1. Apakah Omnibuslaw UU Cipta Lapangan Kerja mencover keseluruhan UU Ketenagakerjaan yang lama 2. Mana yang lebih baik antara Omnibuslaw Cipta Lapangan Kerja dan UU Ketenagakerjaan yang lama dan berikan alasannya
Perancangan omnibuslaw sebagai uu cipta lapangan kerja yang dianggap dapat
melindungi dan mensejahterakan buruh dengan meningkatkan investasi di negara ini yang secara tidak langsung akan memberikan peningkatan lapangan kerja, sifat omnibuslawa sendiri berlaku sebagai undang-undang payung karena mengatur secara keseluruhan dan mempunyai kekuatan terhadap beberapa undang-undang, dalam rancangan undang-undang ini terdapat beragam materi-materi perundang undangan berbeda dan memuat 11 kluster dan 18 sub kluster melingkupi lebih dari seribu pasal dan menyederhanakan lebih dari 70 undang- undang. Namun dalam perancangannya sendiri tidak melibatkan pihak buruh yang notabene menurut mereka dirugikan apabila Undang-undang ini diterapkan. Omnibuslaw UU Cipta lapangan kerja tidak mencover keseluruhan dari UU ketenagakerjaan karena pasal-pasal UU ini tetap berlaku kecuali diatur dalam UU cipta lapangan kerja, Memurut Said Iqbal Sekjen FSPI, terdapat 6 poin dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang berpotensi merugikan buruh. Ke-1. Dihapusnya upah minimum, karena menurutnya dengan memakai sistem pengupahan perjam, otomatis upah minimum akan hilang. Kendati ada pernyataan, buruh yang bekerja selama 40 jam perminggu tetap akan mendapatkan upah minimum. Menurut Said, ini hanya akal-akalan pemerintah saja, karena pengusaha akan dengan mudah untuk menurunkan jam kerja buruh, agar syarat jam kerja minimum tak terpenuhi sehingga upah minimum tidak wajib untuk dibayar. "Belum lagi ketika buruh sakit, menjalankan ibadah sesuai agamanya, cuti melahirkan upahnya tidak dibayar karena dianggap tidak bekerja" ujar Said. Ke-2, apabila terjadi Pemutusan Hubungan Kerja(PHK), buruh tak akan lagi mendapat pesangon sesuai Undang-Undang nomor 13 tahun 2003. Dengan besaran 9 bulan gaji, dapat dikalikan 2 dalam kondisi PHK dalam keadaan tertentu. Tak hanya itu penghargaan masa kerja maksimal 10 bulan upah atau 15 persen dari jumlah pesangon tearncam dihapus. Ke-3, Masalah fkexibilitas pasar kerja atau memperluas outsoucing. Menurut Said ini artinya tak ada lagi kepastian kerja dan pengangkatan sebagai pekerja tetap atau perjanjian kerja waktu tidak tertentu. Outsourcing pun akan menjadi lebih luas tidak hanya di 5 jenis pekerjaan seperti saat ini, yakni Cleaning service, keamanan, transportasi, catering, dan pemborongan pertambangan. Ke-4, Konon katanya Omnibus law, akan membuat Tenaga Kerja Asing yang tak memiliki akan mudah masuk ke Indonesia. Padahal dalam UU lama ada batasan tertentu bagi TKA, bisa masuk jika skill yang dimilikinya tak terdapat pada pekerja lokal. Ke-5, Jaminan Sosial terancam hilang, karena upah perjam dianggap akan mengancam keberadaan jaminan hari tua atau jaminan pensiun, alasan Said karena tak ada kepastian kerja Karena berpindah-pindah kerja dan tak dibayar dengan upah minimum maka sistem ini berpotensi menghilangkan jaminan sosial tersebut. Ke-6, Sanksi pidana bagi pengusaha yang melanggar hak-hak buruh terancam akan hilang. Jadi bisa saja pengusaha sewenang-wenang terhadap buruh. Ke enam hal tersebut, menurut saya merupakan asumsi yang diambil secara sepihak oleh mereka yang mengatasnamakan buruh yang dibuat dengan pendekatan egosentris. Untuk upah per jam misalnya artinya buruh dipacu untuk lebih produktif. Jika buruh berasumsi bahwa hal itu akal-akalan pengusaha saja. Bagaimana jika asumsi itu dibalik, tuntutan itu bisa jadi merupakan bentuk kemalasan buruh saja. Ingin bergaji seragam tanpa memperhatikan produktivitas. Justru dengan upah perjam yang terjadi akan berkeadilan, lebih produktif ya lebih banyak dapat upah. Masalah pesangon ini memang menjadi momok menakutkan bagi pengusaha atau siapapun investor yang berniat menanamkan modalnya secara langsung, melalui pendirian pabrik misalnya. Karena masalah pesangon menjadi handycap yang besar bagi Indonesia terutama bagi sektor padat karya. Justru lahirnya kontrak kerja tanpa jaminan diangkat menjadi pegawai tetap karena masalah pesanhon yang besar dan rumit ini.. Sebetulnya aturan kerja dengan flexibilitas jam kerja itu bisa membuat para pekerja lebih agile dalam mencari kerja. Dan itu sudah mengadaptasi berbagai jemis pekerjaan baru yang lahir akibat teknologi yang berkembang sangat pesat. Di jaman milenial ini para pekerja dipacu untuk lebih kreatif dan innovatif, Paradigma lama terkait ketenagakerjaan harus segera ditinggalkan jika tidak mau tergilas jaman. Ombibus Law ini memberi ruang kemudahan bagi para investor untuk menanamkan modalnya di Indonesia.Jika investasi masuk, lapangan kerja menjadi lebih luas, kebutuhan jumlah pekerja pun akan bertambah. Bahkan mungkin pengusaha Indonesia lebih baik membuka pabriknya di luar negeri saja yang aturan ketenagakerjaannya lebih rasional dan bersahabat., Omnibus law ini tak berdiri sendiri, jika dilihat rangkaian kebijakan baru yang dikeluarkan pemerintah. Mulai dari Kartu Pra Kerja, lantas perluasan Jaminan Pekerjaan tanpa menambah iuran. Itu merupakan bagian dari rangkaian reformasi ketenagakerjaan, namun tetap pemerintah harus bekerja keras untuk mensosialisasikan hal ini, kegaduhan bisa saja terjadi, Dengan memberikan penjelasan secara detil pada para buruh tentunya kegaduhan setidaknya bisa terhindarkan, ketidak jelasan informasi mengenai UU ini justru menimbulkan berbagai perspektif yang dan argumentasi dari orang-orang yang tidak bertanggung jawab malah membuat kondisi makin tidak kondusif,. Berilah toleransi waktu yang cukup.Di dunia ini kita tak bisa bersikap "pokoknya" flexibilitas itu diperlukan, buruh tak perlu juga merasa dirinya paling benar. Terciptanya hubungan yang baik antara pengusaha sebagai pemberi kerja dan buruh sebagai pekerja juga Pemerintah sebagai regulator tentunya akan memberikan keuntungan bagi semua pihak. Terlepas dari beberapa hal diatas untuk memutuskan mana yang labih baik saya pribadi masih sulit memutuskan dari beberapa artikel dan referensi yang saya baca UU ini dapat memberikan banyak manfaat, dan kebanyakan berita yang saya lihat lebih menonjolkan sisi positifnya, namun selama perkuliahan yang berlangsung beberapa minggu ini banyak dosen yang mengganggap Omnibuslaw UU Cipta Lapangan Kerja sebagai sebuah konsep yang tidak matang dan terkesan mengesampingkan norma norma hokum di Indonesia, maka dari itu dibutuhkan pengkajian lebih lanjut, kesulitan dalam mengakses informasi lengkap mengenai Omnibuslaw juga mempersulit masyarakat untuk memahami UU yang dianggap sebagai “niat baik” pemerintah dan dapat mensejahterahkan buruh.