Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. ANATOMI FISIOLOGI

Kanalis inguinalis dibatasi oleh angulus inguinalis intertus yang merupakan bagian terbuka dari
fasia transpersalis dan aponeurosis muskulotranversus abdominis. Di medial bawah, diatas
tuberkulum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis
muskulo-ablikus eksternus. Atapnya adalah aponeurosis muskulo-oblikus aksternus, dan
didasarnya terdapat ligamentum inguinal. Kanal berisi tali sperma pada lelaki, dan ligamentum
rotundum pada perempuan. Hernia inguinalis indirek, disebut juga hernia inguinalis lateralis,
karena keluar dari peritonium melalui anulus inguinalis internus yang teretak lateral dari pembuluh
epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis dan jika cukup panjang,
menonjol keluar dari anulus inguinalis externus. Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai
ke skrotum, ini disebut hernia skrotalis (Sjamsuhidayat, 2004).

Gambar -1 Hernia Inguinalis

Kanalis inguinalis adalah kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan terjadi desensus
testis melalui kanal tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritoneum ke daerah skrotum
sehingga terjadi penonjolan peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei.

Pada bayi yang sudah lahir, umumnya proses ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga
perut tidak dapat melalui kanalis tersebut namun dalam beberapa hal, seringkali kanalis ini tidak
menutup. Karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering
terbuka. Bila kanalis kiri terbuka maka biasanya yang kanan juga terbuka. Dalam keadaan normal,
kanalis terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan (Mansjoer, 2002).

B. DEFINISI
Istilah hernia berasal dari bahasa latin yaitu herniae yang berarti penonjolan isi suatu rongga melalui
jaringan ikat tipis yang lemah pada dinding rongga. Dinding rongga yang melemah itu membentuk
suatu kantong dengan pintu berupa cincin. Gangguan ini sering terjadi di daerah perut dengan isi
yang keluar berupa bagian dari usus (Giri Made Kusala, 2009)

Hernia adalah prostrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari
dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau
bagian lemah dari lapisan muskulo aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong
dan isi hernia (Sjamsuhidayat, 2004)

Hernia adalah defek dalam dinding abdomen yang memungkinkan isi abdomen (seperti peritonium,
lemak, usus atau kandung kemih) memasuki defek tersebut, sehingga timbul kantong berisikan
materi abnormal (Tambayong, 2000)

C. ETIOLOGI
Hernia dapat disebabkan oleh bebrapa hal, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Kehamilan
Kehamilan dapat melemahkan otot disekitar perut sekaligus memberi tekanan lebih dibagian
perut. Kondisi ini juga dapat menjadi pencetus terjadinya hernia.

2. Obesitas
Berat badan yang berlebih menyebabkan tekanan berlebih pada tubuh, termasuk dibagian perut.
Ini bisa menjadi salah satu pencetus hernia. Peningkatan tekanan tersebut dapat menjadi
pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang lemah.

3. Pekerjaan
Beberapa jenis pekerjaan yang membutuhkan daya fisik dapat menyebabkan terjadinya hernia.
Contohnya pekerjaan buruh angkat barang. Aktifitas yang berat dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan yang terus menerus pada otot-otot abdomen. Peningkatan tekanan tersebut
dapat menjadi pencetus terjadinya prostrusi atau penonjolan organ melalui dinding organ yang
lemah.

4. Kongenital
Penutupan kanalis inguinalis yang belum sempurna memungkinkan menjadi jalan bagi
keluarnya organ atau usus melalui kanalis inguinalis tersebut.

5. Penyakit penyerta
Penyakit penyerta yang sering terjadi pada hernia adalah seperti pada kondisi tersumbatnya
saluran kencing, baik akibat batu kandung kencing atau pembesaran prostat, penyakit kolon,
batuk kronis, sembelit, atau konstipasi kronis dan lain-lain. Kondisi ini dapat memicu terjadinya
tekanan berlebih pada abdomen yang dapat menyebabkan keluarnya usus melalui rangga yang
lemah kedalam kanalis inguinalis.

D. MANIFESTASI KLINIS
1. Berupa benjolan keluar masuk/keras dan yang tersering tampak benjolan di lipat paha.
2. Adanya rasa nyeri pada daerah benjolan bila isinya terjepit disertai perasaan mual.
3. Terdapat gejala mual dan muntah atau distensi bila telah ada komplikasi.
4. Bila terjadi hernia inguinalis strangulata perasaan sakit akan bertambah hebat serta kulit
diatasnya menjadi merah dan panas.
5. Hernia femoralis kecil mungkin berisidinding kandung kencing sehingga menimbulkan gejala
sakit kencing (disuria) disertai hematuria (kencing darah) disamping benjolan dibawah sela
paha.
6. Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit didaerah perut disertai sesak nafas.
7. Bila pasien mengejan karena batuk maka benjolan hernia akan bertambah besar.
E. PATOFISIOLOGI
Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang didapat. Hernia dapat
dijumpai pada setiap usia. Lebih banyak pada laki-laki ketimbang pada perempuan. Berbagai
faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk hernia pada anulus internus yang cukup
lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong dan isi hernia. Selain itu diperlukan pula faktor yang
dapat mendorong isi hernia melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu. Faktor yang
dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis yang terbuka, peninggian tekanan
didalam rongga perut, dan kelemahan otot dinding perut karena usia. Kanalis inguinalis adalah
kanal yang normal pada fetus. Pada bulan ke-8 kehamilan, tyerjadi desensus testis melalui kanal
tersebut. Penurunan testis tersebut akan menarik peritonium ke daerah skrotum sehingga terjadi
penonjolan peritonium yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada bayi yang sudah
lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat
melalui kanalis tersebut. Namun dalam beberapa hal, kanalis ini tidak menutup. Karena testis kiri
turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis kanan lebih sering terbuka. Bila kanalis iri terbuka
maka biasanya yang kanan juga ikut terbuka. Dalam keadaan normal, kanalis yang terbuka ini
akan menutup pada usia 2 bulan. Bila prosesus terbuka terus (karena tidak mengalami obliterasi)
akan timbul hernia inguinalis lateralis kongenital. Pada orang tua kanalis ingunalis telah menutup,
namun karena merupakan lakus minoris resistensi, maka pada keadaan yang menyebabkan tekanan
intra abdominal meningkat, kanal tersebut dapat terbuka kembali dan timbul hernia inguinalis
lateralis akuisata. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan narvus
ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah apendiktomi. (Erfandi, 2009)
F. PATOFLOW
FAKTOR PENCETUS

HERNIA

HERNIA HERNIA HERNIA HERNIA HERNIA HERNIA HERNIA


HIATAL EPIGASTRIK UMBILIKAL INGUINALIS FEMORALIS INSISIONAL NUKLEUS
PULPOSI
(HNP)

KANTUNG HERNIA MEMASUKI CELAH INGUINAL

DINDING POSTERIOR CANALIS INGUINAL YANG LEMAH

BENJOLAN PADA REGION INGUINAL

DIATAS LIGAMENTUM INGUINAL MENGECIL BILA BERBARING

PEMBEDAHAN

INSIS BEDAH ASUPAN GIZI KURANG MUAL

TERPUTUSNYA RISTI: PERISTALTIK NAFSU MAKAN


JARINGAN PERDARAHAN USUS MENURUN
SYARAF RISTI: INFEKSI MENURUN

NYERI INTAKE MAKANAN INADEKUAT

KETIDAKSEIMBANG
AN
NUTRISI KURANG
DARI KEBUTUHAN
TUBUH

Gambar-2 Patoflow Hernia


G. PENATALAKSANAAN MEDIK
Penatalaksanaan hernia ada 2 yaitu:
1. Konservatif
Pengobatan konservatif terbatas pada tindakan melakukan reposisi dan pemakaian penyangga
atau penunjang untuk mempertahankan isi hernia yang telah direposisi. Bukan merupakan
tindakan definitive sehingga dapat kambuh lagi.
a. Reposisi
Reposisi adalah suatu usaha untuk mengembalikan isi hernia kedalam cavum peritonii atau
abdomen. Reposisi dilakukan secara bimanual. Reposisi dilakukan pada pasien dengan
hernia reponibilis dengan cara memakai dua tangan. Reposisi tidak dilakukan pada hernia
inguinalis strangulata kecuali pada anak-anak.

b. Suntikan
Dilakukan penyuntikan cairan sklerotik berupa alkohol atau kinin di daerah sekitar hernia,
yang menyebabkan pintu hernia mengalami sklerosis atau penyempitan sehingga isi hernia
keluar dari cavum peritoneii.

c. Sabuk hernia
Diberikan pada pasien yang hernia masih kecil dan menolak dilakukan operasi.

2. Operatif
Operatif merupakan tindakan paling baik dan dapat dilakukan pada:
a. Hernia reponibilis
b. Hernia irreponibilis
c. Hernia strangulasi
d. Hernia incarserata

Operasi hernia dilakukan dalam 3 tahap, yaitu:


a. Herniotomy
Membuka dan memotong kantong hernia serta mengembalikan isi hernia ke cavum
abdominalis.

b. Hernioraphy
Mulai dari mengikat leher hernia dan menggantungkannya pada conjoint tendon (penebalan
antara tepi bebas mukulo obliqus intraabdominalis dan muskulo transversus abdominalis
yang berinsersio di tuberculum pubicum)

c. Hernioplasty
Menjahitkan conjoint tendon pada ligamentum inguinale agar LMR hilang/tertutup dan
dinding perut jadi lebih kuat karena tertutup otot. Hernioplasty pada hernia ingunalis
lateralis adabermacam-macam menurut kebutuhannya (ferguson, bassini, halstedt,
hernioplasty pada hernia inguinalis media dan hernia femoralis dikerjakan dengan cara
Mc.Vay).

Operasi hernia pada anak dilakukan tanpa hernioplasty, dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Anak berumur kurang dari 1 tahun: menggunakan teknik Michele Benc
b. Anak berumurlebih dari 1 tahun: menggunakan teknik POTT
H. KOMPLIKASI
Komplikasi setelah operasi biasanya ringan dan dapat sembuhsendiri, hematom dan infeksi luka
adalah masalah yang paling sering terjadi. Komplikasi yang lebih serius seperti perdarahan, osteitis
atau atropy testis terjadi kurang dari 1% pada pasien yang menjalani hernioraphy.

I. NURSING CARE PLAN


DX 1:
Nyeri akut b.d diskontinyuitas jarinagn akibat tindakan operasi
NOC:
Pain level, pain control, comfort level
Kriteria hasil:
- Mampu mengontrol nyeri
- Melaporkan nyeri berkurang dengan menggunakan manajemen nyeri
- Mampu mengenali nyeri
- Menyatakan rasa nyaman setelah nyeri berkurang
NIC:
Pain Managment
- Lakukan pengkajian nteri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
kualitas dan faktor prepitasi
- Observasi reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan
- Gunakan teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Kaji kultur yang mempengaruhi respon nyeri
- Evaluasi pengalaman nyeri dimasa lampau
- Evaluasi bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri masa
lampau
- Bantu pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan
- Kontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan
kebisingan
- Kurangi faktor presipitasi nyeri
- Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi, dan interpersonal)
- Kaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi
- Ajarkan tentang teknik non farmakologi
- Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri
- Evaluasi keefektifan kontrol nyeri
- Tingkatkan istirahat
- Kolaborasikan dengan dokter jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
- Monitor penerimaan pasien tentang managemen nyeri
Analgesic Administration
- Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan derajat nyeri sebelum pemberian obat
- Cek instruksi dokter tentang jenis obat, dosis dan frekuensi
- Cek riwayat alergi
- Pilih analgesik yang diperlukan atau kombinasi dari analgesik ketika pemberian lebih dari satu
- Tentukan pilihan analgesik tergantung tipe dan beratnya nyeri
- Tentukan analgesik pilihan, rute pemberian, dan dosis optimal
- Pilih rute pemberian secara IV, IM untuk pengobatan nyeri secara teratur
- Monitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali
- Berikan analgesik tepat waktu terutama saat nyeri hebat
- Evaluasi efektifitas analgesik, tanda dan gejala

DX 2:
Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d mual muntah
NOC:
Nutritional status; food and fluid intake, nutrient intake, weight control
Kriteria hasil:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai tujuan
- Berat badan ideal sesuai denagn tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
- Menunjukan peningkatan fungsi pengecapan dari menelan
- Tidak terjadi penurunan berat badan yang berarti
NIC:
Nutrition Management
- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan protein dan vitamin C
- Berikan substansi gula
- Yakinkan diet yag dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
- Berikan makanan yang terpilih (sudah dikonsultasikan dengan ahli gizi)
- Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan
Nutrition Monitoring
- BB pasien dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor tipe dan jumlah aktifitas yang biasa dilakukan
- Monitor interaksi anak atau orangtua selama makan
- Monitor lingkungan selama makan
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kulit
- Monitor kekeringan, rambut kusam dan mudah patah
- Monitor mual dan muntah
- Monitor kadar albumin, total protein, Hb dan Ht
- Monitor pertumbuhan dan perkembangan
- Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
- Monitor kalori dan intake nutrisi
- Catat adanya edema, hiperemis, hipertonik papila lidah dan cavitas oral
- Catat juka lidah berwarna magenta, scarlet
DX 3:
Gangguan rasa nyaman
NOC:
Ansiety, fear level, sleep deprivation, comfort
Kriteria hasil:
- Mampu mengontrol kecemasan
- Status lingkungan yang nyaman
- Mengontrol nyeri
- Kualitas tidur dan istirahat adekuat
- Agresi pengendalian diri
- Respon terhadap pengobatan
- Kontrol gejala
- Status kenyamanan meningkat
- Dapat mengontrol ketakutan
- Support social
- Keinginan untuk hidup
NIC:
Anxiety Reduction (penurunan kecemasan)
- Gunakan pendekatan yang menenangkan
- Nyatakan dengan jelas harapan terhadap pelaku pasien
- Jelaskan semua prosedur dan apa yang dirasakan selama prosedur
- Pahami prespektif pasien terhadap situasi stress
- Temani pasien untuk memberikan keamanan dan mengurangi rasa takut
- Dorong keluarga untuk menemani anak
- Lakukan back rub/neck rub
- Dengarkan dengan penuh perhatian
- Identifikasi tingkat kecemasan
- Dorong pasien untuk mengungkapkan perasaan, ketakutan, persepsi
- Instruksikan pasien menggunakan teknik relaksasi
- Berikan obat untuk mengurangi kecemasan
Environment Management Comfort
Pain Management

DX 4:
Resiko perdarahan
NOC:
Blood lose severity, blood coagulation
Kriteria hasil:
- Tidak ada hematuria dan hematemesis
- Kehilangan darah yang terlihat
- Tekanan darah dalam batas normal
- Tidak ada perdarahan pervagina
- Tidak ada distensi abdominal
- Hb dan Ht dalam batas normal
- Plasma, PT, APTT dalam batas normal
NIC:
Bleeding precautions
- Monitor ketat tanda-tanda perdarahan
- Catat nilai Hb dan Ht sebelum dan sesudah perdarahan
- Monitor nilai lab (koagulasi) yang meliputi PT, APTT, trombosit
- Monitor TTV ortostatik
- Pertahankan bedrest selama perdarahan aktif
- Kolaborasi dalam pemberian produk darah (platelet atau fresh frozen palsma)
- Lindungi pasien dari trauma yang dapat menyebabkan perdarahan
- Hindari mengukur suhu lewat rektal
- Hindari pemberian aspirin dan antikoagulan
- Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin K
- Hindari terjadinya konstipasi dengan menganjurkan untuk mempertahankan intake cairan yang
adekuat dan pelembut feses
Bleeding Reduction
- Identifikasi penyebab perdarahan
- Monitor tekanan darah dan parameter hemodinamik (CVP, pulmonary capillary/artery wedge
pressure)
- Monitor status cairan yang meliputi intake dan output
- Monitor penentu pengiriman oksigen ke jarinagn (PaO2, SaO2 dan level Hb dan cardiac output)
- Pertahanan patensi IV line
Bleeding Reduction: Wound/Luka
- Lakukan manual pressure (tekanan) pada area perdarahan
- Gunakan ice pack pada area perdarahan
- Lakukan pressure dressing (perban yang menekan) pada area luka
- Tinggikan ekstremitas yang perdarahan
- Monitor ukuran dan karakteristik hematoma
- Monitor nadi distal dari area yang luka atau perdarahan
- Instruksikan pasien untuk menekan area luka pada saat bersin atau batuk
- Instruksikan pasien untuk membatasi aktifitas

DX 5:
Resiko infeksi b.d luka insisi bedah/operasi
NOC:
Immune status, knowledge: infection control, risk control
Kriteria Hasil:
- Klien bebas dari tanda dan gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses penularan penyakit, faktor yang mempengaruhi penularan serta
penatalaksanaannya
- Menunjukan kemampuan untuk mencegah timbulnya infeksi
- Jumlah leukosit dalam batas normal
- Menunjukan perilaku hidup sehat
NIC:
Infection Control
- Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain
- Pertahankan teknik isolasi
- Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada pengunjung untuk mencuci tangan saat berkunjung dan setelah berkunjung
meninggalkan pasien
- Gunakan sabun antimikrobia untuk cuci tangan
- Cuci tangan setiap sebelum dan setelah tindakan keperawatan
- Gunakan baju, sarung tangan sebagai pelindung
- Pertahankan lingkungan aseptik selama pemasangan alat
- Ganti letak IV perifer dan line sentral dan dressing sesuai dengan petunjuk umum
- Gunakan kateter intermiten untuk menurunkan infeksi kandung kencing
- Tingkatkan intake nutrisi
- Berikan terapi antibiotik bila perlu
Infection Protection
- Monitor tanda dan gejala infeksi sistemik dan lokal
- Monitor hitung granulosit, White blood cell
- Monitor kerentanan terhadap infeksi
- Batasi pengunjung
- Pertahankan teknik asepsis pada pasien yang beresiko
- Berikan perawatan kulit pada area epidema
- Inspeksi kulit dan membran mukosa terhadap kemerahan, panas dan drainase
- Inspeksi kondisi luka/insisi bedah
- Dorong masukan nutrisi yang cukup
- Dorong masukan cairan
- Dorong istirahat
- Instruksikan pasien untuk minum antibiotik sesuai resep
- Ajarkan apsien dan keluarga tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan cara menghindari infeksi
- Laporkan kecurigaan infeksi
- Laporkan kultur positif
Daftar Pustaka

Syamsuhidayat, et. Al. 2004. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: EGC
Tambayong, dr. Jan. 2002. Patofisoilogi Untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Erfandi, 2009. Pengetahuan dan faktor-faktor yang mempengaruhi. [internet], tersedia dalam:
http://forbetterhealth.wordpress.com/2009/04/19
pengetahuan-dan-faktor-faktor-yang-mempengaruhi
Giri Made Kusala, 2009. Kumpulan Penyakit Dalam. Jakarta: EGC
____, 2015. NANDA NIC-NOC. Jogjakarta: Mediaction

Anda mungkin juga menyukai