PENDAHULUAN
“Dunia sudah kehilangan 2,3 juta kilometer persegi tutupan pohon antara tahun
2000 sampai 2012 – setara dengan kehilangan wilayah hutan seluas 50 kali
lapangan sepakbola setiap menitnya setiap hari selama 13 tahun belakangan!
Sebaliknya, hanya 0,8 juta kilometer persegi tumbuh kembali, ditanami, atau
direstorasi dalam periode waktu yang sama”1.
bahwa kondisi hutan dunia saat ini sedang ‘kritis’. Hampir sekitar 50 persen dari luas
hutan dunia tersebut terdapat di Brazil, Zaire dan Indonesia3. Berdasarkan data dari
Badan Planologi Kehutanan dan Tata Lingkungan (2016), Indonesia memiliki kawasan
hutan yang cukup luas, yakni sekitar 63,66% dari luas daratan Indonesia.
1
Data dari Universitas Maryland yang dimuat dalam http://www.wri-indonesia.org/id/blog/9-
maps-explain-worlds-forests diakses pada Rabu, 17 Mei 2017 pukul 18.08 WIB.
2
Hutan adalah sejumlah pohon yang tumbuh pada lapangan yang cukup luas, sehingga suhu,
kelembaban, cahaya, angin dan sebagainya tidak lagi menentukan lingkungannya, akan tetapi
dipengaruhi oleh tumbuh-tumbuhan atau pepohonan baru asalkan tumbuh pada tempat yang cukup luas
dan tumbuhnya cukup rapat baik secara horizontal maupun vertikal (Ngadung, 1975: 3 dalam Salim,
2002: 40).
3
Judith Gradwohl dan Russell Greenberg (1992:13), mengatakan bahwa Indonesia dan dua
negara lainnya (Zaire dan Brazil), adalah negara dengan hutan tropis terbesar di dunia. Sekitar 50%
hutan tropis dunia, yang berdaun lebar dengan tajuk tertutup terdapat di tiga negara tersebut.
1
2
(deforestasi) di Indonesia pun cukup besar yaitu mencapai seluas 684.000 hektar setiap
tahunnya. Menurut data yang dirilis Badan Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) serta
menempati peringkat kedua dunia tertinggi kehilangan hutan setelah Brazil yang
beberapa faktor, seperti penebangan kayu yang berlebihan, praktik illegal logging,
konversi lahan hutan untuk kepentingan di luar sektor kehutanan (seperti untuk
dan lain sebagainya (Hidayat, 2011: 88). Faktor kerusakan hutan yang disebutkan oleh
Hidayat itu murni ulah manusia, akan tetapi seperti halnya kebakaran hutan itu tidak
selalu disebabkan oleh manusia. Musim kering yang cukup lama pun dapat
mengingat peran dan fungsi hutan yang begitu besar. Soepardi (1954: 19) mengatakan
bahwa secara garis besar, hutan berperan sebagai penghasil bahan (produksi), untuk
menjaga keadaan hawa (klimatologi), penjaga keadaan tanah (erosi), penjaga keadaan
air (hidrologi), juga merupakan tempat di mana oksigen yang kita hirup sehari-hari
4
Pernyataan Deputi FAO Representative bidang program di Indonesia, Ageng Herianto dalam
seminar dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan serta Pemerintah Provinsi Sulsel.
Diakses dari http://regional.kompas.com diakses pada Rabu, 17 Mei 2017 pukul 18.22 WIB.
3
diproduksi. Apabila laju kerusakan tidak bisa ditekan, dampak yang diberikan terhadap
kelangsungan hidup pun cukup signifikan, mengingat peran dan fungsi hutan yang
begitu penting. Selain bencana seperti banjir, longsor, kekurangan air, kerusakan hutan
Melihat kondisi kekinian hutan yang kritis, menjadi pendorong untuk melihat
bagaimana upaya konservasi terhadap hutan yang dilakukan di masa lampau. Seperti
dinyatakan Peter Boomgaard (1992: 5) bahwa kerusakan hutan di Indonesia bukan lagi
suatu fenomena baru. Hutan Indonesia telah rusak sejak masa pemerintahan kolonial.
Rusaknya hutan Indonesia pada masa tersebut dimotori oleh kepentingan ekonomi,
peperangan dan alih fungsi lahan hutan. Namun, di samping pembabatan hutan dalam
skala besar masih ada upaya perlindungan (konservasi) terhadap hutan seperti
Setelah itu, pada masa pendudukan Jepang (1942-1945), kondisi hutan tidak
jauh berubah. Pada masa ini hutan Indonesia mengalami kerusakan yang cukup parah.
besar-besaran untuk ongkos perang. Selama masa pendudukan Jepang, secara umum
dapat dikatakan perlindungan alam tidak diperhatikan, mengingat situasi yang genting
5
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Sarah Olson dari Universitas Wisconsin, Amerika
Serikat, dalam laporan penelitiannya di jurnal Emerging Infectious Diseases (2010) mengatakan,
pengundulan hutan di Amazon membantu nyamuk berkembang dan menyebabkan angka malaria
melonjak. Di dalam penelitian itu dikatakan bahwa terjadi peningkatan kasus malaria sebesar 48% di
wilayah Brazil, setelah 4,2 % pohon lindung ditebang (sumber: http://nasional.kompas.com/read/
diakses pada Selasa 9 Mei 2017 pukul 04.16 WIB).
4
perang (Wiratno, et al, 2002: 35). Pengelolaan hutan pada masa ini sementara diatur
sesuai konstitusi pada zaman Hindia Belanda selama tidak bertentangan dengan
(Subadi, 2010: 110). Setelah tahun 1945, situasi negara masih dihadapkan pada
berbagai gejolak sosial, politik, dan segala bidang masih diarahkan pada upaya-upaya
untuk mempertahankan kemerdekaan yang baru diraih bangsa Indonesia. Waktu yang
Untuk mengatasi kesenjangan di bidang hukum ini, maka regulasi hutan di zaman
Kemudian, pada Masa Orde Baru, regulasi hutan yang sebelumnya berlaku
pertama yang disahkan oleh pemerintah Republik Indonesia. Melihat fakta kerusakan
6
Urusan kehutanan pada masa pendudukan Jepang awalnya termasuk dalam Departemen
Sangyobu (Departemen Ekonomi), akan tetapi peperangan memerlukan sekali banyak kayu untuk
keperluan pembuatan kapal sehingga urusan kehutanan dipindahkan ke dalam Departemen Zoosen Kyo
Ku (Perkapalan) sampai akhirnya dipindahkan ke dalam Departemen Gonzyuseizanbu (Departemen
Produksi Kebutuhan Perang) (Departemen Kehutanan, 1986b: 6).
5
hutan yang telah terjadi sejak lama, perhatian terhadap hutan pun telah dilakukan oleh
dunia internasional sejak tahun 1920-an. Hutan Indonesia memiliki peran yang sangat
pembahasan lebih terfokus. Batas spasial penelitian ini adalah kawasan hutan yang
berada di Provinsi Jawa Barat yang didasarkan oleh berbagai pertimbangan misalnya,
Provinsi Jawa Barat yang padat akan jumlah penduduk7, terdapatnya kota-kota besar
kerusakan hutan mengingat permintaan terhadap lahan dan kayu pun meningkat.
Adapun batasan temporal penelitian ini adalah pada masa pemerintahan Orde Baru
Indonesia tentang kehutanan (setelah masa penjajahan), dan batas akhir penelitian
adalah pada tahun 1998 yang merupakan akhir dari pemerintahan Orde Baru. Secara
garis besar penyusunan skripsi ini bertujuan untuk melihat bagaimana kerusakan hutan
dan upaya konservasi yang dilakukan terhadap hutan di Jawa Barat pada masa Orde
7
Menurut hasil sensus penduduk tahun 1971, jumlah penduduk Jawa Barat adalah 21.632.589
jiwa. Luas wilayah Jawa Barat pada waktu itu adalah 4.459.888 ha, sehingga setiap kilo meter persegi
(km2) ditempati oleh 485 jiwa (Haeruman et al. 1977: 8).
6
Baru, maka penulisan skripsi ini berjudul Deforestasi dan Konservasi Hutan di Jawa
3. Bagaimana upaya konservasi hutan di Jawa Barat pada masa Orde Baru?
Penelitian ini memiliki tujuan umum dan khusus. Tujuan khusus penelitian ini
adalah untuk menjawab perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan
Orde Baru.
Sementara itu, tujuan umum dari penulisan skripsi ini adalah untuk menambah
Untuk dapat membuat sebuah tulisan sejarah, harus dilakukan sebuah penelitian
rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif. Tujuan ini dapat dicapai
menurut Gottschalk (1985:39) berarti proses menguji dan menganalisis secara kritis
dikerjakan dalam metode sejarah terdiri atas: heuristik, kritik, interpretasi dan
1997: 113 dalam Herlina, 2015: 17). Mengacu pada asal kata tersebut, maka heuristik
(sumber sejarah). Dalam tahapan heuristik ini, dilakukan studi ke berbagai tempat yang
antaranya:
perpustakaan ini ditemukan sumber berupa buku yang berjudul Hutan Reboisasi
and Nature Reserves in The Nederlands Indies yang ditulis oleh K.W Dammerman.
ditemukan sumber berupa buku yang berjudul Konservasi Sumberdaya Alam Dan
Alikodra.
Salemba dan Jl. Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, di Perpusnas ini ditemukan
sumber-sumber seperti buku yang berjudul Hutan dan Kehutanan karya Arifin Arif
serta surat kabar Kompas, Pikiran Rakyat, Merdeka dan Berita Yudha yang memuat
Jl. Ir. H. Juanda No. 15 Bogor. Di sini ditemukan sumber berupa Laporan
9
1983 dan buku Kehutanan Djawa Barat: Masa Lampau-Sekarang dan Masa Jang
Akan Datang.
Wanabakti Jl. Gatot Subroto, Jakarta. Di sini ditemukan sumber berupa Laporan
Jawatan Kehutanan Jawa Barat tahun 1973, Proceedings Tenth Word Forestry
Congress dan Laporan Hasil Rapat Kerdja Kehutanan Djawa/Madura, Bali, Nusa
Tenggara, Maluku dan Irian Barat di Tretes Jawa Timur tahun 1968.
7. Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) di Jl. Ampera Raya No. 7 Jakarta
Selatan. Di sini ditemukan sumber berupa surat wakil presiden Indonesia kepada
menteri pertanian dan menteri dalam negeri tentang kerusakan hutan di Leweung
Sancang, Jawa Barat, serta surat Departemen Kehutanan kepada gubernur Jawa
8. PT. Balai Iklan di Jl. Kopo No. 304 Bandung, Jawa Barat. Di sini ditemukan
sumber berupa surat kabar Kompas dan Pikiran Rakyat yang memuat tentang berita
disebutkan di atas, proses heuristik juga dilakukan melalui internet seperti di web
fao.org dan diperoleh sumber berupa laporan hasil konferensi FAO kedelapan dan
kesembilan.
10
kelompok berdasarkan asal-usulnya yaitu sumber primer, sekunder dan tersier. Sumber
primer adalah bila sumber atau penulis sumber menyaksikan, mendengar sendiri (eye
witness atau ear witness), atau mengalami sendiri (the actor) peristiwa yang dituliskan
dalam sumber tersebut. Singkatnya sumber primer adalah sumber yang belum diolah
atau diganggu gugat. Sumber primer terbagi dua, ada sumber primer kuat (strictly
primary sources) sumber yang berasal dari para pelaku atau saksi mata yang
menyaksikan langsung peristiwa tersebut. Yang kedua adalah sumber primer kurang
kuat atau sumber primer kontemporer (less-strictly primary sources atau contemporary
primary sources), sumber ini bisa disebut juga sumber sezaman. Sumber ini berasal
dari zaman terjadinya suatu peristiwa tetapi tidak berhubungan langsung dengan
peristiwa tersebut. Sumber sekunder adalah bila sumber atau penulis sumber hanya
mendengar peristiwa dari orang lain. Untuk mudahnya sumber sekunder sumber yang
tidak hidup sezaman dengan peristiwa atau sumber yang telah diolah. Kemudian,
sumber tersier adalah semua karya tulis (sejarah) yang bersifat ilmiah seperti skripsi,
tesis, disertasi dan karya ilmiah lainnya (Herlina, 2015 : 10-13). Dalam penelitian ini
digunakan sumber primer seperti laporan tahunan Dinas Kehutanan dan sumber primer
kurang kuat atau sumber sezaman seperti koran-koran, sumber sekunder dan sumber
tersier.
11
kritik atau verifikasi terhadap sumber sejarah. Kritik terbagi dua yaitu kritik eksternal
dan kritik internal. Kritik eksternal bertujuan untuk mengetahui otentisitas sumber atau
keaslian sumber. Kritik internal bertujuan untuk mengetahui apakah sumber yang
sumber (Helina, 2015 : 24-33). Salah satu sumber utama yang digunakan dalam
penyusunan skripsi ini adalah arsip laporan tahunan yang dikeluarkan oleh Jawatan
sumber berupa arsip tersebut juga didukung dengan data-data yang terdapat di dalam
surat kabar. Kemudian, dalam menggunakan sumber yang berasal dari internet,
penelitian ini tidak begitu saja mempergunakannya tetapi meninjau seperti situs web
menafsirkan fakta-fakta serta menerapkan makna dan saling berhubungan dari fakta-
fakta yang diperoleh (Herlina, 2015:15). Pada tahap ini, proses interpretasi
Ketidakhadiran Indonesia tersebut dapat kita lihat berdasarkan fakta yang terjadi di
(umumnya dalam bentuk tulisan). Dalam tahap ini diperlukan kemahiran dalam
dalam sudut pandang sejarah, masih terbilang langka. Kebanyakan skripsi sejarah yang
(FIB Unpad), lebih didominasi oleh kajian sosial, ekonomi, budaya dan politik.
Buku yang digunakan sebagai literatur acuan dalam penelitian ini adalah
pertama, buku Sejarah Kehutanan Indonesia jilid I, II, dan III. Buku ini diterbitkan
oleh Departemen Kehutanan Republik Indonesia pada 1986, buku Sejarah Kehutanan
proses pemanfaatan hutan di Indonesia pada masa VOC dan pemerintah kolonial
Hindia Belanda. Selain itu, buku jilid I pun menjelaskan bagaimana pemerintah
dengan pengelolaan hutan pada masa Soekarno dan buku jilid III menceritakan
pengelolaan hutan pada masa Orde Baru. Buku ini merupakan buku yang kaya akan
13
regulasi-regulasi hutan yang pernah berlaku di Indonesia juga strategi yang dilakukan
dalam pemanfaatan hutan. Akan tetapi, buku ini tidak menjelaskan bagaimana
(2014) yang dimuat dalam Jurnal Paramita edisi ke-24, yang ditulis oleh Nawiyanto.
Secara umum, kajian ini membahas tentang bagaimana lahir dan berkembangnya
terhadap upaya konservasi di Indonesia. Akan tetapi, kajian tersebut tidak memberikan
data-data yang sangat rinci mengenai kerusakan hutan di Jawa Barat, seperti yang
Ketiga, buku yang berjudul Preservation of Wild Life and Nature Reserves in
The Netherlands Indies (1929) karya Dr. K. W. Dammerman8. Secara singkat tulisan
dipergunakan menuju kawasan konservasi tersebut. Sayangnya, tulisan ini pun tidak
8
K.W. Dammerman ini adalah seorang naturalis Hindia Belanda yang juga menjabat sebagai
sekretaris di Nederlandsch-Indische Vereeniging tot Natuurbescherming atau Perkumpulan
Perlindungan Alam Hindia Belanda (Nawiyanto, 2014: 39).
14
Colonial Java, 1677-1897” (1992) yang dimuat dalam Forest and Conservation
History edisi ke-36 karya Peter Boomgaard. Kajian ini memberikan informasi
mengenai eksploitasi terhadap hutan dan pengelolaan hutan di Jawa pada kurun waktu
1677-1897. Eksploitasi terhadap hutan bukanlah suatu fakta baru di Indonesia. Aksi-
aksi eksploitasi terhadap hutan sudah terjadi sejak jaman Vereenigde Oostindische
Compagnie (VOC), bahkan jaman kerajaan. Dijelaskan bahwa area tutupan hutan
dibabat untuk berbagai kepentingan seperti hasil kayunya dijual atau untuk pembukaan
lahan. Eksploitasi terhadap hutan yang terus berlanjut, direspon oleh pemerintah
dengan berdirinya Departemen Kehutanan yang pertama (1808-1826) pada masa H.W
Daendels (1808-1811). Dalam tulisan ini Boomgaard tidak secara rinci membahas
regulasi hutan, akan tetapi sangat terfokus pada aksi ekploitasi hutan di Pulau Jawa
ditulis oleh Budi Gustaman. Skripsi ini adalah sebuah skripsi yang sama-sama
membahas mengenai konservasi dalam sudut pandang sejarah. Fokus pembahasan dari
karya ini ialah upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah Hindia Belanda dalam
melindungi satwa liar dari perburuan. Tidak berbeda jauh dari hari ini, satwa-satwa liar
selalu menjadi objek tangan-tangan manusia yang tidak bertanggung jawab dengan
cara memburu mereka. Hilang atau punahnya suatu populasi satwa akan
15
mengenai perkembangan regulasi perlindungan alam pada masa kolonial. Akan tetapi,
keseluruhan yang utuh dan menyeluruh serta merupakan kompleksitas yang mencakup
sejarah, proses analisis tidak hanya menggunakan pendekatan sejarah, tetapi dibantu
oleh ilmu-ilmu lain untuk mendekati peristiwa sejarah (Kartodirdjo, 1992: 120). Pun
dengan penelitian ini, digunakan ilmu bantu untuk mampu mendekati peristiwa sejarah.
Dalam penelitian ini juga digunakan tiga konsep yang berfungsi untuk mengarahkan
Oleh karena itu, konsep yang digunakan adalah deforestasi, ekosistem dan konservasi.
deforestasi dijelaskan sebagai konversi lahan hutan untuk penggunaan lahan lain atau
pengurangan yang tajam dari tutupan hutan di bawah ukuran 10%. Di samping itu,
Kehilangan hutan seperti itu dapat hanya disebabkan melalui pengaruh manusia yang
berlanjut atau gangguan alam (Hidayat, 2011: 90-91). Mengacu pada berbagai
pendapat tersebut dapat dipahami bahwa deforestasi tersebut adalah perusakan hutan
baik oleh manusia maupun alam. Kerusakan hutan di Indonesia sudah terjadi sejak
lama. Misalnya, pada tahun 1997 telah terjadi kebakaran hutan yang sangat hebat di
sistem ekologi9 yang terbentuk oleh hubungan timbal balik antara makhluk hidup
dengan lingkungannya (Soemarwoto, 2004: 23). Kerusakan hutan yang telah terjadi
ekosistem akibat kerusakan hutan tersebut membawa dampak yang sangat merugikan
seperti banjir di Bandung pada 1970-an dan kekeringan pada 1991. Untuk menjaga
kestabilan ekosistem ini, salah satu caranya adalah dengan melestarikan hutan.
9
Secara etimologi, ekologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu oikos yang berarti rumah dan
logos yang berarti ilmu. Karena itu secara harfiah ekologi berarti ilmu tentang makhluk hidup dalam
rumahnya atau dapat diartikan juga sebagai ilmu tentang rumah tangga makhluk hidup (Soemarwoto,
2004: 22).
17
potensi untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi generasi mendatang (Alikodra, 2012:
36). Selain itu, de Beer mengatakan bahwa konservasi dalam konteks kehutanan
secara berkelanjutan bagi generasi saat ini, serta memelihara potensinya guna
menjamin aspirasi dan kebutuhan generasi yang akan datang. Maka konservasi
pemanfaatan berkelanjutan (de Beer, 1996 dalam Wiratno et al., 2002 : 12). Upaya-
(PPN) yang telah dilakukan sejak 1961-1995, pelaksanaan program gerakan gandrung
tatangkalan yang digagas untuk melestarikan hutan Jawa Barat, proses tebang pilih
dalam upaya pemanfatan berkelanjutan, pengaman hutan oleh polisi hutan dan
sejarah ini disusun secara sistematis dan kronologis. Sebagaimana rumusan masalah
10
Berdasarkan ilmu Geografi, yang dimaksud dengan biosphere adalah sebuah lapisan yang
didalamnya terdapat kehidupan.
18
yang telah disebutkan sebelumnya, penelitian ini membahas kerusakan dan upaya-
upaya yang dilakukan untuk melestarikan hutan di Jawa Barat, pada masa Orde Baru.
Skripsi ini tersusun atas tiga bab pembahasan dan diakhiri dengan bab penutup.
Bab pertama, adalah pendahuluan yang terdiri dari tujuh sub-bab. Pertama,
adalah latar belakang masalah. Dalam latar belakang masalah, diuraikan kondisi
kekinian menganai hutan di dunia dan Indonesia, kekayaan hutan Indonesia, kerusakan
hutan dan sepintas tentang pengelolaan hutan, yang nantinya akan menjadi perumusan
masalah. Selain itu, dalam sub-bab ini juga menjelaskan alasan-alasan dipilihnya topik
ini sebagai pembahasan. Selanjutnya, adalah rumusan masalah. Rumusan masalah ini
dijelaskan dalam bab selanjutnya. Ketiga, adalah tujuan penelitian, berisi target
pencapaian yang harus dicapai sesuai dengan perumusan masalah. Setelah itu, metode
adalah tinjauan studi terdahulu yang berfungsi sebagai pembanding antara penelitian
ini dengan studi terdahulu. Berikutnya, adalah kerangka pemikiran teoritis, yang berisi
Bab kedua, terdiri atas dua sub-bab. Pada sub-bab pertama disajikan mengenai
kondisi hutan pada masa kolonial serta regulasi dan langkah awal konservasi hutan di
Indonesia. Kemudian sub-bab kedua membahas mengenai kondisi hutan pada periode
19
Bab ketiga merupakan bab inti dari penelitian ini. Dalam bab tiga ini dibahas
mengenai konservasi hutan di Jawa Barat yang terdiri dari empat sub-bab, yaitu pada
sub-bab pertama dibahas mengenai regulasi hutan pada masa Orde Baru, sub-bab
kedua membahas mengenai kerusakan hutan di Jawa Barat pada masa Orde Baru.
kehutanan Indonesia dan pada sub-bab ke-empat, skripsi ini membahas mengenai
Bab keempat merupakan bab terakhir atau bab penutup, di mana dalam bab ini
terdiri atas simpulan dari penulisan sejarah ini. Dilengkapi pula dengan daftar pustaka,