlindungan anak, dan remaja yang mana pihak
yang bersangkutan seharusnya memberikan perubahan :
 Menghentikan tayangan suara hati istri Zahra atau mengubah alur
cerita tanpa unsur perkawinan anak, menunjukkan dukungan terhadap
pemenuhan hak anak dengan Zahra bisa kembali menggapai cita-cita.
Serta orang dewasa yang terlibat dalam perkawinan anak tersebut
bertanggung jawab karena telah melanggar hukum.
 Indosiar dan jajaran Tim produksi suara hati istri Zahra sebaiknya
membuat protokol perlindungan anak dalam memproduksi film.
 Melakukan edukasi terkait isu perlindungan anak serta kekerasan
berbasis gender dan membentuk standar protokol perlindungan anak.
 Menayangkan konten-konten yang bersifat edukatif atau konten
hiburan yang tidak mempromosikan kekerasan terhadap anak dan
kekerasan berbasis gender terutama perkawinan anak.

Jadi kasus tersebut butuh literasi media kepada anak-anak, remaja, dan orang
tua, karena banyak sekali masyarakat yang masih beropini pada sinetron Zahra tidak
dipermasalahkan, padahal dalam sinetron ini terpampang nyata bermasalah karena
mengandung pedofil, kekerasan dalam rumah tangga dan normalisasi pada
perempuan. Maka dari itu kita sebagai anak muda (remaja) harus mampu memilah
tayangan televisi yang positif dan kritis terhadap tayangan yang bisa berpengaruh
negatif terhadap masa depan. Sebagai orang tua juga harus memberikan literasi media
kepada anak-anaknya yaitu dengan mengawasi konten televisi, dan bisa juga
membatasi waktu menonton televisi (menerapkan diet televisi) serta orang tua juga
bisa memberikan alternatif lain seperti membaca buku pengetahuan ataupun membaca
Alquran, supaya juga tidak berlarut-larut dalam menonton televisi.

Untuk itu perlunya sikap yang bijak dalam menyikapi tayangan televisi
dengan segala konten programnya, agar tidak menimbulkan mudharat bagi kehidupan
diri kita, keluarga, masyarakat, setiap kondisi anomali akan diikuti oleh munculnya
paradigma-paradigma baru.

Anda mungkin juga menyukai