Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

IPE (INTERPROFESSIONAL EDUCATION) DAN IPC


(INTERPROFESSIONAL COLABORATION)
(Rini Rachmawaty, S. Kep., Ns., MN., PhD.)

OLEH

KELOMPOK 4

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
TUGAS MAKALAH
IPE (INTERPROFESSIONAL EDUCATION) DAN IPC
(INTERPROFESSIONAL COLABORATION)

Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah KDK 1 (Konsep Dasar
Keperawatan 1)

OLEH

 MILDASARI (R011191014)
 ICAH SAPITRI (R011191076)
 RACHMAT FAJAR (R011191086)
 RISKA DAMAYANTI (R011191072)
 SELVIANI RAHMASARI (R011191014)
 NABIGHAH NURFADHILAH (R011191066)
 MUTIARA CYESA PRASASTI NGANDOH (R011191038)

FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019

ii
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Segala puji bagi Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang atas
limpahan karunia dan rahmat yang telah diberikan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.

Terlepas dari itu semua, tentunya terdapat bantuan berbagai pihak dalam
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Kami juga sangat menyadari bahwa banyak terdapat kekurangan dalam


membuat makalah ini baik dari segi bahas, penulisan, penyusunan, tata letak, dll.
Oleh karena itu penulis membutuhkan kriik dan saran dari pembaca agar dapat
membuat makalah yang lebih baik lagi.

Semoga dengan di buat nya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat menambah wawasan. Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

Makassar, 25 agustus 2019

Kelompok 4

iii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. IPE (Interproessional Education) dan IPC (Interprofessional Colaboration). .3
B. Hubungan IPE dan IPC........................................................................................5
C. Perbedaan IPE dan IPC........................................................................................6
D. Tujuan dan Manfaat IPE dan IPE.......................................................................6
E. Kompetensi Dasar dalam Praktik Kolaborasi.....................................................7
F. Praktik kolaborasi...............................................................................................10
G. Upaya untuk meningkatkan IPE dan IPC.........................................................13
BAB III...........................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Secara tradisional, model perawatan kesehatan telah menunjukkan distribusi


kekuatan satu pihak dalam hubungan memberi perawatan dengan klien. Sistem ini
didominasi oleh dokter dan berfokus pada penyembuhan penyakit. Akan tetapi,
baru baru ini sistem perawatan kesehatan telah bergerak ke upaya dan insiatif
yang lebih kolaboratif dengan pemberi keperawatan dan klien menjadi mitra
dalam perawatan. Banyak yang mengembangkan ide bahwa perawatan berpusat
pada klien dan diarahkan pada klien serta melibatkan kolaborasi antara pemberi
perawatan dan klien.

Dengan restrukturisasi perawatan kesehatan, sistem dan praktik lama telah


mengubah pekerjaan kesehatan sedemikian rupa sehingga memperbaiki perawatan
dan mengontrol biaya. Restrukturisasi ini telah mengubah peran dan menciptakan
cara baru berinteraksi antara anggota tim perawatan kesehatan.

Selama tahun-tahun awal, perawat tampak menjadi asisten dokter dalam


merawat pasien. Istilah pembantu telah digunakan untuk menggambarkan peran
perawat. Akan tetapi, selama perang dan saat-saat krisis, perawat bekerja dengan
cara yang lebih kolegial dan otonomi. Pada awal perang sipil Amerika, terdapat
dokumentasi praktik yang lebih mandiri (Nursing trends and issues, 1998).
Munculnya peran keperawatan praktik lanjutan memberi dorongan. Munculnya
perhatian terhadap kolegialitas dan kolaborasi.

Sehingga atas dasar tersebut, Interprofessional Collaboration (IPC) sebagai


implementasi nyata dari Interprofessional Education (IPE) yang dikuatkan selama
perkuliahan maupun pendidikan merupakan hal yang sangat penting dibahas dan
diprakkkan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan.

1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat dirumuskan
yaitu

 Apa pengertian dari IPE dan IPC?


 Bagaimana hubungan antara IPE dan IPC?
 Apa perbedaan IPE dan IPC ?
 Apa tujuan dan manfaat dari IPE dan IPC?
 Apa kompetensi yang harus dimiliki tenaga kesehatan sebagai dasar untuk
berkolaborasi satu sama lain?
 Bagaimana praktik IPE dan IPC?
 Bagaimana upaya untuk meningkatkan IPE dan IP?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan adapun tujuan dari
perumusan masalah di atas yaitu

 Untuk mengetahui apa itu IPE dan IPC


 Untuk mengetahui hubungan antara IPE dan IPC
 Untuk mengetahui perbedaan IPE dan IPC
 Untuk mengetahui tujuan dan manfaat IPE dan IPC
 Untuk mengetahui kompetensi yang harus dimiliki tenaga kesehatan
sebagai dasar untuk berkolaborasi satu sama lain.
 Untuk mengetahui bagaimana praktik IPE dan IPC.
 Untuk mengetahui upaya apa saja yanag dapat meningkatkan IPE dan IPC.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. IPE (Interproessional Education) dan IPC (Interprofessional


Colaboration)

Kolaborasi adalah hubungan timbal balik, di mana pemberi pelayanan


memegang tanggung jawab paling besar untuk keperawatan pasien dalam
kerangka kerja bidang respektif mereka. Praktik keperawatan kolaboratif
menekankan tanggung jawab bersama dalam manajemen perawatan pasien,
dengan proses pembuatan keputusan bilateral didasarkan pada masing-masinsg
pendidikan dan kemampuan praktisi (Siegler & Whitney, 2000).

Kolaborasi antar tenaga kesehatan digambarkan sebagai suatu hubungan


kerjasama yang dibangun berdasarkan rasa saling percaya, rasa hormat dan
kekuasaan, serta memahami pentingnya peran masing-masing anggota tim untuk
mampu bertindak dalam situasi kesehatannsres tinggi, kolegiatif, dan komunikasi
(Messmer, 2008).

Menurut Parellangi (2015), kolaborasi interprofessional adalah bekerjasama


dengan profesi kesehatan lain dalam melakukan kolaborasi dan komunikasi untuk
memastikan bahwa perawatan yang diberikan kepada pasien reliable dan
berkelanjutan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi.

1. IPE (Interprofessinal Education)

IPE (Interprofessional Education) adalah suatu pelaksanaan pembelajaran


yang diikuti oleh dua atau lebih profesi yang berbeda untuk meningkatkan
kolaborasi dan kualitas pelayanan dan pelaksanaannya dapat dilakukan dalam
semua pembelajaran, baik itu tahap sarjana maupun tahap pendidikan
klinikuntuk menciptakan tenaga kesehatan yang professional (ACCP, 2009).
Centre for advancement of Interproffesional Education (CAIPE, 2001)
menyebutkan, IPE (Interprofessional Education) terjadi ketika dua atau lebih

3
profesi kesehatan belaajar bersama, belaar dari profesi kesehatan lain, dan
mempelaari peran masing-masing profesi kesehatan lain untuk meningkatkan
kemmapuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan.

IPE (Interprofessional Education) adalah metode pembelajaran yang


interaktif, berbasis kelompok, yang dilakukan dengan menciptakan suasana
belajar berkolaborasi untuk mewujudkan praktik yang berkolaborasi, dan juga
untuk menyampaikan pemahaman mengenai interpersonal, kelompok,
organisasi dan hubungan antar organisasi sebagai proses professionalisasi
(Royal Collage of Nursing, 2006).

IPE (Interprofessional Education) merupakan suatu proses dimana


sekelompok mahasiswa atau profesi kesehatan yang memiliki perbedaan latar
belakang profesi melakukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu,
berinteraksi sebagai tujuan yang utama, serta untuk berkolaborasi dalam upaya
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif, dan jenis pelayanan kesehatan yang
lain (WHO, 1988).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Broers (2009) praktek


kolaborasi antar profesi didefinisikan sebagai beragam profesi yang
bekerjasama sebagai suatu tim yang memiliki tujuan untuk meningkatkan
kesehatan pasien dengan saling mengerti batasan yang ada pada masing-
masing profesi kesehatan.

2. IPC (Interprofessional Collaboration)

IPC (Interprofessional Collaboration) adalah proses dalam mengembangkan


dan mempertahankan hubungan kerja yang efektif antara pelajar, praktisi,
pasien, klien, keluarga serta masyarakat untuk mengoptimalkan pelayanan
kesehatan.

IPC (Interprofessional Collaboration) adalah kerja sama dengan satu atau


lebih anggota tim kesehatan untuk mencapai tujuan umum dimana masing –

4
masing anggota memberikan kontribusi yang unik sesuai dengan batasannya
masing –masing. 

B. Hubungan IPE dan IPC

Pelaksanaan ipc pada praktik nyata terhadap pasien dipengaruhi oleh


interprofesional education. Hal tersebut dikarenakan IPE menyiapkan mahasiswa
kesehatan atau calon tenaga kesehatan untuk bisa lebih memahami peran masing-
masing profesi dan meningkat kesiapan mereka untuk berkolaborasi dalam
memberikan pelayanan kesehatan (soubra, badr, zahran, dan aboul-south,2017).
Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh liaw, siau,
zhou, dan lau (2014) yang menyatakan bahwa IPE dapat meningkatakan
kolaborasi antar tenaga kesehatan.

Pendidikan interperofesional diterima dengan baik oleh mahasiswa pendidikan


kesehatan. Menurut hammick (2007), dalam buku a bes evidence sitematik review
of interprofesional education mengatakan bahwa pelaksanaan IPE dalam proses
pendidikan dapat ditingkatkan pengetauan dan keterampilan, hal tersebut
diperkuat dengan adanya penelitian yang dilakukan oleh vallath (2015), bahwa
persepsi yang baik terhdap IPE dapat meningkatkan kerja sama antar tim dalam
memberikan pelayanan dan kepuasan kepada pasien.

Hasil survey institusi dari 42 negara menyatakan sudah melakukan strategi


interprofesional education (IPE) dan memberikan dampak positif bagi sistem
kolaborasi antar profesi dalam dunia kesehatan serta dapat meningkatkan
perawatan da kepuasan pasien, bukan hanya bagi Negara terkait tetapi juga bila
digunakan di Negara-negara lain (WHO,2010). Di Indonesia sendiri IPE juga
dikenal, ini terbukti dari keterlibatan Indonesia sebagai partner dalam kobe
university interprofesional education for colaborating working centre (QPEC)
(hteq project, 2011)

5
C. Perbedaan IPE dan IPC

IPE (Interprofessional Education) adalah proses pembelajaran dari berbagai


professi kesehatan untuk melakukan pembelajaran dipriode tertentu ,sedangkan
IPC (Interprofessional Colaboration) adalah bentuk kerja sama (nyata) dari
pembelajaran yang telah di lalui di IPE.

D. Tujuan dan Manfaat IPE dan IPE

Tujuan dari praktik kolaborasi antar profesi, dimana melibatkan berbagai


profesi dalam pembelajaran tentang bagaimana bekerjasama dengan memberikan
pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan untuk berkolaborasi secara
efektif (Sargeant, 2009). Implementasi IPE di bidang kesehatan dilaksanakan
kepada mahasiswa dengan tujuan untuk menanamkan kompetensi-kompetensi IPE
sejak dini dengan retensi bertahap, sehingga ketika mahasiswa berada dilapangan
diharapkan dapat mengutamakan keselamatan pasien dan peingkatan kualitas
pelayanan kesehatan bersama profesi kesehatan yang lain (Buring et al, 2009).

World Health Organization (2010) menyajikan hasil penelitian di 42 negara


tentang dampak dari penerapan praktik kolaborasi dalam dunia kesehatan
menunjukkan hasil bahwa praktik kolaborasi dapat meningkatkan keterjangkauna
serta koordinasi layanan kesehatan, penggunaan sumber daya klinis spesifik yang
sesuai, outcome kesehatan bagi penyakit kronis, dan pelayanann serta keselamatan
pasien. WHO (2010) juga menjelaskan praktik kolaborasi dapat menurunkan
komplikasi yzng di alami pasien, jangka waktu rawat inap, ketegangan dan
konflik di antarapemberi layanan (caregivers), biaya rumah sakit, rata-rata clinical
error, dan rata-rata jumlah kematian pasien.

Proses IPE membentuk proses komunikasi, tukar pikiran, proses belajar,


sampai kemudian menentukan sesuatu yang bermanfaat antar para pekerja profesi
kesehatan yang berbeda dalam rangka penyelesaian masalah attau untuk
peningkatan kualitas kesehatan (Thistlewaite dan Moran, 2010).

6
Pendekatan kolaboratif terhadap perawatan kesehatan idealnya bermanfaat bagi
klien, professional, dan sistem pemberian perawatan kesehatan. Perawatan
menjadi berpusat kepada klien dan, yang paling penting, diarahkan pada klien.
Klien menjadi konsumen yang mendapat informasi dan secara aktif berpartisipasi
dengan tim keperawatan kesehatan dalam proses pengambilan keputusan. Saat
klien diberdayakan untuk berpartisipasi secara aktif dan professional saling
berbagai penetapan tujuan dengan klien, setiap orang, termasuk organisasi dan
sistem perawatan kesehatan, pada akhirnya mendapat manfaat. Saat kulaitas
membaik, kebutuhan terhadap program terapeutik meningkat, lama rawat
menurun, dan biaya keseluruhan untuk sistem menurun. Ketika interdependensi
professional terjadi, hubungan kolegial muncul, dan kepuasan keseluruhan
meningkat. Lingkungan kerja menjadi lebih suportif dan mengakui kontribusi tiap
anggota tim. “Karena otoritas ini dibagi, upaya ini menghasilkan perawatan yang
lebih terintegrasi dan leih komprehensif, serta pembagian kontrol biaya dan
liabilitas.” (Micolo dan Spanier, 1993, hlm. 447).

E. Kompetensi Dasar dalam Praktik Kolaborasi

Adapun kompetensi yang harus dimiliki tenaga kesehatan untuk berkolaborasi


satu sama lain diantaranya, yaitu :

1. Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam, kolaborasi, karena kolaborasi
membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah
yang muncul dalam kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasoi
efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota professional.
Kolaborasi untuk memecahkan masalah kompleks membutuhkan
keterampilan komunikasi yang efektif. Pada awalnya tim perawatan
kesehatan perlu mendefinisikan kolaborasi secara jelas, menetapkan tujuan
dan sasaran, dan menentukan harapan peran. 
Komunikasi efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok yang terlibat
berkomitmen untuk saling memahami peran profesionalnya dan saling

7
mengahargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus sensitif terhadap
perbedaan antara gaya komunikasi. Daripada memfokuskan pada perbedaan,
masing masing kelompok profesional perlu memusatkan tujuan umum
mereka: kebutuhan klien. 
Gaya komunikasi sangatlah penting agar kolaborasi dapat berhasil. Teori
Norton mengenai gaya komunikator (1983) mendefinisikan gaya sebagai cara
seseorang berkomunikasi dan mencakup cara bagaimana seseorang
berinteraksi. Dengan demikian, apa yang dikatakan dan bagaimana hal
tersebut dikatakan keduanya penting. Teori ini menguraikan sembilan gaya
komunikator khusus yang umum digunakan dan memengaruhi sifat hubungan
antara komunikasi. Tiga dari gaya komunikator ini (dominan, suka berdebat,
dan penuh perhatian) telah digunakan dalam studi keperawatan mengenai
gaya kolaborasi karena gaya komunikator berhubungan dengan tingkat
kolaborasi dan peningkatan kualitas perawatan (Van Ess Coeling dan Cukr,
2000). Menggunakan gaya penuh perhatian dan menghindari gaya suka
berdebat dan gaya dominan membuat perbedaan yang signifikan dalam
kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif, dan kepuasan perawat.
Peneliti menyatakan bahwa gaya penuh perhatian dapat diajarkan melalui
modeling perilaku mendengarkan dengan jelas, seperti melakukan kontak
mata ketika berkomunikasi dan menghindari berpartisipasi dalam aktivitas
lain yang mengganggu komunikasi saat seseorang mencoba untuk
berkomunikasi. Umpan balik verbal dan pengulangan memberikan
kesempatan untuk menggambarkan apa yang dikatakan dan mengoreksi
kesalahpahaman. Pengajuan pertanyaan memberikan kesempatan berbagi
kekhawatiran dan memulai suatu dialog. Mengembangkan gaya tidak suka
berdebat berarti mengembangkan penilaian dalam upaya mengenali kapan
perlu menghentikan percakapan dan meminta klarifikasi karena hal tersebut
merupakan poin penting dan kapan lebih baik mengabaikan komentar yang
tidak setuju karena hal tersebut tidak penting untuk tujuan. Mengembangkan
gaya nondorninan mencakup perilaku pengendalian memonopoli percakapan
atau berbicara penuh semangat sehingga orang lain merasa ditekan dan

8
tidak mau berespons. Bermain peran yang diiikuti oleh diskusi dan modelling
peran diidentifikasi sebagai strategi efektif untuk menegembangkan gaya
komunikator yang positif.
2. Respek dan Kepercayaan
Kualitas respek dapat dilihat lebih kea rah harga diri, sedangkan
kepercayaan dapat dilihat dari mata proses dan hasil. Respek dan
kepercayaandapat disampaikan secara verbal dab nonverbal, sertadapat
dilihat dan dirasakan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.
3. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)
Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang , pola
hubungan, harga diri, kepercayaan diri, emosi, serta waktu. Feed back juga
dapat bersifat posistif dan negative.
4. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan
kolaborasi yang efektif. Hal ini unntuk menyatukan data kesehatan pasien
secara komprehensif sehingga menjadi sumber informasi bagoi semua
anggota tim professional.
5. Manajemen konflik
Masing-masing anggota profesi harus memahami peran serta
fungsinyauntuk menurunkan konflik. Selainitu, setiap anggota profesi juga
harus melakukann aklarifikasi persepsi dan aharapan, mengidentifikasi
kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran, serta melakukan
negosiasi peran dan tanggung jawab.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa criteria, yaitu
adanya saling percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima
keilmuan masing-masing, memiliki citra diri positif, memilikikematangan
professional yang setara, baik dalam hal pendidikan maupun pengalaman,
mengakui sebagai mitrakerja, serta memeiliki keinginan untuk
bernegosiasi(siegler & whitney, 2000).

9
F. Praktik kolaborasi
1. Memberikan perawatan yang di arahkan pada klien dan berpusat pada
klien dengan menggunakan kerangka kerja multidisiplin, yang terintegrasi
Dan bersifat partisipasi.
2. Meningkatkan kontinuitas selama kontinum perawatan, sejak
prahospitalitas epoisode akut penyakit sampai pemindahan atau
pemulangan dan pemulihan.
3. Meningkatkan kepuasan klien (-klien)dan keluarga terhadap perawatan.
4. Memberikan perawatan yang berkualitas, hemat biaya, dan berbasis
penelitian yang diarahkan pada hasil.
5. Meningkatkan rasa saling menghargai, komunikasi, dan pemahamanantara
klien (-klien) dan anggota tim perawatan kesehatan.
6. Menciptakan sinergi antara klien dan pemberi perawatan, yaitu jumlah
usaha mereka lebih besar dari pada bagian-bagiannya.
7. Memberikan kesemptan untuk membahasa dan memecahkan isu dan
masalah yangberhubungan dengan sistem.
8. Membina hubungan interdependen dan pemahaaman di kalangan pemberi
perawatan dan klien.

Praktik kolaboratif dapat mencakup interaksi perawat-dokter dalam praktik


bersama, kolaborasi perawat-dokter dalam pemberian perawatan, atau tim antar
disiplin atau komite. 

Tim praktik kolaboratif antardisiplin dapat terdiri atas unit tunggal atau
sekelompok unit dengan populasi klien yang sama. Sebagian besar komite terdiri
dari dokter, perawat, pekerja sosial, apoteker, dan profesional perawatan
kesehatan lain (Velianoff, Neely, dan Hall, 1993). Tim multidisiplin semacam ini
membahas pedoman praktik klinis dan isu klinis untuk memastikan hasil Yang
hemat biaya dan berkualitas. Komite Seperti ini dapat memberikan landasan untuk
penetapan tatanan praktik kolaboratif yang sebenarnya. 

10
T
K
O
IE
S
A
D
P
R
N
Model Praktik Kolaborasi
1. Model praktik kolaborasi, Tipe 1

Model praktik kolaborasi tipe 1 ini menekankan pada komunikasi dua arah, tapi
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter
dan pasien.
2. Model praktik kolaborasi, Tipe 2

11
Gambar di atas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe II di mana model ini
lebiih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling
bekerjasama, dengan pasien. Model ini tetap melingkar dengan menekankan
kontinuitas, kondisi timbal balik satu sama lain, dan tak ada satu pemberi
pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus.

Model praktik kolaborasi

Heart center of excellence di North Broward Hospital mengembangkan


model praktik yang berbasis kolaborasi, pemecahan masalah, dan evaluasi
kembali, yang disebut sebagai tekhnik CPR. Pemakaian model ini secara
drastic menurunkan waktu intubasi pasca operasi dan interval bangkit dari
tempat tidur setelah ekstubasi. Masuk pada hari yang sama, pemindahan
pasca operasi hari pertama, dan lama rawat setelah operasi jantung juga
menurun.

Pemain penting dalam tim mencangkup staf medis, keperawatan,


ahli terapi respirasi, ahli perfusi, tekhnisi radiologi, ahli fisiologi latihan,
menejer kasus/layanan social, dan personel farmasi. Kolaborasi
dipertimbangkan sebagai komponen penting dalam keberhasilan upaya tim.

Saat model di implementasikan, beberapa penghalang kolaborasi


muncul, termasuk perspektif dari banyak disiplin. Yang kedua adalah sifat
multicultural dari kelompok staf yang berbeda ini; pengaruh budaya tampak
Jelas dalam praktik dan komunikasi. Keyakinan dan praktik tradisional
mengalami tantangan, yang menghasilkan ketegangan. Untuk membangun
tim kolaboratif, kesadaran budaya dan pendidikan dilakukan dengan
berbagai tekhnik, termasuk bermain peran, pengalaman lintas budaya,
eksplorasi keyakinan dan nilai personal, dan evaluasi gaya komunikasi.

Tim kerja dengan pengarahan sendiri (selft-directed work team,


SDWT) di implementasikan dan dibuat agar bertanggung jawab terhadap
hasil. SDWT ini meningkatkan kerja tim dan menghasilkan peningkatan
kembalinya ke kondisi semula, dengan efek langsung pada hasil akhir
pasien. SDWT memenuhi model praktik terbaik untuk berhasil
meningkatkan hasil di pusat pelayanan jantung.

12
Kemampuan berkolaborasi menjadi sangat penting saat perawat
menginplementasikan peran praktik lanjutan; hal tersebut ditetapkan sebagai
kompetensi inti untuk perawat praktik lanjutan. Pendorong kolaborasi ini adalah
reformasi perawatan kesehatan, yang menghasilkan praktik kelompok dan
managed care serta sertifikasi dan standard praktik. Kontinum kolaborasi dimulai
dengan komunikasi parallel, dengan cara setiap orang berkomunikasi dengan
pelayan klien secara mandiri dan mengajukan pertanyaan yang sama. Fungsi
parallel dapat memiliki komunikasi yang lebih terkoordinasi, tetapi tiap
professional memiliki interfensi terpisah dan rencana perawatan yang tersendiri.
Pertukaran informasi mencakup komunikasi yang terencana, tetapi pengambilan
keputusan bersifat unilateral,

G. Upaya untuk meningkatkan IPE dan IPC


Ada sepuluh pelajaran untuk meningkatkan kolaborasi yang dapat dilakukan
dalam praktik sehari-hari sebagai upaya dalam meningkatkan kolaborasi yaitu,
1. Pelajaran 1

Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas yang muncul
secara bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan
persepsi diri. Diperlukan untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui
odel mental diri sendiri (bias, nilai-nilai, dan tujuan).

2. Pelajaran 2
Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value dan
manage diversity). Perbedaan adalah asset penting untuk proses kolaboratif
yang efektif dan hasil.
3. Pelajaran 3
Mengembangakan keterampilan resolusi konflik yang yang konstruktif
(Develop constructive conflict resolution skills). Dalam paradigma
kolaboratif, konflik dipandang alami sebagai sebuah kesempatan untuk
memperdalam pemahaman dan kesepakatan.

13
4. Pelajaran 4
Gunakan kekuatan anda untuk menciptakan situasi ‘menang-menang’
(Use your power to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan
mengakui kekuatan dasar seseorang adalah bagian dari kolaborasi yang
efektif.
5. Pelajaran 5
Menguasi keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal
and process skills). Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang
paling sering diidentifikasi sebagai atribut penting untuk praktik kolaboratif
efektif.
6. Pelajaran 6
Menyaari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recogninize that
collaboration is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk kolaborasi efektif membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik,
keunggulan klinik, menghargai penyelidikan, dan pengetahuan tentang proses
kelompok adalah keterampilan belajar seumur hidup.
7. Pelajaran 7
Pengaruh semua forum multidisiplin (leverage all multidisciplinary
forums). Menjadi baik hadir secara fisik dan mental dalam tim forum, dapat
memberikan kesempatan untuk menilai bagaimana dan kapan menawarkan
komunikasi kolaboratif untuk membangun kemitraan.
8. Pelajaran 8
Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate
that collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi
yang saling mapan yang bisa terjadi secara spontan jika factor-faktoryang
tepat ditempat.
9. Pelajaran 9
Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif
(Balance autonomy and unity in collaborative relationship). Belajar dari
kebehasilan dan kegagalan kolaborasi anda. Menjadi bagian dari sebuah tim

14
yang eksklusif sama buruknya dengan bekerja dalam isolasi. Bersedia
mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan dinamis.

10. Pelajaran 10
Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan
(Remember that collaboration is not required for all decision). Kolaborasi
bukanlah obat mujarab, yang diperlukan dalam segala situasi(Gardner,
2005).

15
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
IPE (Interprofessional Education) adalah suatu proses dimana sekelompok
mahasiswa atau profesi kesehatan dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda
melkukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, berinteraksi, serta
berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, dan jenis
pelayanan kesehatan yang lain demi mencapai tujuan bersama. IPC
(Interprofessional Colaboration) adalah proses dimana suatu profesi kesehatan
bekerja bersama dengan profesi kesehatan lain dalam melakukan kolaborasi dan
komunikasi untuk memastikan bahwa perawatan yang diberikan kepada pasien
reliable dan berkelanjutan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi.

Dengan mengaplikasikan IPE (Interprofessional Education) dan IPC


(Iterprofessional Colaboration) dalam praktik keperawatan, maka akan
menciptakan pelayana kesehatan yang baik bagi pasien. Jika seorang perawat
memiliki kolaborasi yang baik, maka akan mampu untuk menunjukkan sikap
profesi yang tepat sebagai rekan dari profesi kesehatan yanga lain.

B. Saran
Resistensi terhadap perubahan tidak dapat dihindari saat cara-cara tradisional
pemberian perawatan secara drastis terganggu oleh perubahan perawatan
kesehatan yang berada di luar kontrol cara tradisional yang dipengaruhi
oleh perubahan. Perubahan struktur kekuatan sangat sulit untuk dikelola. Perawat
perlu mengembangkan kemampuan untuk mengambil tempat baru dalam
perawatan kesehatan dan bekerja dengan anggota tim yang tidak menerima
struktur baru tersebut secara penuh. 
Kesempatan bagi perawat untuk menciptakan model praktik baru dan membina
kembali hubungan saat ini sangat banyak. Waktunya telah tiba
untuk pembentukan kembali praktik di bawah arahan perawat yang berkeinginan
untuk mengemban kepemimpinan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Blais, Koenig Kathleen., dkk. 2002. Praktik Keperawatan Professional. Jakarta:


EGC

Hammick M., D. Freeth, I. Koppel, S. Reeves, H. Barr (2007). A best evidence


systematic review of interprofessional education: BEME Guide no. 9
Medical Teacher, 29(8):735-751.

Parellangi, andi. 2018. Home Care Nursing. Yogyakarta: ANDI.

Royal College of Nursing. 2006. The impact and effectiveness ofinterprofessional


Education in primary care : An RCN literature review. London: RCN

World Health Organization. (2010). Framework for action on interprofessional


education dan collaborative practice.
http://whqlibdoc.who.int/hq/2010/WHO_HRH_10.3_eng.pdf).

Yusuf, Saldi. 2015. Pengembangan Model Interprofessional Education (IPE).


Skripsi. Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Alauddin Makassar.
https://www.google.com/url?
sa=t&sourch=web&rct=j&url=http://repositotori.uin-
alauddin.ac.id/1361/1/SALDI%2520YUSUF.pdf&ved=2ahUKEwjYqf-
zrKjkAhWBYisKHTdKDxcQFjAHegQICBAB&usg=AOvVaw3Uo01
cA8UdaS1IpuAb36nG

https://eprints.ums.ac.id/63283/4/BAB%201.pdf

https://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/G0012106_bab2.pdf

17

Anda mungkin juga menyukai