Anda di halaman 1dari 4

NAMA : ROSY NOOR AZIZAH

NIM : P1337420616014

PRODI : S1 TERAPAN KEPERAWATAN SEMARANG

DAMPAK KORUPSI TERHADAP BIROKRASI PEMERINTAHAN

Pemerintah dalam upayanya memberantas korupsi berusaha mencanangkan pemerintahan


yang clean government di kalangan birokrasi pemerintahan. Namun hal tersebut belum mampu
menanggulangi korupsi, berbagai jenis kebocoran keuangan negara masih saja terjadi di kalangan
lembaga negara sebagai birokrasi pemerintahan sehingga membuat pelayanan publik terganggu
dan berakibat pada sistem pemerintahan mengalami ketidakstabilan. Salah satu bentuk tindakan
yang nyata terlihat adalah kecurangan dalam pengadaan barang dan jasa, pengawasan dan
penerapan yang minimal dan lemah terhadap proses penyelenggaraan negara dalam melaksanakan
tugas-tugas mereka sebagai wakil rakyat dan sebagai dalang dalam jalannya suatu pemerintahan
suatu negara. Hal tersebut tentunya semakin memperburuk suatu birokrasi pemerintahan yang
berhubungan langsung dengan pelayanan umum kepada masyarakat. Jika hal ini semakin
dibiarkan dan tidak ditanggulangi tentunya akan memperburuk citra birokrasi pemerintah
Indonesia di mata negara asing, apalagi jenis pelayanan publik tentunya berhubungan dengan siapa
saja yang dating dan menggunakan pelayanan tersebut ketika berada di Indonesia. Semakin
dibiarkan tentunya membuat nilai Indonesia akan berkurang di kanca internasional.

Penelitian oleh Irfan Setiawan (2016) dampak korupsi dalam praktik birokrasi
pemerintahan Indonesia dapat dilihat dari bentuk penyalahgunaan pejabat publik atau kekuasaan
demi memuaskan keuntungan pribadi dan kesenangan suatu kelompok. Sebagai pemangku
kepentingan rakyat dan negara yang telah diberi wewenang dan kepercayaan tak seharusnya para
petinggi kekuasaan negara melakukan hal-hal yang dapat memperkeruh kondisi dinamika politik,
ekonomi, sosial, budaya, keutuhan, kestabilan dinamika birokrasi pemerintahan. Para
penyelenggara birokrasi yang terlibat dalam manis dan nikmat sesaatnya korupsi memang
terbanyak dari kalangan birokrasi pemerintahan. Seperti pejabat Eselon I,II, dan III, pihak swasta,
anggota DPR dan DPRD (para wakil rakyat), pejabat di daerah-daerah, dan berbagai profesi lain
yang dengan tanpa paksaan ikut meramaikan korupsi bersama. Sebagai pemimpin birokrasi dan
pemangku amanat menjalankan roda pemerintahan Indonesia malah dengan semangat ikut
meramaikan korupsi, hal ini mau tidak mau, cepat atau lambat, segera atau perlu menunggu
beberapa waktu akan melemahkan sistem birokrasi negara pemerintaan.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rony Saputra (2015) didapatkan salah satu dari
bentuk tindak pidana korupsi yang banyak terungkap sejak zaman reformasi adalah tindak pidana
korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara yang tentunya lambat laun
jika tidak segera ditangani atau dilakukan pencegahan akan berakibat fatal terhadap kondisi
pemerintah dalam menjaga kestabilan ekonomi dan politik suatu bangsa. Mau tidak mau ekonomi
yang menurun dan keadaan stabilitas politik yang kacau akan memberikan dampak pada birokrasi
pemerintahan. Sehingga terjadi berbagai efek ke dalam bidang-bidang kenegaraan laiinya.
Mengingat system ekonomi dan politik Indonesia adalah suatu bidang utama dalam
kepemerintahan suatu negara.

Menurut Nawatmi, S. (2013) dalam jurnalnya yang berjudul Korupsi dan Pertumbuhan
Ekonomi-Studi Empiris 33 Provinsi di Indonesia bahwa korupsi memiliki pengaruh yang besar
terhadap stabilitas ekonomi sebagai salah satu peran pemerintah dalam menjaga perekonomian
bangsa. Kerugian yang ditimbulkan dalam tindak pelanggaran korupsi mempengaruhi nilai
ekonomi di masa mendatang. Misalnya kerugian ekonomi negara akibat korupsi sebesar Rp 5
milyar yang dilakukan 4 tahun lalu tentunya bernilai tidak sama atau lebih rendah bila
dibandingkan dengan Rp 5 milyar saat ini. Oleh karena itu perlu difikirkan dan dihitung berapa
nilai sekarang atas suatu kejahatan korupsi yang dilakukan beberapa tahun yang lalu serta
bagaimana dampak yang ditimbulkannya. Masih merujuk pada jurnal yang sama, bahwa betapa
besarnya uang hasil korupsi para penjahat negara yang harus dibayar oleh rakyat Indonesia.
Padahal dari uang tersebut masih bisa berperan dalam memutar roda perekonomian negara
sehingga peran pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi dapat berjalan dengan baik dan
maksimal.

Masih merujuk dari hasil penelitian Nawatmi, S. (2013) dalam kenyataanya banyak
dampak yang ditimbulkan sehingga memperhambat dan memperlemah sistem birokrasi
pemerintahan Indonesia misal terjadinya mis-alokasi. Sebagai contoh mis-alokasi terjadi ketika
kamar rumah sakit negeri diberikan bukan kepada yang paling membutuhkan, tetapi kepada yang
mamu membayar lebih. Contoh lainnya adalah kegagalan redistribusi pada warga yang sebenarnya
membutuhkan beras murah (raskin), namun terjadi praktik di beberapa kesempatan dengan
mengalokasikan raskin kepada yang bisa membeli berasnya bukan kepada penerima yang sesuai
dengan aturan dan alokasi dari pemerintah.

Merujuk dari hasil penelitian yang dilakukan Umar, H. (2011) bahwa birokrasi
pemerintahan kembali diuji dengan dampak dari tindak korupsi yang dilakukan. Hasil analisis pada
jurnal, korupsi jelas berpengaruh negative terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Artinya
semakin bersih Indonesia dari korupsi justru semakin rendah pertumbuhan ekonominya. Dengan
demikian di Indonesia terjadi grease of wheel yaitu suatu kondisi dimana korupsi sudah menjadi
pelicin bagi roda perekonomian karena adanya kekauan struktural sehingga memperlemah peran
negara dalam pengaturan alokasi dan menghambat pemerataan akses dan asset bangsa.
DAFTAR PUSTAKA

Adwirman, dkk. 2014. Buku Ajar Pendidikan dan Budaya Antikorupsi. Jakarta:Kemenkes RI.

Nawatmi, S. (2013). Korupsi dan Pertumbuhan Ekonomi-Studi Empiris 33 Provinsi di Indonesia.


Dinamika Akuntansi, Keuangan, dan Perbankan. 2(1). 66-81.

Saputra, R. (2015). Pertanggungjawaban Pidana Korporasi dalam Tindak Pidana Korupsi. Cita
Hukum. 3(2). 269-270.

Setiawan, I. (2016). Mengikis Perilaku Korupsi pada Birokrasi Pemerintahan. Ilmu Pemerintahan
Widyapraja IPDN. 13(1).29-40.

Umar, H. (2011). Menghitung Kembali Dampak Korupsi. Bisnis dan Manajemen. 12(1). 4-8.

Anda mungkin juga menyukai