A. Definisi
Eksibionisme adalah kepuasan yang diperoleh dengan memperlihatkan
bagian tubuh lain, pada lawan jenis atau anak-anak. Memperlihatkan alat
kelamin sering dilakukan di tempat umum seperti kereta, taman,
perpustakaan, halaman sekolah, bus, depan bioskop, di jalan raya. Setelah
memamerkan alat genitalnya, penderita tidak bermaksud melakukan aktivitas
seksual lebih lanjut terhadap korban misalnya memperkosa. Oleh sebab itu,
gangguan ini tidak berbahaya secara fisik bagi korban.
Diantara orang-orang dewasa memperlihatkan alat kelamin yang patologik
lebih sering dilakukan oleh laki-laki sedangkan memperlihatkan bagian tubuh
dengan batas-batas tertentu sering dilakukan eksibinisme oleh perempuan.
1. Faktor psikososial
Dalam model psikoanalitik klasik, seseorang dengan parafilia
adalah orang yang gagal untuk menyelesaikan proses perkembangan
normal ke arah penyesuaian heteroseksual, tetapi model tersebut telah
dimodifikasi oleh pendekatan psikoanalitik.
Apa yang membedakan satu parafilia dengan parafilia lainnya
adalah metode yang dipilih oleh seseorang (biasanya laki-laki) untuk
mengatasi kecemasan yang disebabkan oleh: (1) kastrasi oleh ayah dan (2)
perpisahan dengan ibu. Bagaimanapun kacaunya manifestasi, perilaku
yang dihasilkan memberikan jalan keluar untuk dorongan seksual dan
agresif yang seharusnya telah disalurkan kedalam perilaku seksual yang
tepat.
Berdasarkan teori ini terdapat beberapa penyebab parafilia. Freud
dan koleganya mengajukan bahwa beberapa parafilia dapat disebabkan oleh
penyimpangan dari fase courtship. Normalnya, fase ini akan berujung pada
proses mating pada pria dan wanita. Fase ini dimulai dari masa remaja dan
dengan/ tanpa adanya sexual intercourse pada tahap awal perkembangan
seksual.
Fase Definitif Courtship
a. Locating partner potensial à fase inisial dari courtship.
b. Pretactile interactionà berbicara, main mata dst.
c. Tactile interaction à memegang, memeluk, dst. (foreplay).
d. Effecting genital unionà sexual intercourse
2. Faktor organik
Tes psikofisiologis telah dikembangkan untuk mengukur ukuran
volumemetrik penis sebagai respon stimulasi parafilia dan nonparafilia.
Prosedur dapat digunakan dalam diagnosis dan pengobatan, tetapi
memiliki keabsahan diagnostik yang diragukan karena beberapa laki-laki
dapat menekan respon erektilnya.
5. Teori Darwin
Faktor operatif dari teori Darwin ada 2, yaitu kuantitas dan kualitas.
Kuantitas jika dari keturunan yang dihasilkan yang besar dibandingkan
dengan yang survive. Kualitas yaitu yang dapat beradaptasi terhadap
lingkungan.
Pria yang secara fisik dapat menghasilkan banyak keturunan
(kuantitas), dan wanita yang bertanggung jawab untuk kualitas. Wanita
akan lebih berhati hati dalam memilih pasangannya sedangkan pria
cenderung hanya untuk melakukan hubungan seksual dengan banyak
wanita (tidak memilih-milih). Hal tersebut menjelaskan mengapa parafilia
sering terjadi pada pria.
Study dari Sharnor (1978) menyatakan bahwa pria usia 12-19 tahun
memikirkan seks 20 kali dalam 1 jam atau sekali dalam 3 menit Pria usia
30-39 tahun, memikirkan seks 4 kali per jam. Hal ini dapat menjelaskan
alasan, mengapa parafilia biasanya terjadi pada usia 15-25 tahun.
C. Pathway
Kognisi
Individu dengan
peristiwa trauma - Ketakutan
(kekerasan seksual)
- Menyalahkan diri
sendiri
E. Pemeriksaan penunjang
1. Psikoterapi berorintasi tilikan
Merupakan pendekatan yang paling sering digunakan untuk
mengobati parafilia. Pasien memiliki kesempatan untuk mengerti
dinamikanya sendiri dan peristiwa-peristiwa yang menyebabkan
perkembangan parafilia. Secara khusus, mereka menjadi menyadari
peristiwa sehari-hari yang menyebabkan mereka bertindak atas impulsnya
(sebagai contohnya, penolakan yang nyata atau dikhayalkan). Psikoterai
juga memungkinkan pasien meraih kembali harga dirinya dan
memperbaiki kemampuan interpersonal dan menemukan metode yang
dapat diterima untuk mendapatkan kepuasan seksual. Terapi kelompok
juga berguna.
2. Terapi seks
Terapi seks dapat dijadikan pelengkap yang tepat untuk pengobatan
pasien yang menderita disfungsi seksual tertentu dimana mereka mencoba
melakukan aktivitas seksual yang tidak menyimpang dengan pasangannya.
3. Terapi perilaku
Digunakan untuk memutuskan pola parafilia yang dipelajari.
Stimuli yang menakutkan, seperti kejutan listrik atau bau yang menyengat,
telah dipasangkan dengan impuls tersebut, yang selanjutnya menghilang.
Stimuli dapat diberikan oleh diri sendiri dan digunakan oleh pasien
bilamana mereka merasa bahwa mereka akan bertindak atas dasar
impulsnya.
4. Terapi obat
Termasuk medikasi antipsikotik dan antidepresan, adalah
diindikasikan sebagai pengobatan skizofrenia atau gangguan depresif jika
parafilia disertai dengan gangguan-gangguan tersebut. Antiandrogen,
seperti ciproterone acetate di Eropa danmedroxiprogesterone
acetate (Depo-Provera) di Amerika Serikat, telah digunakan secara
eksperimental pada parafilia hiperseksual. Medroxiprogesterone
acetate bermanfaat bagi pasien yang dorongan hiperseksualnya diluar
kendali atau berbahaya (sebagai contoh masturbasi yang hampir terus-
menerus, kontak seksual setiap kesempatan, seksualitas menyerang yang
kompulsif). Obat serotonorgik seperti Fluoxetin (prozac) telah digunakan
pada beberapa kasus parafilia dengan keberhasilan yang terbatas.
5. Terapi Aversi
Aversion therapy yang dilakukan dengan cara kecemasan diberi
pada saat pasien parafilia mengalami rangsangan seksual (rangsangan
abnormal). Sehingga pasien akan merasa cemas ketika terjadi rangsangan
sexual yang tidak normal tersebut dan menyebabkan penurunan libido.
Cara yang digunakan biasanya pasien memakai seperangkat
elektroda yang dapat menghantarkan listrik. Dan pasien diberikan barang,
gambar, atau apapun yang menjadi rangsangan abnormal baginya. Ketika
pasien mulai berfantasi dengan barang yang diberikan, pada saat itu juga
pasien diberi kejutan listrik yang menyakitkan. Dengan begitu akan timbul
rasa cemas ketika pasien berhadapan dengan barang, gambar, atau apapun
yang dapat membuat rangsangan abnormal tadi, sehingga libido pasien
terhadap barang-barang tadi dapat berkurang.
Untuk sebagian besar pasien yang telah diterapi mengalami
perkembangan bagus dalam segi seksual normalnya. Tetapi ada beberapa
pasien yang tidak mengikuti latihan selama 2 minggu mengalami
spontaneous recovery atau kambuh mendadak sehingga pasien
memerlukan terapi kembali dan biasanya setelah itu pasien sembuh total.
F. Prognosis
Prognosisnya berhubungan dengan onset usia yang awal, tingginya
frekuensi tindakan, tidak adanya perasaan bersalah atau malu terhadap
tindakan tersebut, dan penyalahgunaan zat. Perjalanan penyakit dan
prognosisnya baik jika pasien memiliki riwayat koitus disamping parafilia,
jika pasien memiliki motivasi tinggi untuk berubah, dan jika pasien datang
berobat sendiri, bukannya dikirim oleh badan hukum.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
A. Pengkajian
B. Pemeriksaan Fisik
Dalam penyakit eksibionisme tidak dilakukan pemeriksaan fisik
TD : 140/90 mmHg
SB : 36,5 ℃
N : 88x/menit
RR : 28x/menit
C. Analisis Data
Analisis data merupakan proses dalam pengkajian dimana data yang
menyimpang dikelompokkan kemudian dianalisis diinterpretasikan
sehingga diperoleh masalah – masalah keperawatan yang klien
perlukan.
D. Diagnosa Keperawatan
1. Disfungsi seksual berhubungan dengan tidak ada privasi
2. Gangguan penyesuaian individu berhubungan dengan gangguan
psikologis
E. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa I
Disfungsi seksual berhubungan dengan tidak ada privasi
Kriteria Hasil :
a. Menegaskan diri sebagai makhluk sosial.
b. Menunjukkan perasaan yang jelas tentang orientasi seksual
c. Menggunakan perilaku koping yang sehat untuk menyelesaikan
masalah identitas sosial
d. Melaporkan fungsi seksual yang sehat
e. Menggambarkan resiko yang terjadi pada aktivitas seksual
Indikator Skala :
1 = Tidak pernah menunjukkan
2 = Jarang menunjukkan
3 = Kadang – kadang menunjukkan
4 = Sering menunjukkan
5 = Secara konsisten menunjukkan
2. Diagnosa II
Kriteria Hasil :
a. Kebutuhan psikologis
b. Kebutuhan emosional
c. Kebutuhan spiritual
Indikator Skala :
2 = Pengetahuan terbatas
3 = Pengetahuan sedang
4 = Pengetahuan banyak
F. Evaluasi
II a. Kebutuhan psikologis 3
b. Kebutuhan emosional 3
c. Kebutuhan spiritual 3
Fausiah, F. 2003. Bahan ajar mata kuliah psikologi abnormal (klinis dewasa).
Depok : Fakultas Psikologi Universitas Indonesia.
Feray, J .C., Herzer, M. 1990. Homosexual Studies and Politics in the 19th
Century. Karl Maria Kertbeny. Journal of Homosexuality
Nevid, J. S., Rathus, S. A., Greene, B. 2002. Psikologi abnormal jilid dua edisi
kelima. Jakarta : Erlangga.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M. L., & Swanson, E. (2016). Nursing
Outcomes Classification (NOC) edisi keenam. Singapore : Elsevier