Anda di halaman 1dari 5

PENDAHULUAN

Media Massa Sebagai Media Sosialisasi

Pada kehidupan masyarakat modern, komunikasi merupakan suatu kebutuhan yang


sangat penting terutama untuk menerima dan menyampaikan informasi dari suatu pihak ke
pihak lain. Media massa merupakan bentuk komunikasi dan rekreasi yang menjangkau
masyarakat secara luas sehingga pesan informasi yang sama dapat diterima secara serentak
dan sesaat. Media massa terdiri dari media cetak (surat kabar, brosur, baleho, buku, majalah,
tabloid) dan media elektronik (radio, televisi, video, film, piringan hitam, kaset, CD/DVD).
Media massa diidentifikasikan sebagai media sosialisasi yang berpengaruh pula terhadap
perilaku masyarakat. Pesan-pesan yang ditayangkan melalui media elektronik dapat
mengarahkan masyarakat ke arah perilaku prososial maupun antisosial.
Penayangan berkesinambungan mengenai laporan perang seperti laporan Perang
Teluk, Perang di Somalia dan Sudan, penayangan film-film seri yang menonjolkan
kekerasan, dianggap sebagai salah satu faktor yang mendorong perilaku agresif pada anak-
anak yang melihatnya. Demikian juga penayangan adegan-adegan yang berbau pornografi
dan pornoaksi di layar televisi sering dikaitkan dengan perubahan moralisasi serta
peningkatan pelanggaran susila dalam masyarakat.
Media massa diyakini dapat menggambarkan realitas sosial dalam berbagai aspek
kehidupan. Meskipun untuk itu, informasi atau pesan (message) yang ditampilkannya
sebagaimana dapat dibaca di surat kabar atau majalah, didengarkan di radio, dilihat di televisi
atau internet telah melalui suatu saringan(filter) dan seleksi dari pengelola media itu untuk
berbagai kepentingannya (misalnya : untuk kepentingan bisnis atau ekonomi, kekuasaan atau
politik, pembentukan opini publik, hiburan (entertainment), hingga pendidikan.
Terlepas dari berbagai kepentingan yang melatarbelakangi pemunculan suatu
informasi atau pesan yang disajikan oleh media massa, kiranya tidak dapat dipungkiri lagi
bahwa pada masa kini pertemuan orang dengan media massa sudah tidak dapat dielakkan
lagi. Tidaklah berlebihan kiranya apabila abad ke-21 disebut sebagai abad komunikasi massa.
Pesatnya perkembangan media informasi dan komunikasi, baik perangkat keras
(hardware) maupun perangkat lunak (software), akan membawa perubahan
peranan sebagai penyampai pesan/informasi.
Media massa merupakan salah satu agen sosialisasi yang paling berpengaruh. Faktor-
faktor yang menyebabkan pemilihan media massa sebagai media sosialisasi antara lain:
a) Media massa, khususnya televisi, telah begitu memasyarakat.
b) Media massa berpengaruh terhadap proses sosialisasi.
c) Orang-orang lebih mengandalkan informasi yang berasal dari media
massa daripada dari orang lain.
d) Para orang tua dan pendidik, baik secara sendiri-sendiri maupun secara bersama-
sama, dapat meminimalisasikan pengaruh negatif media massa dan mengoptimalkan
dampak positifnya.
Jam siaran yang tersedia bagi acara-acara khusus untuk anak-anak yang ditayangkan
TVRI dan televisi swasta jumlahnya masih sangat terbatas. Sedangkan banyak di antara acara
yang tersedia bagi orang dewasa umum ikut ditonton oleh anak, memuat banyak adegan
pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan, serta bentuk kekerasan lainnya.
Sebaliknya banyak acara film kartun yang disediakan untuk ditonton anak-anak pun
sering memuat adegan kekerasan dan sadis seperti penganiayaan dan pembunuhan.
Dikhawatirkan adegan-adegan semacam itu dapat mempengaruhi pola perilaku anak
Indonesia, khususnya di kota- kota besar.
Pesan-pesan yang dipelajari dari setiap pelaku sosialisasi tidak selalu sepadan satu dengan
yang lain. Apa yang diajarkan oleh keluarga bisa jadi berbeda dengan apa yang diajarkan
oleh kelompok sepermainan, sekolah, ataupun media massa.

Contohnya:
“Seorang anak dilarang keras oleh keluarganya merokok sebab dapat
membahayakan tubuhnya. Namun, di lingkungan sepermainan(peergroup) anak itu
tidak dapat menolak ajakan temannya untuk merokok”

Selain itu, ada beberapa iklan komersial produk rokok yang ditayangkan di televisi,
justru membangkitkan semangat nasionalisme dan paham kebangsaan. Iklan tersebut dikemas
sebaik mungkin untuk menarik perhatian masyarakat. Padahal, pada akhir iklan tersebut
terdapat tulisan kecil “Merokok tidak baik untuk kesehatan. Dapat menyebabkan penyakit
jantung, kanker, impotensi, dan lain-lain.”
Jika pesan-pesan yang disampaikan setiap pelaku sosialisasi sepadan, maka proses
sosialisasi akan belangsung lancar. Sebaliknya, jika saling bertentangan maka akan dijumpai
kecenderungan seseorang mengalami konflik pribadi karena bingung dan terombang-ambing
oleh pelaku-pelaku sosialisasi tersebut, seperti memilih mengikuti ajaran keluarganya, teman
sepermainan, sekolah, lingkungan kerja, ataupun media massa.

Contohnya:
“Informasi atau pesan yang diperoleh anak seperti dari internet dapat
memicu konflik dalam diri anak. Hal ini terjadi ketika pesan yang diterimanya
bertentanagn dengan pesan yang diperolehnya dari sosialisasi lain, seperti
keluarga.”

Sebagai konsekuensi logis dari pemanfaatan media massa sebagai media sosialisasi di
tingkat persekolahan, terdapat paling tidak empat buah efek pemanfaatan media massa, yaitu:
1) Efek kehadiran media massa, yaitu menyangkut pengaruh keberadaan media massa
secara fisik.
2) Efek kognitif, yaitu mengenai terjadinya perubahan pada apa yang diketahui,
difahami, atau dipersepsi siswa.
3) Efek afektif, yaitu berkenaan dengan timbulnya perubahan pada apa yang dirasakan,
disenangi, atau dibenci siswa.
4) Efek behavioral, yaitu berkaitan pada perilaku nyata yang dapat diamati, yang
mencakup pola-pola tindakan kegiatan, atau kebiasaan berperilaku siswa.
PEMBAHASAN

Peran Vital Media Massa Dalam Kehidupan


Media massa adalah salah satu wahana terpenting dalam penyebarluasan pengetahuan
dasar mengenai bencana ini. Wahana penting lainnya adalah pendidikan di sekolah-sekolah
yang memperkenalkan penanggulangan bencana alam kepada para murid sejak usia dini.
Secara umum, ada tiga fase dalam langkah-langkah penanggulangan bencana, yaitu
fase prabencana, fase saat bencana terjadi, dan fase pasca- bencana. Dalam hal bencana
tsunami yang menimpa Aceh dan Sumatera Utara, dari ketiga fase ini, menurut pengamatan
penulis, baru pada fase ketiga media massa umumnya memberikan perhatian penuh. Media
massa mengerahkan kru dengan kekuatan ekstra untuk diterjunkan ke lapangan maupun
sebagai “jangkar” di markas besar. Laporan para awak media massa ini diterbit-
kan/disiarkan dengan frekuensi yang tinggi, mengabarkan hampir semua aspek penting yang
terkait dengan bencana ini.
Hasilnya pun patut disebut positif (terlepas dari sejumlah liputan, terutama media
televisi, yang bisa dikategorikan sebagai melanggar etika jurnalistik berkaitan dengan
disturbing images alias gambar-gambar yang menusuk hati) karena berhasil menggerakkan
emosi bangsa untuk ikut merasakan derita para korban, lalu mengulurkan bantuan konkret
guna meringankan derita itu. Liputan luas media massa ini juga berhasil mempertemukan
sejumlah keluarga yang semula tercerai-berai tak berkabar. Namun, keterlibatan media massa
pada fase ketiga ini bisa juga berbuntut negatif apabila dijalankan tanpa pertimbangan yang
ekstra hati- hati, antara lain kecenderungan untuk menjadikan derita para korban sebagai
“jualan”, entah untuk kepentingan bisnis murni atau bisa pula demi kepentingan lain, seperti
keuntungan politik dan pencitraan diri. 
Untuk fase kedua, kinerja media massa Indonesia masih mengecewakan. Bencana ini
terjadi pada Minggu pagi, 26 Desember 2004, tetapi sebagian besar media massa Indonesia
baru memperoleh informasinya dengan agak lengkap sekian jam kemudian. Memang ada
sejumlah media, misalnya saja detik.com yang telah memberitakan peristiwa ini sejak pukul
08.30 di bawah judul “Gempa Berkekuatan Besar Guncang Medan”. Baru pada pukul 10.11,
detik.com memberikan informasi yang menyebutkan Aceh sebagai kawasan yang terkena
bencana (di bawah judul “Banjir Bandang Landa Aceh”).
Televisi Indonesia kelihatan tak sigap memberikan respons. Metro TV termasuk yang
paling awal memberitakannya, tetapi itu pun terpaut cukup jauh sesudah peristiwa terjadi.
Sejumlah televisi lain seperti tak begitu menaruh perhatian, dan baru sore hari bahkan malam
harinya mulai agak gencar memberitakan bencana itu. Ada juga televisi yang baru
memberitakannya sebagai breaking news pada pukul 22.00, sudah amat sangat terlambat dan
sama sekali tak layak lagi disebut sebagai breaking news. Padahal berita ini sudah disiarkan
oleh BBC dan CNN sejak menjelang tengah hari. BBC, menurut penulis, merupakan media
yang terdepan memberitakan bencana ini, bahkan sudah memaparkan sejumlah data penting
sebagai kelengkapan beritanya, misalnya saja data jumlah penduduk di wilayah yang terkena,
juga peta yang relatif lengkap untuk memudahkan pemirsa membayangkan besaran bencana.
Keterlambatan media siaran dalam memberikan respons terhadap peristiwa-peristiwa
penting, seperti bencana alam, agak sulit diterima. Dalam saat-saat genting seperti itu, hanya
media siaranlah yang menjadi andalan utama masyarakat karena media cetak dan media on-
line memiliki keterbatasan dari segi waktu maupun aksesibilitas.
Informasi yang disebarluaskan melalui media secara rutin dan berkala merupakan alat
pendidikan informal bagi masyarakat tentang berbagai aspek yang berkaitan dengan bencana
alam, termasuk cara-cara dasar dan praktis menghadapinya. Salah satunya adalah ihwal
sederhana seperti gejala menyurutnya air laut menjelang datangnya tsunami.
Informasi yang disediakan oleh media massa ini akan menjadi semacam peringatan
dini bagi masyarakat, yang mengingatkan mereka secara terus- menerus bahwa mereka
berdiam di wilayah yang rentan bencana, dan harus bersiaga setiap saat untuk
menghadapinya. Media massa juga bisa memfasilitasi diskusi publik mengenai kesiapan
menghadapi bencana dan bagaimana cara meresponsnya.
Peran media massa sebagai alat penyebarluasan informasi yang utama menjadi sangat
penting dalam penanggulangan bencana. Sejumlah pakar, di antaranya Stephen Rattien,
menyebutkan bahwa komunikasi, terutama komunikasi melalui media massa, merupakan
sesuatu yang sentral dalam upaya menyelamatkan banyak nyawa manusia serta juga
mengurangi penderitaan dan kerugian yang besar secara ekonomi.
Dalam bencana alam yang sulit diramalkan seperti halnya tsunami, agak sulit pula
bagi media massa untuk memberikan peringatan dini. Namun, jika proses sosialisasi
informasi tentang tsunami ini dilakukan secara berkelanjutan, masyarakat akan terus-menerus
diingatkan mengenai ancaman bencana dan akan lebih sigap dalam memberikan respons.
Misalnya saja, masyarakat bisa mengidentifikasi lokasi-lokasi yang memiliki ketinggian
berlebih, entah di rumah para tetangga yang bertingkat atau di daerah perbukitan, sebagai
tempat yang dituju saat menyelamatkan diri.
Sayangnya, tak banyak media yang dengan sadar dan sukarela melakukan proses
sosialisasi seperti ini. Untuk Indonesia, ada beberapa media cetak yang cukup rajin
melakukan upaya ini, misalnya saja Kompas dan Koran Tempo, dengan menggalang
informasi secara berkala dari para pakar bencana, atau lembaga-lembaga resmi yang
bertanggung jawab mengurusi masalah ini. Akan tetapi, untuk radio dan televisi, upaya
sosialisasi semacam ini masih jarang terdengar. Kedua jenis media ini biasanya
memberitakan bencana hanya pada saat-saat bencana terjadi atau memberikan peringatan
ketika bencana sudah sangat dekat di depan mata.
Bencana tsunami yang menyisakan derita panjang ini hendaknya dapat dijadikan titik
tolak bagi media massa, khususnya media siaran, untuk meninjau ulang kebijakan
pemberitaan mereka mengenai bencana alam sudah saatnya media massa menempatkan
informasi tentang bencana alam sebagai salah satu prioritas utama sejak dari fase pra-
bencana.
KESIMPULAN

Sosialisasi memiliki peranan yang sangat penting bagi kehidupan seorang manusia.
Proses sosialisasi ini berlangsung sejak dia di lahirkan sampai akhir hayatnya. Dalam proses
sosialisasi terdapat berbagai tahapan dimana di setiap tahapan memiliki dampak positif dan
juga dampak negatif. Dengan pemahaman tentang sosialisasi, maka akibat buruk yang di
timbulkan dari proses sosialisasi dapat di atasi.

Anda mungkin juga menyukai