Anda di halaman 1dari 6

Acceptable Daily Intake

ADI (Acceptable Daily Intake) didefinisikan sebagai ”besarnya asupan harian suatu zat
kimia yang bila dikonsumsi seumur hidup, tanpa adanya risiko berarti. ADI ini dinyatakan
dalam miligram zat kimia per kilogram berat badan (mg/kg).” Apabila terdapat data yang sesuai
dari studi terhadap hewan percobaan atau epidemiologi tentang toxitas dari senyawa polutan
yang ada dalam air minum, maka untuk menentukan standar konsentrasi dari tiap-tiap senyawa
polutan tersebut dapat menggunakan konsep ADI (Acceptable Daily Intake) yakni jumlah total
senyawa kimia (polutan) yang masuk (yang dikonsumsi) kedalam tubuh manusia perhari.
ADI (Acceptable Daily Intake) adalah batasan berapa banyak konsumsi BTP (Bahan
Tambahan Pangan) yang dapat diterima dan dicerna setiap hari sepanjang hayat tanpa
mengalami resiko kesehatan. ADI dari suatu senyawa kimia didefinisikan sebagai dosis yang
diperkirakan tidak menimbulkan resiko jangka panjang apabila senyawa tersebut dikonsumsi
atau masuk kedalam tubuh tiap hari, akan tetapi ADI bukanlah merupakan garansi keamanan
secara mutlak, dan juga bukan merpakan suatu perkiraan resiko.
Untuk menetapkan ADI yakni dengan cara mengalikan NOAEL hasil ekperimen
(mg/kg/hari) dengan berat badan orang dewasa (60 kg) dan dibagi dengan faktor keamanan atau
faktor ketidak-pastian. Faktor kemananan biasanya 100.
ADI = NOAEL/f
Batas Maksimum Penggunaan (BMP) yang aman dari BTP dapat dihitung berdasarkan nilai
ADI jumlah makanan harian yang dikonsumsi yang mengandung BTP tersebut, dan berat badan
rata-rata dari konsumen dewasa.
Standar BB = 60 Kg untuk Indonesia dan negara berkembang lainnya.
ADI X BB BB = Berat Badan (Kg)
BMP = -------------------- X 1000 K = Konsumsi makanan (g)
K
Jika konsumsi suatu BTP melebihi nilai ADI-nya, maka akan menimbulkan efek negatif,
misalkan kanker dan lain sebagainya.
https://www.scribd.com/document/364185720/MAKALAH-ADI-Acceptable-Daily-Intake-rtf
http://mieinstaninfo.blogspot.com/2012/05/acceptable-daily-intake-adi_26.html

LD50
Salah satu cara untuk lebih memudahkan pengertian hubungan dosis respon adalah
menggunakan LD50. Istilah LD50 pertama kali diperkenalkan sebagai indeks oleh Trevan pada
tahun 1927. Pengertian LD50 secara statistik merupakan dosis tunggal derivat suatu bahan
tertentu pada uji toksisitas yang pada kondisi tertentu pula dapat menyebabkan kematian 50%
dari populasi uji (hewan percobaan).
LD50 adalah Lethal Dose 50% of Responses. Artinya, dosis suatu zat pada LD50 dapat
memberikan respons kematian sebanyak 50% dari total orang yang mengonsumsinya. Nilai
LD50 untuk Zn yaitu 15 mg/kg

Sumber : Bernard Marter.2004.”Chemical Risk Analysis: A Practical Handbook”. Kogan


Page Science
Nomor 4 :
Karakterisasi risiko merupakan suatu upaya yang dilakukan untuk mengetahui apakah
populasi yang terpajan berisiko terhadap agen risiko yang masuk ke dalam tubuh yang
dinyatakan dengan RQ (Risk Quotient). Perhitungan RQ dilakukan dengan cara
menggabungkan nilai yang didapatkan pada analisis pajanan atau intake dan dosis respons.
Tingkat risiko non karsinogenik didapat melalui hasil pembagian asupan harian melalui
inhalasi dengan nilai dosis respons yang dikenal dengan istilah Reference Concentration (RfC).
Tingkat risiko dikatakan “aman” jika intake ≤ RfD atau RfC nya atau dinyatakan dengan
RQ ≤ 1. Sedangkan tingkat risiko dinyatakan “tidak aman” jika intake > RfD atau RfC nya atau
dinyatakan dengan RQ > 1.

Bab 5
Manajemen risko merupakan langkah tindak lanjut yang harus dilakukan bilamana hasil
karateristik risiko menunjukkan tingkat risiko yang tidak aman (RQ > 1) ataupun unacceptable.
Dalam melakukan manajemen risiko perlu dibedakan antara strategi pengelolaan risiko dengan
cara pengelolaan risiko. Berdasarkan nilai tingkat risiko yang telah didapatkan, manajemen
risiko merupakan pilihan yang dilakukan untuk memperkecil dampak pajanan dari suatu
polutan melalui strategi pengelolaan risiko meliputi penentuan batas aman yaitu konsenrtasi
agen risiko (C), jumlah konsumsi/laju inhalasi (R), waktu pajanan (tE), frekuensi pajanan (fE),
dan durasi pajanan (Dt). Manajemen risiko dapat dihitung dengan cara sebagai berikut.
a. Penentuan kosentrasi aman
𝑅𝑓 𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝐶𝑎𝑚𝑎𝑛 =
𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
b. Penentuan jumlah konsumsi aman (R)
𝑅𝑓 𝐷 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝑅𝑎𝑚𝑎𝑛 =
𝐶 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡

c. Penentuan waktu pajanan aman (tE)


𝑅𝑓 𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝑡𝐸 =
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑓𝐸 𝑥 𝐷𝑡
d. Penentuan frekuensi pajanan aman (fE)
𝑅𝑓 𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝑓𝐸 =
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝐷𝑡
e. Penentuan durasi pajanan aman (Dt)
𝑅𝑓 𝐶 𝑥 𝑊𝑏 𝑥 𝑡𝑎𝑣𝑔
𝑓𝐸 =
𝐶 𝑥 𝑅 𝑥 𝑡𝐸 𝑥 𝑓𝐸
Keterangan Notasi Arti Notasi
Dt(aman) (duration time) : Lamanya atau jumlah tahun
terjadinya pajanan yang aman
RfC atau reference : Nilai kuantitatif atau dosis suatu agen risiko
concentration yang dijadikan referensi untuk nilai yang aman
bagi tubuh.
C (Concentration) : Konsentrasi agen risiko pada udara ambien.
R (Rate) : Laju konsumsi atau banyaknya volume udara
(m3) atau
masuk tubuh setiap jamnya
tE (time of exposure) : Lamanya atau jumlah jam terjadinya pajanan
setiap harinya
fE (frecuency of exposure) : Lamanya atau jumlah hari terjadinya pajanan
setiap
tahunnya.
Wb (weight of body) : Berat badan manusia / populasi / kelompok
populasi
tavg (time average) :  Untuk agen risiko dengan efek non
karsinogenik : Periode waktu rata – rata
untuk efek non karsinogenik
 Untuk agen risiko dengan efek karsinogenik
: Periode waktu rata – rata untuk efek
karsinogenik
Cara pengelolaan risiko
Pengelolaan risiko selain membutuhkan strategi yang tepat juga harus dilakukan
dengan cara atau metode yang tepat. Dalam aplikasinya cara pengelolaan risiko dapat
dilakukan melalui 3 pendekatan yaitu :
1) Pendekatan teknologi
Pengelolaan risiko menggunakan teknologi yang tersedia meliputi penggunaan alat,
bahan, dan metode, serta teknik tertentu. Contoh pengelolaan risiko dengan
pendekatan teknologi antara lain : penerapan penggunaan IPAL, pengolahan /
penyaringan air, modifikasi cerobong asap, penanaman tanaman penyerap polutan,
dll.
2) Pendekatan sosial - ekonomis
Pengelolaan risiko menggunakan pendekatan sosial - ekonomis meliputi pelibat-
sertaan pihak lain, efisiensi proses, substitusi, dan penerapan sistem kompensasi.
Contoh pengelolaan risiko dengan pendekatan sosial – ekonomis antara lain : 3R
(reduce, reuse, dan recycle) limbah, pemberdayaan masyarakat yang berisiko,
pemberian kompensasi pada masyarakat yang terkena dampak, permohonan
bantuan pemerintah akibat keterbatasan pemrakarsa (pihak yang bertanggung jawab
mengelola risiko), dll
3) Pendekatan institusional
Pengelolaan risiko dengan menempuh jalur dan mekanisme kelembagaan dengan
cara melakukan kerjasama dengan pihak lain. Contoh pengelolaan risiko dengan
pendekatan institusional antara lain : kerjasama dalam pengolahan limbah B3,
mendukung pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah, menyampaikan laporan
kepada instansi yang berwenang, dll.

Anda mungkin juga menyukai