Anda di halaman 1dari 5

PAPER DAMPAK PERUBAHAN IKLIM TERHADAP HUTAN

Disusun oleh:

1. Dimas Anjar Kuncoro 202303101076


2. Deka Raudoh Indrata Siswey 202303101004
3. Rehulina Israferli Ginting 202303101036
4. Risma Wiyanda 202303101103

PRODI D3 KEPERAWATAN KAMPUS LUMAJANG

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS JEMBER

TAHUN 2023
Hutan Indonesia adalah hutan yang sering disebut salah satu paru dunia yang
menyumbangkan oksigen untuk keberlangsungan makhluk hidup yang dapat meyerap karbon
dioksida yakni karbon yang berbahaya dan menghasilkan gas oksigen yang diperlukan oleh
manusia. Hutan merupakan sumber daya alam yang berperan penting pada lini kehidupan, baik
dari ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan. Areal hutan yang semakin berkurang tentunya
menyebabkan punahnya berbagai jenis spesies yang menyebabkan berbagai dampak termasuk
menimbulkan efek gas rumah kaca.

Hutan masih menutupi sekitar 30 persen dari luas daratan dunia, tetapi menghilang
dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Antara 1990 sampai 2016, dunia kehilangan
hutan seluas 502.000 mil persegi (1,3 juta kilometer persegi). Sejak manusia mulai menebang
hutan, 46 persen pohon telah ditebang , menurut sebuah studi tahun 2015 di jurnal Nature.
Sekitar 17 persen dari hutan hujan Amazon telah dihancurkan selama 50 tahun terakhir, dan
kerugian baru – baru ini terus meningkat .

Kita membutuhkan pohon karena berbagai alasan, tidak hanya karena pohon mampu
menyerap karbon dioksida yang kita embuskan, tetapi juga gas rumah kaca yang memerangkap
panas yang dikeluarkan oleh aktivitas manusia. Saat gas-gas itu memasuki atmosfer, pemanasan
global meningkat, sebuah tren yang sekarang lebih disukai para ilmuwan untuk menyebut
perubahan iklim. Tutupan pohon tropis saja dapat memberikan 23 persen dari mitigasi iklim
yang dibutuhkan selama dekade berikutnya untuk memenuhi tujuan yang ditetapkan dalam
Perjanjian Paris pada tahun 2015, menurut sebuah perkiraan .

Deforestasi adalah kondisi luas hutan yang mengalami penurunan yang disebabkan oleh
konvensi lahan untuk infrastrukur, permukiman, pertanian, pertambangan, dan perkebunan.
Perubahan lahan hutan yang menjadi lahan non hutan menyebabkan pemanasan global karena
akibat dari kebakaran hutan yang sering terjadi. Deforestasi berkaitan dengan penebangan atau
pembalakan liar yang mengancam seluruh mahluk hidup yang pada umumnya diakibatkan oleh
kebakaran hutan yang menyebabkan pemanasan global. Gabungan pertanian, penggembalaan
ternak, pertambangan, dan pengeboran menyumbang lebih dari setengah semua deforestasi .
Praktik kehutanan, kebakaran hutan dan, sebagian kecil, urbanisasi menyebabkan sisanya. Di
Malaysia dan Indonesia, hutan ditebang untuk menghasilkan minyak sawit , yang bisa ditemukan
dalam segala hal mulai dari sampo hingga garam . Di Amazon, peternakan dan peternakan —
terutama perkebunan kedelai — adalah penyebab utamanya .

Operasi penebangan, yang menyediakan produk kayu dan kertas dunia, juga menebang
pohon yang tak terhitung jumlahnya setiap tahun. Penebang, beberapa dari mereka bertindak
ilegal, juga membangun jalan untuk mengakses lebih banyak hutan terpencil — yang mengarah
pada deforestasi lebih lanjut. Hutan juga ditebang sebagai akibat dari perluasan kota sebagai
lahan yang dikembangkan untuk pemukiman manusia.Tidak semua deforestasi disengaja.
Beberapa disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam seperti kebakaran hutan dan
penggembalaan berlebihan, yang dapat mencegah pertumbuhan pohon-pohon muda.
Pemanasan global adalah isu penting yang terjadi akibat aktivitas ekonomi yang
dilakukan dengan tidak memperhatikan dampak lingkungan yang menyebabkan meningkatnya
temperatur di bumi pada beberapa tahun terakhir. Kerusakan hutan yang ada di Indonesia terus
mengalami pentingkatan dan dapat diketahui bahwa hutan di Indonesia terus mengalami
pengurangan disetiap tahunnya, hal tersebut memicu dampak buruk bagi Indonesia maupun
dunia. Data dari Greenpeace, Indonesia adalah negara penyumbang emisi gas karbon ketiga
setelah negara Amerika Serikat dan negara Tiongkok sekitar 80 % yang disebabkan oleh
pembakaran hutan, pembakaran hutan juga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan
manusia seperti dapat menimbulkan sesak nafas berkepanjangan (Wahyuni dan Suranto, 2021).

Degradasi lingkungan dan perubahan penggunaan lahan menjadi ancaman bagi manusia
berkaitan dengan peningkatan kontak manusia dengan satwa liar sebagai penghuni lahan yang
terganggu habitatnya. Hal ini berpotensi mengakibatkan terjadinya infeksi dari satwa liar ke
manusia. Sedangkan menurut Wiku, perubahan penggunaan lahan memiliki dampak terhadap
kesehatan, selain terkait perubahan lingkungan vektor penyebar penyakit zoonotik di alam, juga
dapat memicu berbagai permasalahan kesehatan lain, seperti gangguan pernapasan akibat asap
hasil pembakaran lahan yang juga berdampak lintas negara.

Asap yang ditimbulkan oleh kebakaran hutan berdampak langsung pada gangguan
saluran pernapasan. Asap mengandung sejumlah gas dan partikel kimia yang menggangu
pernapasan seperti seperti sulfur dioksida (SO2), karbon monoksida (CO), formaldehid, akrelein,
benzen, nitrogen oksida (NOx) dan ozon (O3). Berdasarkan jurnal penelitian Fikri Faisal, dan
dkk, material tersebut memicu dampak buruk yang nyata pada manula, bayi dan pengidap
penyakit paru. Meskipun tidak dipungkiri dampak tersebut bisa mengenai orang sehat. Manula
adalah singkatan dari Manusia Lanjut Usia. Dalam bahasa inggris manula disebut sebagai elderly
atau senior yang memiliki arti seseorang berumur lebih tua (Anwar dkk., 2022).

Keprihatinan terhadap deforestasi dari dampak yang ditimbulkan telah melahirkan


REDD+ dengan upaya menghitung nilai karbon yang tersimpan dalam lahan hutan dan
memberikan penawaran kepada negara berkembang untuk dapat terlibat dalam pengurangan
emisi dalam rangka investasi di jalur rendah karbon, sehingga dengan kata lain negara maju
membayar negara berkembang untuk mengurangi tingkat deforestasi, pembakaran lahan gambut,
dan degradasi hutan.

Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diklaim menjadi solusi
yang tepat untuk menangani masalah deforestasi. Jenis penelitian ini termasuk kajian hukum
sosio-legal, yaitu melakukan pengkajian sosiologis terhadap hasil observasi di masyarakat,
khususnya kelompok tani hutan yang berbasis Hutan Kemasyarakatan (HKm). Hasilnya,
perhutanan sosial berbasis HKm yang diterapkan di Kalibiru dapat menjadi alternatif solusi
dalam menangani permasalahan deforestasi di Indonesia (Farid dkk., 2022).
Keberadaan UU CK diharapkan menjadi motor penggerak bagi pemerintah maupun
masyarakat untuk melestarikan sumber daya alam. UU CK memiliki trilogi sasaran
pembangunan berkelanjutan (sustainable development) terbagi ke dalam sektor ekologi, ekonomi
dan sosial. Pemerintah berperan sebagai pembuat kebijakan (regeling), diharapkan mampu
memperbaiki perekonomian dan sosial masyarakat sekaligus mengatasi permasalahan tata ruang
dan lingkungan10. Peran masyarakat tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan kawasan
lingkungan di sekitarnya, karena masyarakat merupakan bagian dari komponen krusial dalam
perlindungan dan pemanfaatan hutan.
DAFTAR PUSTAKA

Anwar, H., A. Hanana, dan S. Pujiraharjo. 2022. Intervensi medis modern terhadap kehidupan
suku anak dalam (kasus batin sembilan di hutan harapan). Pangadereng : Jurnal Hasil
Penelitian Ilmu Sosial Dan Humaniora. 8(1):101–121.
Farid, A. M., F. A. Fahreza, D. P. C. Prasetyo, dan S. H. Firmansyah. 2022. Perhutanan sosial
sebagai alternatif solusi meminimalisasi deforestasi di kulonprogo, daerah istimewa
yogyakarta. Bina Hukum Lingkungan. 7(1):130–149.
Wahyuni, H. dan S. Suranto. 2021. Dampak deforestasi hutan skala besar terhadap pemanasan
global di indonesia. JIIP: Jurnal Ilmiah Ilmu Pemerintahan. 6(1):148–162.

Anda mungkin juga menyukai