Tugas Makalah KDK 1-2
Tugas Makalah KDK 1-2
OLEH
KELOMPOK 4
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
TUGAS MAKALAH
IPE (INTERPROFESSIONAL EDUCATION) DAN IPC
(INTERPROFESSIONAL COLABORATION)
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah KDK 1 (Konsep Dasar
Keperawatan 1)
OLEH
MILDASARI (R011191014)
ICAH SAPITRI (R011191076)
RACHMAT FAJAR (R011191086)
RISKA DAMAYANTI (R011191072)
SELVIANI RAHMASARI (R011191014)
NABIGHAH NURFADHILAH (R011191066)
MUTIARA CYESA PRASASTI NGANDOH (R011191038)
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha pengasih lagi Maha penyayang atas
limpahan karunia dan rahmat yang telah diberikan kepada kami sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini.
Terlepas dari itu semua, tentunya terdapat bantuan berbagai pihak dalam
pembuatan makalah ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak
yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga dengan di buat nya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan
dapat menambah wawasan. Terima kasih.
Kelompok 4
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................iii
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................2
C. Tujuan...................................................................................................................2
BAB II...............................................................................................................................3
A. IPE (Interproessional Education) dan IPC (Interprofessional Colaboration). .3
B. Hubungan IPE dan IPC........................................................................................5
C. Perbedaan IPE dan IPC........................................................................................6
D. Tujuan dan Manfaat IPE dan IPE.......................................................................6
E. Kompetensi Dasar dalam Praktik Kolaborasi.....................................................7
F. Praktik kolaborasi...............................................................................................10
G. Upaya untuk meningkatkan IPE dan IPC.........................................................13
BAB III...........................................................................................................................16
A. Kesimpulan.........................................................................................................16
B. Saran...................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas adapun masalah yang dapat dirumuskan
yaitu
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah dituliskan adapun tujuan dari
perumusan masalah di atas yaitu
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
profesi kesehatan belaajar bersama, belaar dari profesi kesehatan lain, dan
mempelaari peran masing-masing profesi kesehatan lain untuk meningkatkan
kemmapuan kolaborasi dan kualitas pelayanan kesehatan.
4
masing anggota memberikan kontribusi yang unik sesuai dengan batasannya
masing –masing.
5
C. Perbedaan IPE dan IPC
6
Pendekatan kolaboratif terhadap perawatan kesehatan idealnya bermanfaat bagi
klien, professional, dan sistem pemberian perawatan kesehatan. Perawatan
menjadi berpusat kepada klien dan, yang paling penting, diarahkan pada klien.
Klien menjadi konsumen yang mendapat informasi dan secara aktif berpartisipasi
dengan tim keperawatan kesehatan dalam proses pengambilan keputusan. Saat
klien diberdayakan untuk berpartisipasi secara aktif dan professional saling
berbagai penetapan tujuan dengan klien, setiap orang, termasuk organisasi dan
sistem perawatan kesehatan, pada akhirnya mendapat manfaat. Saat kulaitas
membaik, kebutuhan terhadap program terapeutik meningkat, lama rawat
menurun, dan biaya keseluruhan untuk sistem menurun. Ketika interdependensi
professional terjadi, hubungan kolegial muncul, dan kepuasan keseluruhan
meningkat. Lingkungan kerja menjadi lebih suportif dan mengakui kontribusi tiap
anggota tim. “Karena otoritas ini dibagi, upaya ini menghasilkan perawatan yang
lebih terintegrasi dan leih komprehensif, serta pembagian kontrol biaya dan
liabilitas.” (Micolo dan Spanier, 1993, hlm. 447).
1. Komunikasi
Komunikasi sangat dibutuhkan dalam, kolaborasi, karena kolaborasi
membutuhkan pemecahan masalah yang lebih kompleks. Masalah-masalah
yang muncul dalam kolaborasi tersebut dapat dipecahkan dengan kolaborasoi
efektif yang dapat dimengerti oleh semua anggota professional.
Kolaborasi untuk memecahkan masalah kompleks membutuhkan
keterampilan komunikasi yang efektif. Pada awalnya tim perawatan
kesehatan perlu mendefinisikan kolaborasi secara jelas, menetapkan tujuan
dan sasaran, dan menentukan harapan peran.
Komunikasi efektif dapat terjadi hanya apabila kelompok yang terlibat
berkomitmen untuk saling memahami peran profesionalnya dan saling
7
mengahargai sebagai individu. Selain itu, mereka harus sensitif terhadap
perbedaan antara gaya komunikasi. Daripada memfokuskan pada perbedaan,
masing masing kelompok profesional perlu memusatkan tujuan umum
mereka: kebutuhan klien.
Gaya komunikasi sangatlah penting agar kolaborasi dapat berhasil. Teori
Norton mengenai gaya komunikator (1983) mendefinisikan gaya sebagai cara
seseorang berkomunikasi dan mencakup cara bagaimana seseorang
berinteraksi. Dengan demikian, apa yang dikatakan dan bagaimana hal
tersebut dikatakan keduanya penting. Teori ini menguraikan sembilan gaya
komunikator khusus yang umum digunakan dan memengaruhi sifat hubungan
antara komunikasi. Tiga dari gaya komunikator ini (dominan, suka berdebat,
dan penuh perhatian) telah digunakan dalam studi keperawatan mengenai
gaya kolaborasi karena gaya komunikator berhubungan dengan tingkat
kolaborasi dan peningkatan kualitas perawatan (Van Ess Coeling dan Cukr,
2000). Menggunakan gaya penuh perhatian dan menghindari gaya suka
berdebat dan gaya dominan membuat perbedaan yang signifikan dalam
kolaborasi perawat-dokter, hasil akhir pasien positif, dan kepuasan perawat.
Peneliti menyatakan bahwa gaya penuh perhatian dapat diajarkan melalui
modeling perilaku mendengarkan dengan jelas, seperti melakukan kontak
mata ketika berkomunikasi dan menghindari berpartisipasi dalam aktivitas
lain yang mengganggu komunikasi saat seseorang mencoba untuk
berkomunikasi. Umpan balik verbal dan pengulangan memberikan
kesempatan untuk menggambarkan apa yang dikatakan dan mengoreksi
kesalahpahaman. Pengajuan pertanyaan memberikan kesempatan berbagi
kekhawatiran dan memulai suatu dialog. Mengembangkan gaya tidak suka
berdebat berarti mengembangkan penilaian dalam upaya mengenali kapan
perlu menghentikan percakapan dan meminta klarifikasi karena hal tersebut
merupakan poin penting dan kapan lebih baik mengabaikan komentar yang
tidak setuju karena hal tersebut tidak penting untuk tujuan. Mengembangkan
gaya nondorninan mencakup perilaku pengendalian memonopoli percakapan
atau berbicara penuh semangat sehingga orang lain merasa ditekan dan
8
tidak mau berespons. Bermain peran yang diiikuti oleh diskusi dan modelling
peran diidentifikasi sebagai strategi efektif untuk menegembangkan gaya
komunikator yang positif.
2. Respek dan Kepercayaan
Kualitas respek dapat dilihat lebih kea rah harga diri, sedangkan
kepercayaan dapat dilihat dari mata proses dan hasil. Respek dan
kepercayaandapat disampaikan secara verbal dab nonverbal, sertadapat
dilihat dan dirasakan dalam penerapan kehidupan sehari-hari.
3. Memberikan dan menerima umpan balik (feed back)
Umpan balik (feed back) dipengaruhi oleh persepsi seseorang , pola
hubungan, harga diri, kepercayaan diri, emosi, serta waktu. Feed back juga
dapat bersifat posistif dan negative.
4. Pengambilan Keputusan
Dalam pengambilan keputusan dibutuhkan komunikasi untuk mewujudkan
kolaborasi yang efektif. Hal ini unntuk menyatukan data kesehatan pasien
secara komprehensif sehingga menjadi sumber informasi bagoi semua
anggota tim professional.
5. Manajemen konflik
Masing-masing anggota profesi harus memahami peran serta
fungsinyauntuk menurunkan konflik. Selainitu, setiap anggota profesi juga
harus melakukann aklarifikasi persepsi dan aharapan, mengidentifikasi
kompetensi, mengidentifikasi tumpang tindih peran, serta melakukan
negosiasi peran dan tanggung jawab.
Terwujudnya suatu kolaborasi tergantung pada beberapa criteria, yaitu
adanya saling percaya dan menghormati, saling memahami dan menerima
keilmuan masing-masing, memiliki citra diri positif, memilikikematangan
professional yang setara, baik dalam hal pendidikan maupun pengalaman,
mengakui sebagai mitrakerja, serta memeiliki keinginan untuk
bernegosiasi(siegler & whitney, 2000).
9
F. Praktik kolaborasi
1. Memberikan perawatan yang di arahkan pada klien dan berpusat pada
klien dengan menggunakan kerangka kerja multidisiplin, yang terintegrasi
Dan bersifat partisipasi.
2. Meningkatkan kontinuitas selama kontinum perawatan, sejak
prahospitalitas epoisode akut penyakit sampai pemindahan atau
pemulangan dan pemulihan.
3. Meningkatkan kepuasan klien (-klien)dan keluarga terhadap perawatan.
4. Memberikan perawatan yang berkualitas, hemat biaya, dan berbasis
penelitian yang diarahkan pada hasil.
5. Meningkatkan rasa saling menghargai, komunikasi, dan pemahamanantara
klien (-klien) dan anggota tim perawatan kesehatan.
6. Menciptakan sinergi antara klien dan pemberi perawatan, yaitu jumlah
usaha mereka lebih besar dari pada bagian-bagiannya.
7. Memberikan kesemptan untuk membahasa dan memecahkan isu dan
masalah yangberhubungan dengan sistem.
8. Membina hubungan interdependen dan pemahaaman di kalangan pemberi
perawatan dan klien.
Tim praktik kolaboratif antardisiplin dapat terdiri atas unit tunggal atau
sekelompok unit dengan populasi klien yang sama. Sebagian besar komite terdiri
dari dokter, perawat, pekerja sosial, apoteker, dan profesional perawatan
kesehatan lain (Velianoff, Neely, dan Hall, 1993). Tim multidisiplin semacam ini
membahas pedoman praktik klinis dan isu klinis untuk memastikan hasil Yang
hemat biaya dan berkualitas. Komite Seperti ini dapat memberikan landasan untuk
penetapan tatanan praktik kolaboratif yang sebenarnya.
10
T
K
O
IE
S
A
D
P
R
N
Model Praktik Kolaborasi
1. Model praktik kolaborasi, Tipe 1
Model praktik kolaborasi tipe 1 ini menekankan pada komunikasi dua arah, tapi
menempatkan dokter pada posisi utama dan membatasi hubungan antara dokter
dan pasien.
2. Model praktik kolaborasi, Tipe 2
11
Gambar di atas menunjukkan model praktik kolaborasi tipe II di mana model ini
lebiih berpusat pada pasien, dan semua pemberi pelayanan harus saling
bekerjasama, dengan pasien. Model ini tetap melingkar dengan menekankan
kontinuitas, kondisi timbal balik satu sama lain, dan tak ada satu pemberi
pelayanan yang mendominasi secara terus-menerus.
12
Kemampuan berkolaborasi menjadi sangat penting saat perawat
menginplementasikan peran praktik lanjutan; hal tersebut ditetapkan sebagai
kompetensi inti untuk perawat praktik lanjutan. Pendorong kolaborasi ini adalah
reformasi perawatan kesehatan, yang menghasilkan praktik kelompok dan
managed care serta sertifikasi dan standard praktik. Kontinum kolaborasi dimulai
dengan komunikasi parallel, dengan cara setiap orang berkomunikasi dengan
pelayan klien secara mandiri dan mengajukan pertanyaan yang sama. Fungsi
parallel dapat memiliki komunikasi yang lebih terkoordinasi, tetapi tiap
professional memiliki interfensi terpisah dan rencana perawatan yang tersendiri.
Pertukaran informasi mencakup komunikasi yang terencana, tetapi pengambilan
keputusan bersifat unilateral,
Mengenal diri sendiri (Know thyself). Ada banyak realitas yang muncul
secara bersamaan. Realitas setiap orang didasarkan pada pengembangan
persepsi diri. Diperlukan untuk percaya diri dan orang lain untuk mengetahui
odel mental diri sendiri (bias, nilai-nilai, dan tujuan).
2. Pelajaran 2
Belajar untuk menghargai dan mengelola keragaman (Learn to value dan
manage diversity). Perbedaan adalah asset penting untuk proses kolaboratif
yang efektif dan hasil.
3. Pelajaran 3
Mengembangakan keterampilan resolusi konflik yang yang konstruktif
(Develop constructive conflict resolution skills). Dalam paradigma
kolaboratif, konflik dipandang alami sebagai sebuah kesempatan untuk
memperdalam pemahaman dan kesepakatan.
13
4. Pelajaran 4
Gunakan kekuatan anda untuk menciptakan situasi ‘menang-menang’
(Use your power to create win-win situations) berbagi kekuasaan dan
mengakui kekuatan dasar seseorang adalah bagian dari kolaborasi yang
efektif.
5. Pelajaran 5
Menguasi keterampilan interpersonal dan proses (Master interpersonal
and process skills). Kompetensi klinis, kerjasama, dan fleksibilitas yang
paling sering diidentifikasi sebagai atribut penting untuk praktik kolaboratif
efektif.
6. Pelajaran 6
Menyaari bahwa kolaborasi adalah sebuah perjalanan (Recogninize that
collaboration is a journey). Keterampilan dan pengetahuan yang diperlukan
untuk kolaborasi efektif membutuhkan waktu dan latihan. Resolusi konflik,
keunggulan klinik, menghargai penyelidikan, dan pengetahuan tentang proses
kelompok adalah keterampilan belajar seumur hidup.
7. Pelajaran 7
Pengaruh semua forum multidisiplin (leverage all multidisciplinary
forums). Menjadi baik hadir secara fisik dan mental dalam tim forum, dapat
memberikan kesempatan untuk menilai bagaimana dan kapan menawarkan
komunikasi kolaboratif untuk membangun kemitraan.
8. Pelajaran 8
Menghargai bahwa kolaborasi dapat terjadi secara spontan (Appreciate
that collaboration can occur spontaneously). Kolaborasi adalah suatu kondisi
yang saling mapan yang bisa terjadi secara spontan jika factor-faktoryang
tepat ditempat.
9. Pelajaran 9
Keseimbangan otonomi dan persatuan dalam hubungan kolaboratif
(Balance autonomy and unity in collaborative relationship). Belajar dari
kebehasilan dan kegagalan kolaborasi anda. Menjadi bagian dari sebuah tim
14
yang eksklusif sama buruknya dengan bekerja dalam isolasi. Bersedia
mencari umpan balik dan mengakui kesalahan untuk keseimbangan dinamis.
10. Pelajaran 10
Mengingat bahwa kolaborasi tidak diperlukan untuk semua keputusan
(Remember that collaboration is not required for all decision). Kolaborasi
bukanlah obat mujarab, yang diperlukan dalam segala situasi(Gardner,
2005).
15
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
IPE (Interprofessional Education) adalah suatu proses dimana sekelompok
mahasiswa atau profesi kesehatan dari latar belakang disiplin ilmu yang berbeda
melkukan pembelajaran bersama dalam periode tertentu, berinteraksi, serta
berkolaborasi dalam upaya promotif, preventif, kuratif, rehabilitative, dan jenis
pelayanan kesehatan yang lain demi mencapai tujuan bersama. IPC
(Interprofessional Colaboration) adalah proses dimana suatu profesi kesehatan
bekerja bersama dengan profesi kesehatan lain dalam melakukan kolaborasi dan
komunikasi untuk memastikan bahwa perawatan yang diberikan kepada pasien
reliable dan berkelanjutan sesuai dengan kewenangan dan kompetensi.
B. Saran
Resistensi terhadap perubahan tidak dapat dihindari saat cara-cara tradisional
pemberian perawatan secara drastis terganggu oleh perubahan perawatan
kesehatan yang berada di luar kontrol cara tradisional yang dipengaruhi
oleh perubahan. Perubahan struktur kekuatan sangat sulit untuk dikelola. Perawat
perlu mengembangkan kemampuan untuk mengambil tempat baru dalam
perawatan kesehatan dan bekerja dengan anggota tim yang tidak menerima
struktur baru tersebut secara penuh.
Kesempatan bagi perawat untuk menciptakan model praktik baru dan membina
kembali hubungan saat ini sangat banyak. Waktunya telah tiba
untuk pembentukan kembali praktik di bawah arahan perawat yang berkeinginan
untuk mengemban kepemimpinan.
16
DAFTAR PUSTAKA
https://eprints.ums.ac.id/63283/4/BAB%201.pdf
https://abstrak.ta.uns.ac.id/wisuda/upload/G0012106_bab2.pdf
17